Disusun oleh :
Syukur Ahadi (11180380000009)
A. Latar Belakang
Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Tapi, tidak semua orang
yang mempelajari tasawuf paham dengan tarekat. Banyak orang yang
memandang tarekat sebagai ajaran di luar ajaran Islam. Padahal tarekat
merupakan pelaksanaan dari peraturan-peraturan syari’at Islam yang
sah. Namun, perlu adanya kehati-hatian untuk untuk memahami tarekat,
karena ada banyak tarekat yang dikembangkan dengan ajaran-ajaran
yang menyeleweng dari ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah latar belakang macam-macam Thoriqoh ?
2. Bagaimana sejarah berkembangnya macam-macam Thoriqoh
?
3. Siapa pendiri dari masing-masing Thoriqoh ?
C. Tujuan Rumusan
1. Untuk mengetahui sejarah latar belakang berdirinya macam-
macam Thoriqoh
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan macam-macam
Thoriqoh di dunia
3. Untuk mengetahui masing-masing pendiri Thoriqoh
BAB II
PEMBAHASAN
TOKOH-TOKOH dan SEJARAH THARIQAH
1. Thariqah Qadariyah
Tharekat yang didirikan oleh Wali Agung Syaikh ‘Abdul Qadir al-
Jailani. Nama lengkapnya Sayid Abu Muhammad ‘Abdul Qadir al-
Jailani’ putra dari Abu Shaleh Musa Jangki Dausat bin Abdullah.
Ayahnya merupakan keturunan Imam Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan
bin Ali bin Abu Thalib yang juga putra Fathimah az-Zahra binti
Rasulullah.
Pada saat pertama memasuki Irak, ia bertemu dengan Nabi Khidir AS.
Namun, ia tidak mengenalinya. Lalu Nabi Khidir AS menyuruhnya
seupaya tidak melanggar perintahnya. Nabi Khidir berkata ”Duduklah di
sini dan jangan tinggalkan tempat dudukmu sampai aku suruh”. Lalu ia
duduk di tempat tersebut selama 3 tahun lamanya. Setiap tahun Nabi
Khidir AS mendatanginya dan memberikan perintah yang sama.
Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani berguru tarekat pada Aba Sa’id al-
Mubarak dari Abu Hasan al-Hakkari dari Abu al-Farah ath Thurtusi dari
Abdul Wahid at-Tamimi dari Abu Bakar asy-Syibli dari Imam Abu Al-
Qasim al-Junaid al-Baghdadi dari Imam as-Sari as-Saqathi dari Imam
Ma’ruf al-Karkhi dari Sayyid Ali bin ar-Ridha dari ayahnya Sayyid
Ja’far ash-Shadiq dari ayahnnya Sayyid Muhammad al-Baqir dari
ayahnya Sayyid Ali Zainal Abidin dari ayahnya Sayyid Husain dari
ayahnya Sayyidina Ali Bin Abu Thalib k.w. dari Rasulullah SAW.
Syaih Abdul Qadir al-Jailani berkata, “pada suatu hari aku melihat
seberkas cahaya yang sangat terang yang yang meninari penjuru langit.
Cahaya itu kemudian berubah bentuknya lalu berseru kepadakau,
‘Wahai ‘Abdul Qadir, aku ini adalah tuhanmu. Sungguh aku halalkan
barang-barang yang haram untukmu’.”
“Maka aku katakan, ‘Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan
yang terkutuk. Celakalah engkau, wahai yang terlaknat’. Tiba-tiba
cahaya itu menghilang lalu berubah menjadi asap, lalu menjerit seraya
berkata, ‘Wahai ‘Abdul Qadir, engkau telah selamat dari godaanku
sebab ilmu akidah dan ilmu syariahmu. Sebelumnya, aku telah
menyesatkan 70 orang dengan cara seperti ini’.”
1. Orang-orang yang tidak punya hati dan lidah. Mereka ini ialah
masyarakat yang tidak peduli dengan kebenaran dan keutamaan, hanya
tunduk pada indra fisik.
2. Orang yang punya lidah tapi tidak berhati. Ialah mereka yang
menganjurkan kebaikan tapi mereka sendiri tidak berbuat demikian.
4. Orang yang memiliki hati dan juga lidah. Ialah mereka yang
mendapatkan pengetahuan sejati. Mereka ini adalah kelompok tertinggi
setelah kelompok para Nabi.[1]
Syaikh Abdul Qadir wafat pada tanggal 11 Rabiuts Tsani tahun 561
Hijriyah pada usia 91 tahun dan di kebumikan di Baghdad. Makamnya
banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai pelosok negri.[2]
2. Thariqah Syadzaliyah
Tarekat yang pendirinya dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan ‘Ali asy-
Syadzilli al-Hasni. Asy-Syadzli merupakan keturunan dari Rasulullah
SAW dari jalur Hasan bin Ali bin Abu Thalib. Nama lengkapnya adalah
Imam Abul Hasan ‘Ali asy-Syadzili putra dari ‘Abdullah putra ‘Abdul
Jabbar bin Tammim bin Humuz bin Hatim bin Qudai bin Yusuf bin
Yusya bin Wird bin Abi Baththal’ Ali bin Ahmad bin Muhammad bin
‘Isa bin Idris bin’Umar bin Idris Ibnu Abdillah bin Hasan al-Mutsanna
bin Sayyid Hasan as-Sibthi bin’Ali bin Abi Thalib k.w. Ibnu Fathimah
binti Rasulullah SAW.
Imam asy-Syadzili memiliki sanad lain yaitu dari Abdus Salam bin
Masyisy dari Abdurrahman al-Madani az-Zayyat dari Syuaib Abu
Madyan dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dari Sa’id al-Mubarak dari
Hasan ali dari Yusuf dari Abu Faraj ath-Thurthusi dari Abu al-Fadhal
Abdul Wahab at-Tamimi dari Abi Jahdar asy-Syibili dari Abu Qasim al-
Junaid al-Bagdadi sampai ke Rasulullah SAW.
3. Thariqah Naqsyabandiyah
Setelah bayi yang dimaksudkan dilahirkan dan berusia tiga hari, Syaikh
as-Sammasi melewati desa itu seperti biasa. Lalu kembali berkata pada
muridnya, “Bau seorang wali yang telah aku ceritakan, sekarang ini
semakin semerbak.”
Tak lama setelah itu, si bayi oleh kakeknya dibawa ke rumah syaikh as-
Sammasi. Ketika melihat bayi tersebut, syaikh as-Sammasi spontan
berterian gembira seraya menoleh kepada muridnya, “Ini anakku’.
Inilah wali yang selama ini aku cium banunya. Insya Allah tidak lama
lagi ia akan menjadi panutan banyak orang.”
Kemudian Syaikh as-sammasi menemui Sayyid Amir Kulal untuk
menyerahkan pendidikan “anaknya” itu. didiklah dengan sebaik-
baiknya. Jangan sampai engkau teledor, aku tak akan rela untuk selama-
lamanya.” Lalu Sayid Amir Kulal berdiri dan berkata, ”Aku akan
melaksanakan perintahmu. Insya Allah aku tidak akan teledor dalam
mendidiknya.”
Lalu Syaikh ala uddin al-Aththar keluar dan melihat ke atas langit.
Tiba-tiba tersingkaplah hijab alam langit sehingga Syaikh Ala Uddin al-
Aththar dapat melihat seluruh malaikat di langit tengah melaksanakan
shalat Dhuhur, lalu Syaikh Ala Uddin al-Aththar masuk dan langsung
ditanya oleh Syaikh an_Naqsyabandi, “Bagaimana pendapatmu,
bukankah waktu dhuhur tiba?”
Syaikh ala uddin al-Aththar malu dibuatnya dan membaca istigfar dan
sampai beberapa hari merasa masih terbebani dengan kejadian tersebut.
Syaikh Ala uddin al-Aththar berkata, “ketika Syaikh an-Naqsyabandi
akan meninggal, aku dan yang hadir pada saat itu membaca surah Yasin.
Ketika bacaan surah Yasin sampai di tengah-tengah, tiba-tiba tampak
seberkas cahaya terang yang menyinari seisi ruangan. Maka aku
membaca kalimat La ilaha ila Allah, lalu Syaikh an-Naqsyabandi
wafat.”
4. Thariqah Samaniyah
Tarekat yang pendiriannya dinisbatkan kepada Syaikh Muhammad bin
Abdul Karim as-Sammani al-Madani. Di lahirkan di Madani pada tahun
1132 Hijriyah dari keluarga Quraisy. Di kalangan murid-muridnya,
lebih dikenal dengan sebutan as-Sammani.
5. Thariqah Tijaniyah
At-Tijani dilahirkan di desa ‘Ainu Madhi’ pada tahun 1150 H. pada usia
7 tahun telah hafal Al-Qur’an dengan baik atas bimbingan seorang guru
bernama Muhammad bin Hamawi. Kemudian mempelajari berbagai
disiplin ilmu agama sampai di setiap bidangnya. Kemudian, at-Tijani
mempelajari kitab Mukhtashar karya Syaikh al-Khalil, kitab ar-Risalah
dan kitab Muqaddimah karya Ibnu Rusyd juga kitab Muqaddimah karya
al-Akhdhari kepada Syaikh Ibnu Bu’afiyah.
Setibanya di kota Fez, at-Tijani bertemu dan berguru kepada Sayid Abu
Muhammad ath-Thayib (al-wani). Selain itu juga berguru kepada wali
quthub bernama Ahmad ash-Shaqali dan Muhammad al-wanjali yang
terkenal sebagai seorang waliyullah yang memiliki pandangan batin
yang sangat tajam. Ketika at-Tijani baru pertama kali bertemu, al-
Wanjali langsung berkata, “Wahai Ahmad at-Tijani, engkau pasti bisa
mencapai maqam Imam asy-Syadzili.” Lalu al-Wanjali menyampaikan
apa yang tersirat dalam hatinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSAKA
[2]. Kh. Muntasyar Hasyim, dkk. Manaqib Para Pendiri T hariqah al-
Mu’tabarah. Sidogiri: Penerbit Cipta Pusaka, 2007.