Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS HISAB AWAL BULAN KAMARIAH PERSPEKTIF

ASTRONOMI BOLA

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Astronomi

Dosen Pengampu : Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag

Oleh:

Li’izza Diana Manzil


NIM. 1600028006

PROGRAM S2 ILMU FALAK


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
A. Pendahuluan
Astronomi merupakan ilmu atau studi yang mempelajari benda langit
yang melibatkan pengamatan dan penjelasan fenomena yang terjadi di luar
Bumi dan atmosfernya. Sedangkan astronomi bola merupakan suatu cabang
atau bagian dari studi astronomi yang fokus mempelajari penentuan letak
atau posisi serta arah benda-benda langit pada bola langit pada satu waktu
dan lokasi pengamatan.
Dewasa ini dalam penentuan awal bulan kamariah terdapat berbagai
macam model metode. Metode pennetuan awal bulan kamariah diklasifikan
menjadi dua yaitu hisab dan rukyat. penggunaan hisab sebagai salah satu
kaedah dalam menentukan awal bulan kamariah telah banyak menimbulkan
kontroversi.1 Dalam penentuan awal bulan membutuhkan metode ilmiah
yang tepat dan terpadu dengan kaidah syar’i. Penggunaan pemikiran yang
matematis dan teori probabilitas yang didukung oleh data serta berpegang
teguh pada kaidah syar’i perlu tetap dikembangkan dalam kegiatan rukyat
dan hisab di Indonesia. Salah satu metode hisab awal bulan kamariah yaitu
dengan metode trigonometri astronomi bola yang sebagaimana akan
dijelaskan dalam pembahasan berikutnya.

B. Terminologi Awal Bulan Kamariah


Dalam sistem penentuan awal bulan kamariah terdapat kajian dari ilmu
hisab, yang mengkaji tentang perhitungan awal bulan serta pengamatan
objek langit (observasi) meskipun semula penetapan awal bulan kamariah
hanya dilakukan dengan rukyat. Berawal dari sini terjadi dua sistem
penentuan awal bulan, yakni hisab dan rukyat
1. Rukyat
Rukyat berasal dari akar kata ‫ر‬- ‫ أ‬- ‫ى‬. Secara etimologi kata rukyat
berasal dari bahasa Arab berupa fi’il madli ro’a (‫ )رأى‬yang diubah ke
bentuk masdar ru’yatan (‫)رؤي ة‬ artinya melihat. Dalam kamus
al- Munawwir kata ro’a senada dengan kata abshara )‫ (ابص ر‬artinya
melihat,

1
Baharrudin Zainal, Ilmu Falak, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2004, h.130.
1
kata adroka )‫ (ادرك‬artinya mengerti dan kata hasiba )‫ (حسب‬artinya
menyangka, menduga atau mengira.2 Adapun secara terminologi rukyat
merupakan melihat bulan baru pada hari ke-29 dalam bulan kamariah
setelah terbenamnya Matahari sebagai tanda dimulainya awal bulan
kamariah.3
Menurut sistem ini penentuan awal dan akhir bulan kamariah
itetapkan berdasarkan rukyat atau melihat bulan yang dilakukan pada
hari ke-29. Apabila rukyat tidak berhasil, baik karena posisi hilal memang
belum dapat dilihat maupun karena terjadi mendung, maka penentapan
awal bulan harus berdasarkan istikmal (menyempurnakan bilangan bulan
menjadi 30 hari). Sehingga menurut sistem ini term rukyat dalam hadis-
hadis hisab rukyat adalah bersifat ta’abudi ghair ma’qul al-ma’na. Artinya
tidak dapat dirasionalkan pengertiannya, sehingga tidak dapat diperluas
dan tidak dapat dikembangkan. Dengan demikian rukyat hanya diartikan
sebatas melihat dengan mata kepala (mata telanjang-tanpa alat).4
Adapun dalam kalangan rukyat juga terjadi perbedaan intern antara
satu yang lain, ini dikarenakan oleh dua hal. Pertama, karena danya
perbedaan tentang matla’ . Ada yang berpendapat bahwa hasil rukyat
disuatu tempat berlaku untuk seluruh dunia. Di samping itu ada yang
berpendapat bahwa hasil rukyat suatu tempat hanya berlaku bagi suatu
daerah yang meng-itsbat-kan hasil rukyat tersebut. Kedua, karena
berbedanya penilaian terhadap keabsahan hasil rukyat . Ini disebabkan
karena keraguan dalam keadilan orang yang berhasil melihat hilal.5
2. Hisab
Hisab berasal dari akar kata ‫ س – ح‬- ‫ ب‬, yang secara etimologi kata
hisab berasal dari bahasa Arab yang berupa fi’il madli hasaba

2
Ahmad Warson Munawwir, al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Penerbit
Pustaka Progressif, cet-14, 1997, h.460.
3
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat (Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha), Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, h.4
4
Hal ini menurut Taqwim Islam permulaan hari kalender Hijriah dimulai pada saat Matahari
terbenam.
5
Ditbinbapera, Hisab dan Rukyat: Permasalahannya di Indonesia, dalam Selayang Pandang
Hisab Rukyat, Jakarta: ttp, 2004, h.3.
)‫(حسب‬artinya perhitungan. Kata hasaba (‫ )حسب‬senada dengan kata dzann
)ّ‫ (ن ظ‬artinya menduga, menyangka, atau mengira, kata i’tadda (‫ )إعتد‬artinya
memandang atau menganggap dan kata ahsha (‫ )احصى‬artinya
menghitung.6 Dalam bahasa Inggris kata ini disebut Arithmatic yakni ilmu
pengetahuan yang membahas tentnag seluk beluk perhitungan.7
Dalam al-Quran kata hisab banyak digunakan untuk menjelaskan hari
perhitungan (yaumul hisab). Kata hisab disebutkan dalam al-Quran
sebanyak 37 kali yang semuanya berarti perhitungan dan tidak memiliki
ambiguitas arti.8 Adapun secara terminologi hisab meruapakn suatu
metode perhitungan untuk menentukan kedudukan hilal pada saat
terbenamnya Matahari yang diukur dengan derajat.9
Kata “rukyat”10 yang ada dalam hadis-hadis hisab rukyat menurut
mazhab ini dinilai bersifat ta’aqquli ma’qul al-ma’na, dapat dirasionalkan,
diperluas, dan dikembangkan. Sehingga ia dapat diartikan mengetahui
sekalipun bersifat zhanni (dugaan kuat) tentang adanya hilal, kendatipun
hilal berdasarkan hisab falaki tidak mungkin dapat dilihat.11
Adapun dalam kalangan hisab juga terjadi perbedaan, ini disebabkan
karena sistem perhitungan dalam metode hisab yang digunakan,
perbedaan tersebut diantaranya:
a) Hisab ‘urfi
Hisab ‘urfi merupakan sistem perhitungan penetapan bulan-
bulan kamariah yang didasarkan pada waktu rata-rata peredaran

6
Ahmad Warson Munawwir, AL Munawwir......h.261.
7
Direktorat Jenderal Pembinaan Masyarakat Islam, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta:
Kementrian Agama RI, 2010, cet-3, h.20.
8
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amytas Publicita dan Center
for Islamic Studies, 2007, h.120.
9
Direktorat Jenderal Pembinaan Masyarakat Islam, Almanak..... h.147.
10
Kata ro’a dan segala macam turunannya yang muncul dalam hadis-hadis Nabi menurut
aliran hisab lebih cocok diinterprestasikan dengan rukyatul hilal bil ‘ilmi daripada dengan rukyatul
hilal bil fi’li karena ternyata Allah lebih mengisyaratkan agar manusia lebih banyak menggunakan
kemmapuan intelektualnya daripada hanya kemampuan visualnya. Rasio kata ro’a dan semua
turunannya yang digunakan dalam hadis apabila dirujuk pada sumber hukum Islam yang lebih utama
(al-Quran) menunjukkan untuk lebih mendorong agar manusia menggunakan olah intelektualnya
(rukyat bl ‘ilmi) daripada oleh pirsanya (rukyat bil fi’li). Lihat Tono Saksono, Mengkompromikan
Hisab..... h.123.
11
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat..... h.5.
Bulan. Sistem hisab metode ini dalam prakteknya tidak
memperhatikan posisi Bulan, hanya menggunakan perhitungan yang
bersifat permanen.12
Sistem hisab ini sudah ditentukan bahwa satu siklus tahun
Hijriah ada 30 tahun yakni 11 tahun kabisat berjumlah 355 hari dan 19
tahun basithah berjumalh 354 hari dengan perhitungan satu tahun
terdiri dari 12 bulan, 30 hari untuk bilangan ganjil dan 29 hari untuk
bulan genap kecuali bulan yang ke-12 yakni Zulhijjah yang berjumlah
30 hari pada tahun kabisat. Dan sistem ini berlaku secara berulang-
ulang terus menerus.13
b) Hisab haqiqi
Hisab haqiqi merupakan sistem perhitungan dalam awal bulan
kamariah dengan metode penentuan kedudukan Bulan pada saat
Matahari terbenam.14
Metode perhitungan dalam hisab haqiqi terbagi lagi menjadi tiga
jenis sistem perhitunagn, yakni:
1) Hisab haqiqi taqribi
Hisab metode ini menggunakan data Bulan dan Matahari
berdasarkan data dan tabel Ulugh Bek dengan proses perhitungan
yang sederhana. Hisab ini dilakukan hanya dengan cara
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian tanpa
menggunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometri).15
2) Hisab haqiqi tahqiqi
Hisab metode ini dicangkok dari kitab al-Mathla’ al-Said Rush
al-Jadid yang berakar dari sistem astronomi serta matematika
modern yang asal muasalnya dari sistem hisab astronom-
astronom Muslim tempo dulu dan telah dikembangkan oleh
astronom-astronom modern Barat berdasarkan penelitian baru.
Metode ini adalah menghitung atau menentukan posisi Matahari,
12
Ditbinbapera, Hisab dan Rukyat......h.4.
13
Ditbinbapera, Ibid
14
Direktorat Jenderal Pembinaan Masyarakat Islam, Almanak..... h.96.
15
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab..... h.7.
Bulan, dan titik simbol orbit Bulan dengan orbit Matahari dalam
sistem koordinat ekliptika. Artinya, sistem ini mempergunakan
tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan perhitungan yang relatif
lebih rumit daripada metode hisab haqiqi taqribi serta sudah
memakai ilmu ukur segitiga bola.16
3) Hisab haqiqi kontemporer
Hisab metode ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan
menggunakan matematika yang telah dikembangkan. Metodenya
hampir sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja
sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks sesuai dengan
kemajuan sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih
disederhanakan sehingga untuk menghitungnya dapat
menggunakan kalkulator atau personal komputer.17

C. Persamaan Astronomi Bola


Bola adalah tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama dari pusat
bola. Bidang datar yang mengiris bola akan menghasilkan dua jenis irisan
yaitu lingkaran kecil dan lingkaran besar.
1. Lingkaran kecil
Lingkaran kecil adalah irisan pada permukaan bola yang dibentuk oleh
bidang datar yang tidak melalui pusat bola. Lingkaran kecil memiliki jari-
jari yang lebih kecil daripada jari-jari bola.18

Gambar 1: Lingkaran Kecil19

16
Ahmad Izzuddin, Ibid, h.8.
17
Ahmad Izzuddin, Ibid.
18
L. M. Sabri, Pendahuluan ke Astronomi Bola 1.pdf.
2. Lingkaran besar
Lingkarang besar adalah irisan pada permukaan bola yang dibentuk oleh
bidang datar yang melalui pusat bola. Lingkaran ini memilliki jari yang
sama dengan jari-jari bola.20 Semua lingkaran besar titik pusatnya adalah
titik pusat bola.21

Gambar 2: Lingkaran Besar22


Lingkaran besar yang melalui dua titik di permukaan bola akan
membentuk dua busur lingkaran. Busur terpendek yang menghubungkan dua
titik pada lingkaran besar, yang besarnya lebih kecil daripada 180˚ disebut
jarak sferis. Panjang busur ini dinyatakan dalam derajat atau radian.

19
Ibid
20
Ibid
21
Slamet Hambali, Ilmu Falak 1, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang,
2011, h.31
22
L. M. Sabri, Pendahuluan ke Astronomi Bola 1.pdf
Gambar 3: Jarak Sferis23
Astronomi bola hanya akan menggunakan lingkaran besar dan jarak
sferis untuk perhitungan posisi dan azimuth benda langit maupun titik-titik di
permukaan Bumi. Dan perhitungan segitiga bola terbentuk dari tiga jarak
sferis.

Gambar 4: Segitiga Bola24


Pada segitiga bola akan membentuk jarak dan sudut. Jarak sferis AB,
BC dan CA dinamakan sisi-sisi segitiga bola ABC sedangkan sudut-sudut di A,
B dan C disebut sudut segitiga bola

23
Ibid
24
Ibid
Gambar 5: Sudut dan Sisi Segitiga Bola25

180˚ < α + β + γ < 540˚


α + β < γ + 180˚
β + γ < α + 180˚
α + γ < β + 180˚
0˚ < a+b+c < 360˚
a < b+c
b < a+c
c < a+b
a=b↔α=β
a>b↔α>β

Pada segitiga bola memiliki dua unsur yaitu tiga sisi (sisi a, sisi b, dan
sisi c) dan tiga sudut (sudut A, sudut B, dan sudut C). Antara sisi-sisinya saling
berhadapan dengan sudutnya sehingga jika nilai tiga unsur sudah diketahui
maka akan mudah untuk mencari nilai tiga unsur lainnya.
Dalam hukum trigonometri bola, pada segitiga bola berlaku rumus
sebagai berikut, yaitu:26
1. Rumus persamaan sinus segitiga bola ABC
sin a = sin b = sin c
sin α sin β sin γ

25
Ibid
26
Slamet Hambali, Ilmu Falak 1......h.33-34.

8
2. Rumus persamaan cosinus segitiga bola ABC
a. Rumus persamaan cosinus untuk sisi segitiga bola
cos a = cos b . cos c + sin b . sin c . cos α
cos b = cos a . cos c + sin a . sin c . cos β
cos c = cos a . cos b + sin a . sin b . cos
γ
b. Rumus persamaan cosinus untuk sudut segitiga bola
cos α = - cos β . cos γ + sin β . sin γ . cos a
cos β = - cos α . cos γ + sin α . sin γ . cos b
cos γ = - cos α . cos β + sin α . sin β . cos c
c. Rumus persamaan segitiga bola
Sin a . cos β = cos b . sin c – sin b . cos c . cos α
Sin a . cos γ = cos c . sin b – sin c . cos b . cos α
sin b . cos α = cos a . sin c – sin a . cos c . cos β
sin b . cos γ = cos c . sin a – sin c . cos a . cos β
sin c . cos α = cos a . sin b – sin a . cos b . cos γ
sin b . cos β = cos b . sin a – sin b . cos a . cos γ
3. Rumus persamaan cotangens segitiga bola ABC
Cos α = sin c . cos a . cosec β – cos c . cos β
Cos α = sin b . cos a . cosec γ – cos c . cos γ
Cos β = sin a . cos b . cosec γ – cos a . cos γ
Cos β = sin c . cos b . cosec α – cos c . cos α
Cos γ = sin a . cos c . cosec β – cos a . cos β
Cos γ = sin b . cos c . cosec α – cos b . cos
α

D. Sistem Astronomi Bola dalam hisab awal bulan kamariah


1. Konversi tanggal dari hijriah ke Masehi
2. Mencari ijtimak akhir bulan, caranya yaitu
a) Mencari FIB (Fraction Illumination Bulan) terkecil dalam tabel
ephemeris.
b) Mencari data ELM (Ecliptic Longitude Matahari atau thul al-syams).
c) Mencari data ALB ( Apparent Longitude Bulan atau thul al-qamar).
d) Menghitung jarak Matahari dan Bulan, dengan rumus:
MB = ELM – ALB
e) Menghitung sabaq Matahari perjam, dengan rumus:
SM = ELM1 – ELM2
f) Menghitung sabaq Bulan perjam, dengan rumus:
SB = ALB1 – ALB2
g) Menghitung waktu ijtimak, dengan rumus:
Waktu = jam + (jarak : kecepatan)
Waktu ijtimak = jam FIB + (ELM1 – ALB1) : ((ALB2 – ALB1) –
(ELM2 – ELM1))
Ket : Kecepaatan Bulan di Longitude (ALB2 – ALB1)
Kecepatan Matahari di Longitude (ELM2 – ELM1)
3. Menghitung perkiraan Matahari terbenam
a) Mencari data deklinasi Matahari, Equation of time, Dip, Refraksi dan
Semi Diameter pada tabel ephemeris
b) Menghitung tinggi Matahari, dengan rumus:
ho = - (SDo + Refraksi + Dip)
c) Menghitung sudut waktu Matahari, dengan rumus:
Cos to = - tan φ . tan δo + sin ho : cos φ . cos δo
d) Menghitung perkiraan waktu Matahari terbenam, dengan rumus:
Ghurub = 12 – e + ( to : 15) – (λ : 15)
4. Menghitung posisi dan keadaan hilal akhir bulan kamariah
a) Menghitung data ephemeris dengan diinterpolasi, yaitu
 Deklinasi Matahari
 Semi Diameter Matahari
 Equation of Time
b) Menghitung tinggi Matahari, dengan rumus:
ho = - (SDo + Refraksi + Dip)
c) Menghitung sudut waktu Matahari, dengan rumus:
Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) . sin
(90 – δo) . cos t
Sin h = sin φ . sin δo + cos φ . cos δo . cos t
Cos to = sin ho : cos φ . cos δo - tan φ . tan δo
atau
Cos to = - tan φ . tan δo + sin ho : cos φ . cos δo
d) Menghitung waktu Matahari terbenam, dengan rumus:
Ghurub = 12 – e + ( to : 15) – (λ : 15)
atau
Ghurub = (WH – 12) x 15
WH = jam + e – (BD – BT) : 15
e) Menghitung azimuth Matahari, dengan rumus:
Cotan Ao = - sin φ : tan to + cos φ . tan δo : sin to
f) Menghitung data-data berikut dari tabel ephemeris dengan cara
diinterpolasi, yaitu
 Apparent Right Ascension Matahari
 Apparent Right Ascension Bulan
 Deklinasi Bulan
 Semi Diameter Bulan
 Horizontal Parallaks Bulan
 Refraksi
g) Menghitung sudut waktu bulan, dengan rumus:
LST( = LSTo
α( + t ( = αo + t o
t( = αo - α( + t o
atau
t( = ARo – AR( + to
h) Menghitung tinggi hilal hakiki, dengan rumus:
Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) .
sin (90 – δo) . cos t
Sin h( = sin φ . sin δ( + cos φ . cos δ( . cos t(
i) Menghitung Parallaks, dengan rumus:
P( = cos h( . HP
j) Menghitung tinggi hilal mar’i, dengan rumus:
h’( = h( - Parallaks + SD + Refr + Dip
k) Menghitung Azimuth Bulan, dengan rumus:
cotan A( = - sin φ : tan t( + cos φ . tan δ( : sin t(
l) Menghitung Posisi hilal, dengan rumus:
Posisi Hilal = Ao – A(

Contoh hisab awal bulan Ramadhan 1437H dengan sistem astronomi bola:
Untuk mencari awal bulan Ramadhan 1437 H, markaz Menara al-
Husna MAJT Semarang dengan lintang tempat -6˚ 59’ 4.42” LS dan bujur 110˚
26’ 47.7” BT serta tinggi tempat 95 Mdpl, maka data astronomis yang
diperlukan adalah akhir bulan Syakban 1437 H. Akhir bulan Syakban 1437 H
bertepatan dengan tanggal 26 Mei 2017.
 Mencari ijtimak akhir bulan, caranya yaitu
1) FIB (Fraction Illumination Bulan) terkecil tanggal 26 Mei 2017 dalam
tabel ephemeris terjadi pada jam 00.00 sehingga FIB terkecil dicari lagi
pada hari sebelumnya tanggal 25 mei 2017 yakni 0.00189 pada jam 20
GMT.
2) ELM (Ecliptic Longitude Matahari atau thul al-syams) pada jam 20
GMT = 64˚ 47’ 41”.
3) ALB ( Apparent Longitude Bulan atau thul al-qamar) pada jam 20 GMT
= 64˚ 55’ 32”.
4) Menghitung jarak Matahari dan Bulan, dengan rumus:
MB = ELM – ALB
= 64˚ 47’ 41” - 64˚ 55’ 32”
= - 0˚ 7’ 51”
5) Menghitung sabaq Matahari perjam, dengan rumus:
SM = ELM1 – ELM2
= 64˚ 47’ 41” - 64˚ 50’ 05”
= - 0˚ 2’ 24”
6) Menghitung sabaq Bulan perjam, dengan rumus:
SB = ALB1 – ALB2
= 64˚ 55’ 32” - 65˚ 33’ 50”
= - 0˚ 38’ 18”
7) Menghitung waktu ijtimak, dengan rumus:
Waktu = jam + (jarak : kecepatan)
Waktu ijtimak = jam FIB + (ELM1 – ALB1) : ((ALB2 – ALB1) –
(ELM2 – ELM1))
= jam 20 + (64˚ 47’ 41” - 64˚ 55’ 32”) : ((65˚ 33’
50” - 64˚ 55’ 32”) – (64˚ 50’ 05” - 64˚ 47’
41”))
= jam 20 + (- 0˚ 7’ 51”) : (0˚ 38’ 18” - 0˚ 2’ 24”)
= jam 20 + (- 0˚ 7’ 51”) : (0˚ 35’ 54”)
= 19 : 46 : 52.81 GMT + 7 WIB
= 2: 46 : 52.81 WIB tanggal 26 Mei 2017

Ket : Kecepaatan Bulan di Longitude (ALB2 – ALB1)


Kecepatan Matahari di Longitude (ELM2 – ELM1)
 Menghitung perkiraan Matahari terbenam
a) Mencari data:
deklinasi Matahari = 21˚ 10” 37”
Equation of time = 0˚ 2’ 58”
Dip = 0˚ 1,76’ x √95 = 0˚ 17’ 09.26”
Refraksi = 0˚ 34’
Semi Diameter = 0˚ 16’
b) Menghitung tinggi Matahari, dengan rumus:
ho = - (SDo + Refraksi + Dip)
= - (0˚ 16’ + 0˚ 34’ + 0˚ 17’ 09.26”)
= -1˚ 7’ 09.26”
c) Menghitung sudut waktu Matahari, dengan rumus:
Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) . sin
(90 – δo) . cos t
Cos to = - tan φ . tan δo + sin ho : cos φ . cos δo
= - tan (-6˚ 59’ 4.42”) . tan 21˚ 10” 37” + sin -1˚
7’ 09.26” : cos -6˚ 59’ 4.42” . cos 21˚ 10” 37”
= 88˚ 19’ 54.38”
d) Menghitung perkiraan waktu Matahari terbenam, dengan rumus:
Ghurub = 12 – e + ( to : 15) – (λ : 15)
= 12 - 0˚ 2’ 58” + (88˚ 19’ 54.38” :15)- (110˚ 26’
47.7” : 15)
= 10: 28: 34.45 GMT

 Menghitung posisi dan keadaan hilal akhir bulan kamariah


a) Menghitung data berikut pada jam 10: 28: 34.45 GMT
 Deklinasi Matahari
δo = A – (A – B) X C
= 21˚ 10’ 12” – (21˚ 10’ 12” - 21˚ 11’ 47”) x 00˚ 28’
34.45”
= 21˚ 10’ 57.24”
 Semi Diameter Matahari
SDo = A – (A – B) X C
= 00˚ 15’ 47.21” – (00˚ 15’ 47.21” - 00˚ 15’ 47.20”) x 00˚
28’ 34.45”
= 00˚ 15’ 47.21”
 Equation of Time
e = A – (A – B) X C
= 00˚ 2’ 56” – ( 00˚ 2’ 56” - 2˚ 2’ 56”) x 00˚ 28’ 34.45”
= 00˚ 2’ 56”
b) Menghitung tinggi Matahari
ho = - (SDo + Refr + Dip)
= - (00˚ 15’ 47.21” + 0˚ 34’ + 0˚ 17’ 09.26”)
= -1˚ 6’ 56.47”

c) Menghitung sudut waktu Matahari, dengan rumus:


Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) . sin
(90 – δo) . cos t
Cos to = - tan φ . tan δo + sin ho : cos φ . cos δo
= - tan (-6˚ 59’ 4.42”) . tan 21˚ 10’ 57.24” + sin -
1˚ 6’ 56.47” : cos -6˚ 59’ 4.42” . cos 21˚ 10’
57.24”
= 88˚ 19’ 39.37”
d) Menghitung waktu Matahari terbenam, dengan rumus:
Ghurub = 12 – e + ( to : 15) – (λ : 15)
= 12 - 00˚ 2’ 56” + (88˚ 19’ 39.37” :15)- (110˚ 26’
47.7” : 15)
= 10: 28: 35.44 GMT + 7 WIB
= 17: 28: 35.44 WIB
atau
Ghurub = (WH – 12) x 15
WH = 12 - e + (BD – BT) : 15 + to : 15
= 12 - 00˚ 2’ 56” + (105˚ - 110˚ 26’ 47.7”) : 15 +
88˚ 19’ 39.37” : 15
= 17: 28: 35.44 WIB
e) Menghitung azimuth Matahari, dengan rumus:
Cotan Ao = - sin φ : tan to + cos φ . tan δo : sin to
= - sin (-6˚ 59’ 4.42”) : tan 88˚ 20’ 18.36” + cos -6˚ 59’
4.42” . tan 21˚ 07’ 55” : sin 88˚ 20’ 18.36”
= 68˚ 46’ 54.25”
Azimuth Ao = 360˚ - 68˚ 46’ 54.25”
= 291˚ 13’ 5.75”
f) Menghitung data-data berikut dari tabel ephemeris dengan cara
diinterpolasi, yaitu
 Apparent Right Ascension Matahari
ARo = A – (A – B) X C
= 63˚ 25’ 29” – (63˚ 25’ 29” - 63˚ 28’ 02”) x 00˚ 28’
35.44”
= 63˚ 26’ 41.91”
 Apparent Right Ascension Bulan
AR( = A – (A – B) X C
= 73˚ 06’ 00” – (73˚ 06’ 00” - 73˚ 45’ 40”) x 00˚ 28’
35.44”
= 73˚ 24’ 54.1”
 Deklinasi Bulan
δ( = A – (A – B) X C
= 17˚ 40’ 29” – ( 17˚ 40’ 29” - 17˚ 45’ 45”) x 00˚ 28’
35.44”
= 17˚ 42’ 59.58”
 Semi Diameter Bulan
SD( = A – (A – B) X C
= 00˚ 16’ 43.33’ – ( 00˚ 16’ 43.33” - 00˚ 16’ 43.24”) x 00˚
28’ 35.44”
= 00˚ 16’ 43.29”
 Horizontal Parallaks Bulan
HP( = A – (A – B) X C
= 1˚ 01’ 22’ – (1˚ 01’ 22’ - 1˚ 01’ 22’) x 00˚ 28’ 35.44”
= 1˚ 01’ 22’
g) Menghitung sudut waktu bulan, dengan rumus:
LST( = LSTo
α( + t ( = αo + t o
t( = αo - α( + t o
atau
t( = ARo – AR( + to
= 63˚ 26’ 41.91” - 73˚ 24’ 54.1” + 88˚ 19’ 39.37”
= 78˚ 21’ 27.18”
h) Menghitung tinggi hilal hakiki, dengan rumus:
Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) .
sin (90 – δo) . cos t
Sin h( = sin φ . sin δ( + cos φ . cos δ( . cos t(
= sin -6˚ 59’ 4.42” . sin 17˚ 42’ 59.58” + cos -6˚
59’ 4.42” . cos 17˚ 42’ 59.58” . cos 78˚ 21’
27.18”
= 8˚ 50’ 50.32”
i) Menghitung Parallaks, dengan rumus:
P( = cos h( . HP
= cos 8˚ 50’ 50.32”. 1˚ 01’ 22’
= 1˚ 0’ 38.19”
j) Menghitung tinggi hilal mar’i, dengan rumus:
h’( = h( - Parallaks + SD + Refr + Dip
= 8˚ 50’ 50.32” - 1˚ 0’ 38.19” + 00˚ 16’ 43.29” + 0˚ 11’
35.67” + 0˚ 17’ 09.26”
= 8˚ 35’ 40.35”
k) Menghitung Azimuth Bulan, dengan rumus:
cotan A( = - sin φ : tan t( + cos φ . tan δ( : sin t(
= - sin (-6˚ 59’ 4.42”) : tan 78˚ 21’ 27.18” + cos -6˚ 59’
4.42” . tan 17˚ 42’ 59.58” : sin 78˚ 21’ 27.18”
= 70˚ 46’ 15.63”
Azimuth A( = 360˚ - 70˚ 46’ 15.63”
= 289˚ 13’ 44.3”
l) Menghitung Posisi hilal, dengan rumus:
Posisi Hilal = A( – Ao
= 289˚ 13’ 44.3” - 291˚ 13’ 5.75”
= - 1˚ 59’ 21.45” selatan matahari terbenam
E. Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Prespektif Astronomi Bola
Dalam hisab awal bulan kamariah yang menggunakan sistem
astronomi bola adalah dalam perhitungan mencari sudut waktu Matahari,
sudut waktu Hilal, tinggi hilal hakiki, azimuth Matahari dan azimuth Bulan.
Ketika menghitung ijtimak menggunakan persamaan JKW (Jarak Kecepatan
Waktu).

Gambar 6. Bola langit awal bulan kamariah


Keterangan:
Z = Zenith
N = Nadir
EQ = busur Equatorial
U = Utara
S = Selatan
KLU = Kutub Langit Utara
KLS = Kutub Langit Selatan
US = Horizon
Gambar 7: Segitiga Bola awal Bulan Kamariah
Keterangan:
Z = Zenith
KLS = Kutub Langit Selatan
M = Matahari
A = sudut Arah Matahari
t = Sudut Waktu

Formulasi dalam mencari waktu ijtimak dalam hisab awal bulan


kamariah dengan sistem astronomi bola, yaitu:
Waktu = jam + (jarak : kecepatan)
Waktu ijtimak = jam FIB + (ELM1 – ALB1) : ((ALB2 – ALB1) –
(ELM2 – ELM1))
Ket : Kecepaatan Bulan di Longitude (ALB2 – ALB1)
Kecepatan Matahari di Longitude (ELM2 – ELM1)

Formulasi turunan sisstem astronomi bola untuk perhitungan sudut


waktu Matahari dalam hisab awal bulan kamariah, yaitu:

Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) . sin
(90 – δo) . cos t
Sin h = sin φ . sin δo + cos φ . cos δo . cos t
Cos to = sin h - sin φ . sin δo
cos φ . cos δo
= sin h - sin φ . sin δo cos
φ . cos δo cos φ . cos δo
Cos to = sin ho : cos φ . cos δo - tan φ . tan δo
atau
Cos to = - tan φ . tan δo + sin ho : cos φ . cos δo
Formulasi turunan sistem astronomi bola untuk perhitungan sudut
waktu Bulan dalam hisab awal bulan kamariah, yaitu:
LST( = LSTo
α( + t ( = αo + t o
t( = αo - α( + t o
atau
t( = ARo – AR( + to
formulasi turunan sistem astronomi bola untuk perhitungan tinggi
hilal hakiki dalam hisab awal bulan kamariah, yaitu:
Cos (90 – h) = cos (90 – φ) . cos (90 – δo) + sin (90 – φ) .
sin (90 – δo) . cos t
Sin h( = sin φ . sin δ( + cos φ . cos δ( . cos t(

Formulasi turunan sistem astronomi bola untuk perhitungan azimuth


Matahari dalam hisab awal bulan kamariah, yaitu:
 Cotan A = 1/tan
Tan A = sin A
Cos A
 Sin A = sin C
Sin a sin c
Sin A = sin t
Sin (90 – δ) sin c
Sin A = sin t . cos δ
Sin c
 Cos a = cos b . cos c + sin b . sin c . cos A
Cos (90 – δ) = cos (90 – φ) . cos c + sin (90 – φ) . sin c . cos A
Sin δ = sin φ . cos c + cos φ . sin c . cos A
Cos A = sin δ – sin φ . cos c
Cos φ . sin c
 Tan A = sin A
Cos A
= sin t . cos δ : sin c
sin δ – sin φ . cos c : cos φ . sin c
= sin t . cos δ x cos φ . sin c
Sin c sin δ – sin φ . cos c
Tan A = sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin φ . cos c
 Cos c = cos b . cos a + sin b . sin a . cos C
= cos (90 – φ) . cos (90 – δ) + sin (90 – φ) . sin (90 – δ) . cos t
Cos c = sin φ . sin δ + cos φ . cos δ . cos t
Di subtitusikan ke persamaan Tan A
Tan A = sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin φ . cos c
= sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin φ . (sin φ . sin δ + cos φ . cos δ . cos t)
= sin t . cos δ . cos φ
sin δ – (1 – cos2 φ) . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
= sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin δ + cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
= sin t . cos δ . cos φ
cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
Tan A = sin t . cos δ
cos φ . sin δ - cos δ . cos t . sin φ
 Cotan A = 1/Tan A
= 1/sin t . cos δ . cos φ
cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
= cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
sin t . cos δ . cos φ
= cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin
φ sin t . cos δ . cos φ sin t . cos δ . cos φ
= cos φ . tan δ : sin t – cotan t . sin φ
= cos φ . tan δ : sin t – (1/tan t) . sin φ
Cotan Ao = cos φ . tan δ : sin to – sin φ : tan to
Cotan Ao = – sin φ : tan to + cos φ . tan δ : sin to

Formulasi turunan sistem astronomi bola untuk perhitungan azimuth


Bulan dalam hisab awal bulan kamariah, yaitu:
 Cotan A = 1/tan
Tan A = sin A
Cos A
 Sin A = sin C
Sin a sin c
Sin A = sin t
Sin (90 – δ) sin c
Sin A = sin t . cos δ
Sin c
 Cos a = cos b . cos c + sin b . sin c . cos A
Cos (90 – δ) = cos (90 – φ) . cos c + sin (90 – φ) . sin c . cos A
Sin δ = sin φ . cos c + cos φ . sin c . cos A
Cos A = sin δ – sin φ . cos c
Cos φ . sin c
 Tan A = sin A
Cos A
= sin t . cos δ : sin c
sin δ – sin φ . cos c : cos φ . sin c
= sin t . cos δ x cos φ . sin c
Sin c sin δ – sin φ . cos c
Tan A = sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin φ . cos c
 Cos c = cos b . cos a + sin b . sin a . cos C
= cos (90 – φ) . cos (90 – δ) + sin (90 – φ) . sin (90 – δ) . cos t
Cos c = sin φ . sin δ + cos φ . cos δ . cos t
Di subtitusikan ke persamaan Tan A
Tan A = sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin φ . cos c
= sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin φ . (sin φ . sin δ + cos φ . cos δ . cos t)
= sin t . cos δ . cos φ
sin δ – (1 – cos2 φ) . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
= sin t . cos δ . cos φ
sin δ – sin δ + cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
= sin t . cos δ . cos φ
cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
Tan A = sin t . cos δ
cos φ . sin δ - cos δ . cos t . sin φ
 Cotan A = 1/Tan A
= 1/sin t . cos δ . cos φ
cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
= cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin φ
sin t . cos δ . cos φ
= cos φ . sin δ - cos φ . cos δ . cos t . sin
φ sin t . cos δ . cos φ sin t . cos δ . cos φ
= cos φ . tan δ : sin t – cotan t . sin φ
= cos φ . tan δ : sin t – (1/tan t) . sin φ
Cotan A( = cos φ . tan δ : sin t( – sin φ : tan t(
Cotan A( = – sin φ : tan t( + cos φ . tan δ : sin t(
F. Kesimpulan
Dalam hisab awal bulan kamariah sistem astronomi bola mempunyai
formula yang tidak jauh berbeda dengan hisab awal bulan kamariah sitem
algoritma ephemeris sehingga hasil perhitungannya tidak menunjukkan
perbedaan yang terlalu signifikan juga. Hal ini disebabkan rumus-rumus
dalam algoritma ephemeris merupakan turunan rumus dari sistem astronomi
bola yakni segitiga bola yang melalui great circle (lingkaran besar).
Hisab awal bulan kamariah yang menggunakan sistem astronomi bola
adalah perhitungan mencari sudut waktu Matahari, sudut waktu Hilal, tinggi
hilal hakiki, azimuth Matahari dan azimuth Bulan. Di sisi lain ketika
menghitung ijtimak menggunakan persamaan JKW (Jarak Kecepatan Waktu).
Sehingga formulasi hisab awal bulan kamariah dengan sistem astronomi bola
masuk dalam kategori hisab hakiki kontemporer dan bisa digunakan sebagai
acuan dalam penentuan awal bulan kamariah.

G. Penutup
Demikian makalah ini dibuat. Penulis menyadari masih banyak adanya
kekurangan baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran yang konstruktif sangat penulis butuhkan untuk pembuatan makalah
kedepannya. Kiranya hanya itu yang dapat penulis sampaikan, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat umumnya bagi masyarakat
khususnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Ditbinbapera, Hisab dan Rukyat: Permasalahannya di Indonesia, dalam Selayang


Pandang Hisab Rukyat, Jakarta: ttp, 2004.

Direktorat Jenderal Pembinaan Masyarakat Islam, Almanak Hisab Rukyat,


Jakarta: Kementrian Agama RI, 2010.

Hambali, Slamet, Ilmu Falak 1, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo


Semarang, 2011.

Izzuddin, Ahmad, Fiqih Hisab Rukyat (Menyatukan NU dan Muhammadiyah


dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha), Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2007.

Munawwir, Ahmad Warson, al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:


Penerbit Pustaka Progressif, cet-14, 1997.

Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amytas Publicita


dan Center for Islamic Studies, 2007.

Sabri, L. M., Pendahuluan ke Astronomi Bola 1.pdf.

Zainal, Baharrudin, Ilmu Falak, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2004.
LAMPIRAN - LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai