Anda di halaman 1dari 1

WP dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan, dalam

surat pernyataan sepanjang Direktorat Jendral Pajak (DJP) belum menemukan data
atau informasi mengenai harta yang dimaksud mulai 1 januari hingga 30 Juni 2022.

Harta bersih tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang dikenai PPh yang
bersifat final dan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

Tarif yang berlaku dalam program ini dibagi menjadi dua kebijakan. Pertama,
subjek wajib pajak orang pribadi dan badan peserta program pengampunan pajak
dengan basis aset per Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti
program ini.

Tarif PPh final tersebut akan dikenakan 11% untuk deklarasi luar negeri (LN), 8% untuk
aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri (DN), serta 6% untuk aset luar negeri
repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara 
(SBN) atau hirilisasi atau renewable energy.

Kedua, subjek wajib pajak orang pribadi dengan basis aset perolehan 2016 sampai 2020
yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. Selain itu akan juga dikenakan tariff
PPh Final 18% untuk deklarasi, 14% untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang
diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara  (SBN) atau hirilisasi atau renewable
energy.

Selanjutnya, setelah wajib pajak memperoleh surat keterangan, DJP tidak akan
menerbitkan surat ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan mulai Tahun Pajak 2016
sampai dengan Tahun Pajak 2020.

Program pengungkapan sukarela pajak ini diharapkan dapat  memberikan kemudahan


dan kebebasan kepada WP untuk memilih tarif maupun prosedur yang digunakan dalam
mengungkapkan harta yang belum dilaporkannya secara sukarela.

“Dengan adanya UU HPP, maka kita ingin terus meningkatkan sukarela kepatuhan wajib
pajak,” kata Neilmaldrin. 

Selanjutnya: Pemerintah potong sanksi bagi pelanggar pajak dalam


UU HPP

Anda mungkin juga menyukai