Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan

1. Definisi
Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “puer” yaitu berarti bayi dan “parous”
yang berarti melahirkan. Masa nifas (puerperium) adalah masa yang
dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil (susanto, 2018). Masa nifas
(puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan
6 minggu atau 42 hari setelah itu (susanto, 2018).
2. Tahapan post partum
Menurut Sri Astuti (2015) periode masa nifas dibagi menjadi 3 tahap :
a. Puerperium Dini (Immediate Postpartum) : 0 – 24 jam postpartum.
Yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.
Perdarahan merupakan masalah terbanyak pada masa ini. Kepulihan
dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan
aktivitas layaknya wanita normal lainnya. Dalam agama islam
dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium Intermediate (Early Postpartum) : 1 – 7 hari postpartum
Yaitu masa dimana involusi uterus harus dipastikan dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapat nutrisi dan cairan, ibu dapat menyusui
dengan 10 baik. Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya sekitar 6- 8 minggu.
c. Puerperium Remote (Late Postpartum) : 1 - 6 minggu postpartum
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
Masa dimana perawatan dan pemeriksaan kondisi sehari-hari, serta
konseling KB. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,
bulanan, tahunan
3. Adaptasi Fisiologi
1. Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum
a. Sistem Reproduksi
1. Involusio Uteri Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran
dan kondisi normal setelah kelahiran bayi.(Bobak,
Lowdermilk, dan Jensen, 2005). Involusio terjadi karena
masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang
berlebihan dibuang. Involusio disebabkan oleh proses autolysis,
dimana zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan
kemudian dibuang sebagai air kencing. Tinggi fundus uteri
menurut masa involusio. Involusi Tinggi fundus uteri Berat
uterus Bayi lahir Plasenta lahir 1 minggu 2 minggu 6 minggu 8
minggu Setinggi pusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat
simpisis Tidak teraba diatas simpisis Bertambah kecil Sebesar
normal 1000 gram 750 gram 500 gram 350 gram 50 gram 30
gram Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut
masa involusi ( Saleha, Sitti, 2009 )
2. Involusio Tempat Plasenta Pada pemulaan nifas, bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat
oleh trombus. Biasanya luka yang demikian, sembuh dengan
menjadi parut. Hal ini disebabkan karena dilepaskan dari dasar
dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah pemukaan
luka. Rasa sakit yang disebut after pains ( meriang atau mules-
mules ) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung 3-4
hari pasca persalinan.( Cunningham, F Gary, Dkk, 2005 )
3. Lochea Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa
nifas. Lochia dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
a. Lochea rubra/cruenta Berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo,
dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea sanguinolenta Berwarna merah dan kuning berisi
darah dan lendir,yang keluar pada hari ke – 3 sampai ke-7
pasca persalinan.
c. Lochea serosa Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari
lochia rubra. Lochia ini berbentuk serum dan berwarna
merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak
berdarah lagi pada hari ke -7 sampai hari ke-14 pasca
persalinan.
d. Lochea alba Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama
makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2
minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih
berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel
desidua.
e. Lochea purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk.
f. Locheastatis Lochea tidak lancar keluarnya.
4. Serviks Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga
seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya
lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi
lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui
1 jari.
5. Vagina dan perineum Vagina dan lubang vagina pada
permulaan puerpurium merupakan suatu saluran yang luas
berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang,
tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara.
Rugae ( lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan ) timbul kembali
pada minggu ketiga. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan
dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin
ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala
janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan
baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada perineum
terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul
bawah dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan
lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah penjahitan dan
perawatan dengan baik.
b. Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon
yang berperan dalam proses tersebut.
1. Oksitosin Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu
uterus kembali ke bentuk normal.
2. Prolaktin Menurunnya kadar estrogen menimbulkan
terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk
mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada
wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan
pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya, tingkat
sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak
yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi.
3. Estrogen dan progesteron Selama hamil volume darah normal
meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antidiuretik yang mengikatkan volume
darah. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh
darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal,
usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta
vagina.
c. Sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak
berubah sama sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan
darah sistolik 20 mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut
dengan hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi
kardiovaskuler terhadap penurunan resistensi di daerah panggul.
d. Sistem Urinaria Selama proses persalinan, kandung kemih
mengalami trauma yang dapat mengakibatkan udema dan
menurunnya sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini
menyebabkan, tekanan yang berlebihan dan kekosongan kandung
kemih yang tidak tuntas, hal ini bisa mengakibatkan terjadinya
infeksi. Biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil sampai 2
hari post partum.
e. Sistem Gastrointestinal Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah
melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat melahirkan
alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon
menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu
persalinan, kurang makan, haemoroid, dan laserasi jalan lahir.
f. Sistem Muskuloskeletal
1. Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi dini
untuk mempercepat involusio rahim.
2. Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan yang
mengakibatkan berkurangnya tonus otot, yang tampak pada
masa post partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan
kendor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut
distensi recti abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding
abdomen bila ibu telentang. Latihan yang ringan seperti senam
nifas akan membantu penyembuhan alamiah dan kembalinya
otot pada kondisi normal.
g. Sistem kelenjar mamae
1. Laktasi Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum,
cairan yang disekresi payudara selama lima hari pertama
setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.
2. Kolostrum Dibanding dengan susu matur yang akhirnya
disekresi oleh payudara, kolostrum mengandung lebih banyak
protein, yang sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak
mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian
kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang
disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap
merupakan sel-sel epitel yang telah mengalami degenerasi
lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai fagosit mononuclear
yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum
bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan bertahap
menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan dalam
kolostrum. Kandungan immunoglobulin A mungkin
memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi
enterik. Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya, juga
immunoglobulin - immunoglobulin, terdapat di dalam
kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen
komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase,
dan lisozim.
3. Air susu Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air
dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan laktosa
bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotik. Protein
utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam retikulum
endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino esensial
berasal dari darah, dan asam- asam amino non-esensial
sebagian berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar
mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein-protein
unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara
aktif disekresi ke dalam air susu. Perubahan besar yang terjadi
30-40 jam post partum antara lain peninggian mendadak
konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa didalam sel-
sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh lactose sintetase.
Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulai ibu dan mungkin
disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam urin kecuali kalau
digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian
glikosuria. Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari
glukosa. Butirbutir lemak disekresi dengan proses semacam
apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu
manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-
masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada
ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan
vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir
ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada
neonatus. Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah
besi. Tetapi, besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih
baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu
tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu.
Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium,
yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, F Gary, Dkk,
2005)
h. Sistem Integumen Penurunan melanin setelah persalinan
menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
Hiperpigmentasi pada aerola mammae dan linea nigra mungkin
menghilang sempurna sesudah melahirkan.
4. Adaptasi Psikologi
Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase Taking In (Fase mengambil) / ketergantungan Fase ini dapat
terjadi pada hari pertama sampai kedua post partum. Ibu sangat
tergantung pada orang lain, adanya tuntutan akan kebutuhan makan
dan tidur, ibu sangat membutuhkan perlindungan dan kenyamanan.
b. Fase Taking Hold / ketergantungan mandiri Fase ini terjadi pada hari
ketiga sampai hari ke sepuluh post partum, secara bertahap tenaga ibu
mulai meningkat dan merasa nyaman, ibu sudah mulai mandiri namun
masih memerlukan bantuan, ibu sudah mulai memperlihatkan
perawatan diri dan keinginan untuk belajar merawat bayinya.
c. Fase Letting Go / kemandirian Fase ini terjadi pada hari ke sepuluh
post partum, ibu sudah mampu merawat diri sendiri, ibu mulai sibuk
dengan tanggung jawabnya.
5. Pathway
6. Komplikasi
a. Perdarahan Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa
24 jam setelah anak lahir menurut Eny dan Diah (2009). perdarahan dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat antonia uteri,
retensio plaseta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan involusio uteri
2. Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam. Penyebab
perdarahan sekunder adalah sub involusio uteri, retensio sisa plasenta, infeksi
postpartum.
Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum,
vagina serviks, forniks dan rahim. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak apabila tidak segera diatasi (Cunningham, 2006). Menurut
Prawirohardjo (2006) robekan jalan lahir atau ruptur perineum sekitar klitoris
dan uretra dapat menimbulkan perdarahan hebat dan mungkin sangat sulit
untuk diperbaiki. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan
jika mengenai arteri atau vena yang besar, episitomi luas, ada penundaan
antara episitomi dan persalinan, atau ada penundaan antara persalinan dan
perbaikan episitomi (Cunningham, 2005).
b. Infeksi Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia setelah
persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC atau lebih
selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24
jam pertama. Infeksi postpartum mencakup semua peradangan yang disebabkan
oleh masuk kuman-kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu
persalinan dan postpartum (Mitayani, 2011).
Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak steril, luka
robekan jalan lahir, perdarahan, preeklamsia, dan kebersihan daerah perineum
yang kurang terjaga. Infeksi masa postpartum dapat terjadi karena beberapa faktor
pemungkin, antara lain pengetahuan yang kurang, gizi, pendidikan, dan usia.
1. Pengetahuan Menurut ambarwati (2010), pengetahuan adalah segala apa yang
diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia.
Pengalaman yang didapat dapat berasal dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman yang didapat dari orang lain.
2. Pendidikan Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi
pengetahuan ibu karena ibu yang mempunyai latar belakang Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta pendidikan lebih rendah akan sulit untuk menerima
masukan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2012)
3. Usia Usia berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang terjadi
pada orang tua sering tidak sebaik pada orang yang muda. Hal ini disebabkan
suplai darah yang kurang baik, status nutrisi yang kurang atau adanya penyakit
penyerta seperti diabetes melitus. Sehingga penyembuhan luka lebih cepat
terjadi pada usia muda dari pada usia tua (Suherni, 2009).
4. Gizi Proses fisiologi penyembuhan luka perineum bergantung pada
tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik
zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino
yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan
untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid
pada penyembuhan luka (Cuningham, 2006).
7. Data Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan
cateter atau dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim
ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas
terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu
catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan
kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas pasien (nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, suku,bangsa
suami/istri).
2. Riwayat Haid (apakah haid teratur, siklusnya berapa haari, apakah ada
keluhan selama haid, HPHT/HPMT).
3. Riwayat perkawinan (menikah, belum menikah, berapa lama menikah,
beraapa kali).
4. Riwaya obsterti
a. Riwayat kehamilan Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil
laboratorium; USG,Darah, Urine, keluhan selama kehamilan termasuk
situasi, emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan
pengobaatan yang diperoleh.
b. Riwayat Persalinan
1. Riwayat persalinan lalu : Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah
abortus, umur kehamilan, saat bersalin, jenis persalinan , penolong
persalinan, BB bayi, kelaianan fisik, kondisi anak saat ini.
2. Riwayaat nifas pada persalinan lau (masalah nifas dan laktasi yang
pernah dialami, masalah bayi yang pernah dialami, keaadaan aanak.0
3. Riwayat KB; Jenis kontsepsi yang pernah digunakan setelah
persalinan, jumlah anak yang direncanakaan.
4. Riwayat penyakit daahulu Penyakit yang pernah diderita paada masa
lalu , bagaimana cara pengobatan yang dijalani, dimana mendapat
pertolongan.
5. Riwayat kesehatan keluarga Apakah anggota keluarga yang menderitaa penyakit
yang diturunkn secara genetic, menular, kelaianan, congenital aatau gangguan
kejiwaan yang pernah diderita olh keluarga.
6. Pola Nutrisi Pola menu maakanan yang di komsumsi, jumlah, jenis makanan, dan
frekuensi.
7. Pola istirahat tidur Lamanya, kapan, (malam, siang), rasa tidak nyaman yang
mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remaang aatau
gelaap, apakah mudah tergaanggu dengaan suara- suara.
8. Pola eliminasi Apakah terjadi dieresis setelah melahirkan, setelah melahirkan
adakaah inkontinesia, hilangnya control blas,Pola BAK, frekuensi dan warnah. Pola
BAB, frekuensi, konsitensi, rasaa takut BAB karena luka perineum.
9. Personal Higine Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genetalia, pola berpakian, tata rias rambut dan wajah.
10. Aktifitas Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melaahirkan, kemampuan
merawat diri dan melakukan eliminasi , kemampuan bekerja dan menyusui.
11. Konsep Diri Sikap enerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui,
persepsi ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan.
12. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tingkat kesadaran
b. BB,TB,LL,Tanda- tanda vital : TD,S,RR,N.
c. Kepala : Rambut, Wajah, mata (Conjungtiva), hidung, mulut, fungsi pengecapan,
pendengaran dan leher.
d. Breast : Kebesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan arieola, dan
putting susu.Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi, laktasi,/
kolostrum. Perabaan pembesaran getah bening di ketiak.
e. Abdomen ; Teraba lembut, Tekstur Doughi (kenyal), musculas rectus, abdominal
utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus,
konsistensi (keras lunak, boggy), lokasi, kontraksi, uterus, nyeri, perabaan
distensi bilas.
f. Anogenital : Lihat struktur, ragangan, udema vagina, keadaan liang vagina,
(licin, kendur lemah) adakah hematom, nyeri, tegang perineum ; Keadaan luka
episiotomy, ochimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia (Warna,
jumlah, bau, bekuan daraah atau konsistensi,1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa ≥ 10 hr
alba), Anus: Hemoroid dan thrombosis padaa anus. 7. Muskuloskeletal : Tanda
human, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi,, kekuatan otot.
g. Pemeriksaan Laboratorium 38 1) Darah : Hemoglobin dan hematocrit 12-24 jam
post partum (jika Hb ≤ 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit,
Trombosit. Klien dengan Dower kateter diperlukan culture urine.
c. Diagnosa keperawatan Diagnosa Keperawatan yang di peroleh untuk post partum
normal menurut Buku SDKI adalah :
1. Nyeri Melahirkan
2. Resiko Infeksi
3. Ketidaknyamanan Pasca Partum
4. Menyusui tidak efektif
5. Resiko Ketidakseimbangan Cairan.
6. Gangguan pola tidur
d. Intervensi
1. Nyeri Melahirkan

Observasi

- Identifikas lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, itensitas nyeri.


- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah di berikan.
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri


- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


2. Gangguan Pola Tidur
Observasi
- identifikasi pola aktifitas dan tidur
- Identifikasi factor gangguan tidur
- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
- Identifikasi obat tidur yang di kunsumsi

Terapeutik

- Modifikasi lingkungan
- Batasi waktu tidur siang
- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
- Sesuaikan jadwal pemberian obat ata tindakan untuk menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup saat sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
- Ajarkan faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap gangguan pola tidur
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara non farmakologi lainnya
3. Edukasi menyusui (I.12393)

Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
- Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
- Libatkan system pendukung; suami, keluarga, tenaga kesehatan dan
masyarakat
Edukasi
- Berikan konseling menyusui
- Ajarkan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
- Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan (lacth on) dengan
benar
- Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan mengkompres dengan
kapas yang telah diberikan minyak kelapa
- Ajarkan perawatan payudara postpartum (mis. Memerah ASI, pijat
payudara, pijat oksitosin)
4. Pencegahan infeksi (I.14539)
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

5. Manajemen Cairan (I.03098)


Observasi
- Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, tugor kulit, tekanan darah)
- Monitor berat badan harian
- Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematocrit, Na, K, CI,
berat jenis urine, BUN)
- Monitor status hemodinamik ( mis.MAP, CVP, PAP, PCWP jika tesedia)
Terapeutik
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
Daftar Pustaka
epository.poltekkes-denpasar.ac.id/2197/3/BAB%20II%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf
http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1502450053/7._BAB_II__.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1361/3/3.%20Chapter%202.doc.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/126/jtptunimus-gdl-norhimawat-6281-2-
babii.pdf

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta
Selatan, dewan pengurus pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar luaran keperawatan indonesia, Jakarta
Selatan, dewan pengurus pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar diagnose keperawatan indonesia, Jakarta
Selatan, dewan pengurus pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai