Indonesia adalah negara berpenduduk majemuk dari segi bangsa, budaya, dan agama.
Penduduk yang terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia ini
menganut agama dan kepercayaan yang berbeda beda. Karena itu diperlukan kearifan dan
kedewasaan di kalangan umat beragama untuk memelihara keseimbangan. Negara Indonesia
menjalankan kehidupan bernegara yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa, yang
menjadikan keputusan untuk negara diambil dengan dasar ketuhanan dan tetap
memperhatikan norma negara.
Ada juga permasalahan yang dialami manusia di era digital. Hilangnya rasa
nasionalisme, menguatnya ekslusifitas dalam beragama, keterasingan rasa persaudaraan,
terancamnya kemajemukan, dan kemanusiaan reduksi dalam mekanis teknologi. Salah satu
contoh untuk mengatasinya adalah dengan pluralism di Indonesia dengan tahapan awal
membutuhkan politik dari penguasa yang membumi. Lalu membuat multikulturar menjadi
sebuah kebijakan hidup, mendorong dialog antar agama dan komunikasi antar iman, dan
memperluas pandangan inklusif dari visi religius kaum beragama agar pergaulan agama dapat
meredam kekerasan pada umat beragama.
Mengaktualisasi pandasila pada kebijakan public juga bisa dlakukan dengan memberi
Pendidikan nilai dalam keluarga, membuat konten positif jiwa berkemajuan di dunia maya.
Mengarus utamakan Pancasila sebagai gugus insting yang mempengaruhi cara memproses
pikiran dalam kehidupan bernegara. Dan mengutamakan nilai keluarga dalam media.
Moderasi Beragama Dalam Konteks Indonesia
Islam diharapkan dapat mendapat moderasi dengan jumlah penganut terbesar didunia,
dan penganut di Indonesia lebih banyak dari timur tengah. Hal ini belum bisa karena umat di
Indonesia mengalami inferiority syndrome, tidak seperti model keagamaan di negara lain.
Maka dari itu kita haru percaya diri dalam mempromosikan corak keberagamaan yang
moderat. Moderasi beragama mengalammi masalah dalam prosesnya, seperti gejala patologis
yang menganggap buatan dalam negeri salalu lebih rendah dari barang impor, temasuk
pemahaman agama, ideologi, dan budaya. Umat beragama mengalami myopia yang
menganggap unsur budaya dan agama sama, dan pemahaman teks suci yang hanya
mereplikasi tanpa proses adaptasi konteks ruang dan waktu.