Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH : DOSEN PEMBIMBING:

STUDY HADITS Ahmad Rijal,M.Pd

TUGAS STUDY HADITS

HADITS & UNSUR-UNSUR NYA

DISUSUN OLEH :

1. WAHYUNI LESTARI
2. WIKEN YONIKA AMELIA
3. YOGA PRATAMA

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak
lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul “HADITS DAN UNSUR-UNSURNYA” dengan tepat waktu


untuk memenuhi tugas studi matakuliah Study Hadits.

Kami telah menyusun makalah ini semaksimal mungkin, namun kami menyadari bahwa
banyak sekali kekurangan dalam karya kami ini. Oleh karena itu jika ada kesalahan atau
kekurangan, dari materi, isi, cara penyajian, bahasa, kami mohon maaf.

Besar harapan kami agar pembaca memberikan masukan berupa Kritik dan saran dari
berbagai pihak sebagai motivasi kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca dalam matakuliah Study Hadits.Amiin...

Wassalamualaikum wr.wb

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan.

Bab II PEMBAHASAN

2.1Pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar, Persamaan dan Perbedaan

2.2Klasifikasi Hadits berdasarkan derajatnya,perawinya,dan lainnya

2.3Proses pembukuan Hadits

2.4 Unsur-unsur Hadits

Bab III PENUTUP

3.1 kesimpulan

3.2 saran

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits adalah sumber hukum kedua setelah al-Quran yang merupakan penjelasan
dari ayat-ayat al-Quran yang bermakna umum. Akan tetapi tidak sedikit umat Islam yang belum
memahami apa itu hadits. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam
hadits, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk
membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai
bahasa arab dan dikatakan hadits oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap
hadits.

Hadits memiliki sinonim yang hampir sama dengan sunnah, kahabar dan atsar. Hadits
mempunyai beberapa struktur yaitu sanad, matan, rawi yang masing-masing mempunyai peran
penting dari keadaan suatu hadits tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut penulis akan menjelaskan pengertian hadits, sunnah, khabar,
dan atsar. Sehingga kita dapat memahami hadits, sunnah, khabar, dan atsar beserta
unsur-unsurnya secara singkat agar mudah di mengerti oleh pembaca.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar persamaan dan perbedaan ?

2. Bagaimana pengertian Sanad, Matan, Rawi ?

C. Tujuan Pembahasan Masalah


1
1. Untuk menjelaskan pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar, persamaan dan
perbedaan.

2. Untuk menjelaskan pengertian Sanad, Matan, Rawi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits, Sunah, Khabar, Atsar, Persamaan dan Perbedaan

1. Pengertian Hadits

Hadits adalah teladan dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬yang wajib diikuti. Sebagian besar
hadits diriwayatkan secara lisan oleh para sahabat kepada generasi penerus mereka (tabi’in).

Hadits atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru. Hadits juga
sering disebut dengan ‫( الخبر‬al-khabar), yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits[1].

Hadits secara etimologi berarti ”baru dari segala sesuatu”. Kata hadits mengandung
pengertian sedikit dan banyak. Firman Allah ‫ ﷻ‬dalam Q.S. Adh-Dhuha:11 yang artinya “Dan
terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”.
Maksudnya sampaikanlah risalah. Dengan demikian, secara etimologi kata Hadits sinonim
dengan kata al-khabar.

Sedangkan secara istilah (terminologis) sinonim dengan Sunnah.Keduanya diartikan


sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasul ‫ ﷺ‬sebelum dan sesudah diangkat menjadi

2
Rasul, akan tetapi pada umumnya hadits dipakai sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan oleh
Rasul ‫ ﷺ‬setelah kenabian baik itu berupa sabda, perbuatan maupun taqrir[2].

Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadits.

a. Ulama Hadits umumnya menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala ucapan Nabi,
segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau”.

b. Ulama Ushul menyatakan, bahwa: “Hadits ialah segala perkataan, segala perbuatan
dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”.

c. Sebagian Ulama, antara lain At-Thiby menyatakan, bahwa: “Hadits ialah segala
perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, para sahabat-sahabatnya dan para tabi’in”[3].

Perbedaan pandangan tersebut kemudian melahirkan dua macam pengertian hadits, yakni
pengertian terbatas dan luas. Pengertian hadits secara terbatas adalah segala berita yang
berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Adapun
pengertian secara luas, sebagaimana dikatakan Muhammad Mahfudz At-Tirmidzi,
“sesungguhnya hadis bukan hanya yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬melainkan
dapat pula disebut pada yang mauquf (dinisbatkan pada perkataan dan segainya dari sahabat) dan
maqthu’(dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabi’in)”[4].

Adanya perbedaan ini karena berbedanya dalam meninjau hadits tersebut.

Contoh Hadits Nabi:

a. Yang berupa perkataan/ Sabda:


3
ِ ‫صلَّىاللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمقَااَل ِإْل ي َمانُبِضْ ٌع َو َس ْبعُونَ ُش ْعبَةً َو ْال َحيَا ُء ُش ْعبَةٌ ِم ْناِإْل ي َم‬
‫ان‬ َ ِّ‫َع ْنالنَّبِي‬

“Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda: iman itu ada tujuh puluh cabang. Dan malu itu cabang
dari iman”.

b. Yang berupa perbuatan:

ْ َ‫صلِّيَ ْال َم ْكتُوبَةَنَزَلفَا ْستَ ْقب‬


َ‫اللقِ ْبلَة‬ َ ُ‫احلَتِ ِهنَحْ َو ْال َم ْش ِرقِفَِإ َذاَأ َرا َدَأ ْني‬ َ ُ‫َع ْن َجابِ ِر ْبنِ َع ْب ِداللَّ ِهَأنَّالنَّبِيَّ َكانَي‬
ِ ‫صلِّي َعلَى َر‬

“Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW shalat di atas kendaraannya
menuju kearah Timur. Namun ketika beliau mau shalat wajib, beliau turun dan shalat menghadap
kiblat”. (HR. Bukhari)

c. Yang berupa taqrir (pengakuan)

Para ulama pada umumnya beerpendapat bahwa hadist adalah semua perkataan,
perbuatan, taqrir, dan hal hal lain yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW[5]

Yang dimaksud taqrir (pengakuan) ialah apabila nabi mendiamkan atas perbuatan yang
dilakukan oleh sahabat. Misalnya pada suatu ketika nabi bersama Khalid bin Walid berada dalam
suatu jamuan makan yang dihidangkan daging biawak (dhabb) . Nabi tidak menegur atas adanya
jamuan dari daging biawak (dhabb), dan ketika Nabi dipersilahkan untuk memakannya beliau
bersabda:

ُ‫ضقَوْ ِميفََأ ِج ُدنِيَأعَافُه‬


ِ ْ‫ َولَ ِك ْنلَ ْميَ ُك ْنبَِأر‬،َ‫ال‬.

“Tidak, tetapi binatang ini tidak ada di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik padanya”

4
‫قَالَخَالِ ٌد‬:ِ‫فَاجْ تَ َررْ تُهُفََأ َك ْلتُهُ َو َر ُسواُل هلل‬

“Kata Khalid: segera aku memotongnya dan memakannya, sedang Rasululllah ‫ﷺ‬
melihat padaku”.

2. Pengertian Sunnah

Menurut etimologi, sunnah adalah jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela. Dalam
pengertian syara’, kata Sunnah dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang
atau dianjurkan oleh Rasul ‫ﷺ‬, baik berbentuk sabda maupun perbuatan[6].

Dari sudut terminologi di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini
disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing
terhadap diri Rasulullah 7[‫]ﷺ‬. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi 3
golongan:

a) Ulama Hadits membahas segala sesuatu dari Rasul ‫ ﷺ‬dalam kapasitas beliau
sebagai imam yang memberi petunjuk dan penuntun sebagai teladan dan figur bagi kita, karena
diri beliau sebagai “uswatun hasanah”

b) Ulama Ushul membahas segala sesuatu dari Rasul ‫ ﷺ‬dalam kapasitas beliau
sebagai pembentuk syari’at yang membentuk undang-undang kehidupan dan meletakkan
kaidah-kaidah bagi mujtahid sepeninggal beliau[8]

c) Ulama Fiqh meninjau dari segi pribadi Nabi ‫ﷺ‬. dalam seluruh aspek
kehidupannya.(perbuatan,perkataan,pengakuan) mempunyai nilai hukum, yang berkisar antara
wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.[9]

5
Pengertian Sunnah menjadi beragam di kalangan para pengkaji syari’at, sesuai dengan
spesialisasi dan tujuan masing-masing. Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sunnah
adalah segala sesuatu yang di ambil dari Rasul‫ﷺ‬, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat
fisik, dan juga non fisik, sebelum atau sesudah menjadi Rasul.

3. Pengertian Khabar

Khabar adalah sebuah kata yang mengungkapkan tentang peristiwa di luar, baik yang
sesuai dengan fakta ataupun tidak, dengan kata lain, dalam khabar terdapat kemungkinan benar
atau yang telah didustakan[10]

Secara etimologi, khabar ialah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang.
Menurut terminologi khabar ialah berita dari Nabi ‫ﷺ‬, sahabat maupun dari tabi’in.

Khabar merupakan sinonim dari hadits. Keduanya digunakan untuk menyebut yang
Marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi), Mauquf (yang disandarkan kepada sahabat), Maqthu’
(yang disandarkan kepada tabi’in). Sehingga ia mencakup segala sesuatu yang datang dari Rasul
‫ﷺ‬, sahabat, tabi’in.

Sebagian ulama mengatakan hadits adalah apa yang datang dari Nabi ‫ﷺ‬, sedang
khabar adalah apa yang dating dari selain Nabi 11[‫]ﷺ‬.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa setiap hadits dapat dikatakan khabar,
tetapi tidak semua khabar dikatakan hadits. Jadi hadits lebih umum dan luas daripada khabar.

6
4. Pengertian Atsar

Secara etimologi atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut kebanyakan
ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadits, namun menurut
sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibanding dengan khabar.

Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in
dan lain-lain[12].

Dari pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar, sebagaimana di uraikan di atas,
menurut jumhur ulama ahli hadits, dapat dipergunakan untuk maksud yang sama yaitu bahwa
hadits disebut juga dengan sunnah, khabar, dan atsar

5. Persamaan dan Perbedaan

Dari keempat pengertian hadits, sunnah, khabar, dan atsar, terdapat kesamaan dan
perbedaan makna menurut istilah masing-masing. keempatnya memiliki kesamaan maksud, yaitu
segala yang bersumber dari Nabi ‫ ﷺ‬baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir. Dan
hadits dapat juga disebut dengan sunnah, khabar dan atsar. Sedangkan perbedaannya yakni

a. Hadits dan sunnah : terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber pada
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari nabi Muhammad ‫ﷺ‬
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti ataupun perjalanan hidupnya, baik
sebelum diangkat maupun sesudah menjadi Rasul.

b. Hadits dan atsar : sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai sesuatu
yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, hadits sebagai sesuatu yang
berasal atau disandarkan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

7
c. Hadits dan atsar : jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan
khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, sahabat dan tabi’in.[13]

Hadits

Setiap ucapan/ perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad ‫ﷺ‬

Sunnah

Segala uacapan/ perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang
baik sebelum diangkat menjadi Rasul ataupun sesudah diangkat menjadi Rasul.

Khabar

Khabar adalah berita/ kabar yang berasal dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, para sahabat dan
tabi’in

Atsar

Atsar adalah segala sesuatu yang berasal dari para sahabat tabi’in, yang juga disandarkan
kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang cakupannya lebih luas dari khabar

B. Proses pembukuan Hadits

Masa-masa hadits di bukukan:

1. Masa pembentukkan hadits

Masa pembentukkan hadits adalah masa kerasulan nabi muhammad SAW. Masa ini
terjadi pada abad 1 H. Pada masa ini hadits belum di tulis dan hanya berada dalam benak atau
hafalan para sahabat saja. Periode ini di sebut al wahyu wa at takwin, yaitu hadits yang
penyampaiannya belum di tulis/masih lisan, periode ini dimulai sejak zaman nabi muhammad
diangkat menjadi nabi dan rasul hingga wafatnya.

8
2. Masa penggalian

Masa penggalian adalah masa pada sahabat dan tabi’in , dimulai sejak wafatnya nabi
muhammad SAW. Pada masa ini kitab hadits belum di tulis ataupun di bukukan. Pada masa ini
mulai bermunculan permasalahan baru umat islam, yang mendorong para sahabat saling bertukar
hadits dan menggali sumber-sumber utamanya.

3. Masa penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi’in yang menolak menerima hadits
baru, karena telah terjadinya perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syariat
dan aqidah dengan munculnya hadits palsu. Dan jika ada hadits baru, para sahabat dan tabi’in
meneliti terlebih dahulu siapasiapa yang menjadi sumber dan pembawa hadits itu.

Maka pada masa pemerintahan khalifah umar bin abdul aziz sebagai salah satu tabi’in
memerintahkan untuk penghimpunan hadits. Terjadi pada abad 2 H. Dan hadits yang terhimpun
belum dipisahkan mana yang merupakan hadits marfu’, mauquf, dan mana yang maqthu.

4. Masa penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pentadwinan (pembukuan) dan penyusunan hadits.untuk


menghindari kesalah pahaman bagi umat islam dalam memahami hadits, maka para ulama
mengelompokkan hadits yang termasuk marfu’( yang berisikan perilaku nabi muhammad)
mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu (berisi perilaku tabi’in). Usaha
pembukuan hadits pada masa ini selain pembukuan tetapi juga dilakukan penelitian sanad dan
rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud koreksi atas hadits yang ada dan yang dihafal. Pada
abad ke 4 H, usaha pembukuan hadits masih terus dilanjutkan hingga dinyatakan telah selesai
melakukan pembinaan mahligai hadits. Pada abad ke 5 dan seterusnya adalah masa memperbaiki
kitab hadits seperti menghimpun untuk memudahkan mempelajari dengan sumber utamanya
kitab-kitab hadits abad 4 H.

5. Masa pembukuan hadits (dari abad 2-3 H )

9
Usaha penulisan hadits yang dirintis oleh abu bakar bin hazm dan ibnu syihab az zuhri
pada sekitar tahun 100 H, diteruskan oleh ulama hadits pada pertengahan abad 2. Masa ini
dikenal dengan “ ashrulal-tadwin” (masa pembukuan). Karya ulama pada masa ini masih
bercampur antara hadits rasul, sahabat, dan fatwa.

Sistem pembukuan pada masa ini dengan menghimpun hadits mengenai masalah
dalam satu bab. Dan dikumpulkan dengan bab yang berisi masalah lain dalam satu karangan.

Kitab-kitab abad kedua : al muwathta, al musnad, al mukhtaliful hadits, as siratun


nabawiyah.

Hadist dalam abad ketiga :

Ahli abad ketiga bangkit mengumpulkan hadits dan memisahkan hadits dari fatwa-fatwa.
Mereka bukukan hadits saja berdasarkan statusnya, tetapi satu kekurangan yaitu mereka
mencampurkan hadits shahih, hasan dan dla’if. Segala hadits mereka bukukan dengan tidak
menerangkan keshahihannya. Kemudian al bukhary menjelajahi beberapa negara untuk
mengumpulkan hadits dan untuk menyiapkan kitab shahihnya.

C. Klasifikasi Hadits berdasarkan derajatnya,perawinya,dan lainnya.

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria2 tertentu. Berikut adalah beberapa


diantaranya:

1. Berdasarkan Derajatnya

● Hadits Shahih = yaitu hadits yang memiliki tingkat penerimaan yang tinggi.
Syaratnya adalah sanadnya bersambung; diriwayatkan oleh orang yang adil, kuat
ingatannya, istiqomah, dan dapat dipercaya; matan (isi) hadits tidak bertentangan
dengan ilmu pengetahuan dan tidak memiliki kejanggalan. Hadits ini biasanya
telah diriwayatkan oleh banyak orang. Contoh haditsnya adalah: "Dari Ibnu
Abbas ra.: Bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram)

10
dan beliau memerintahkannya untuk berpuasa Asyura tersebut (hukumnya
sunnah) - HR. Bukhari-Muslim"
● Hadits Hasan = hampir sama dengan hadits shahih, hanya saja ada beberapa
periwayatnya yang kurang kuat ingatannya. Contoh haditsnya adalah: "Kalau aku
tidak memberatkan umatku, niscaya aku memerintahkan mereka untuk bersiwak
setiap kali akan bersholat - HR. Turmudzi"
● Hadits Dhaif = yaitu hadits lemah, sanadnya tidak bersambung, terdapat
periwayat yang lemah ingatannya-bahkan pembohong, terdapat kejanggalan
dalam matan-nya. Hadits jenis ini tidak boleh dijadikan landasan dalam
menetapkan sesuatu. Contohnya adalah: "Barangsiapa yang berpuasa pada hari
rabu dan kamis, maka telah ditetapkan baginya untuk bebas dari api neraka - HR.
Abu Ya'la"
● Hadits Maudhu' = yaitu hadits yang dicurigai kuat sebagai hadits palsu. Cirinya
adalah: dalam sanadnya terdapat periwayat pembohong, matan-nya bertentangan
dengan Al-Qur'an, bahasanya jelek, mengandung unsur dongeng yang tidak
masuk akal. Hadits jenis ini jelas harus ditolak. Contoh haditsnya adalah: "Laba -
laba itu adalah setan yang dirubah bentuknya oleh Allah, maka bunuhlah binatang
itu."

2. Berdasarkan Jumlah Perawinya

● Hadits Mutawattir = yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang atau
dengan sanad yang banyak, yang akan mustahil jika mereka bersatu untuk
berdusta dalam hadits tersebut, dari permulaan sanad hingga akhirnya. Contoh
hadits ini adalah: "Sesungguhnya Qur'an ini diturunkan atas tujuh macam huruf
(qiraat) - HR. Bukhari-Muslim"
● Hadits Ahad = yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih dengan
tidak memenuhi persyaratan hadits mutawattir. Contohnya adalah: "Setiap amal
tergantung dengan niat. Maka siapa yang hijrahnya untuk dunia uang ingin
didapatkannya atau untuk seorang wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya

11
kepada apa yang dia niatkan, dan barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya - HR. Bukhari"

3. Berdasarkan Ujung Sanad

● Hadits Marfu' = yaitu hadits yang sanadnya berujung langsung kepada Rasulullah
SAW. Contohnya adalah: "Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana
diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa
beliau bersabda: Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia
cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri - HR. Bukhari"
● Hadits Mauquf = yaitu hadits yang sanadnya terhenti pada sahabat nabi tanpa ada
tanda - tanda yang menunjukkan derajat marfu'. Contohnya adalah "Dari Abdullah
bin Mas'ud, ia berkata : Jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid
agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman,
dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur - HR. Abu Na'im"
● Hadits Maqtu' = yaitu hadits yang sanadnya terhenti kepada para Tabi'in (orang
yang pernah bertemu sahabat nabi). Contohnya: "Dari Qatadah, ia berkata: adalah
Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar - HR. Al Muhalla"

4. Berdasarkan Keutuhan Sanad

● Ilustrasi sanad: Pencatat Hadits > penutur 4 > penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) >
penutur 1(sahabat) > Rasulullah SAW
● Hadits Musnad = yaitu hadits yang urutan sanadnya tidak terpotong pada bagian
tertentu.
● Hadits Mursal = yaitu hadits yang penutur 1 tidak ditemui, dengan kata lain
seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW.
● Hadits Munqati' = yaitu hadits yang sanadnya terputus pada penutur ke 3 atau ke
4.
● Hadits Mu'dal = yaitu hadits yang terputus pada dua generasi berturut2.

12
● Hadits Mu'allaq = yaitu hadits yang terputus dari penutur ke 4 sampai penutur ke
1.

C. Unsur-unsur Hadits

1. Sanad

Sanad secara etimologi berarti bagian bumi yang menonjol, sesuatu yang berada di
hadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit ketika anda memandangnya. Sanad secara
terminologi adalah jalur matan, yakni rangkian para perawi yang memindahkan matan dari
sumber utamanya. Bentuk jamaknya adalah isnad. Segala sesuatu yang anda sandarakan kepada
yang lain disebut musnad[14].

Adapun yang dimaksud dengan isnad ialah: menerangkan atau menjelaskan sanadnya
hadits (jalan datangnya hadits). Sedangkan yang di maksud musnad ialah: hadits yang di sebut
dengan diterangkan seluruh sanadnya yang sampai kepada Nabi 15[‫]ﷺ‬.

Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur atau perawi (periwayat) hadits, sanad
terdiri atas seluruh penutur, mulai orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab
hadits) hingga Rasul 16[.‫]ﷺ‬

2. Matan

Matan secara etimologis berarti segala sesuatu yang keras bagian atasnya. Sedangkan
matan secara terminologis adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung pengertiannya.
Penamaan seperti itu barangkali didasarkan pada alasan bahwa bagian itulah yang tampak dan
yang menjadi sasaran utama hadits[17].

Terkait dengan matan atau redaksi, yang perlu dicermati dalam memahami hadits adalah:

1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau
bukan

13
2. Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat
sanad-nya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam
al-Quran (apakah ada yang bertolak belakang)[18].

Dengan demikian, dari semua kesimpulan di atas menunjukkan bahwa yang di maksud
dengan matan ialah materi atau lafadz hadits itu sendiri.

3. Rawi

Rawi secara etimologi berarti orang yang mengeluarkan atau yang meriwayatkan. Jadi
pengertian terminologisnya adalah orang yang mengeluarkan atau yang meriwayatkan sebuah
hadits atau orang yang menukilkan sebuah hadits Nabi 19[.‫]ﷺ‬

Dari penjelasan diatas untuk lebih memperjelas uraian tentang sanad, rawi, dan matan di
atas, lihat penjelasan lebih lanjut pada hadits di bawah ini,

‫ِّواك‬ َّ ‫ لَوْ ال اَن َأ ُش‬:‫ص َّل هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َل‬


ِ ‫ق َعلَى ا َّمتِى اَل َ َمرْ تُهُ ْم بِالس‬ َّ ِ‫ان النَّب‬
َ ‫ي‬ َّ َ‫ع َْن ُم َح َّم ٍد ع َْن اَبِ ْي َسلَ َمةَ ع َْن ابِ ْي هُر ْي َرة‬
‫( َع ْن َد ُكالِّ صال ِة (رواه الترمذى‬

Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah saw bersabda, “Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya
aku suruh mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) setiap akan melakukan salat”. (HR.
At-Tirmidzi)

Sanad hadits diatas adalah sebagai berikut:


14
‫ص َّل هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َل‬ َّ ِ‫ان النَّب‬
َ ‫ي‬ َّ َ‫ع َْن ُم َح َّم ٍد ع َْن اَبِ ْي َسلَ َمةَ ع َْن ابِ ْي هُر ْي َرة‬

Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah saw bersabda.

Matan hadits diatas adalah sebagai berikut:

‫ِّواك َع ْن َد ُكالِّ صال ِة‬ َّ ‫لَوْ ال اَن َأ ُش‬


ِ ‫ق َعلَى ا َّمتِى اَل َ َمرْ تُهُ ْم بِالس‬

“Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk
bersiwak (menggosok gigi) setiap akan melakukan salat”.

Rawi hadits diatas adalah sebagai berikut:

(‫)رواه الترمذى‬

BAB III

PENUTUP

15
A. SIMPULAN

Hadits secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam


terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah
laku dari Nabi Muhammad SAW. Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan, perbuatan,
ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum. Dalam memahami bagaimana Hadits itu ada, Hadits di bentuk dari 2 elemen yaitu Sanad
dan Matan: Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh
penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga
mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari
contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya
--> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad SAW

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi
dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah
sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini
dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits. Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits
terkait dengan sanadnya ialah : - Keutuhan sanadnya - Jumlahnya - Perawi akhirnya Sebenarnya,
penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam
mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Matan ialah redaksi dari hadits atau bisa
di bilang isi hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah: "Tidak
sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta
untuk dirinya sendiri" Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam
mamahami hadits ialah: - Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi
Muhammad atau bukan, - Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang
lebih kuat sanadnya apakah ada yang melemahkan atau menguatkan - Dengan ayat dalam Al
Quran apakah ada yang bertolak belakang.

16
B. SARAN

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam apa yang penulis
tulis, baca, dan pahami. Oleh karena itu untuk menjadikan makalah yang penulis sajikan ini lebih
baik, penulis memerlukan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sebagai salah satu
tanggung jawab ilmiah penulis. Semoga apa yang penulis tulis bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan. Amin.

Daftar Pustaka

Gholib, Ahmad. 2006. Studi Islam. Jakarta: Faza Media.

Nasution, Harun. 1996. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek. Jakarta : UI Press.

Lonwof, Alwes. 4 Januari 2016. Pengertian dan Fungsi Hadit.


https://www.academia.edu/4956966/Fungsi_dan_Pengertian_Hadits

Lubis, Ibrahim. 4 Januari 2016. Aneka Kitab Hadits.


http://www.anekamakalah.com/2012/12/macam-macam-kitab-hadis-makalah.html,

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung : Alma’arif

Tohhan, Mahmud. 2004. Taisirul Musthalahul Hadits. Riyadh : Al Ma’arif Linnasyri


Wattauzi’

17

Anda mungkin juga menyukai