Pendahuluan
Gastroschisis merupakan
salah satu anomali kongenital yang dapat
ditemukan pada bayi baru lahir. Gastroschisis (gaster- perut + schisis- fisura)
merupakan defek kongenital dinding anterior abdomen yang berada di sebelah
kanan umbilikus, dimana otot rektus intak dan normal. Ukuran defek bervariasi
dari 2-4 cm, umumnya lebih kecil dapri defek pada omphalocele. Gaster, usus
halus dan kolon dapat ditemukan berada di luar rongga abdomen. Jarang
ditemukan hepar, testis maupun ovarium yang herniasi. Tidak ditemukan
kantong yang menutupi organ yang herniasi.1
Gastroschisis pertama kali dilaporkan oleh Calde pada tahun 1733 dan
tindakan pembedahan pertama dilakukan oleh Fear pada tahun 1878.
Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden gastroschisis di
dunia meningkat dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis umumnya terjadi pada
ibu usia muda. Ibu yang merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan
terekspos lingkungan yang toksin dikaitkan dengan resiko terjadi gastroschisis.
1
Lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Etiologi gastroschisis masih belum
1
dimengerti sepenuhnya. Banyak teori yang bermunculan antara lain kegagalan
mesoderm untuk membentuk dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus
herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat
meningkatnya volume, kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian
midline akan meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus.2
Gambar 2.Gambar skematik gelung usus primer sebelum rotasi (pandangan lateral).Arteri
mesenterika superior membentuk sumbu gelung tersebut.Panah menandakan perputaran yang
berlawanan dengan arah jarum jam. B. Pandangan yang sama seperti A, memperlihatkan gelung
usus primer setelah perputaran 180° berlawanan dengan arah jarum jam. Perhatikan bahwa kolon
transversum berjalan di depan duodenum.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3
Gambar 3.Gambar skematik embrio pada perkembangan minggu ke-6 yang memperlihatkan
pasokan darah ke segmen-segmen usus halus dan pembentukan serta rotasi saluran usus
primer.Arteri mesentrika superior membentuk sumbu untuk rotasi ini dan memperdarahi usus
tengah. Arteri seliaka dan mesentrika inferior masing-masing memperdarahi usus depan dan usus
belakang.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3
- Herniasi Fisiologi
Perkembangan lengkung usus primer ditandai oleh pertambahan panjang
yang cepat, terutama di bagian kranial. Sebagai akibat pertumbuhan yang cepat ini
dan membesarnya hati yang terjadi serentak, rongga perut untuk sementara
menjadi terlampau kecil untuk menampung semua usus, dan lengkung-lengkung
ini masuk kerongga selom ekstraembrional di dalam tali pusat selama
perkembangan minggu ke-6 (hernia umbilikalis fisiologis) (Gambar 5).3
Gambar 5.Herniasi umbilikus gelung-gelung usus halus pada mudigah kurang lebih 8 minggu
(panjang kepala-bokong 35 mm).Perputaran gelung usus dan sekum terbentuk selama herniasi
tersebut.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3
- Rotasi Usus Tengah
Serentak dengan pertumbuhan panjangnya, lengkung usus primer berputar
mengelilingi sebuah poros yang dibentuk oleh arteri mesenterika superior
(Gambar 3). Apabila dilihat dari depan, perputaran ini berlawanan arah dengan
jarum jam dan perputarannya kurang lebih 270° bila sudah selesai seluruhnya
(Gambar 3 dan 5). Bahkan selama rotasi, pemanjangan lengkung usus halus terus
berlangsung dan jejunum serta ileum membentuk sejumlah gelung atau lengkung
yang memutar (Gambar 5). Demikian pula usus besar juga sangat memanjang,
tetapi tidak ikut berputar. Rotasi terjadi selama herniasi (kira-kira 90°) maupun
pada waktu kembalinya gelung usus ke rongga perut (180° sisanya).3
- Retraksi Lengkung Yang Mengalami Herniasi
Pada minggu ke-10 gelung usus yang mengalami herniasi mulai kembali
kedalam rongga perut. Sekalipun faktor-faktor yang bertanggungjawab atas
pengembalian ini tidak diketahui dengan pasti, diduga bahwa menghilangnya
mesonefros, berkurangnya pertumbuhan hati dan bertambah luasnya rongga perut
memainkan peranan penting.3
Bagian proksimal jejunum merupakan bagian pertama yang masuk kembali
ke rongga perut dan mengambil tempat di sisi kiri (Gambar 6.A). Letak gelung
yang masuk berikutnya makin ke sisi kanan. Tunas sekum, yang tampak kira-kira
pada minggu ke-6 sebagai pelebaran kecil berbentuk kerucut dari bagian kaudal
gelung usus primer adalah bagian usus terakhir yang masuk kembali ke dalam
ronggaperut. Untuk sementara, sekum masih terletak di kuadran kanan atas tepat
dibawah lobus kanan hati (Gambar 6.A). Dari sini usus ini bergerak turun menuju
ke dalam fossa iliaka kanan, sehingga kolon asendens dan fleksura hepatica
menjadi terletak di sebelah kanan rongga abdomen (Gambar 6.B). Selama proses
ini, ujung distal tunas sekum membentuk sebuah divertikulum yang sempit, yakni
appendiks primitif (Gambar 7).3
Gambar 6. A. Pandangan anterior gelung-gelung usus setelah perputaran 270° berlawanan dengan
arah jarum jam. Perhatikan gelung-gelung usus yang sedang berputar dan kedudukan tunas sekum
pada kuadran kanan atas perut. B Pandangan yang sama seperti A, dengan gelung usus dalam
kedudukan akhirnya.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3
III. Gastroschisis
Definisi
G
astroschisis merupakan salah satu kelainan dinding abdomen yang sering
ditemukan, walaupun secara anatomis, embriogenesis, manifestasi klinis dan
masalah yang ditimbulkan berbeda dengan omphalocele. Gastroschisis
merupakan salah satu anomali kongenital yang dapat ditemukan pada bayi baru
lahir. Gastroschisis (gaster- perut + schisis- fisura) merupakan defek
kongenital dinding anterior abdomen yang berada di sebelah kanan umbilikus,
dimana otot rektus intak dan normal.1
Etiologi
Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden gastroschisis
di dunia meningkat dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis umumnya terjadi pada
ibu usia muda. Ibu yang merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan
terekspos lingkungan yang toksin dikaitkan dengan resiko terjadi gastroschisis.
Lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Etiologi gastroschisis masih belum
1
dimengerti sepenuhnya. Banyak teori yang bermunculan antara lain kegagalan
mesoderm untuk membentuk dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus
herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat
meningkatnya volume, kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian
midline akan meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus.2 Teori lain
mengatakan bahwa defek pada dinding abdomen terjadi akibat adanya trombosis
vena omfalomesenterik kanan yang menyebabkan iskemik dinding abdomen.
De Vries dan Hoyme berpendapat bahwa trombosis vena umbilikalis
menyebabkan nekrosis di sekitar dinding abdomen, sehingga defek terjadi di
sebelah kanan. Teori ini mendukung adanya hubungan antara gastroschisis
dengan atresia intestinal dengan dilakukannya observasi bahwa gastroschisis
kadang-kadang berhubungan dengan atresia intestinal, yang etiologinya terjadi
Kelainan Penyerta
K
elainan penyerta pada gastroschisis jarang ditemukan, paling sering
berhubungan dengan kelainan di midgut. Atresia intestinal/stenosis terjadi sekitar
10-15% kasus. Perforasi usus ditemukan pada 5% pasien. Kelainan lain yang
jarang termasuk undesensus testis, hipoplastik gallbladder, hidronefrosis,
Meckel’s divertikulum dan duplikasi intestinal. Pada tahun pertama kehidupan
bayi dengan gastroschisis sering ditemukan gastroesophageal reflux (16%) dan
1
undesensus testis (15%) yang sembuh spontan.
Gambaran Klinis
G
astroschisis merupakan defek dinding abdomen di sebelah kanan umbilikus,
dengan diameter < 4cm. Tidak ada kantong yang menutupi organ yang herniasi.
Pada saat lahir, usus yang herniasi masih tampak normal, tapi 20 menit setelah
lahir usus yang keluar akan tampak udem dan banyak eksudat fibrin sehingga
loop usus sulit dilihat dengan jelas. Bayi dengan gastroschisis biasanya lahir
prematur dan mempunyai masalah respirasi.1
Gambar 7. Gambaran klinis gastroschisis
(Sumber: Effendi S H. Gastrochisis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung)1
Gambar 8. Gastroschisis
(Sumber: Effendi S H. Gastrochisis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung)1
Penatalaksanaan
Diagnosis Prenatal
D
efek dinding abdomen dapat dideteksi melalui USG sedini mungkin
sejak usia kehamilan 10-12 minggu. USG mempunyai spesifitas 95% dan
sensifitas 60-75% dalam mendiagnosa defek dinding abdomen. USG dapat
mendeteksi hepar yang berada di luar rongga abdomen tetapi tidak dapat melihat
atresia intestinal pada gastroschisis. Serial USG pada trimester ketiga dapat
mendeteksi diameter dan penebalan usus yang dicurigai akibat adanya obstruksi
vaskular. Penebalan dinding usus dan dilatasi usus disertai dengan diameter
defek yang mengecil merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan untuk
4
mencegah nekrosis usus.
Penatalaksanaan Pembedahan
Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan
visera ke rongga abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena
trauma langsung atau karena peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya
mencakup pemasangan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan dinding
abdomen, reduksi primer dengan penutupan secara operatif dan reduksi primer
2
atau reduksi tertunda dengan penutupan umbilical cord. Sebagai tambahan
waktu dan lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, bervariasi dari repair
segera di ruang persalinan, reduksi dan penutupan di neonatus intensif care unit
sampai penutupan bedah di ruang operasi. Pada semua kasus, inspeksi usus
untuk mencari jeratan obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan. Jeratan
yang melintang loop usus harus dilepaskan sebelum pemasangan silo atau
penutupan abdomen primer untuk menghindari terjadinya obstruksi usus.
Hipomotilitas usus hampir didapatkan pada semua pasien gastroschisis, oleh
1,2
karena itu akses vena sentral harus dipasang sejak awal.
Primary closure dianjurkan untuk kasus gastroschisis. Metode ini
dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi memungkinkan
untuk di reduksi. Metode ini dilakukan di kamar operasi, namun akhir-akhir ini
beberapa penulis menganjurkan penutupan primer di ruangan tanpa anestesi
umum. Banyak metode yang digunakan pada keadaan dimana penutupan primer
fasia tidak dapat dilakukan. Ada yang menggunakan umbilikus sebagai allograft,
penggunaan prostetik mesh nonabsorben atau material bioprostetik. Pilihan
prostetik termasuk mesh non-absorben atau material bioprostetik seperti
dura atau submukosa usus halus babi (Surgisis, Cook, Inc., Bloomington, IN).
Setelah penutupan fasia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi
penutupan dinding abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan
diharapkan penyembuhan secara sekunder. Kebanyakan ahli bedah akan
membuang umbilikus saat dilakukan repair gastroschisis. Namun, pada beberapa
kasus tetap dipertahankan untuk memberikan hasil kosmetik yang baik. Pilihan
lainnya pada beberapa kasus adalah mengurangi usus dan menempatkan sebuah
lapisan silastik di bawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi. Teknik ini
berguna pada bayi-bayi di saat dokter bedah mempertimbangkan tentang
perburukan dari fungsi paru dengan dilakukannya penutupan fasia dan
kulit. Lembaran silastik ini di lepaskan pada 4- 5 hari, dan dinding abdomen dan
1,2
kulit ditutup.
Peningkatan tekanan intraabdomen diukur melalui tekanan intravesika
menggunakan kateter. Tekanan intravesika lebih dari 10-15 mmHg menunjukkan
adanya peningkatan tekanan intraabdomen dan berkaitan dengan menurunnya
perfusi ginjal dan usus. Tekanan intravesika diatas 20 mmHg mengakibatkan
2
gagal ginjal dan iskemik usus.
Pada gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal,
penatalaksanaan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan pada saat penutupan
defek dinding abdomen. Jika tindakan anastomosis tidak memungkinkan,
tindakan repair pada atresia intestinal dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian
setelah penutupan defek. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat stoma
pada kasus dengan atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi
terjadi, segmen yang perforasi dapat direseksi dengan anastomosis primer
jika inflamasi usus minimal. Alternatifnya, jika stoma dibuat dan penutupan
primer dilakukan dengan penutupan dari stoma dapat dilakukan nantinya. Pada
kasus dimana perforasi telah terjadi dan penutupan primer tidak mungkin
dilakukan, silo dapat dipasang dan area perforasi dieksteriorisasi melalui
sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah tereduksi, stoma sebenarnya dapat
dibuat pada saat penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari
literature tentang manajemen optimal dari masalah komplikasi. 1,2
Gambar 11. (A). Gambaran setelah primary closure dilakukan. A. Ahli bedah
mempertimbangkan
tentang memburuknya fungsi paru jika fasia dan kulit ditutup. Oleh karena itu, digunakan
lembaran Silastik (B) diletakkan di perut dan di atas usus yang tereduksi (C). Empat sampai 5 hari
kemudian, setelah neonatus menjadi lebih stabil dan fungsi paru meningkat, lembaran Silastik
diangkat dan fasia dan kulit ditutup (D).
(Sumber:Ashcraft’s K W, Holcomb G W, Murphy J P. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Ostlie D J,
editor. Ed 5th)
Pada defek yang besar, banyak metode yang dapat digunakan. Tahun
1950an oleh Kearns dan Clarke membuat “cutis graft” terdiri dari dermis
dan fasia rektus anterior. Bilateral flap dari otot, fasia dan kulit ke arah midline
untuk penutupan fasia. Teknik yang paling terkini adalah menggunakan tissue
exspander yang diletakkan di cavitas abdomen untuk mereduksi disproporsi
abdominal viseral. Tissue expander dibiarkan sampai dengan penutupan fasia
dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah memilih untuk menggunakan patch untuk
menutup kulit, tetapi berbagai pengalaman mengemukakan bahwa bahan
non reabsorben seperti marlex, polypropylene mesh dan gor tex
2
menunjukan angka tinggi terjadinya infeksi termasuk saat mesh dilepaskan.
Staged Closure
Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967 dimana
Teflon menggunakan selembar silastic yang digunakan seperti sekarang yang
dikenal dengan silo. Penggunaan silo pertama kali oleh Shermeta tahun 1970-
an tapi gagal menarik perhatian hingga tahun 1995. Silo telah digunakan
untuk reduksi bertahap sejak awal tahun 1990. Metode ini untuk menghindari
anestesi umum dan pembedahan pada awal-awal kelahiran dan dapat
2
mengontrol reduksi dari visera.
Gambar 13. Hasil kosmetik yang bagus setelah perbaikan gastroschisis dengan umbilikus yang
dipertahankan
(Sumber:Ashcraft’s K W, Holcomb G W, Murphy J P. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Ostlie D J,
editor. Ed 5th)2
Post Operative
Pada pasien yang telah dilakukan penutupan primer masalah utama adalah
apabila pasien butuh ventilator mekanik untuk beberapa hari post operatif. Selama
waktu itu, edema usus dan dinding abdomen akan mereda dan tekanan intra
abdomen akan turun. Sebuah studi melaporkan, penggunaan ventilator mekanis
lebih singkat pada pasien yang menjalani reduksi silo bertahap jika
dibandingkan dengan penutupan primer. NGT dipasang untuk membantu
dekompresi. Pemberian makanan dapat dimulai saat produksi NGT sudah tidak
lagi hijau, produksinya minimal dan usus mulai bergerak. Sebaiknya feeding
diberikan dalam jumlah yang bertahap. Parenteral nutrisi sebaiknya diberikan
mengingat lamanya waktu sampai tercapai full enteral feeding. Sekitar 10%
pasien dengan gastroschisis mengalami hipomotilitas usus sehingga memerlukan
parenteral nutrisi yang lebih lama. Penulis menganjurkan untuk diberi stimulasi
oral lebih dini karena refleks menghisap dan menelan dapat hilang selama
menunggu fungsi usus. Antibiotik diberikan selama 48 jam post operatif kecuali
terdapat tanda-tanda luka infeksi maka antibiotik dilanjutkan. Jika terjadi hernia,
operasi dilakukan setelah usia 1 tahun. Mesh dapat dipasang bila terdapat
2
defek fasia yang besar.
Penanganan dismotilitas gastrointestinal dengan prokinetik sering
digunakan untuk mempercepat waktu untuk pemberian minum. Namun, sedikit
literatur yang mendukung penggunaannya. Prokinetik yang sering digunakan
termasuk eritromisin, metoklopramide, domperidone, dan cisapride. Pada model
percobaan kelinci dari gastroschisis, hanya cisapride yang memperbaiki
kontraktilitas dari usus bayi, dimana eritromisin memperbaiki motilitas hanya
pada jaringan dewasa kontrol. Percobaan terkontrol acak dari eritromisin versus
plasebo menunjukkan bahwa pemberian eritromisin enteral tidak memperbaiki
waktu untuk mencapai pemberian minum enteral yang penuh dibandingkan
plasebo. Bagaimanapun juga, percobaan acak yang serupa untuk memeriksa
kegunaan dari cisapride pada post operatif neonatus, pada kebanyakan
2
gastroschisis, memang menunjukkan efek yang menguntungkan.
Gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal atau perforasi
dapat berakhir dengan short bowel syndrome. Komplikasi post operasi lainnya
antara lain infeksi luka operasi, sepsis, hernia ventralis, perforasi usus, gagal
ginjal, pneumonia aspirasi, NEC, dan komplikasi lainnya akibat peningkatan
tekanan intraabdomen (respiratory distress, gastroesofageal refluks dan hernia
inguinal).2