Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR

BIOLOGI SELULER

Journal Reading Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur


Topik Kedua Blok 2 Ilmu Biomedik Dasar

Disusun Oleh :

Safira Rosyadatul Aissy (210703110001)

Nova Tri Widya Purwanti (210703110002)

Luky Putri Wulandari (210703110065)

Erlangga Budi Prasetya (210703110066)

Hawa Ainul Fanfa (210703110102)

Azzahra Nurrohmah (210703110103)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Masalah Penelitian..................................................................................................1

B. Tujuan Penelitian....................................................................................................2

BAB II..................................................................................................................................3

METODE PENELITIAN.....................................................................................................3

A. Desain Penelitian....................................................................................................3

B. Populasi...................................................................................................................3

C. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi Sampel....................................................................3

D. Teknik Mengambil Sampel.....................................................................................3

F. Besar Sampel..........................................................................................................4

G. Analisis Statistic Yang Digunakan.........................................................................4

BAB III.................................................................................................................................5

HASIL PENELITIAN..........................................................................................................5

A. Hasil Penelitian.......................................................................................................5

B. Kesimpulan Penelitian............................................................................................7

C. Lampiran.................................................................................................................8

i
KATA PENGANTAR

Alhamduliilah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Tugas Terstruktur
Topik 1 Mikrobiologi.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman kepada kita jalan yang benar berupa ajaran agama
Islam yang begitu sempurna dan rahmatan lil ‘alamin.

Terima kasih kami ucapkan kepada Seluruh Tim Dosen Pengampu Blok 2 Ilmu
Biomedik Dasar yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima
kasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang telah saling mendukung satu sama
lain sehingga kami bisa bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Tak lupa, terima kasih
pula kepada teman-teman tim yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini
baik.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para dosen guna menjadi acuan
agar kami bisa menjadi lebih baik di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi para pembaca dan bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

TTD

Penulis

Kelompok 01

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Masalah Penelitian

Radiasi pengion merupakan jenis radiasi yang mampu mengakibatkan ionisasi pada
materi yang dilalui. Pada saat radiasi pengion mengenai materi biologis, akan terjadi
interaksi antara radiasi dengan materi biologis. Interaksi radiasi dan materi biologi
mempunyai empat tahapan yaitu tahapan fisik, tahapan fisikokimia, tahapan kimia dan
biologi, dan tahapan biologis. Pada tahapan fisik terjadi eksitasi dan ionisasi pada bahan
biologi, dilanjutkan dengan terbentuknya radikal bebas pada tahap fisikokimia. Radikal
bebas akan berinteraksi dengan molekul sel yang mengakibat kerusakan terhadap molekul-
molekul dalam sel pada tahapan kimia dan biologi. Pada tahapan biologis terjadi tanggapan
biologis berupa kematian sel yang dapat meluas ke skala jaringan, organ hingga
mengakibatkan kematian (Akhadi, 2000).

Salah satu bentuk kerusakan molekul sel oleh paparan radiasi adalah kerusakan
pada Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) sel limfosit. Sel limfosit merupakan komponen
selular darah putih yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap paparan radiasi. Salah
satu bentuk kerusakan DNA akibat paparan radiasi pengion adalah putusnya kedua untai
DNA pada posisi yang berhadapan, yang disebut double strand breaks (DSB). DSB
merupakan tahapan awal terjadinya pembentukan kanker (Lassmann dkk, 2010).
Kerusakan DNA akibat paparan radiasi dapat diamati dengan metode pengamatan
pembentukan foci γH2AX. H2AX merupakan salah satu dari histon dari kelompok H2A
yang berperan mengatur respon terhadap kerusaka DNA. Histon merupakan protein yang
mengikat DNA yang terdiri dari kelompk H2A, H2B, H3, dan H4 yang terikat dengan H1.
Histon ini berfungsi sebagai sensor biologis akibat adanya perubahan atau stress yang
bersifat endogen maupun eksogen pada DNA. Stress atau gangguan ini akan menyebabkan
adanya modifikasi paska translasi pada histon (PTM). Foci γH2AX terbentuk dari
fosforilasi γH2AX pada proses PTM. PTM dapat disebabkan oleh sejumlah stress yang
juga berhubungan dengan sejumlah penyakit seperti kanker, maka deteksi ekspresi histon
ini dapat juga menjadi penanda atau biomarker yang dapat menjadi informasi klinik.
Peningkatan ekspresi PTM menandakan adanya aktifitas kromatin yang terkait dengan
replika DNA, transkripsi, perbaikan kerusakan DNA, dan siklus sel (Kurnia dan Lusiyanti,
2015).

1
Penelitian tentang pengamatan pembentukan foci γH2AX sebagai respon adaptif sel
limfosit telah dilakukan oleh Kurnia, dkk (2016). Pengamatan ini dilakukan dengan sampel
darah penduduk desa Takandeang, Mamuju provinsi Sulawesi Barat yang merupakan
daerah dengan tingkat radiasi alam tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
peningkatan secara statistik jumlah foci γH2AX limfosit setelah iradiasi 2 Gy. Hal ini
menunjukkan bahwa iradiasi 2 Gy secara langsung dapat menimbulkan kerusakan DSB
sebagai bagian dari respon adaptif secara in vitro yang dapat diamati dengan biomarker
γH2AX. Penelitian lain tentang ekspresi γH2AX juga dilakukan oleh Kurnia, dkk (2018) di
salah satu rumah sakit di Jakarta. Pengamatan dilakukan menggunakan 33 sampel darah
pekerja radiasi yang terdiri dari 24 pekerja radiasi di laboratorium, karyawan kedokteran
nuklir dan 9 staf administrasi sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kerusakan DNA DSB pada pekerja radiasi dalam kedokteran nuklir lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja radiasi di laboratorium, dokter, dan operator radiografer.

Penelitian tentang kerusakan DNA akibat paparan radiasi pada radiografer perlu
dilakukan karena radiografer memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan sumber
radiasi dibandingkan dengan pasien maupun masyarakat umum. Penelitian ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya kerusakan DNA yang lebih serius akibat paparan radiasi yang
diterima oleh radiografer selama masa kerja menggunakan sumber radiasi.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efek radiasi melalui pembentukan  
Foci γH2AX  pada sel limfosit radiografer dan untuk mencegah teradinya kerusakan DNA
yang lebih serius akibat paparan radiasi.

C. Hipotesis Penelitian

Pengamatan menunjukkan adanya pembentukan foci γH2AX sebanyak 0,04 pada


radiografer dan 0,02 pada kontrol. Radiografer berisiko dua kali lebih besar mengalami
kerusakan DSB sebagai tahapan awal terbentuknya kanker. Penelitian lebih lanjut perlu
dilakukan dengan cara menambah jumlah sampel untuk memeroleh hasil yang lebih
sempurna dan lebih baik lagi.

2
BAB II
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deksriptif observasional
laboratorik.

B. Populasi

Peneitian ini dilaksanakn dengan populasi penelitian berupa tiga sampel darah
radiografer di Instaasi Radiologi Rumah Sakit dr. Reksodiwiryo Padang dengan rentang
usia 20-35 tahun yang masih aktif bekerja dan tiga sample darah non radiografer sebagai
kontrol pembanding.

C. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi Sampel

a. Kriteria Inklusi Sampel

1. Sampel darah radiografer di Instaasi Radiologi Rumah Sakit dr.


Reksodiwiryo Padang.

2. Sample darah non radiografer.


b. Kriteria Eksklusi Sampel

3. Radiografer memiiki usia di bawah 20 tahun atau berusia di atas 35 tahun.

4. Radiografer yang sudah tidak aktif bekerja.

D. Teknik Mengambil Sampel

Pengambilan sampel melalui tahapan penelitian secara umum antara lain


pengambilan sampel darah, isolasi sampel, dan pengamatan jumlah foci γH2AX.

E. Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian ini yaitu pengamatan pembentukan foci γH2AX pada
sel limfosit.

3
F. Besar Sampel

Sampel dari uji penelitian ini yaitu jumlah rata-rata foci γH2AX pada radiografer B
adalah sebesar 0,4. Sedangkan jumlah rata-rata foci γH2AX adalah sebesar 0,2. Pada
radiografer dan kontrol lainnya bernilai nol.

G. Analisis Statistic Yang Digunakan

Analisis pengamatan jumlah foci γH2AX dilakukan menggunakan mikroskop


flouresen dengan perbesaran 100 kali. Kemudian analisis data perhitungan foci γH2AX
dilakukan dengan cara mencari rata-rata jumlah atau kelompok foci γH2AX dalam 100 sel

4
BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Hasil pengamatan menunjukkan adanya pembentukan foci γH2AX pada radiografer


dan kontrol. Pembentukan foci γH2AX ditandai dengan adanya titik berwarna hijau terang
pada sel limfosit. Hasil pengamatan terhadap sel limfosit radiografer dan kontrol dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan adanya pembentukan foci γH2AX pada sel limfosit yang
ditandai dalam lingkaran merah. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa
pembentukan foci γH2AX hanya terjadi pada radiografer B dan kontrol B. Tidak
ditemukannya pembentukan foci γH2AX pada radiografer dan pada kontrol lainnya dapat
disebabkan oleh aktivitas perbaikan sel dalam sistem kekebalan tubuh yang terjadi secara
terus menerus. Hasil pengamatan menunjukkan adanya pembentukan foci γH2AX pada
radiografer B sebanyak 2 foci dan pada kontrol B sebanyak 1 foci. Adanya pembentukan
foci γH2AX pada radiografer B yang lebih tinggi dibandingkan pada kontrol B
menunjukkan bahwa adanya pengaruh radiasi terhadap kerusakan DNA sel limfosit

5
khususnya kerusakan DSB. Proses metabolisme yang dipengaruhi oleh gaya hidup dan
kesehatan lingkungan diduga terkait dengan potensi terbentuknya radikal bebas dalam
darah yang juga dapat memicu terjadinya kerusakan DNA. Adanya pembentukan foci
γH2AX pada kontrol B yang merupakan non radiografer terjadi secara spontan ataupun
insidentil sebagai bagian dari proses metabolisme (Sedelnikova dkk, 2003).

Jumlah foci γH2AX yang teramati pada radiografer dan kontrol digunakan untuk
mencari ratarata foci γH2AX yang terbentuk dalam 50 sel pengamatan. Akumulasi jumlah
rata-rata pembentukan foci γH2AX pada radiografer dan kontrol dapat dilihat pada Tabel
1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata foci γH2AX pada radiografer B


adalah sebesar 0,04. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah rata-rata foci
γH2AX pada kontrol B yaitu sebesar 0,02. Nilai ini menunjukkan bahwa pembentukan foci
γH2AX maksimum terjadi pada radiografer B, sedangkan pada radiografer dan kontrol
lainnya bernilai nol karena tidak adanya pembentukan foci γH2AX yang terjadi.
Perbandingan jumlah foci γH2AX yang terbentuk pada radiografer dan kontrol dapat
dilihat pada Gambar 2.

6
Gambar 2 menunjukkan perbandingan antara jumlah foci γH2AX pada radiografer
dan kontrol. Dari data tersebut diketahui bahwa radiografer mengalami pembentukan foci
γH2AX dua kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Data juga menginformasikan bahwa
radiasi memiliki potensi menimbulkan kerusakan DSB pada DNA.

B. Kesimpulan Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiografer berisiko dua kali lebih besar
mengalami kerusakan double strand break (DSB) pada DNA dibandingkan kontrol.

7
C. Lampiran

Open Access
Jurnal Ilmu
Fisika

Histori Artikel:
Diterima: 17 Januari, 2019
Direvisi: 4 Mei, 2019
Diterbitkan: 1 Maret, 2020
Jurnal Ilmu Fisika (JIF)
Kata kunci: Vol. 12, No. 1, Maret 2020, hal. 1-5
double strand break (DSB) ISSN: 1979-4657 (Print); 2614-7386 (Online)
efek radiasi https://doi.Org/10.25077/jif.12.1.1-5.2020
foci YH2AX
kanker
radiografer

Keywords:
double strand break (DSB)
Pengamatan Efek Radiasi Melalui Pembentukan
radiation effect Foci yH2AX
yH2AXfoci
cancer
pada Sel Limfosit Radiografer
radiographer
Harli Handa Hidayat1, Dian Milvita1, Iin Kurnia2
1
Penulis Korespondensi: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang 25163
2
PTKMR BATAN Jalan Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta 12440
Dian Milvita
Email: dianmilvita@sci.unand.ac.id

1 PENDAHULUAN
2Radiasi pengion merupakan jenis radiasi yang mampu mengakibatkan ionisasi pada
materi yang dilalui. Pada saat radiasi pengion mengenai materi biologis, akan terjadi interaksi
antara radiasi dengan materi biologis. Interaksi radiasi dan materi biologi mempunyai empat
tahapan yaitu tahapan fisik, tahapan fisikokimia, tahapan kimia dan biologi, dan tahapan biologis.
Pada tahapan fisik terjadi eksitasi dan ionisasi pada bahan biologi, dilanjutkan dengan terbentuknya
radikal bebas pada tahap fisikokimia. Radikal bebas akan berinteraksi dengan molekul sel yang
mengakibat kerusakan terhadap molekul-molekul dalam sel pada tahapan kimia dan biologi. Pada
tahapan biologis terjadi tanggapan biologis berupa kematian sel yang dapat meluas ke skala
jaringan, organ hingga mengakibatkan kematian (Akhadi, 2000).

8
Info Artikel ABSTRAK

Telah dilakukan pengamatan efek


radiasi melalui pembentukan foci /H2AX pada tiga sampel darah radiografer di Instalasi Radiologi Rumah Sakit dr.
Reksodiwiryo Padang dan tiga orang non radiografer sebagai kontrol pembanding. Penelitian dilakukan melalui
pengamatan pembentukan foci /H2AX pada sel limfosit sebagai biomarker terjadinya kerusakan double strand break
(DSB) pada Deoxyribose Nucleic Acid (DNA). Hasil pengamatan menunjukkan adanya pembentukan foci yH2AX
sebanyak 0,04 pada radiografer dan 0,02 pada kontrol. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa radiografer
berisiko dua kali lebih besar mengalami kerusakan DSB sebagai tahapan awal terbentuknya kanker. Penelitian lebih
lanjut perlu dilakukan dengan menambah jumlah sampel untuk memeroleh hasil yang lebih baik.

Radiation effects have been observed through the formation of yH2A.X foci on three radiographer’s blood samples at
the Reksodiwiryo Hospital Radiology Installation and three non-radiographers as comparative controls. The
research was carried out by observing the formation of fI2AX foci on lymphocyte cells as biomarkers of double
strand break (DSB) damage on Deoxyribose Nucleic Acid (DNA). The observations showed that the formation of foci
yH2AX was 0.04 in radiographers and 0.02 in controls. From these results, it can be concluded that radiographers
are twice as likely to experience DSB damage as the initial stage of cancer formation. The research needs to be
continued by increasing the number of samples to obtain better results.

Copyright © 2020 Author(s)

9
Hidayat dkk.: Pengamatan Efek Radiasi Melalui Pembentukan Foci γH2AX pada Sel Limfosit Radiografer
Salah satu bentuk kerusakan molekul sel oleh paparan radiasi adalah kerusakan pada
Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) sel limfosit. Sel limfosit merupakan komponen selular darah
putih yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap paparan radiasi. Salah satu bentuk
kerusakan DNA akibat paparan radiasi pengion adalah putusnya kedua untai DNA pada posisi yang
berhadapan, yang disebut double strand breaks (DSB). DSB merupakan tahapan awal terjadinya
pembentukan kanker (Lassmann dkk, 2010). Kerusakan DNA akibat paparan radiasi dapat diamati
dengan metode pengamatan pembentukan foci yH2AX. H2AX merupakan salah satu dari histon
dari kelompok H2A yang berperan mengatur respon terhadap kerusaka DNA. Histon merupakan
protein yang mengikat DNA yang terdiri dari kelompk H2A, H2B, H3, dan H4 yang terikat dengan
H1. Histon ini berfungsi sebagai sensor biologis akibat adanya perubahan atau stress yang bersifat
endogen maupun eksogen pada DNA. Stress atau gangguan ini akan menyebabkan adanya
modifikasi paska translasi pada histon (PTM). Foci yH2AX terbentuk dari fosforilasi yH2AX pada
proses PTM. PTM dapat disebabkan oleh sejumlah stress yang juga berhubungan dengan sejumlah
penyakit seperti kanker, maka deteksi ekspresi histon ini dapat juga menjadi penanda atau
biomarker yang dapat menjadi informasi klinik. Peningkatan ekspresi PTM menandakan adanya
aktifitas kromatin yang terkait dengan replika DNA, transkripsi, perbaikan kerusakan DNA, dan
siklus sel (Kurnia dan Lusiyanti, 2015).
Penelitian tentang pengamatan pembentukan foci yH2AX sebagai respon adaptif sel
limfosit telah dilakukan oleh Kurnia, dkk (2016). Pengamatan ini dilakukan dengan sampel darah
penduduk desa Takandeang, Mamuju provinsi Sulawesi Barat yang merupakan daerah dengan
tingkat radiasi alam tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan secara
statistik jumlah foci yH2AX limfosit setelah iradiasi 2 Gy. Hal ini menunjukkan bahwa iradiasi 2
Gy secara langsung dapat menimbulkan kerusakan DSB sebagai bagian dari respon adaptif secara
in vitro yang dapat diamati dengan biomarker YH2AX. Penelitian lain tentang ekspresi YH2AX
juga dilakukan oleh Kurnia, dkk (2018) di salah satu rumah sakit di Jakarta. Pengamatan dilakukan
menggunakan 33 sampel darah pekerja radiasi yang terdiri dari 24 pekerja radiasi di laboratorium,
karyawan kedokteran nuklir dan 9 staf administrasi sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat kerusakan DNA DSB pada pekerja radiasi dalam kedokteran nuklir lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja radiasi di laboratorium, dokter, dan operator radiografer.
Penelitian tentang kerusakan DNA akibat paparan radiasi pada radiografer perlu dilakukan
karena radiografer memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan sumber radiasi dibandingkan
dengan pasien maupun masyarakat umum. Penelitian ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
kerusakan DNA yang lebih serius akibat paparan radiasi yang diterima oleh radiografer selama
masa kerja menggunakan sumber radiasi.

2. METODE
Penelitan dilakukan di Instalasi radiologi Rumah Sakit dr. Reksodiwiryo Padang untuk
pengambilan sampel darah radiografer dan di Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTKMR BATAN) untuk pengamatan kerusakan DNA sel limfosit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain slide kaca, Mikroskop Flouresen , tabung
sentrifuge, micropipette, rak penyangga, dan tabung vacumtainer. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain sampel darah, aquades, histopague, larutan Phosphate Buffer Saline
(PBS), formaldehid, Triton-X, larutan BSA, anti bodi pertama (H2AX dan 53BPI) dan anti bodi
kedua (DiamidinoPhenylindole). Tahapan penelitian secara umum antara lain pengambilan sampel
darah, isolasi sampel, dan pengamatan jumlah foci YH2AX.
2.1 Pengambilan Sampel Darah
Pemeriksaan kerusakan DNA sel limfosit dengan pengamatan jumlah foci YH2AX dimulai
dengan mengambil sampel darah pada bagian darah tepi radiografer dan pada kontrol. Sampel
darah diperoleh dari tiga orang radiografer dengan rentang umur 20-35 tahun yang masih aktif
bekerja. Sampel darah yang digunakan sebagai kontrol diperoleh dari tiga orang bukan pekerja
radiasi dengan rentang umur dan jenis kelamin yang sama dengan radiografer. Pemilihan
radiografer dan kontrol dilakukan secara acak tanpa memperhatikan kondisi khusus pada
radiografer dan kontrol. Sampel darah yang diambil sebanyak 3 ml, karena jumlah tersebut telah

2 JIF, 12 (1), Maret 2020, hal. 1–5


Hidayat dkk.: Pengamatan Efek Radiasi Melalui Pembentukan Foci γH2AX pada Sel Limfosit Radiografer
dapat menghasilkan sel limfosit
murni setelah proses isolasi. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacumtainer
yang mengandung lithium heparin sebagai antikoagulan.
2.2 Isolasi Sampel
Sel limfosit diisolasi dengan metode sentrifugasi gradien menggunakan histopague 1077.
Darah diencerkan dengan PBS bebas Ca dan Mg (dPBS) sebanyak 3 ml, histopague diletakkan
diatas permukaan darah, kemudian disentrifugasi pada 1500 rpm selama 30 menit. Lapisan limfosit
yang berada di lapisan tengah diambil kemudian dicuci dengan PBS dan disentrifugasi pada 1000
rpm selama 15 menit, pencucian diulang sebanyak 2 kali. Pelet diresuspensi dengan menambahkan
75 ml RMPI ke dalam tabung.
2.3 Pengamatan Jumlah Foci yH2AX
Pengamatan jumlah foci yH2AX dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Limfosit yang telah diisolasi ditambah medium kultur ditempatkan di atas slide kaca yang
dilengkapi hole. Dibiarkan selama 15 menit untuk membiarkan pengendapan sel limfosit pada
slide kaca.
2. Medium kultur pada slide kaca dibuang dan diganti dengan formal dehid dingin 2% dan
dibiarkan selama 5 menit.
3. Formal dehid diganti dengan triton-X 0,25% dan dibiarkan selama 5 menit.
4. Triton-X dibuang diganti dengan BSA 1% atau FBA dan dibiarkan selama 15 menit. Proses
ini dilakukan selama 3 x 15 menit.
5. Teteskan anti bodi pertama (H2AX dan 53BPI) diletakkan pada ruang gelap selama 45-60
menit.
6. Anti bodi pertama dibuang dan dicuci dengan BSA 1% selama 3 x 15.
7. Teteskan anti bodi kedua (DAPI) dan dibiarkan di ruang gelap selama 45-60 menit.
8. Anti bodi kedua dibuang dan dicuci dengan PBS selama 3 x 15 menit.
9. Slide dikeringkan, ditutup dengan cover glass dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya siap
untuk diamati.
Pengamatan jumlah foci yH2AX dilakukan menggunakan mikroskop flouresen dengan perbesaran
100 kali. Perhitungan foci yH2AX dilakukan dengan cara mencari rata-rata jumlah atau kelompok
foci yH2AX dalam 100 sel. Apabila jumlah foci yH2AX yang dijumpai stabil sampai jumlah 100
sel maka cukup dihitung 50 sel (Cholpon dkk., 2013).

2.4 Perhitungan Jumlah Foci yH2AX


Hasil pengamatan pembentukan foci yH2AX digunakan untuk perhitungan jumlah rata-
rata masing-masing sampel. Perhitungan jumlah rata-rata foci yH2AX dilakukan dengan
Persamaan 1
Jumlah foci vH2AX
Jumlah rata - rata foci yH 2AX =-----------------------------. (1)
50 sel
3. HASIL DAN DISKUSI
3.1 Pembentukan Foci yH2AX
Hasil pengamatan menunjukkan adanya pembentukan foci yH2AX pada radiografer dan
kontrol. Pembentukan foci yH2AX ditandai dengan adanya titik berwarna hijau terang pada sel
limfosit. Hasil pengamatan terhadap sel limfosit radiografer dan kontrol dapat dilihat pada Gambar
1

2 JIF, 12 (1), Maret 2020, hal. 1–5


Hidayat dkk.: Pengamatan Efek Radiasi Melalui Pembentukan Foci γH2AX pada Sel Limfosit Radiografer

(a) (b) (c)

Gambar 1 Pembentukan foci yH2AX pada radiografer dan kontrol (a) Radiografer A; (b) Radiografer B; (c)
Radiografer C; (d) Kontrol A; (e) Kontrol B ; (f) Kontrol C
Gambar 1 menunjukkan adanya pembentukan foci yH2AX pada sel limfosit yang ditandai
dalam lingkaran merah. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa pembentukan foci
yH2AX hanya terjadi pada radiografer B dan kontrol B. Tidak ditemukannya pembentukan foci
yH2AX pada radiografer dan pada kontrol lainnya dapat disebabkan oleh aktivitas perbaikan sel
dalam sistem kekebalan tubuh yang terjadi secara terus menerus. Hasil pengamatan menunjukkan
adanya pembentukan foci yH2AX pada radiografer B sebanyak 2 foci dan pada kontrol B sebanyak
1 foci. Adanya pembentukan
(d) foci yH2AX pada radiografer
(e) B yang lebih tinggi dibandingkan
(f) pada
kontrol B menunjukkan bahwa adanya pengaruh radiasi terhadap kerusakan DNA sel limfosit
khususnya kerusakan DSB.
Proses metabolisme yang dipengaruhi oleh gaya hidup dan kesehatan lingkungan diduga
terkait dengan potensi terbentuknya radikal bebas dalam darah yang juga dapat memicu terjadinya
kerusakan DNA. Adanya pembentukan foci yH2AX pada kontrol B yang merupakan non
radiografer terjadi secara spontan ataupun insidentil sebagai bagian dari proses metabolisme
(Sedelnikova dkk, 2003).
Jumlah foci yH2AX yang teramati pada radiografer dan kontrol digunakan untuk mencari
rata- rata foci yH2AX yang terbentuk dalam 50 sel pengamatan. Akumulasi jumlah rata-rata
pembentukan foci yH2AX pada radiografer dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah foci yH2AX pada radiografer dan kontrol


Jumlah rata-rata Foci yH2AX / 50 sel
Radiografer Kontrol
A 0 A 0
B 0,04 B 0,02
C 0 C 0

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata foci yH2AX pada radiografer B adalah sebesar 0,04.
2 JIF, 12 (1), Maret 2020, hal. 1–5
Hidayat dkk.: Pengamatan Efek Radiasi Melalui Pembentukan Foci γH2AX pada Sel Limfosit Radiografer
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah rata-rata foci yH2AX pada kontrol B yait

2 JIF, 12 (1), Maret 2020, hal. 1–5


Hidayat dkk.: Pengamatan Efek Radiasi Melalui Pembentukan Foci γH2AX pada Sel Limfosit Radiografer
sebesar 0,02. Nilai ini menunjukkan bahwa pembentukan foci yH2AX maksimum terjadi pada
radiografer B, sedangkan pada radiografer dan kontrol lainnya bernilai nol karena tidak adanya
pembentukan foci yH2AX yang terjadi. Perbandingan jumlah foci yH2AX yang terbentuk pada
radiografer dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.

0.05
Jumlah foci

0.04
0.03 0.04
0.02
0.02
0.01
0
Radiografer Kontrol

Gambar 2 Grafik perbandingan jumlah foci pada radiografer dan kontrol


Gambar 2 menunjukkan perbandingan antara jumlah foci yH2AX pada radiografer dan kontrol.
Dari data tersebut diketahui bahwa radiografer mengalami pembentukan foci yH2AX dua kali lebih
tinggi dibandingkan kontrol. Data juga menginformasikan bahwa radiasi memiliki potensi
menimbulkan kerusakan DSB pada DNA.

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiografer berisiko dua kali lebih besar mengalami
kerusakan double strand break (DSB) pada DNA dibandingkan kontrol.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada pihak Rumah Sakit dr. Reksodiwiryo Padang dan PTKMR BATAN
yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, M., Dasar-dasar Proteksi Radiasi (Rineka Cipta, Jakarta, 2000), hal 136-137.
Cholpon, S., Ines, E., Astrid, K., Eike, W., Luitpold, V., Michael, F., dan Bnlent, P., (2013). Radiosensitivity
in breast cancer assessed by the histone y-H2AX and 53BP1 foci. Radiation Oncology, 8:98, 1-12.
Lassmann, M., Hanscheid, H., Gassen, D., Biko, J., Meineke, V., Reiners, C., dan Schertian, H., (2010). In
Vivo Formation of gamma-H2AX and 53BP1 DNA Repair Foci in Blood Cells After Radioiodine
Therapy of Differentiated Thyroid Cancer. JNuclMed, 51, 1318-1325.
Kurnia, I., dan Lusiyanti, Y. “ y-H2AX dan Potensinya untuk Biomarker Prediksi Toksisitas Radiasi pada
Radioterapi”, Prosiding Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan Lingkungan dan
Pengembangan Tenaga Nuklir, (PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-
ITB dan FKM- Universitas Indonesia, Jakarta, 2015), hal 188-194.
Kurnia, I., Kisnanto, T., dan Lusiyanti, Y. “Ekspresi y-H2AX Sebagai Respon Adaptif Sel Limfosit
Penduduk Desa Takandean Daerah dengan Radiasi Alam Tinggi”, Prosiding Pertemuan dan
Presentasi Ilmiah, (FMIPA UNS, Surakarta, 2016), hal 92-96.
Kurnia, I., Lusiyanti, Y., dan Rahajeng, N. “Expression of y-H2AX in Nuclear Medicine and Cath Lab as
Medical Radiation Workers”, The Proceedings Books of The 8th Annual Basic Science
International Conference, (Universitas Brawijaya, Malang, 2018), hal 357-362.
Sedelnikova, O., Pilch, D., Redon, C., dan Bonner, W., Histone H2AX in DNA Damage and Repair. Cancer
Biology and Therapy, 2:3, 233-235 (2003)

2 JIF, 12 (1), Maret 2020, hal. 1–5

Anda mungkin juga menyukai