Anda di halaman 1dari 26

BAB VI

PARAGRAF DALAM BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan
Paragraf merupakan karangan mini karena sesungguhnya segala
sesuatu yang lazim terdapat di dalam karangan atau tulisan, sesuai dengan
prinsip dan cara kerja sebuag tulisan di dalamnya ada paragraf. Panjang
pendeknya sebuah tulisan dapat kita lihat dari jumlah paragraf yang
dituliskan.
Paragraf yang baik mengandung satu ide pokok atau satu ide utama.
Posisi ide utama di dalam sebuah paragraf dapat secara jelas dituliskan
penulis di awal paragraf, di akhir paragraf atau ada di awal dan di akhir
paragraf. Penempatan ide pokok akan menentukan jenis paragraf yang ditulis
penulis.

2. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti mateni ini praja dapat mengetahui dan memahami
ihwal tentang paragraf.

3. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah membaca modul ini praja dapat:
a. menjelaskan pengertian paragraf;
b. menjelaskan perbedaan kalimat utama dan kalimat penjelas di dalam
sebuah paragraf;
c. menjelaskan unsur-unsur pengait paragraf;
d. menjelaskan prinsip kohesip dan koherensip dalam paragraf;
e. menjelaskan jenis dan cara pengembangan paragraf.
f. menuliskan contoh paragraf dilihat dari jenis dan cara
pengembangannya.
4. Kegiatan Belajar
4.1 Pengertian Paragraf
Paragraf sesungguhnya merupakan sebuah karangan mini, karena
sesungguhnya segala sesuatu yang lazim rerdapat di dalam karangan atau
tulisan, sesuai dengan prinsip dalam sebuah paragraf. Menurut Rahardi
(2002: 102) menyatakan bahwa yang dikatakan paragraf adalah satuan
bahasa tulis yang terdiri dan beberapa kalimar. Kalimat-kalimat di dalam
paragraf itu harus disusun secara runtut dan sistematis, sehingga dapat
dijelaskan hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat lainnya dan
merupakan satu kesatuan yang padu dan utuh.
Pengertian di atas menyiratkan bahwa sebuah paragraf itu harus
mengandung pertalian yang logis antarkalimatnya. Tidak ada satu pun
kalimat di dalam sebuah paragraf yang tidak bertautan, apalagi tidak
bertautan dengan ide pokoknya. Ide pokok dalam sebuah paragraf
sesungguhnya merupakan sebuah keharusan. Sama halnya dengan sebuah
kalimat yang dituntut memiliki pesan pokok yang harus disampaikan, sebuah
paragraf juga mutlak harus memiliki ide utama atau pikiran pokok. Tanpa ide
pokok, sebuah kumpulan kalimat bukan sebuah paragraf.
Pertautan yang terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang lainnya itu
mengandaikan terjadinya kepaduan dan kesatuan unsur-unsur yang
membangun paragraf itu. Itulah kenapa dipersyaratkan bahwa paragraf itu
harus merupakan untaian kalimat-kalimat yang sistematis susunannya, utuh
dan padu pertautan malcna dan bentuknya. Pemahaman yang berbeda ihwal
paragraf menegaskan bahwa untaian kalimat-kalimat yang membentuk
paragraf itu harus dapat digunakan untuk mengungkapkan pikiran-pikiran
atau ide-ide yang jelas. Pikiran atau ide yang diungkapkan tersebut terdiri
dan pikiran utama sebagai pengendalinya dan pikiran-pikiran penjelas
sebagai penopangnya.
Sebuah paragraf harus mengemban ide pokok atau ide utama. Tanpa
ide pokok atau ide utama yang jelas demikian itu, sebuah paragraf pasti tidak
akan memiliki kendali. Ide utama paragraf harus ditempatkan pada posisi
yang jelas, sehingga pengembangan terhadap ide utama itu akan mudah
dilakukan. Penempatan ide utama yang jelas tersebut sekaligus juga akan
menentukan jenis tulisan atau karangan yang akan diemban oleh paragraf
itu. Maksudnya, apakah tulisan itu sebuah deskripsi, sebuah argumentasi,
sebuah narasi, sebuah eksposisi, sesungguhnya dapat dilihat dari
keberadaan dan penempatan ide pokok paragraf tersebut.
Contoh:

Sampah selamanya selalu memusingkan. Berkali-kali masalahnya


diseminarkan dan berkali-kali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun,
keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki tetap menjadikan sampah sebagai
masalah yang pelik. Pada waktu seminar-seminar itu berlangsung,
penimbunan sampah terus terjadi, Hal ini mengundang keprihatinan kita
karena masalah sampah banyak sedikitnya mempunyai kaitan dengan
masalah pencemaran akhir, dan pengolahan sampah itu belum dapat
dilaksanakan dengan baik, selama itu pula smpah menjadi masalah.

(Dikutif dari Buku Cermat Berbahasa Indonesia E.Zainal Arifin, 1999:86).

4.2 Ide Utama dan Kalimat Utama Paragraf


Paragraf yang baik mutlak memiliki ide utama atau ide pokok. Ide
pokok atau ide utama pada sebuah paragraf inilah yang akan menentukan
wujud dari paragraf itu. Di dalam sebuah paragraf tidak mungkin terdapat
lebih dan satu ide pokok atau ide utama. Bahkan paragraf yang tidak memiliki
ide pokok sesungguhnya tidak dapat dianggap sebagai paragraf. Bentuk
kebahasaan itu hanya merupakan untaian yang konstruksi atau bentuknya
menyerupai paragraf.
Lazimnya, sebuah gagasan utama atau pikiran utama atau ide pokok
sebuah paragraf dikemas dalam sebuah kalimat. Kalimat yang mengandung
ide pokok atau ide utama atau pikiran utama paragraf itulah yang disebut
dengan kalimat utama atau kalimat pokok. Jadi, kalimat utama atau kalimat
pokok paragraf itu harus berisi ide utama dari paragraf yang bersangkutan.
Berdasarkan posisinya di dalam sebuah paragraf kalimat pokok atau
kalimat utama itu dapat berada pada posisi yang berbeda-beda. Perbedaan
tempat atau posisi bagi sebuah kalimat utama demikian mi akan menentukan
pula alur pikiran yang harus diterapkan. Alur yang satu bisa bersifat deduktif,
alur yang lainnya bisa bersifat abduktif, dan alur yang lainnya lagi dapat
bersifat induktif.

A. Kalimat Utama di Awal Paragraf


Kemungkinan posisi kalimat utama yang pertama adalah di awal
kalimat. Dengan kalimat utama yang ada di awal paragraf demikian itu,
perincian dan jabaran bagi kalimat utama tersebut akan menyertainya pada
kalimat-kalimat yang berikutnya. Biasanya kalimat-kalimat yang menyertai
kalimat utama yang berada di awal paragraf itu akan berupa perincian-
perincian, contoh-contoh, keterangan-keterangan, deskripsi dan/atau analisis.
Alur pikiran yang lazim diterapkan dalam paragraf dengan kalimat
utama yang berada di awal paragraf demikian mi adalah alur pikir deduktif
Jadi, pemaparan itu dimulai dan hal-hal yang sifatnya umum, kemudian
disertai dengan jabaranjabaran yang sifatnya khusus. Jadi, penalaran
deduktif berkaitan dengan penyusunan paragraf demikian mi adalah
penalaran dengan model umum-khusus. Maksudnya, kita berangkat dan
sesuatu yang sifatnya sangat umum dulu, lalu diteruskan dengan perincian-
perincian yang sifatnya khusus dan mendetail.

Contoh:
Nilai uang rupiah semakin melemah terhadap nilai uang dolar.
Posisi rupiah pada Rp 13.667,00. Hal ini berdampak kepada harga bahan
pokok yang merangkak naik. Sekarang harga beras saja Rp 11.500,00 per
kilogram yang berkategori bagus. Gula pasir melonjak dari Rp 6.600,00
menjadi Rp 12.000,00 per kilogram. Selanjutnya harga gas yang 3 kilogram
dari Rp 18.000,00 menjadi Rp 22.000,00 per tabung.

B. Kalimat Utama di Akhir Paragraf


Kalimat pokok yang tempatnya di akhir paragraf terlebih dahulu diawali
dengan kalimat-kalimat penjelas. Kalimat-kalimat penjelas iru dapat berupa
perincian-perincian, analisis dan deskripsi, contoh-contoh, dan sejumlah
pemaparan serta argumentasi. Pada akhir paragraf semua yang telah
disajikan di dalam bagian awal hingga pertengahan paragraf itu kemudian
disimpulkan di akhir paragraf. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa
kalimat topik yang berada di akhir paragraf itu fiingsinya yang paling utama
adalah untuk menyimpulkan. Kesimpulan demikian itu lazimnya berupa
sebuah generalisasi yang merupakan intisari dan paparan-paparan dan
perincian-perincian yang sudah disampaikan sebelumnya. Alur pikir demikian
adalah alur pikir induktif. Kalau Anda mencermati sebuah bangunan karya
ilmiah akademik, hampir semuanya sesungguhnya relatif setia dengan alur
induktif.
Contoh:
Memberikan keteladanan kepada anak didik merupakan tugas
seorang guru. Hal ini tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik.
Guru menjadi ujung tombak keberhasilan pendidikan. Banyaknya tawuran,
siswa kurang disiplin, dan merosotnya nilai hasil ujian nasional itu juga tidak
terlepas dari perjuangan guru. Dengan demikian, berhasil tidaknya
pendidikan baik hasil dalam bentuk pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap, itu semua merupakan cerminan kinerja seorang guru.
C. Kalimat Utama di Awal dan di Akhir Paragraf
Terhadap penamaan yang demikian i, saya selalu konsisten, juga di
dalam bukubuku saya yang lain yang berbicara ihwal paragraf, saya tidak
pernah mengakui adanya paragraf yang berkalimat utama ganda demikian in
Jadi, paragraf utama dalam sebuab paragraf itu tidak mungkin terdiri lebih
dan satu buah. Saya meyakini sepenuhnya bahwa kalimat utama yang
banyak dianggap muncul di dua tempat itu, kalimat keduanya hanya
merupakan pengulangan dan yang pertama.
Dengan pengulangan demikian mu, maka kalimat utama paragraf itu
menjadi lebih jelas. Bilamana dikaitkan dengan alur pikir, paragraf yang
kalimat utamanya terletak di awal disebut sebagai deduktif, kalimat utama
yang terletak di akhir paragraf disebut sebagai induktif. Paragraf yang kalimat
utamanya di awal dan di akhir paragraf demikian ini disebut sebagai paragraf
yang beralur pikir campuran.
Contoh:
Koperasi menjadi lembaga penopang aktivitas perekonomian
masyarakat. Lembaga tersebut misalnya Koperasi Unit Desa (KUD). Kini
lembaga ini semakin tergeser oleh merebaknya Koperasi Simpan Pinjam
(Kosipa) sebagai kedok praktik rentenir. Masyarakat cenderung meminjam
uang kepada Kosipa walaupun bunganya sangat tinggi daripada ke KUD.
Hal ini patut kita tertibkan lagi keberadaan KUD bagi masyarakat. Benahi lagi
Manajemennya. Jadi, jalaslah bahwa masyarakat sangat mendambakan
KUD hidup lagi di masyarakat, agar mereka tidak terjerat utang dengan
bunga yang sangat tinggi karena KUD adalah lembaga ekonimi yang
harus di ke depankan prinsip dari rakyat dan untuk rakyat.

D. Kalimat Penjelas
Unsur penting kedua dalam sebuah paragraf adalah unsur kalimat
penjelas (support sentences). Kalimat penjelas yaitu kalimat yang memiliki
tugas menjelaskan dan menjabarkan lebih lanjut ide pokok dan kalimat utama
yang terdapat dalam paragraf. Kalimat penjelas yang benar dan baik
sesungguhnya akan menjadi penentu pokok dan benar-benar baik dan
tuntasnya paragraf tersebut. Panjang dan/atau jumlah kalimat penjelas dalam
sebuah paragraf tidak ada ukuran yang pasti. Tuntas dan tidak tuntasnya
penjabaran kalimat utama ke dalam kalimat-kalimat penjelas pada sebuah
paragraf sama sekali tidak dapat ditentukan dan diukur dari panjang-
pendeknya paragraf, tetapi bagaimana ide pokok dari kalimat utama
paragraf itu dijabarkan secara jelas dan terinci.

1. Kalimat Penjelas Mayor


Kalimat penjelas mayor (major support sentence) adalah kalimat
penjelas yang utama. Kalimat penjelas yang utama itu bertugas menjelaskan
secara langsung ide pokok dan kalimat utama yang terdapat di dalam
paragraf. Jadi, hubungan antara kalimat utama dan kalimat penjelas utama di
dalam sebuah paragraf itu bersifat langsung. Kalimat penjelas mayor itu
kemudian dijabarkan Iebih lanjut dengan kalimatkalimat penjelas yang
sifatnya minor atau tidak utama.
Contoh:
.............................

2. Kalimat Penjelas Minor


Kalimat penjelas minor karena kalimat penjelas itu tidak secara
Iangsung menjelaskan ide pokok dan kalimat utama paragraf. Akan tetapi,
kalimat penjelas minor demikian itu menjelaskan kalimat penjelas mayor
tertentu secara langsung. Jadi, sebuah kalimat penjelas minor yang telah
menjelaskan secara Iangsung kalimat penjelas utama tertentu tidak serta-
merta dapat digunakan untuk menjelaskan kalimat penjelas utama yang
lainnya. Panjang-pendeknya sebuah paragraf sesungguhnya dapat diperiksa
dan terjabar atau tidaknya kalimat penjelas utama itu ke dalam kalimat
penjelas yang sifatnya tidak utama.
Contoh:
.............................................................

E. Unsur-unsur Pengait Paragraf


Selain kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf, maka syarat lainya
yaitu unsur pengait paragraf yang memiliki hubungan secara rasional antara
yang satu dan lainnya sangat dibutuhkan, sehingga kalimat-kalimat di dalam
paragraf itu dapat dibangun secara satu dan padu melalui penataan peranti
konjungsi dan kata ganti. Adapun yang dimaksud dengan konjungsi atau kata
penghubung adalah kata yag bertugas menghubungkan atau
menyambungkan ide atau pikiran yang ada dalam sebuah kalimat dengan ide
atau pikiran pada kalimat yang lainnya.
Konjungsi atau kata penghubung itu dapat dibedakan menjadi
bermacammacam, ada yang letaknya antarkalimat, ada pula yang letaknya
intrakalimat. Konjungsi antarkalimat di dalam sebuah paragraf bertugas untuk
menyambungkan atau menghubungkan ide antara kalimat yang satu dan
lainnya. Kata penghubung seperti ‘sebelumnya’ atau ‘selanjutnya’ atau
‘setelah kita’ atau ‘berikutnya’ jelas sekali dapat digunakan dalam posisi
antarkalimat.
Konjungsi yang dapat diperankan sebagai kata-kata pengait paragraf
itu jumlah dan macamnya sangat banyak dan dapat dibedakan seperti
berikut.

1. Pengait berupa Konjungsi Intrakalimat


Konjungsi intrakalimat pada kalimat-kalimat sebuah paragraf dapat
menandai atau mengaitkan hubungan-hubungan berikut mi.
a. Hubungan aditif (penjumlahan): dan, bersama, serta
b. Hubungan adversatif (pertentangan): tetapi, tapi, melainkan
c. Hubungan alternatif (pemilihan): atau, ataukah
d. Hubungan sebab: sebab, karena, lantaran, gara-gara
e. Hubungan akibat: hasilnya, akibatnya, akibat
f. Hubungan tujuan: untuk, demi, agar, biar, supaya
g. Hubungan syarat: asalkan, jika, kal,au, jikalau
h. Hubungan waktu: sejak, sedari, ketika, sewaktu, waktu, saat, tatkala,
selagi, selama, seraya, setelah, sesudah, seusai, begitu, hingga
i. Hubungan konsesif: sungguhpun, biarpun, meskipun, walaupun,
sekalipun, kendatipun, betapapun
j. Hubungan cara: tanpa, dengan
k. Hubungan kenyataan: babwa
l. Hubungan ala: dengan, tidak dengan, memakai, menggunakan,
mengenakan, memerantikan
m. Hubungan ekuatif (perbandingan positif, perbandingan menyamakan):
sebanyak, seluas, selebar, sekaya
n. Hubungan komparatif (perbandingan negatif, perbandingan
membedakan): lebih dan, kurang dan, lebih sedikit dan pada, lebih
banyak daripada
o. Hubungan hasil: sampai, sehingga, maka, sampai-sampai
p. Hubungan atributif restriktif (hubungan menerangkan yang mewatasi):
yang
q. Hubungan atributif tak restriktif (hubungan menerangkan tidak mewatasi):
yang (biasanya diawali dengan tanda koma)
r. Hubungan andaian: andaikata, seandainya, andaikan, kalau saja, jika
saja, jikalau, jika, bilamana, apabila, dalam hal, jangan-jangan, kalau-
kalau
s. Hubungan optatif (harapan): mudah-mudahan, moga-moga, semoga,
agar.
2. Pengait berupa Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimak harus secara tegas dibedakan dan konjungsi
intrakalimar. Di dalam konjungsi intrakalimat terdapat konjungsi koordinatif
dan konjungsi subordinatif seperti yang sudah dijelaskan terperinci pada
bagian di depan mdi. Konjungsi intrakalimar beroperasi di dalam tataran
kalimat itu. Nah, berbeda dengan semuanya itu, konjungsi antarkalimat
beropenasi pada tataran yang berada di luar kalimat itu sendini.
Dengan demikian harus dikatakan bahwa yang dihubungkan atau
dikaitkan itu adalah ide atau pikiran yag berada di dalam kalimat itu dengan
ide atau pikiran yang berada di luar kalimat tersebut. Karena konjungsi
tersebut menghubungkan antara ide yang ada dalam sebuah kalimat dan ide
yang berada di dalam kalimat yang lain, konjugsi demikian itu disebut
sebagai konjungsi antarkalimat.
Adapun konjungsi antarkalimat yang mengemban hubungan-hubungan
makna tertentu tersebut adalah sebagai berikut: ‘biarpun demikian’, ‘biarpun
begitu’, ‘sekalipun demikian’, ‘sekalipun begitu’, ‘walaupun demikian’,
‘walaupun begitu’, ‘meskipun demikian’, ‘meskipun begitu’, ‘sungguhpun
demikian’, ‘sungguhpun begitu’, ‘kemudian’, ‘sesudah itu’, ‘setelah itu’,
‘selanjutnya’, ‘tambahan pula’, ‘lagi pula’, ‘selain itu’, ‘sebaliknya’,
‘sesungguhnya’, ‘bahwasanya’, ‘malahan’, ‘malah’, ‘bahkan’, ‘akan tetapi’,
‘namun’, ‘kecuali itu’, ‘dengan demikian’, ‘oleh karena itu’, ‘oleh sebab itu’,
‘sebelum itu’.
Lebih lanjut dapat ditegaskan bahwa konjungsi-konjungsi yang
disebutkan didepan itu dapat menandai hubungan-hubungan makna berikut.
a. Hubungan makna pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat
sebelumnya:
b. biarpun begit’u, biarpun dernikian, sekalipun demikian, seka1zun begins,
walaupun dernikian, walaupun begins, rneskipun demikian, meskipun
begins, sungguhpun demikian, sungguhpun begins, narnun, akan tetapi.
c. Hubungan makna kelanjutan dan kalimat yang dinyatakan pada kalimat
sebelumnya: kern udian, sesudah ins, setelah ins, selanjutnya.
d. Hubungan makna bahwa terdapat peristiwa, hal, keadaan di luar dan
yang dinyatakan sebelumnya: tambahan pula, lagi pula, se/am ins.
e. Hubungan makna kebalikan dan yang dinyatakan pada kalimat
sebelumnya: sebaliknya, berbeda dangan, kebalikannya.
f. Hubungan makna kenyataan yang sesungguhnya: sesungguhnya,
bahwasanya, sebenarnya.
g. Hubungan makna yang menguatkan keadaan yang disampaikan
sebelumnya: malah, malahan, bahkan.
h. Hubungan makna yang menyatakan keeksklusifan dan keinklusifan:
kecuali ins.
i. Hubungan makna yang menyatakan konsekuensi: dengan demikian.
j. Hubungan makna yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang
dinyatakan sebelumnya: sebelum ins.

3. Pengait berupa Konjungsi Korelatif


Konjungsi korelatif terdiri atas dua unsur yang dipakai berpasangan.
Bentuk betpasangan demikian itu bersifat idiomatis, jadi tidak bisa
dimodifikasi dengan begitu saja. Adapun contoh konjungsi korelatif tersebut
adalah sebagai berikut: antana... dan, dan. . hingga, dan.. sampai dengan,
dan. sampai ke, dan. sarnpai, dan.. . . ke, baik. . maupun, tidak hanya. . .
tetapijuga, bukan hanya. . . . melainkanjuga, demikian.
sehingga, sedernikian rupa. . . sehingga, apakah. . . atau, entah. . . entah,
jangankan. . .pun.

4. Pengait berupa Preposisi


Preposisi atau kata depan dapat dikatakan sebagai kelas kata dalam
sebuah bahasa yang sifatnya tertutup. Dikatakan tertutup karena jumlahnya
terbatas dan tidak berkembang seperti kelas-kelas kata yang
lainnya.Berbeda dengan konjungsi yang Iazimnya diikuti oleh klausa,
preposisi atau kata depan selalu diikuti oleh kata atau frasa. Preposisi atau
kata depan itu juga menandai hubungan makna antara kata atau frasa yang
mengikutinya, dengan kata atau frasa lain yang ada di dalam kalimat itu.
Dengan demikian, hubungan makna demikian itu perlu pula dicermati dan
diperhatikan dalam kerangka penyusunan paragraf yang efektif.
Berikut hubungan-hubungan makna yang dinyatakan oleh preposisi atau
kata depan.
a. Hubungan makna keberadaan: di, pada, di dalam, di atas, di tengah, di
bawah, di luar, di sebelah, di samping.
b. Hubungan makna asal: dan, dan dalam, dan luar, dan atas, dan bawab,
dari samping, dari belakang, dari muka.
c. Hubungan makna arah: ke, menuju, ke dalam, ke luar, ke samping, ke
atas, kemuka, kepada.
d. Hubungan makna alat: dengan, tanpa dengan.
e. Hubungan makna kepesertaan: dengan, bersama.
f. Hubungan makna cara: secara, dengan.
g. Hubungan makna peruntukan: untuk, bagi, demi.
h. Hubungan makna sebab atau alasan: karena, sebab.
i. Hubungan makna perbandingan: daripada, ketimbang.
j. Hubungan makna pelaku perbuatan atau agentif: oleh.
k. Hubungan makna barns: hingga, sampai.
l. Hubungan makna perihwalan: tentang, mengenai, perihal, ihwal

5. Pengait dengan Teknik Pengacuan


Selain konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat serta
preposisi atau kata depan, yang masing-masing juga menandai hubungan
makna tertentu, teknik-teknik pengacuan tertentu juga dapat digunakan
sebagai peranti pengait. Pengacuan-pengacuan termaksud dapat bersifat
endoforis, tetapi juga dapat bersifat eksoforis. Pengacuan endoforis
menunjuk pada bentuk kebahasaan yang berada di luar kalimat itu,
sedangkan pengacuan eksoforis menunjuk pada bentuk yang berada di luar
kebahasaan.
Jadi, yang disebut teralthir mi hams dikairkan dengan konteks luar
kebahasaannya. Berikut mi pengacuan-pengacuan yang bersifat endoforis itu
disampaikan satu demi satu.
a. Hubungan pengacuan dengan kata ‘itu’
b. Hubungan pengacuan dengan kata ‘begitu’
c. Hubungan pengacuan dengan ‘begini itu’
d. Hubungan pengacuan dengan ‘demikian itu’
e. Hubungan pengacuan dengan ‘tersebut’
f. £ Hubungan pengacuan dengan ‘tersebut itu’
g. Hubungan pengacuan dengan pronomina ‘-nya

6. Pengait yang Memerantikan Kalimat


Unsur-unsur pengait di dalam paragraf rernyata tidak hanya berupa
kata dan frasa seperti yang sebagian terbesar sudah disampaikan di bagian
depan. Adakalanya pula, unsur pengait itu berupa kalimat. Nah, kalimat
demikian itu Iazimnya terdapat di awal paragraf yang di dalam karangan
berfungsi untuk menuntun kalimat-kalimat yang akan hadir selanjutnya.
Kalimat yang menuntun itu juga berkaitan dengan kalimat-kalimat yang ada
pada paragraf sebelumnya.
Setelah Anda memahami pelbagai macam unsur pengait di dalam
paragraf, berikut mi disampaikan cuplikan karangan ilmiah yang saya buat
sendiri. Periksalah dengan cermat apakah unsur-unsur pengait yang
bermacam-macam di atas itu dapat ditemukan di dalam cuplikan teks
tersebut. Datalah kata-kata atau frasa apa dan kalimat apa sajakah yang
berfungsi sebagai unsur pengait paragraf tersebut.

Contoh:
Tanggal 25 November selalu diperingati sebagat han guru Mum lama
in guru guru Indonesia ;uga bersama sama mempenngau momentum yang
penting itu, kendatipun hanya secara seremonial semata Maksudnya,
peringatan yang hanya dilakukan dengan begitu-begitu sa yang hanya sarat
dengan dimensi-dimensi seremoni namun miskin sekali clengan dintensi
dtmensi refleksi Agaknya fiikta sosial pendidikan demikian tnilah yang selalu
berulang terja& dalam negeri ml, yang dilakukan masyarakat bangsa mi
Malta lewat tuhsan yang cukup smngkat ml—kebetulan yang mnenulls dan
yang mengajak merenung dan berefleksi juga guru—, kin semua pam guru
baca pula para dosen dia;ak untuk kembab merenung dan bereflehi Juga hal
mm kiranya sangat penting untuk menutup per;alanan tahun 2006 tahun yang
menurut catatan paling dommnan terjadt undak-tmdak kekerasan terhadap
anak-anak Pantas kiranya kalau kin para guru dan/atau pan dosen mau
bersama nina bereuicksi utuk berancang ancang berbenah din Sungguhkah
kita-kita in! para guru memang sudah berperan dan berfungsi sebagar sosok
guru guru dan sosok dosen dosen yang sejati> Isulah yang digunakan
penulis dalam edisi Educare yang terbit sebelum mi adalah ‘guru gaul sejati’.
Sudahkah para guru dan para dosen Indonesia, hingga setakar mi memang
sudah menjadi guru-guru dan dosen-dosen yang suka bergaul dan gemar
bergelur secara inrelektuaP Sudahkah kna-kita tnt sungguh rerbuka secara
akademik, sungguh terbuka secara ilmiah, sehingga upaya-upaya perbaikan
dan penycmpurnaan terhadap proksm guru dan/atau dosen dengan suka rela
dan dengan penuli rasa bangga serra dengan penuh rasa tanggung jawab
kita jalani dengan sepenuh hati.

(Diambil dan harps pnbadz dalism Majalah Educate edur tahun 2007—
2009 dsterbztkan datum hub Melawan dengan Elegan 2009 disiur di sing
semata-mata untuk kepentingan zimsab akademis)

F. Prinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf


Paragraf yang baik harus memenuhi beberapa syarat di antaranya
adalah syarat kepaduan bentuk dan syarat kepaduan makna. Paragraf yang
baik adalah paragraf yang semua unsur kebahasaannya menjamin kepaduan
bentuk bagi keberadaan paragrafitu. Kalimat-Icalimat dan unsur-unsur
kebahasaan lainnya menjamin lceberadaan paragraf itu. Unsur-unsur pengait
paragraf, berikut aneka macam model penunjukan hubungan makna
sebagaimana disebutkan di bagian depan, semuanya akan bermanfaat bagi
upaya menjamin kepaduan bentuk paragraf.
Adapun kepaduan makna di dalam sebuah paragraf ditunjukkan
dengan kehadiran ide atau pikiran yang sam dan yang tidak terpecah-pecah
di dalam paragraf Ku. Kalau di dalam kepaduan bentuk paragraf
dipersyaratkan tidak adanya kalimat dan unsur kebahasaan lain yang
sumbang, yang tidak mendukung keberadaan paragraf Ku, sebaliknya di
dalam kepaduan makna paragraf dipersyaratkan tidak boleh adanya ide atau
pikiran yang terpecah atau terbelah.
Jadi, ide pokok di dalam sebuah paragraf itu tidak boleh lebih dan satu
dan ide pokok yang hanya satu tersebut harus dijabarkan secara terperinci
hingga menjadi benar-benar tuntas dalam satu paragraf. Berkaitan dengan
semuanya itu, prinsip-prinsip berikut mi perlu sekali dicermari dan
diperhatikan untuk membangun konstruksi paragraf yang padu baik bentuk
maupun maknanya.

1. Prinsip Kesatuan Pikiran


Di depan sudah disampaikan bahwa di dalam sebuah paragraf harus
terdapat prinsip kesatuan ide atau pikiran. Di dalam sebuah paragraf tidak
dimungkinkan terdapat lebih dan satu ide atau pikiran. Pikiran atau ide yang
hanya ada saw tersebut selanjutnya harus dijabarkan dengan secara
terperinci, dengan secara jelas, dengan secara tuntas lewat kaliman-kalimat
penjelas di dalam paragraf itu. Kalimat penjelas tersebut mencakup baik yang
sifatnya mayor maupun yang sifatnya minor.
Bahkan bilamana masih dimungkinkan untuk dijabarkan lebih lanjut,
kalimat penjelas yang sifatnya minor tersebut masih dapat dijabarkan lagi
menjadi kaliman-kalimat penjelas yang sifatnya sub-minor (minor-minor
sentence). Masih dalam kerangka menjamin kepaduan makna paragraf
seperti yang disebutkan di depan, ide atau pikiran yang nelah dijabarkan ke
dalam kalimat-kalimat penjelas baik yang sifatnya mayor, minor, maupun
sub-minor seperti di atas mu, di akhir paragraf masih dimungkinkan pula
disajikan satu kalimat penegas. Harus dicatat di sini bahwa kalimat penegas
pada akhir paragraf itu bukanlah ide atau pikiran pokok yang hadir ganda
dengan yang nelah muncul sebelumnya. Kalimat penegas pada akhir
paragraf itu, semana-mata berfungsi sebagai peranti untuk menjamin agar
kepaduan makna paragraf dapat terwujud.
Jadi, pninsip kepaduan kesatuan ide atau kesatuan pikiran mi menjadi
sangat penting unnuk menjadikan konstruksi paragraf yang benar-benar
efeknif dan padu makna. Berkaitan dengan hal ini mohon dicermati cuplikan
paragraf berikut ini.
Contoh:
...........................

2. Prinsip Ketuntasan Pemaparan


Ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf harus diuraikan secara
tuntas. Adapun yang dimaksud dengan tuntas adalah bahwa di belakang ide
atau pikiran pokok yang sedang dijabarkan tersebut, tidak ada lagi sisa-sisa
atau serpihan-serpihan ide atau pikiran yang belum terjabarkan. Ketika
kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf sedang menerangkan segala sisi
dan dimensi dan ide atau pikiran pokok in, biarkan terus proses penjelasan
atau pemaparan itu terjadi. Jangan pernah berhenti memaparkan ide pokok,
bahan dan segala sudut dan dimensinya, sebelum penjabaran itu benar-
benar selesai atau tuntas.
Maka, panjang pendeknya sebuah paragraf tidak dapat digunakan
sebagai acuan sudah tuntas atau belum tuntasnya sebuah penjabaran ide
pokok. Bisa jadi paragraf yang dan dimensi kuantitas kalimatnya tidak
banyak, tetapi dan dimensi ketuntasan penjabarannya sudah dapat dikatakan
baik. Bisa jadi pula paragraf yang tampaknya panjang, bahkan sangat
panjang, malahan tidak tuntas menjelaskan segala sisi dan sudut ide atau
pikiran pokok itu.
Jadi, paragraf yang baik adalah paragraf yang benar-benar tuntas dan
dimensi penjabaran atau pemaparan ide pokoknya. Kalimat utama sudah
dijabarkan secara terperinci dalam kalimat penjelas mayor dan kalimat
penjelas mayor sudah diperinci lebih lanjur ke dalam kalimat-Icalimat
penjelas minor. Pada akhirnya, kalimat penegas masih dinyatakan di akhir
paragraf untuk menjamin bahwa pemaparan yang baik dan terurai itu ditutup
dengan kalimat penegas. Jika konstruksi paragraf demikian mi yang
dilakukan oleh seorang penulis, saya berani menegaskan bahwa paragraf
demikian inilah paragraf yang memiliki ciri ketuntasan tinggi.
Pada bagian berikut mi, Anda akan disuguhi sebuah bangun paragraf
yang cukup panjang. Tugas Anda adalah mencermati apakah kalimat-kalimat
yang ada benar-benar sudah memerankan ftingsi menjelaskan dan
memaparkan ide atau pikiran pokok itu dengan benar-benar tuntas.
Contoh:
Waktu-waktu Iota ml selalu saja bergulir dan berganti Akan tetapi
kenapa kisah ktsah yang ditmnggalkan belum juga beranjak pergi Kisah itu
bak selalu sama berulang-ulang terus sampai kapan tidak niengerti. Sejumlah
bencana menghantam dan mendera kim. Prahara dan bencana terus
mengguncang bangsa kim, hingga kim kehabisan nyali untuk bertahan
darinya. Ketika hujan belum datang path bulan-bulan silam, musibah
kekeringan terjadi di manamaria. Aneka penyakit yang dipicu kehadiran
musim kening yang berkepanjangan bertebaran di mana-mana. Banyak
warga bangsa menderita, bahkan sejumlah nyawa terenggut olehnya. Akan
tetapi serelah musim hujan benar-benar tiba, bencana banjir dan tanah
longsor datang dengan mengharu-biru dan menghantam keras wilayah
negeri kita dengan serta-merta. Akibat dan semuanya kit tentu saja
penderitaan, kesengsaraan, kedukaan, dan kesulitan-kesulitan hidup yang
dirasakan sebagian warga masyarakar bangsa kin Barangkalt milah situasi
krisis yang dirasakan terberat masa kim yang path akhir abad ke 19 memang
pernah diprediksikan Rnnggowarsko, pujangga besar keraton Surakarta,
sebagai Zaman Kalabendu. Maksudnya, zaman ketika aneka bencana dan
prahara seperti gempa, gunung meletus, lumpur, banjir, kekerasan,
kekacauan, dan kelaparan terus datang mendera bangsa.

(Diambil dan cuplikan artikel Rahardi yang belum sempat diterbitkan di


media; diterbitkan di Melawan dengan Elegan 2009, disitir di sini
semata-mata untuk kepentingan ilmiah akademis)

3. Prinsip Keruntutan
Dengan prinsip keruntutan dimaksudkan, kalimat-kalimat di dalam
sebuah paragraf itu disusun secara urut. Adapun yang dimaksud adalah
bahwa jabaran ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf itu tidak
melompat-lompat. Dalam bahasa Jawanya, ‘tidak belenjat-belenjat’, jadi
harus benar-benar tertata dengan urut. Keurutan atau keruntutan demikian mi
mengandaikan ada prinsip urutan tertentu yang memang diikuti oleh seorang
penulis paragraf.
Jadi, keruntutan itu sesungguhnya tidak dapat dijelaskan dan alur pikir.
Bilamana alur pikir itu bersifat umum-khusus, maka konsistenlah dalam
menyusun kalimatkalimat yang ada, mulai dan dimensi-dimensi yang besar,
ke dimensi yang lebih kecil, ke dimensi yang lebih kecil lagi, ke dimensi yang
paling kecil. Bentuk yang paling kecil demikian inilah yang lazim kita sebut
sebagai bentuk yang paling terjabar dalam alur pikiran umum-khusus.
Sebaliknya jika pemaparan itu harus setia dengan alur pikir khusus-umum,
maka penjabaran harus dimulai dengan hal-hal yang sangat terperinci,
menuju ke dimensi yang sedikit lebih besar, menuju ke dirnensi yang lebih
besar lagi, dan akhirnya berhenti pada dimensi yang paling besar.
Dimensi yang paling besar inilah yang dimaksud dengan dimensi yang
paling umum dalam sebuah paragraf. Bila suatu saat alur kesejarahan atau
kediakronisan harus diikuti oleh seorang penulis, maka silakan ditentukan
dimensi waktunya dengan cermat, apakah akan dimulai dan yang paling baru
menuju yang paling lama, ataukah sebaliknya dan yang paling lama ke dalam
yang terbaru. Bilamana seorang penulis paragraf harus memberikan
deskripsi atau pemerian dan sebuah objek, tentukanlah dimensi tertentu yang
dapat Anda gunakan untuk memulai pemenian Anda itu. Apakah harus
dimulai dan dimensi depan lalu secana urut berjalan ke belakang, ataukah
dan samping kanan, terus beranjak ke samping kin, dan seterusnya.
Jadi, cara-cara yang disampaikan di depan akan sangat diperlukan
dalam menjamin keruntutan atau keurutan panagraf. Coba ikuni prinsip di
atas itu ketika Anda harus menulis sebuah paragraf, atau bisa juga beberapa
paragraf. Jangan pernah menulis paragraf dengan dimensi yang tidak jelas.
Demikian pula, Anda harus selalu menulis panagraf dengan alur pikiran yang
runtun dan terurai jelas.
Contoh:
.............................

G. Jenis dan Cara Pengembangan Paragraf


Pemahaman Anda ihwal penulisan paragraf yang telah disampaikan di
depan tadi akan sangat bermanfaat sebagai bekal untuk beranjak menuju
tataran tulisan yang lebih besar. Lazimnya dipahami bahwa tataran setelah
paragraf itu adalah tataran wacana. flan tetapi, ada pula sejumlah pakar yang
beranggapan bahwa paragraf itu adalah tataran kebahasaan yang paling
akhir.
Tidak penn Anda terlalu direpotkan oleh dikotomi yang disampaikan di
depan itu. Biarlah itu menjadi urusan para ahli bahasa yang memang dalam
kesehariannya harus senantiasa berkutat dengan segala hal-ihwal yang
berdekatan dengan kontroversi dan problematika kebahasaan itu.
1. Jenis Paragraf
Paragraf dalam sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga jenis,
yakni paragraf pembuka, paragrafpengembang, dan paragrafpenutup.
Karangan atau tulisan minimal dalam bidang apa pun, hampir selalu memiliki
konstruksi tiga paragrafdemikian mi. Dalam konteks surat-menyurat atau
korespondensi, prinsip tiga paragraf demikian mi juga berlaku. Sebuah surat
akan dikatakan baik bila memiliki kualifilcasi yang baik pada tiga jenis
paragraf seperti yang disebutkan di depan itu.\

b. Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti
atau esensi pokok beserta seluruh jabarannya dan sebuah karya tulis
itu sendiri. Dengan paragraf pengantar, para pembaca budiman
sesungguhnya dibawa dan diarahkan untuk dapat masuk ke dalam
paragraf-paragraf pengembang mi. Ukuran dan paragraf pengembang
tidak pernah ditentukan dalam sebuah karya ilmiah. Banyak sedikitnya
paragraf sesungguhnya tidak dapat digunakan sebagai parameter baik
atau tidaknya paragraf pengembang dan sebuah karya ilmiah. Bisa jadi,
paragraf pengembang yang berpanjang-panjang sama sekali tidak dapat
menyampaikan esensi dan karangan atau tulisan itu.
Demikian sebaliknya, paragraf pengembangan yang hanya
pendek saja tidak dapat digunakan sebagai peranti dan justifikasi untuk
mengatakan bahwa paragraf pengembang itu tidak balk. Jadi, yang
menjadi parameter atau ukuran itu adalah ketuntasan dan pemaparan
atau penguraian tema karangan dan kalimat tesis yang ada dalam
karangan atau tulisan itu. Nah, sekarang cermatilah cuplikan karangan
ilmiah berikut mi. Knitisilah apakah paragraf-paragraf pengembang itu
sudah dapat dikatakan tuntas menggambarkan irma karangan dan
kalimat tesis bagi karangan itu. Bilamana belum, silakan dibenahi dan
diberikan justifikasi seperlunya.
Dengan cara demikian, dipastikan Anda akan menjadi orang-
orang yang kritis mencermati dan menyikapi sebuah karya ilmiah.
Dan, yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa rusak berat dan sakk
parahnya korpus-korpus edukasi 1w meruak dengan demikian merata,
balk pada tataran edukasi formal, edukasi nonformal, maupun edukasi
informal. Dalarn wadah edukasi formal, kerusakan 1w terjadi secara
beruntun dan berantai, serba bertali-temali, mulai dan tingkatan edukasi
terdasar hingga tingkatan edukasi terdnggi. Komersialisasi edukasi dan
komersialisasi di dalam cara-cara menyelenggarakan edukasi sudah
menjadi denilkian hebat merebak dengan rupa-rupa dalih yang sudah
tidak mungkin terperikan lagi.
Contoh:
Bagaimana rnungkin seorang guru di sekolah dasar, —dan juga
di sekolah-sekolah menengah—, utamanya yang berada dalam kota-
kota besar, akan bersikap dan berlaku objektif dalam memberikan
penilaian kepada murid-munidnya di sekolali kalau dia sendiri justru
mendorong anak-anak didiknya, atau malahan ‘meagharuskan’ bahkan
‘mewajibkan’ anak-anak didiknya sendiri mengikuti pelajaran tambahan
atau les-les pelajaran yang diadakan di luar jam-jam sekolah, entah
yang dilakukan secara pribadi di rumah niaupun yang dilakukan secara
kdembagaan lewat lembaga-lembaga pendidikan non-formal dengan
guru yang bersangkutan sebagai mentornya.
Dalam tataran pendidikian informal yang semestinya terjadi
secara optimal dalam lingkup keluarga dan masyarakat, kerusakan yang
amat parah semakin dipicu oleh gaya-gaya hidup serbatinggi yang
justru diciptakan sendiri oleh keluarga-keluarga di zaman global dan era
mondialisasi mi. Gaya-gaya hidup dan sebagian terbesar keluarga yang
sudah tidak lagi mengindahkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kejujuran, ketulusan, kehematan, kesederhanaan, kesahajaan telah
sungguh memicu orang-orang untuk menjadi klan konsumeristik, klan
borjuistik dalam setiap langkah hidupnya.
Coba cermati saja bagaimana gaya-gaya hidup konsumeristik dan
bozEjuistik mengantarkan anak-anak kecil mereka dan pan remaja di
nimah, yang semesninya harus banyak dibimbing, dibina, dan
didampingi oleh orang ma, justru ditinggal pergi keluar rumah bahkan
hingga sepanjang had. Entah karena mereka mencani penghasilan
tambahan, ann mungkin bahkan mencari penghasilan pokok, entah
karena kegiatan-kegiatan sosial, atau bahkan mungkin juga lantaran
kegiatan sosial-keagamaan yang berlebihan.
Maka, anak-ának kecil zaman sekarang mi menjadi lebih dekat
dengan pesawat-pesawat televisi, lebih erat derigan aneka permainan
dan games di dalam komputer, lebih lekat dengan aneka hiburan yang
ada di dalam Internet atau dunia maya. Anak-anak zaman sekarang
terasa sangat sulk untuk diajak ke luar rumah guna bersosialisasi dan
bemain-main dengan reman- reman sejawat mereka. Danipada bermain
dengan anak-anak terangga yang tinggal di rumah sebelah, anak-anak
zaman sekarang cenderung lebih sub memillh untuk wrap di rumah dan
menonton film film kartun yang disajikan secara berulang-ulang hingga
sangat rnemenatkan di layar-layar televisi
Katakan saja mulal dad film kartun Sponge &b, Doraemon, Dora the
Explorer, Scooby Doo, Rurats, dan semacamnya. Padahal, film-film
tersebut kebanyakan berasal dad bagian dunia di belahan yang lain dan
negeri kita mi. Artinya, sudah barang tentu secara sosiokultural dan
sosioedukasi tidak pasti mendukung dan bersesuaian dengan tan cara
dan budaya masyarakat bangsa in’. Anak-anak remaja juga sudah
disuguhi film-film remaja balk di televisi maupun di bioskop yang relatif
dapat mengganggu konsentrasi belajar mereka.
Wakw-waktu efektif yang sesungguhnya dapat merelca gunakan
untuk mengulang kembali pelajaran dan sekolah dan unwk
mempersiapkan din di kemudian han mereka berangkat ke sekolah
hams disita waktu mereka oleh acara-acara yang dikemas dengan amat
menanik di layar-layar kaca dan layar-layar lebar. Dan yang lebih panah
lagi, kadangkala onang-orang tua justru ikut hanyut menikmati sajian-
sajian di televisi, yang sesungguhnya justru perlu mereka sikapi dengan
amat tepat dan superbijaksana itu.

C. Paragraf Penutup
Paragraf penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau
karangan. Semua karangan pasti diakhini dengan paragraf penurup
untuk menjamin bahwa permasalahan yang dipampangkan pada awal
paragraf karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di dalam
paragraf-paragraf pengembang, dan disimpulkan atau ditegaskan
kembali di dalam paragraf penutup.
Jadi, isi paragraf penutup itu dapat berupa simpulan atau
penegasan kembali pemaparan yang telab disajikan sebelumnya. Atau,
adakalanya pula sebuah paragraf penutup berisi rangkuman dan
perincian-perincian jabaran yang telah dilakukan sebelumnya di dalam
bagian isi karangan atau tulisan.
Selain itu, paragraf penutup dalam karangan ilmiah juga bertugas
untuk meninggalkan ba}ian-bahan perenungan yang bisa disajikan di
dalam bentuk kalimat tanya reflektif dan retoris. Bukanlah maksud dan
pertanyaan itu untuk mengundang jawaban yang baru di dalam paragraf
itu, tetapi dengan pertanyaan itu, segala persoalan dan jawaban yang
telah disampaikan di dalam tulisan atau karangan itu dipersilakan untuk
dibatinkan di kedalaman had para pembaca budiman.
Contoh:
........................................

2. Pengembangan Paragraf
Paragraf harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau
pengarang dengan variatif. Sebuah karangan ilmiah bisa mengambil salah
satu model pengembangan atau bisa pula mengombinasikan beberapa
model sekaligus. Berikut mi setiap model pengembangan paragraf itu akan
dipaparkan maksudnya. Pahamilah saw demi satu dengan balk supaya
sebagai penulis atau pengarang, Anda akan dapat melakukannya dengan
balk pula.

a. Pengembangan Alamiah
Pengembangan paragraf yang berciri alamiah didasarkan pada fakta
spasial dan kronologi. Jadi, pengembangan itu harus setia pada urutan
tempat, yakni dan titik tertentu menuju titik yang tertentu pula dalam sebuah
dimensi deskripsi. Adapun yang dimaksud dengan setia pada urutan waktu
adalah bahwa pengembangan itu harus bermula dan titik waktu tertentu dan
benkembang terus sampai pada titik waktu yang selanjutnya. Deskripsi objek
tertentu, deskripsi data, dongeng, atau narasi yang lainnya, mengadopsi
model pengembangan alamiah yang demikian mi.

b. Pengembangan Deduksi-Induksi
Pengembangan paragraf dengan model deduksi dimulai dan sesuatu
gagasan yang sifatnya umum dan diikuti dengan perincian-penincian yang
sifatnya khusus dan terpeninci. Sebaliknya yang dimaksud dengan
pengembangan paragraf dalam model induksi adalah pengembangan yang
dimulai dan hal-hal yang sifatnya khusus, mendetail, terpeninci, menuju ke
hal-hal yang sifatnya umum. Jadi, model-model pengembangan paragraf
yang diseburkan renakhir mi sejalan dengan alur berpikir yang pernah
disampaikan pada bab-bab tendahulu, yakni berpikir dalam kerangka
deduktif, induktif, maupun abduktif.

c. Pengembangan Analogi
Pengembangan panagraf secara analogis lazimnya dimulai dan
sesuatu yang sifatnya umum, sesuatu yang banyak dikenal oleh publik,
sesuatu yang banyak dipahami kebenarannya oleh orang dengan sesuatu
yang masih baru, sesuatu yang belum banyak dipahami publik. Dengan cana
analogi yang demikian itu diharapkan orang akan menjadi lebih mudah dalam
memahami dan menangkap maksud dan sesuatu yang hendak disampaikan
dalam paragraf itu. Jadi, tujuan dan analogi itu sesungguhnya adalah untuk
memudahkan pemahaman pembaca, sehingga sesuatu yang masih kabur,
masih saman-samar, bahkan mungkin sesuatu yang sangat sulk, bisa
menjadi lebih mudah ditangkap dan gampang dipahami.

d. Pengembangan Klasifikasi
Paragraf yang dikembangkan dengan mengikuti pninsip klasifikasi juga
akan dapat memudahkan pembaca dalam memahami isinya. Dengan cara
kiasifikasi 1w, maka tipe-tipe yang sifatnya khusus atau spesifik akan dapat
ditemukan. Sesuatu yang sifatnya kolosal, sangat besar, sangat umum akan
bisa sangat sulk untuk dapat dipahami oleh pembaca jika tidak ditipekan atau
dikiasifikasikan terlebih dahulu. Nah, paragraf yang dikembangkan dengan
cara yang demikian mi akan sangat memudahkan pembaca karena kelas-
kelasnya jelas, tipe-tipenya juga sangat jelas. Pengkelasan atau penipean itu
dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, mungkin berdasarkan
kesarnaaan karakternya, kesamaan bentuknya, kesamaan ciri dan sifatnya,
dan selanjutnya.

e. Pengembangan Komparatif dan Kontrastif


Sebuah paragraf dalam karangan ilmiah juga dapat dikembangkan
dengan cara diperbandingkan dimensi-dimensi kesamaannya. Kesamaaan
itu bisa cirinya, karakternya, tujuannya, bentuknya, dan seterusnya. Nah,
pembandingan yang dilakukan dengan cara mencermati dimensi-dimensi
kesamaannya untuk mengembangkan paragraf yang demikian mi dapat
disebut dengan model pengembangan komparatif. Sebaliknya, perbandingan
yang dilakukan dengan cara mencermati dimensi-dimensi perbedaannya
dapat disebut dengan perbandingan kontrastif.

f. Pengembangan Sebab-Akibat
Sebuah paragraf dapat dikembangkan dengan model sebab-akibat
atau sebaliknya akibat-sebab. Pengembangan paragraf dengan cara
demikian mi juga lazim disebut sebagai pengembangan yang sifatnya
rasional. Dikatakan sebagai pengembangan yang sifatnya rasional karena
lazirnnya orang berpikir berawal dan sebab-sebab dan bermuara pada
akibat-akibat. Atau sebaliknya dapat juga pengembangan itu berangkat dan
akibat-akibat terlebih dahulu, kemudian beranjak masuk pada sebab-
sebabnya. Karya-karya ilmiah sangat lazim menggunakan model
pengembangan paragraf yang diseburkan terakhir mi.

g. Pengembaugan Klimaks-Antiklimaks
Paragraf dapat dikembangkan pula dan puncak-puncak penistiwa
yang sifatnya kecilkecil dan beranjak terus maju ke dalam puncak penistiwa
yang paling besar atau paling optimal, kemudian berhenti di puncak yang
paling optimal tersebut. Akan tetapi, ada pula paragraf yang
pengembangannya masih diteruskan ke dalam tahapan penyelesaian yang
selanjutnya, yakni antildimaks. Model pengembangan paragraf yang
disebutkan rerakhir mi tidak sangat lazim ditemukan di dalam karya ilmiah.
Kebanyakan narasi atau cerita serta dongeng-dongeng pengantar tidur
menerapkan model pengembangan paragraf yang demikian mi.

Tes Formatif
Kunci Jawaban Tes Formatif
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai