Faaiz - BAB II
Faaiz - BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Graves (GD) adalah gangguan autoimun organ tiroid yang ditandai
dengan hipertiroidisme karena adanya sirkulasi thyroid stimulating hormone
receptor (TSH-R) merangsang autoantibodi.5 Penyakit Graves (GD) adalah
penyebab paling umum dari hipertiroidisme di Negara maju, Umur yang paling
sering antara 30 dan 60 tahun dan lebih sering pada wanita. 6
2.2.2. Epidemiologi
Penyakit Graves dapat mempengaruhi siapa saja, namun lebih sering terjadi
pada wanita dengan antara umur 30 dan 60 tahun. Risiko Penyakit Graves adalah
3% pada wanita dan 0,5% pada pria. Sedangkan precalensi Ophthalmopathy
Graves adalah 16/100.000 kasus pada wanita dan 3/100.000 kasus pada pria, dan
usia kemunculannya antara 30 dan 60 tahun. Sebuah penelitian dari Minnesota
menunjukkan usia puncak pada pasien dengan usia 20-39 tahun.. Risiko Penyakit
Graves di Swedia adalah 1,7%, sekitar 5-6 kali lebih tinggi pada wanita daripada
pria dengan usia rata-rata 48 tahun.6
Autoantibodi Tidak dinetralkan oleh serum tikus, dihilangkan dengan pengendapan polietilen glikol
TSH
Keterangan: TSH= Thyroid Stimulating Hormone
Gambar 7 TSH
b. Faktor Resiko
1. Usia
Sebagian besar pasien berusia 30-50 tahun, dengan kasus yang parah lebih
sering terjadi pada usia yang lebih tua dari 50 tahun 15. Dalam sebuah penelitian
di Taiwan, pasien yang lebih tua memiliki oftalmopati yang lebih parah,
terutama mereka yang berusia di atas 45 tahun. 16
Dalam sebuah penelitian di Italia, usia rata-rata tidak berbeda pada pasien
Graves tanpa Ophthalmopathy Graves dan pada mereka dengan
Ophthalmopathy Graves ringan (masing-masing 46 dan 44 tahun), tetapi secara
signifikan lebih tinggi pada pasien dengan Ophthalmopathy Graves sedang
hingga berat (54 tahun) 14. Demikian juga, dalam sebuah penelitian di Denmark
pasien dengan GO sedang hingga berat, usia rata-rata adalah 50 dan 56 tahun
sebelum dan sesudah iodisasi garam, dan risiko mengembangkan
Ophthalmopathy Graves sedang hingga berat lebih rendah pada pasien berusia
<40 tahun.17 Dengan demikian, usia merupakan faktor risiko yang
mempengaruhi keparahan Ophthalmopathy Graves, dan penyakit ini cenderung
lebih parah pada pasien yang lebih tua. Ophthalmopathy Graves yang secara
klinis pada masa kanak-kanak secara umum lebih jarang daripada pada orang
dewasa dan biasanya ringan. 14
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga berperan dalam faktor risiko Ophthalmopathy Graves, Rasio
wanita-pria pasien dengan Ophthalmopathy Graves (berkisar dari 2:1 hingga 3:1)
lebih rendah dibandingkan dengan GD (berkisar dari 4:1 hingga 14:1) 16. Yonsei
University College of Medicine, Seoul, Korea melakukan penelitian mengenai
faktor risiko Ophthalmopathy Graves dimana wanita lebih dominan dibandingkan
dengan laki – laki dengan dengan ratio (3,9:1) 18.
4. Riwayat Merokok
Riwayat merokok merupakan faktor risiko eksogen yang paling penting
untuk Ophthalmopathy Graves. Dampak negatif merokok pada Ophthalmopathy
Graves didasarkan pada bukti berikut 14:
c. Klasifikasi
Sistem klasifikasi telah dibuat untuk mengevaluasi manifestasi klinis
Ophthalmopathy Graves. Pada tahun 1960, system klasifikasi dibuat oleh
Werner dengan singkatan NOSPECS yaitu no physical signs or symptoms
(tidak ada tanda maupun gejala), only signs (hanya ada tandan- tanda
Ophthalmopathy Graves), soft tissue involvement (adanya keterlibatan
jaringan lunak), proptosis, extraocular muscle signs (adanya keterlibatan otot
rektus bola mata), corneal involvement (keterlibatan kornea) and sight loss
(kehilangan penglihatan).
Klasifikasi ini cuma memprlihatkan gambaran klinis yang ditemui
pada Ophthalmopathy Graves, namun tidak menjelaskan tingkatan
keparahan dari penyakit Ophthalmopathy Graves, namun Werner
m e m b u a t modifikasi NOSPECS pada tahun 1977 .
Class Grade Indikasi grading
0 No physical signs or symptoms
I Only signs
Soft tissue involvement
0 Absent
II a Minimal
b Moderate
c Marked
Proptosis (3 mm or more of normal upper limits
with or without
symptoms)
0 Absent
III a 3 or 4 mm over upper normal
b 5 to 7 mm increase
c 8 mm increase
Extraoculer muscle involvement (usually with diplopia)
0 Absent
IV a Limitation of motion at extreme of gaze
b Evident restriction of motion
c Fixation of a globe or globes
Corneal Involvement (Primarily due to lagophthalmos)
0 Absent
V a Stippling of cornea
b Ulceration
c Clouding, necrosis and perforation
Sight loss (due to optic nerve involvement)
0 Absent
VI a Disc pallor or choking or visula field defect, vision 20/20-
20/60
B The same, but vision 20/70-20/200
C Blindness, vision less then 20/200
Table 2 Klasifikasi Modifikasi NOSPECS oleh Werner
Untuk sekarang modifikasi CAS ini tidak terlalu bisa sebagai acuan
utama petunjuk untuk pengobatan Ophthalmopathy Graves, karena tidak
bias melihat gambaran tingkat keparahannya namun hanya memperlihatkan
ada atau tidaknya Ophthalmopathy Graves. Oleh karena itu muncul sistem
klasifikasi VISA (vision, inflamation, strabismus and appearance) dan
EUGOGO (European Group of Graves Ophthalmopathy). Sistem klasifikasi
keduanya diambil berdasarkan system yang lama yaitu NOSPECS dan CAS
sehingga kedua sistem klasifikasi tersebut bisa menilai f a s e aktif dan
keparahan Ophthalmopathy Graves. Klasifikasi tersebut tidak dapat dipakai
secara bersamaan ataupun bergantian, sehingga hanya salah satu klasifikasi
saja yang dipakai untuk penilaian awal serta pemeriksaan yang berikutnya.
Pada tahun 2006, Dolman dan Rootman menciptakan klasifikasi
VISA. Klasifikasi ini menilai ada empat parameter tingkat keparahan yaitu,
vision (Visus), inflamation (inflamasi dan kongesti jaringan lunak orbita),
strabismus (diplopia dan adanya restriksi otot rektus bola mata), serta
appearance (proptosis, retraksi kelopak mata, dan protrusi lemak).
Sistem menilai aktivitas dan tingkat keparahan. DalamSistem VISA,
tingkat keparahan global dengan maksimum 20 poin adalah jumlah dari 4
sistem yang dinilai secara independen. (penglihatan: 1 poin,
inflamasi/kongesti: 10 poin, strabismus: 6 poin, penampakan/paparan: 3 poin).
Pasien dengan indeks inflamasi <4 dari 10 ditangani secara konservatif,
sedangkan pasien dengan skor di atas 5 dari 10 dirawat dengan lebih agresif 20.
Sistem klasifikasi VISA (Vision, Inflammation, Strabismus, Appearance/
Exposure) dikembangkan untuk mencatat temuan dan memandu intervensi
terapeutik. 2021
Gambar 8 Form VISA
Bagian pertama dari form VISA yaitu ujuan utamanya adalah
menyingkirkan neuropati optik Ophthalmopathy Graves 21. Untuk menilai visus
yang mana dinilai adalah visus, test untuk warna, dan refleks pupil.
Pemeriksaan ini dilakukan pada semua pasien baik yg sudah mengalami
13
proptosis maupun belum proptosis. Apabila pada pemeriksaan ini pasien
didapatkan salah satu atau sekaligus, yaitu penurunan visus dan kelainan pada
nervus optikus maka skornya adalah 1 poin. 11
Bagian kedua untuk menilai inflamasi,di bagian ini ada tujuh hal yang
perlu diperiksa yaitu a. Jika ada edema karunkula maka diberi nilai 1 namun
jika tidak diberi nilai 0 , b. kemosis konjungtiva (nilai 0 jika tidak ada kemosis,
nilai 1 jika kemosis dibelakang garis abu-abu kelopak mata, nilai 2 jika
kemosis sudah melewati garis abu-abu kelopak mata), kemerahan pada
konjungtiva (nilai 0 jika tidak ada kemerahan pada konjungtiva,nilai 1 jika ada
kemerahan pada konjungtiva), edema kelopak mata (nilai 0 jika tidak ada
edema, niai 1 jika ada namun tidak ada jaringan yang mengalami redudansi,
nilai 2 jika ada dan ada jaringan yang menonjol ke palpebra mata), nyeri pada
retrobulbar dalam keadaan istirahat atau dalam keadaan melirik (nilai 0 jika
tidak ada nyeri, nilai 1 jika ada nyeri), dan yang terakhir adalah variasi harian
(nilai 0 jika tidak ada dan nilai 1 jika ada). Sepuluh poin merupakan nilai
maksimum yang bias didapatkan pada bagian ini. Pasien yang mendapatkan
nilai 4 dari 10 akan mendapatkan pengobatan yang moderat namun jika pasien
11,13
mendapatkan nilai 5 atau lebih maka akan pengobatan yang lebih agresif.
Bagian ketiga untuk menilai ada tidaknya strabismus dan restriksi otot
rektus bola mata. Yang diperiksa yaitu diplopia (nilai 0 jika tidak ada diplopia,
nilai 1 jika ada diplopia namun hanya pada saat melirik ke arah tertentu, nilai 2
jika diplopia intermiten, dan nilai 3 jika diplopia konstan). Satu lagi yang
dinilai adalah retriksi bola mataberdasarkan kisaran duksi (nilai 0 jika duksi
lebih dari 45 restriksi, nilai 1 jika duksi 30-45 restriksi, nilai 2 jika
duksi 15-30 restriksi dan nilai 3 jika duksi kurang dari 15 restriksi).
Enam poin merupakan nilai maksimum pada bagian ini. Pada penilaian ini
membantu dalam menentukan progresi dari Ophthalmopathy Graves dan jika
sudah fase stabil dan fase inaktif bisa untuk merencanakan perawatan bedah di
kemudian hari.
Bagian keempat yaitu penilaian penampilan (appearance) dari pasien
Ophthalmopathy Graves. Yang dinilai seperti mata menonjol, retraksi kelopak
mata, ada tidaknya kantung lemak, kekeringan, fotofobia dan bagaimana
kondisi segmen anterior. Jika sudah parah pada bagian segmen anterior bisa
ditemukan penipisan kornea, ulkus, dan terdapat risiko perforasi bola mata.
Pemeriksaan ini dinilai berdasarkan tingkat keparahannya (nilai 0 jika tidak
ada, nilai 1 jika ringan, nilai 2 jika sedang, nilai 3 jika berat). Tiga poin
merupakan nilai maksimum pada bagian ini.
Pada penilaian form ini ada di setiap bagian yang menanyakan
progresivitasnya, apakah kondisinya (masih sama yaitu s, lebih baik yaitu b,
atau memburuk yaitu w). Hal ini akan membantu, apakah kondisi pasien pada
saat fase aktif atau fase inaktif
d. Patogenesis
Timbulnya penyakit graves atau Graves Disease pada merupakan
e. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis Ophthalmopathy Graves disebabkan oleh
peningkatan volume jaringan lunak orbita yang menyebabkan tekanan yang lebih
tinggi di dalam rongga tulang yang tidak dapat mengembang. Edema periorbital
terutama kongestif dan mungkin mencerminkan penurunan drainase vena karena
kompresi di ruang orbital. Sebaliknya, perkembangan sel lemak baru
(adipogenesis) juga merupakan penyebab peningkatan volume jaringan orbita. 13
Dalam kebanyakan kasus, GO berkembang dengan hanya satu onset
inflamasi (fase aktif), yang diikuti oleh fase diam (fase tidak aktif). Pada fase
inaktif, edema otot yang berlangsung lama bersama dengan peningkatan
produksi kolagen akhirnya menyebabkan atrofi, fibrosis, dan sklerosis otot
ekstraokular dan selanjutnya menjadi strabismus restriktif. 13
Ophthalmopathy Graves dibagi menjadi 3 fase, dilihat dari aktif atau
tidaknya proses inflamasi yang sedang terjadi. Fase pertama yaitu fase aktif,
pada fase ini dapat dibrikan terapi dengan obat – obat anti inflamasi. Fase
kedua yaitu fase stabil dan fase ketiga yaitu fase inaktif, fase ini tidak lagi
diikuti dengan reaksi inflamasi namun masih terdapat fibrosis dan efek
sekunder yang persisten. Pada fase inaktif dapat dilakukan terapi yaitu
11
pembedahan . Dalam kebanyakan kasus, Ophthalmopathy Graves
berkembang dengan hanya satu onset inflamasi (fase aktif), yang diikuti oleh
fase diam (fase tidak aktif) 13.
Fase aktif dapat berlangsung selama berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun sebelum mengalami stabilisasi. Manifestasi klinis yang
terjadi di fase aktif adalah:
(1) proptosis atau eksoptalmus,
(2) Strabismus, terjadinya restriksi pada otot rektus terutama inferior
dan medial sehingga pada pemeriksaan akan tampak deviasi horizontal dan
atau deviasi vertikal.
(3) Kelainan segmen anterior mata. Kelainan pada permukaan okuler
mata ini sering tidak mendapatkan perhatian utama. Eksposur kornea,
instabilitas dari kualitas dan jumlah air mata, evaporasi air mata yang cepat
dan osmolaritas air mata tinggi timbul akibat kelopak mata yang tidak dapat
menutup secara sempurna.
f. Tatalaksana
1. Tindakan konservatif
Penderita Ophthalmopathy Graves bisa disarankan untuk memakai tetes
air mata buatan pada saat pagi hari dan menggunakan gel pada saat malam
hari, hal ini berguna untuk melindungi dan mencegah terjadinya
kerusakan terhadap kornea akibat kelopak mata yang tidak bisa menutup
dengan sempurna. Posisi kepala pasien pada saat tidur lebih tinggi agar
dapat mengurangi bengkak pada kelopak mata yang timbul pada saat
bangun.11
2. Berhenti merokok
Penderita Ophthalmopathy Graves yang mempunyai riwayat merokok
atau masih aktif merokok mempunyai risiko Ophthalmopathy Graves
yang tingkat keparahannya severe dan progresi penyakitnya yang lebih
buruk. Diakibatkan oleh respons tubuh terhadap terapi imunosupresi lebih
buruk dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat merokok aktif
ataupun pasif.11
Usia
Jenis Kelamin
Ophthalmopathy
Graves
Riwayat Merokok
Status Fungsi
Tiroid
Terapi
Radioiodine
Keterangan:
3. Utami DK. Anatomi Adneksa Orbita. Dep ILMU Kesehat MATA Fak
Kedokt Univ PADJADJARAN Pus MATA Nas RUMAH SAKIT MATA
CICENDO BANDUNG. 2020;2017(1):1–9.
4. Crosby H, Pontoh V, Merung MA. Pola kelainan tiroid di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Januari 2013 - Desember 2015. e-CliniC.
2016;4(1).
16. Lin MC, Hsu FM, Bee YS, Ger LP. Age influences the severity of Grave’s
ophthalmopathy. Kaohsiung J Med Sci. 2008;24(6):283–8.
17. Laurberg P, Berman DC, Pedersen IB, Andersen S, Carlé A. Incidence and
clinical presentation of moderate to severe Graves’ orbitopathy in a Danish
population before and after iodine fortification of salt. J Clin Endocrinol
Metab. 2012;97(7):2325–32.
18. Woo KI n., Kim YD, Lee SY eu. Prevalence and risk factors for thyroid
eye disease among Korean dysthyroid patients. Korean J Ophthalmol.
2013;27(6):397–404.
19. Stan MN, Bahn RS. Risk factors for development or deterioration of
Graves’ ophthalmopathy. Thyroid. 2010;20(7):777–83.
20. Wang Y, Tooley AA, Mehta VJ, Garrity JA. Thyroid Orbitopathy Andrew
R . Harrison , MD Pradeep Mettu , MD. 2018;58(2):137–79.
27. Dolman PJ. Grading Severity and Activity in Thyroid Eye Disease. Ophthal
Plast Reconstr Surg. 2018;34(4S Suppl 1):S34–40.