I . PEMBAHASAN
Dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu diperhatikan sarana dan prasarana yang ada jangan sampai
menimbulkan gangguan pada peserta didik. Misalnya: tempat untuk pelaksanaan pendidikan yang
kurang sesuai, ruangan yang gelap dan terlalu sempit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Disamping itu juga perlu diperhatikan waktu istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya
fisik tetap sehat adanya jam-jam olahraga bagi peserta didik di luar jam pelajaran. Misalnya: melalui
kegiatan ekstrakurikuler kelompok olahraga, beladiri, dan sejenisnya.
Ditinjau dari segi pendidikan khususnya dalam segi pembelajaran, yang penting adalah bahwa potensi
setiap peserta didik (termasuk kemampuan intelektualnya) harus dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu
sangat diperlukan kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembangnya kemampuan
intelektual tersebut. Conny Semiawan (1994) mengemukakan bahwa dua buah kondisi yaitu keamanan
psikologis dan kebebasan psikologis. Peserta didik akan merasa aman secara psikologis apabila:
1. Pendidik dapat menerima peserta didik sebagaimana adanya tanpa syarat dengan segala kekuatan
dan kelemahannnya serta memberi kepercayaan padanya bahwa ia baik dan mampu.
2. Pendidik mengusahakan suasana dimana peserta didik tidak merasa dinilai oleh orang lain.
3. Pendidik memberi pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku
peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi anak, dan melihat dari sudut pandang anak.
Teori Pieget mengenai perkembangan kognitif, sangat erat dan penting hubungannya dengan umur
serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukan bahwa aktivitas adalah sebagai unsur pokok
dalam perkembangan kognitif. Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan
perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman
orang lain saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap perkembangan kognitif termasuk
didalamnya perkembangan intelektual.
Model Pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai peserta didik siap sendiri.
Tetapi sekolahlah yang mengatur lingkungan belajar sedemikan rupa sehingga dapat memberi
kemungkinan maksimal pada peserta didik untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh
rangsangan untuk belajar tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu
membawa peserta didik untuk maju ke taraf/tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik hendaknya
menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelektual anak berada ditangannya. Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain:
2. Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan
berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan akan sangat menunjang perkembangan
intelektual anak.
3. Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik peserta didik baik melalui kegiatan olahraga maupun
menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik.
4. Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik baik melalui mass-media cetak maupun
menyediakan situasi yang memungkinkan peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya,
sengat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual peserta didik.
Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu “performance” yang dapat dilakukan sekarang,
bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pendidikan agar “suatu performance” dapat
dilakukan pada masa yang akan datang (Semiawan, 1987; Munandar, 1992). Hal ini memberikan
pemahaman bahwa bakat khusus sebagai “potential ability” untuk dapat terwujud sebagai
“performance” atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih memerlukan
latihan dan pengembangan lebih lanjut.
Dalam kaitan ini untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat
khusus terlebih supaya mencapai titik optimal di kalangan peserta didik usia
2. Dilakukan usaha menumbuhkembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta
kegigihan dalam melakukan usaha di kalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara terpadu.
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya
menganggap mereka belum dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini,
akibatnya mereka melepaskan diri dari orang tua dan mengarahkan perhatiannya pada lingkungan di
luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sebayanya, guru dan sebagainya. Lingkunga teman
memgang peranan dalam kehidupan remaja.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil
peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap
berpegang sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh seperti ketika
anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk
dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan sebagai titik tolak untuk
pengembangan hubungan sosial peserta didik:
2. Saling menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah
yang timbul dalam hubungan dengan peserta didik yang bertabiat apapun
3. Pola pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi guru.
memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik? Beberapa hal dibawah ini dapat
pendidikan.
A. Memberi Penjelasan
Dalam menyampaikan informasi kepada peserta didik (yang berkaitan dengan iptek), hendaknya:
2. Memberi penjelasan yang meyakinkan artinya menerangkan hal-hal yang benar dan menghindari
penjelasan yang salah baik disengaja maupun tidak.
3. Memberi penjelasan secara gamblang dan sederhana sehingga semua peserta didik dapat
menangkapnya dengan baik.
4. Menghindari berbicara dengan bahasa yang muluk, dan mengusahakan berbicara dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh peserta didik.
5. Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak jelas, tidak pasti dan tidak tegas.
6. Memeriksa kembali penjelasan apakah semua peserta didik telah mengerti terhadap informasi
yang disampaikannya.
B. Mengajukan Pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu pertanyaan “tingkat
tinggi” dan pertanyaan “tingkat rendah”. Pertanyaan tingkat tinggi adalah pertanyaan yang menuntut
pemikiran abstrak, sedangkan pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang menyangkut fakta,
pengetahuan sederhana, dan penerapan pengertian. Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam
kaitannya dengan kegiatan ini adalah :
1. Mengulangi pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik dengan maksud agar peserta didik yang
lain mengetahui secara jelas masalah yang ditanyakan.
Dengan umpan balik akan diketahui apakah komunikasi dua arah sudah tercapai dengan baik atau
belum. Umpan balik ini berlaku baik dari pengajar kepada peserta didik atau sebaliknya.
Penyelenggaraan Pendidikan
Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara dua faktor yang sama-sama
penting kedudukannya yaitu faktor hereditas dan faktor lingkungan. Keberadaan dua faktor tersebut
tidak bisa dipisakan satu sama lainnya karena kenyataannya kedua faktor tersebut tidak bekerja sendiri-
sendiri dalam operasionalnya.
Atas dasar sedikit informasi tersebut di atas, maka dapatlah ditarik beberapa
1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir berlangsung dalam lingkungan sosial yang
meliputi semua manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu.
2. Interaksi manusia dengan lingkungannya sejak lahir menghendaki penguasaan lingkungan maupun
penyesuaian diri pada lingkungan.
3. Dalam interaksi sosial, manusia sejak lahir telah menjadi anggota kelompok sosial yang dalam hal ini
ialah keluarga.
4. Atas dasar keterikatan dan kewajiban sosial para pendidik terutama orang tua, maka anak senantiasa
berusaha menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial, serta lingkungan psikis yang sebaik-baiknya
bagi proses pertumbuhan dan perkembangannya.
5. Setelah umur kronologis mencapai lingkungan tertentu, anak telah mencapai berbagai tingkat
kematangan intelektual, sosial, emosional, serta kemampuan jasmani yang lain.
6. Kematangan sosial merupakan landasan bagi kematangan intelektual, karena perkembangan
kecerdasan berlangsung dalam lingkungan sosial tersebut.
7. Kematangan emosional melandasi kematangan sosial dan kematangan intelektual, karena sebagian
besar tingkah laku manusia dikuasai atau ditentukan oleh kondisi perasaannya.
8. Kematangan jasmani merupakan dasar yang melandasi semua kematangan sebagimana dimaksudkan
di atas.
9. Pendidik yang berkecimpung dalam pengasuhan anak dalam perkembangan di masa kanak-kanak
hendaklah memperhatikan keterkaitan antara berbagai segi kematangan jasmani dan rohani anak dalam
menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
10. Hasil-hasil belajar yang mendasari hidup bermasyarakat banyak dicapai oleh
anak dalam keluarga terutama semasa masih kanak-kanak, yaitu sikap dan pola tingkah laku terhadap
diri sendiri dan terhadap orang lain.
11. Iklim emosional yang menjiwai keluarga itu meliputi: hubungan emosional antara keluarga, kadar
kebebasan menyatakan diri dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
12. Seorang anak dimana anak sekolah adalah seorang realis yang hendak mengenal kenyataan di
sekitarnya menurut keadaan senyatanya atau objektif apa adanya.
13. Pada umumnya anak masa sekolah dan masa remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang
semakin kuat dan sehat. Sedangkan dalam segi rohani ia mengalami perkembangan pengetahuan dan
kemampuan berpikir yang pesat pula karena ditunjang oleh hasrat belajar yang sehat serta ingatan yang
kuat.
14. Pemahaman guru terhadap minat dan perhatian peserta didik akan sangat bermanfaat dalam
perencanaan program-program pendidikan maupun pengajaran.
15. Karakteristik umum pertumbuhan/perkembangan peserta didik ialah ditandai dengan kegelisahan,
pertentangan, keinginan mencoba segala sesuatu, menghayal dan aktivitas berkelompok.
TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah diharapkan para pembaca dapat mengetahui
karakteristik dan kebutuhan pendidik bagi anak yang:
Berkelainan fisik.
Berkesulitan Psikis
Berkesulitan belajar
LANDASAN TEORI
Karakteristik umum kesulitan yang dialami oleh anak anak yang berkelainan fisik dapat
dijelaskan atas hal-hal berikut:
kesulitan memproses terjadi bila gangguan saraf menghambat diterimanya informasi atau untuk
mengungkap sesuatu secara memadai.
kesulitan dalam motivasi terjadi bila kebutuhan akan usaha pribadi berinteraksi dengan image diri dan
percaya diri yang berakibat pada berbagai tingkat motivasi.
kesulitan berpartisipasi terjadi bila gangguan fisik menghambat kemampuan anak untuk bergabung
dalam kegiatan kelas.
Cerebral Palsy
The world commission on cerebral palsy mendefinisikan cerebral palsy sebagai ketidaknormalan gerakan
dan postur karena gangguan atau ketidakmatangan otak (Denhoff, 1966). Sulit untuk menentukan
dengan pasti tentang kapan terjadinya perkembangan otak dan bagian-bagian sistem saraf pusat.
Sistem saraf tumbuh pesat selama dalam kandungan yang berlanjut setelah lahir
kadang-kadang sampai umur 2 atau 3 tahun. Tanda-tanda dan gejala gangguan intelektual sensori
perseptual dan perilaku dapat muncul sendiri atau gabungan dari padanya dalam berbagai tingkat yang
bervariasi pada anak yang mengalami cerebral palsy.
2. Spina Bifida
Spina bifida ini adalah gangguan saraf pengobatan yang sangat kontras dengan cerebral palsy. Gangguan
saraf pada spina bifida terpusat sedangkan pada cerebral palsy gangguannya menyebar.
Spina bifida terjadi kebanyakan pada waktu kelahiran yang menyebabkan kelainan pada balita dan masa
anak, antara lain mencakup kelumpuhan kaki dan kekurangmampuan mengontrol buang air kecil.
Fisioterapi diperlukan untuk melatih anak berjalan.
Gangguan lain yang terjadi pada spina bifida dan sering memerlukan bantuan operasi adalah
hydrocephalus. Gangguan ini terjadi karena bertambahnya cairan di otak berakibat tekanan dan
membesarnya tulang kepala.
3. Epilepsi
Epilepsi adalah salah satu gangguan saraf yang mempengaruhi pendidikan anak. Seringkali tidak nampak
adanya kelainan fisik walaupun epilepsi menyertai banyak gangguan saraf seperti cerebral palsy dan
hydrocephalus.
Convulsion adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang,
bila gangguan pada bagian otak tertentu menyebabkan kehilangan kendali atas satu atau lebih aspek-
aspek dari kegiatan tubuh. Kondisi ini telah didokumentasikan sepanjang sejarah. Orang-orang terkenal
seperti Agatha Christie, Cecil Rhodes, Tchaihovsky, Napoleon dan Julio Cesar adalah sebagian orang yang
mengalami kelainan tersebut di atas. Sayangnya pada masa yang lalu orang-orang yang mengalami
Convulsion ditakuti. Sampai saat ini pun masih ada rasa takut terhadap penderita epilepsi yang parah.
Hal ini menambah permasalahan yang harus dipecahkan karena merupakan masalah psikologis dan
pendidikan.
Studi tentang kebutuhan anak-anak dengan kelainan fisik akan selaras dengan
pemahaman tentang kebutuhan semua anak. Tentang metode pembelajaran yang dibutuhkan, pola
perilaku yang ditunjukkan, keragaman atau variasi tingkat prestasi serta tentang hubungan
interprofessional memberikan sumbangan kepada pemahaman tentang kompleksitas pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
Keterbelakangan mental adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan orang-orang yang mempunyai
kesulitan-kesulitan dalam mengatasi masalah, memahami pemikiran pemikiran dan konsep-konsep dan
dalam mempelajari keterampilan keterampilan akademi seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Sejak dekade pertama abad ke 20 sampai awal tahun 1960, penyebutan kemampuan intelektual
didasarkan pada rendahnya angka yang diperoleh dari tes inteligensi.
Menurut Bower (1981) siswa yang emosinya terganggu mempunyai karakteristik berikut.
ketidakmampuan belajar yang tidak dapat diterangkan dengan faktor kesehatan intelektual dan
sensorik.
ketidakmampuan membangun dan mempertahankan hubungan interpersonal dengan teman dan guru
nya.
bentuk perilaku dan perasaan yang tidak memadai tapi berada di bawah normal.
Karakteristik yang dikemukakan Bower di atas dianggap penting karena menunjukkan tipe-tipe perilaku
yang dianggap terganggu. Disamping itu pendapat Bower menyadarkan kita juga betapa sulitnya
mendefinisikan penyimpangan perilaku yang mencakup tingkat durasi variasi perilaku dan hubungan
antara kondisi kondisi ketidakmampuan lainnya.
Autis berasal dari bahasa Yunani dari kata autos, yang berarti diri. Istilah Ini pertama kali diperkenalkan
oleh Eugene Bleur, seorang psikiater pada tahun 1910. Istilah ini menjadi populer di kalangan ilmuwan
pada tahun 1938 ketika Hans Asperger dari Universitas Wina menggunakan istilah ini dalam psikologi
anak. Dalam perkembangannya kemudian autisme telah didefinisikan secara beragam mulai dari
kelainan akibat kemasukan roh halus sampai gangguan emosional karena pola pengasuhan yang buruk.
Mulai dari sakit jiwa sampai gangguan emosional. Mulai dari retardasi mental sampai gangguan tidur
dan akhir-akhir ini autisme dianggap sebagai gangguan perkembangan yang terjadi menjelang atau
setelah kelahiran yang mempengaruhi cara kerja otak mengolah informasi yang masuk. Dalam
perkembangan mutakhir pandangan yang lebih banyak disepakati adalah pandangan terakhir yang
memandang autis sebagai terjadinya gangguan fungsi otak yang mempengaruhi fungsi menerima
mengolah dan menerjemahkan informasi dalam perilaku.
Persoalan mengenai faktor penyebab terjadinya autis sampai saat ini belum tuntas. Pada permulaannya
pandangan yang dominan menyebutkan autis merupakan dampak dari perlakuan ibu yang dingin dan
tidak peduli atau dikenal dengan istilah refrigator mother. Namun pandangan ini mulai ditinggalkan.
Selain faktor genetik dan lingkungan yang tercemar populasi, pandangan yang lebih mendapat
dukungan ilmuwan mengungkapkan bahwa kelainan sistem kerja otak terutama pada lapisan korteks
serebral, cerebellum dan sistem limbik merupakan penyebab autistik pada anak.
Karakteristik anak autis
Berdasarkan penelaahan terhadap beberapa referensi dapat dikemukakan bahwa karakteristik pada
perilaku anak autis adalah:
1) anak tampak seperti tuli sulit berbicara atau pernah berbicara tetapi kemudian sirna.anak tidak dapat
mengikuti jalan pikiran orang lain dan tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang lain atas
perbuatannya. Akibatnya anak suka bersosialisasi dengan lingkungannya.
2) pemahaman anak sangat kurang sehingga apa yang dia baca sukar dipahami. Dalam belajar mereka
lebih mudah memahami lewat gambar-gambar.
3) kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat seperti perkalian kalender dan lagu-lagu.
4) anak mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya seperti suka marah mudah frustrasi
bila tidak dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum.
5) memperhatikan perilaku simulasi diri seperti bergoyang-goyang mengepalkan tangan seperti burung
berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat TV.
Dalam interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik keberadaan strategis tidak dapat
dikesampingkan. Strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan Wina Sanjaya adalah perencanaan
yang berisi serangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (2007:126).
Berkaitan dengan anak autis, pilihan strategi yang digunakan beranjak dari strategi individual sampai
pada penggunaan strategi kelompok bagi anak yang telah menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan. Strategi individual didahulukan sebab anak-anak autis merupakan individu yang sangat
unik. Artinya dalam penerapannya baik menyangkut isi metode dan tahapan yang sangat bervariasi
disesuaikan dengan taraf perkembangan peserta didik.
Dalam uji coba dan penerapannya strategi yang kerap digunakan untuk anak autis mengacu pada teori
ABC yang diperkenalkan psikolog Loovas atau juga dikenal dengan Applied Behavior Analysis (ABA).
Rangkaian strategi ini dimulai dengan pemberian instruksi atau anteseden atau pra kejadian yakni
pemberian instruksi kepada anak baik berupa perintah meniru pertanyaan atau visual dan memberi
kesempatan kepada anak untuk memberikan respon. Instruksi diberikan ketika anak sudah siap yang
diberikan dengan suara yang jelas. Setelah 3-4 anak diharapkan akan memberikan perilaku atau respon
sesuai dengan instruksi. Untuk membuat respon anak bertahan maka diperlukan urutan baik berupa
penguatan atau bantuan kepada anak-anak untuk memberikan jawaban yang benar.
Konsep ketidakmampuan belajar muncul sebagai bagian dari tantangan bahwa semua anak akan secara
otomatis belajar pada saat mereka mencapai kesiapan dan kematangan. Anak-anak yang ber
ketidakmampuan telah ditempatkan dalam kelas-kelas terpisah sehingga pembelajaran khusus dalam
kelompok-kelompok kecil dengan guru-guru yang terlatih secara khusus akan membantunya mencapai
kemajuan.
Modifikasi tugas-tugas disesuaikan dengan kemampuan dan gaya belajar siswa. Bagian esensial dari
proses perencanaan dan evaluasi siswa yang mengalami kesulitan belajar mencakup penganalisaan
kemampuan dan gaya belajar yang berkaitan dengan tugas-tugas instruksional yang terjadi di kelas. Para
guru harus yakin apakah kemampuan siswa akan memungkinkan mereka mendapat manfaat dari
kurikulum di kelas yang ditempatinya. Bila materi dari tugas-tugas akademik dalam proses pembelajaran
dapat dipadukan dengan kesiapan siswa untuk belajar dengan gaya belajar mereka progress siswa dalam
belajar dapat dimaksimalkan.
Perkembangan siswa dapat dipengaruhi oleh hakikat tugas-tugas yang dihadapinya di kelas. Beberapa
modifikasi tugas untuk memfasilitasi perkembangan siswa diuraikan berikut ini.
Para ahli teori tentang kematangan mengingatkan untuk tidak terlalu banyak mengajar terlalu dini
sehingga mengurangi penguasaan keterampilan dasar yang penting.
Bila pembelajaran demikian terjadi maka kebiasaan-kebiasaan yang salah akan dipelajari yang kemudian
kelak harus dibuang lagi. Anak yang telah berusaha untuk belajar tapi selalu gagal mungkin akan
kehilangan motivasi untuk mencobanya lagi. Akibatnya untuk mengajarkan materi yang benar pada saat
yang tepat menjadi kritis.
a) Manipulasi tugas
Temukan dalam keadaan apa seorang siswa dapat mendemonstrasikan kompetensinya misalnya dengan
menggunakan modalitas yang berbeda untuk menyajikan suatu informasi.
b) Mengubah lingkungan.
Perhatikan dan temukan Apakah siswa dapat melakukan sesuatu dengan baik dalam suatu lingkungan
ideal tempat dia belajar dan mengerjakan tugas dengan aman dan nyaman.
c) Berikan dukungan.
Berikan dukungan dan bimbingan dalam mengerjakan tugas dengan menjelaskannya bagian demi
bagian. Berikan umpan balik pada hasil belajar dan asuh tugasnya.
Sekolah inklusif
Pendidikan inklusif berangkat dari pemikiran bahwa hak mendapatkan pendidikan merupakan hak asasi
manusia yang paling mendasar. Pendidikan inklusif merupakan suatu pandangan yang menuntut adanya
perubahan layanan pendidikan yang tidak diskriminatif, menghargai perbedaan dan pemenuhan
kebutuhan setiap individu berdasarkan kemampuannya. Pendidikan inklusif adalah sebuah proses yang
sistematis mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus dan kelompok anak tertentu pada usia yang
sama ke dalam lingkungan yang alami di mana umumnya anak-anak bermain dan belajar (Phil Gorengan,
2001).
Dalam konteks bangsa Indonesia yang sedang berjuang mempertahankan kesatuan dan persatuan nya
sebagai bangsa, pendidikan inklusif memiliki makna yang sangat penting. Pendidikan inklusif dapat
diperluas maknanya bukan hanya dalam konteks anak yang membutuhkan layanan pendidikan luar
biasa tetapi juga dalam konteks mempersatukan kebhinekaan bangsa Indonesia. Dalam konteks yang
lebih luas kebhinekaan siswa tidak hanya dipandang dari sudut ekonomi berkelainan dan normal tetapi
mencakup perspektif yang sangat luas. Kebhinekaan vertikal mencakup perbedaan kecerdasan kekuatan
fisik, ketajaman sensoris, kepekaan sosial dan kematangan emosional. Kebhinekaan horizontal
mencakup perbedaan ras, suku, adat istiadat, agama dan berbagai variabel lain yang tidak dapat
dibedakan secara kualitatif karena memiliki kesetaraan. Adanya kebhinekaan vertikal dan horizontal
menuntut diselenggarakannya pendidikan inklusif.
1) sikap guru yang positif terhadap kebhinekaan merupakan elemen paling penting dalam pendidikan
inklusif adalah sikap guru terhadap siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.
2) adanya interaksi promotif yaitu upaya untuk saling menolong dan saling memberi motivasi dalam
belajar.
3) pencapaian kompetensi akademik dan sosial yaitu perencanaan pembelajaran harus melibatkan tidak
hanya pencapaian tujuan akademik tetapi juga tujuan keterampilan bekerja sama.
4) pembelajaran adaptif maksudnya pembelajaran tidak hanya ditujukan kepada peserta didik dengan
problema belajar tetapi juga untuk peserta didik yang dikaruniai keunggulan.
5) konsultasi kolaboratif yaitu untuk melakukan tindakan pencegahan dan rehabilitasi siswa yang
membutuhkan layanan pendidikan khusus di kelas reguler.
6) hidup dan belajar dalam masyarakat yaitu semua siswa tidak peduli betapa pun perbedaannya harus
dipandang sebagai individu untuk yang memiliki potensi kemanusiaan yang harus dikembangkan dan
diaktualisasikan dalam kehidupan.
7) hubungan kemitraan antara sekolah dengan keluarga yaitu upaya memberdayakan semua potensi
kemanusiaan siswa agar dapat berkembang optimal dan terintegrasi.
8) belajar dan berpikir independen maksudnya adalah karakteristik siswa berkesulitan belajar semacam
itu maka guru perlu memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan atau motivasi dengan
menerapkan berbagai teknik terutama yang berkenaan dengan manajemen perilaku atau memodifikasi
perilaku sehingga siswa dapat mencapai perkembangan kognitif Tara tinggi dan kreatif agar mampu
berpikir independen.
9) belajar sepanjang hayat, maksudnya adalah pendidikan di sekolah sebagai bagian dari perjalanan
panjang hidup seorang manusia dan manusia belajar sepanjang hayat yang memiliki makna yaitu melalui
setelah menguasai berbagai kompetensi yang menjadi tuntutan kurikulum dan upaya untuk naik kelas.
Dalam proses pembentukan tim, kepala sekolah merupakan ujung tombak. Dalam tim itu kepala sekolah
memiliki posisi sebagai koordinator dan konsultan bagi para guru dan orang tua.
2) Mengidentifikasi kebutuhan.
Mengidentifikasi kebutuhan dan mempertimbangkan hal hal yaitu ukuran kelas, materi pelajaran,
strategi pembelajaran, kemampuan dan gaya belajar peserta didik. Apakah ada peserta didik yang
membutuhkan bantuan khusus atau tambahan. Data yang diperlukan meliputi riwayat hidup anak,
kebiasaan-kebiasaan atau perilaku yang ditunjukkan sudah bantuan yang sering atau pernah dilakukan
orang tua misalnya ketika orang tua berhadapan dengan putranya pada saat ia belajar berkomunikasi
memberi respon terhadap perintah dan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang sering diperlihatkan,, dan
lain-lain.
Tujuan jangka panjang merupakan tujuan yang akan ditempuh dalam jangka waktu relatif panjang
mungkin untuk satu semester atau untuk satu tahun. Sementara tujuan jangka pendek merupakan
tujuan yang akan melihat terjadinya perubahan perilaku yang diharapkan dalam waktu yang relatif
singkat. Untuk itu ditujukan jangka pendek ini yang dapat dirumuskan secara spesifik, jelas, mudah
diukur yang sifatnya bisa kuantitatif atau kualitatif. Rumusan semacam itu akan memungkinkan guru
dapat melakukan pilihan keberhasilan belajar peserta didik secara efektif.
Proses pembelajaran yang dirancang hendaknya mampu menggambarkan bagaimana setiap tujuan
pembelajaran itu akan dapat diselesaikan serta bagaimana penilaian keberhasilan peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran mungkin dirancang dengan cara
mengelompokkan peserta didik berdasarkan kondisi dan materi yang akan dibelajarkan secara
kooperatif mungkin sangat heterogen dan dikelola lebih bersifat Individual.
Evaluasi kemajuan belajar hendaknya mengukur derajat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan dalam setiap tujuan jangka pendek. Hal penting yang harus dicamkan dalam melakukan
evaluasi keberhasilan peserta didik adalah melihat terjadinya perubahan perilaku pada diri peserta didik
itu sendiri sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dan bukan membandingkan keberhasilan tingkat
pencapaian tujuan belajar yang dicapai dengan peserta didik lain yang ada di kelas itu.
Laporan evaluasi kemajuan peserta didik bisa gabungan kuantitatif dan kualitatif sebab cara penilaian ini
akan memberi gambaran secara nyata dan real serta tidak akan mengaburkan gambaran kemampuan
yang sesungguhnya dicapai peserta didik. Program pembelajaran hendaknya diperbaiki secara terus-
menerus perubahan itu hendaknya merujuk kepada pencapaian tujuan yang telah dan sedang
diselesaikan serta temuan-temuan yang diperoleh berdasarkan observasi selama proses pembelajaran
berlangsung.
IMPLEMENTASI
Peksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan pelaksanaan
kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif di samping
terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami kelainan/penyimpangan (baik fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dibanding dengan anak normal, maka dalam
kegiatan belajar-mengajar guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip
umum juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak.
dengan model penempatan anak luar biasa yang dipilih. Seperti dijelaskan pada
Kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif akan berbeda baik dalam srategi, kegiatan media, dan
metoda. Beberapa kegiatan belajar mungkin dilakukan berdasarkan literatur-literatur tertentu,
sementara yang lainnya belajar yang sama akan lebih efektif apabila melalui observasi dan eksperimen.
Beberapa anak memerlukan alat bantu tulis untuk mengingat sesuatu, mungkin yang lainnya cukup
dengan hanya mendengarkan. Beberapa siswa mungkin memerlukan kertas dari pensil untuk mengingat
suatu hubungan tertentu. sementara beberapa sisa lainnya cukup mengingat dengan hanya melihat
saja. Beberapa siswa mungkin lebih senang belajar secara individual, sedangkan yang lainnya lebih
senang secara berkelompok. Hilda Taba mengemukakan, bahwa berbedanya kebutuhan individu
berbeda pula di dalam teknik belajar dalam upaya mengemhangkan dirinya. Dewasa ini isitilah strategi
belajar banyak dipergunakan di dalam teori kognitif dan penelitian. Hal itu berhubungan dengan strategi
individu dalam hal pemusatan perhatian, pemecahan rnasalah. mengingat dan mengawasi proses
belajar dan pemecahan masalah.
Hambatan belajar dapat berasal dan kesulitan menentukan strategi belajar dan metoda belajar lainnya
sebagai akibat dan faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dan beberapa faktor
tersebut. Sebagai contoh gangguan sensori seperti hilangnya penglihatan atau pendengaran, merupakan
hambatan dalam memperoleh masukkan informasi dan luar berfungsi minimal otak mungkin akan
berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.
Pelaksanaan kegiatan belajar menjadi model kelas tertentu mungkin berbeda dengan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar pada model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler (Inklusi Penuh), bahan
belajar antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda secara signifikan namun pada
model Kelas Reguler dengan Cluster, bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal biasanya
tidak sama, bahkan antara sesama anak luar biasa pun dapat berbeda. Oleh karena itu, setelah
ditetapkan model penempatan anak luar biasa, yang perlu dilakukan berikutnya dalam pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar pada kelas inklusif antara lain seperti di bawah ini.
1) Individual
2) Berpasangan
3) Kelompok kecil
4) Klasikal
a) Pembukaan/apersepsi
b) Kegiatan ini
c) Penutup/evaluasi
1) Menentukan sumber bahan pelajaran (misalnya Buku Paket, Buku Pelengkap, dan sebagainya)
2) Menentukan sumber belajar (misalnya globe, foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan
sebagainya)
g. Merencanakan Penilaian
1) Menentukan bentuk penilaian (misalnya tes lisan, tes tertulis, tes perbuatan)
paham.
dan sebagainya)
b. Mengimplementasaikan Metode, Sumber Belajar, dan Bahan Latihan yang sesuai dengan tujuan
Pembelajaran.
1) Menggunakan metode mengajar yang bervariasi (misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian
tugas, dan sebagainya)
2) Menggunakan berbagai sumber belajar (misalnya globe, foto, benda asli, benda tiruan, lingkungan
alam, dan sebagainya)
1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk terlihat secara aktif (misalnya dengan mengajukan
pertanyaan, memberi tugas tertentu, mengadakan percohaan berdiskusi secara berpasangan atau
dalam kelompok kecil, belajar berkooperatif)
2) Menjelaskan relevansinya materi pe1ajaran yang sedang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.
direncanakan.
2) Mengelola ruang kelas sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran.
3) Menggunakan bahan pengajaran (misalnya bahan praktikum) secara etisien
f. Melakukan Evaluasi
1) Melakukan penilaian selama kegiataan belajar-mengajar berlangsung (baik secara lisan, tertulis,
maupun pengamatan)
Menunjukkan sikap terbuka (misalnya mendengarkan, menerima, dan sebagainya terhadap pendapat
sisa.
Menunjukkan sikap simpati (misalnya menunjukkan hasrat untuk memherikan bantuan) terhadap
permasalahan/kesulitan yang dihadapi siswa.
Menunukkan sikap sahar (tidak niudah marah dan kasib sayang terhadp siswa.
PENUTUP
1. Filosofi pendidikan bagi anak berkesulitan belajar adalah pada saat mereka mencapai kesiapan dan
kematangan yang disetting dalam kelas oleh guru berbagai modifikasi tugas yang disesuaikan dengan
gaya-gaya belajar yang memudahkan baginya menyerap materi yang disajikan dengan cara yang khusus
pula.
2. Jadikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar setiap anak usia
sekolah tanpa kecuali memperoleh haknya untuk terpenuhi kebutuhan pendidikannya. Pendidikan yang
memberikan layanan kepada semua peserta didik tanpa memandang kondisi fisik mental intelektual
sosial emosi ekonomi jenis kelamin suku budaya tempat tinggal bahasa dan sebagainya. Semua peserta
didik belajar bersama-sama baik di sekolah atau kelas formal maupun nonformal yang berada di dekat
tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing peserta didik. Dalam
kaitan nya dengan wajib pencapaian pendidikan untuk semua mata pendidikan inklusif dapat diposisikan
sebagai strategi untuk mendorong terlaksananya pendidikan untuk semua waktu wajib belajar. Pada
tahap awal diarahkan untuk meningkatkan pencapaian pendidikan secara kuantitas dan pada tahap
berikutnya sampai pada peningkatan kualitas pendidikan.
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum. Baik buruknya mutu pendidikan
atau mutu lulusan dipengaruhi oleh musuh kegiatan belajar mengajar. Film mutu lulusan yang bagus
dapat diprediksi bahwa mu tuh kegiatan belajar mengajar nya juga bagus. Atau sebaliknya bilang untuk
kegiatan belajar mengajar nya bagus makam urusannya juga akan bagus. Lingkungan yang inklusif
merupakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran mengakomodasi keanekaragaman peserta
didik. Pada tahap awal dapat diarahkan kepada sekolah yang ramah yaitu sekolah yang terbuka kepada
semua peserta didik menghargai perbedaan dan memenuhi kebutuhan yang beragam dari setiap
peserta didiknya. Pembelajaran inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat
menerima dan menghargai perbedaan. Pembelajaran di kelas inklusif akan bergeser dari pendekatan
pembelajaran kompetitif yang kaku mengacu materi tertentu atau pendekatan pembelajaran kooperatif
yang melibatkan kerjasama antar peserta didik dan bahan pelajaran dikembangkan secara tematik dan
kontekstual.
Kegiatan pembelajaran dirancang sesuai kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta mengacu
kepada kurikulum yang telah dikembangkan. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan maksud untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien guru
perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Pembelajaran dalam setting inklusif selain
menerapkan prinsip prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip
khusus sesuai dengan kebutuhan dan hambatan peserta didik berkebutuhan khusus. Untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik yang beragam pembelajaran dalam setting inklusif diperlukan asesmen yang
akan dipertimbangkan dalam menyusun pembelajaran yang di individualisasi kan. Pembelajaran yang
multilevel menjadi ciri dan pelaksanaan yang dikembangkan dalam setting kelas yang sama
Analisi pendidikan itu sendiri dapat didefinisikan dengan suatu identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi pendidikan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), akan tetapi secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan(weakness) dan ancaman( threats). Ada beberapa tahapan dan langkah yang
mesti ditempuh dalam melakukan analisis pendidikan antara lain: Langkah pertama, identifikasi
kelemahan (internal) dan ancaman (eksternal, globalisasi) yang paling urgen untuk diatasi secara umum
pada semua komponen pendidikan. Langkah kedua, identifikasi kekuatan (internal) dan peluang
(eksternal) yang diperkirakan cocok untuk mengatasi kelemahan dan ancaman yang telah diidentifikasi
pada langkah pertama. Langkah ketiga, lakukan analisis pendidikan lanjutan setelah diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dalam konteks sistem manajemen pendidikan. Langkah keempat,
rumuskan strategi-strategi yang direkomendasikan untuk menangani kelemahan dan ancaman,
termasuk pemecahan masalah, perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Langkah kelima, tentukan
prioritas penanganan kelemahan dan ancaman itu, dan disusun suatu rencana tindakan untuk
melaksanakan program penanganan.
Dengan analisis pendidikan tersebut diharapkan lembaga pendidikan dapat melakukan langkah-langkah
strategis.Strategi adalah suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai tujuannya, sesuai
dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi, serta sumber daya
dan kemampuan internal.Setelah melakukan analisis pendidikan, berikutnya adalah melakukan langkah-
langkah strategis sebagaimana dapat dibagankan sebagai berikut:
A. Kelebihan
Faktor-faktor kelebihan dalam lembaga pendidikan adalah kompetensi khusus atau keunggulan-
keunggulan lain yang berakibat pada nilai plus atau keunggulan komparatif lembaga pendidikan
tersebut.Hal ini bisa dilihat jika sebuah lembaga pendidikan harus memiliki skill atau keterampilan yang
bisa disalurkan bagi perserta didik, lulusan terbaik/hasil andalan, maupun kelebihan-kelebihan lain yang
membuatnya unggul bagi pesaing-pesaing serta dapat memuaskan steakholder maupun pelanggan
(peserta didik, orang tua, masyarakat dan bangsa).
Sebagai contoh bidang keunggulan, antara lain kekuatan pada sumber keuangan, citra yang positif,
keunggulan kedudukan di masyrakat, loyalitas pengguna dan kepercayaan berbagai pihak yang
berkepentingan. Sedangkan keunggulan lembaga pendidikan di era otonomi pendidikan atara lain ;
sumber daya manusia yang secara kuantitatif besar, hanya saja perlu pembenahan dari kualitas. Selain
itu antusiasme pelaksanaan pendidikan sangat tinggi, yang didukung sarana prasarana pendidikan yang
cukup memadai. Hal lai dari faktor keunggulan lembaga pendidikan adalah kebutuhan masyarakat
terhadap yang bersifat transendental sangat tinggi, dan itu sangat mungkin diharapkan dari proses
lembaga pendidikan.
Bagi sebuah lembaga pendidikan sangat penting untuk mengenali terhadap kekuatan dasar lembaga
tersebut sebgai langkah awal atau tonggak menuju pendidikan yang berbasis kualitas tinggi. Mengenali
kekuatan dan terus melakukan refleksi adalah sebuah langkah bersar untuk menuju kemajuan bagi
lembaga pendidikan.
B. Kelemahan
Segala sesuatu pasti memiliki kelemahan adalah hal yang wajar tetapi yang terpenting adalah bagaimana
sebagai penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan bisa meminimalisir kelemahan-kelemahan
tersebut atau bahkan kelemahan tersebut menjadi satu sisi kelebihan yang tidak dimiliki oleh lembaga
pendidikan lain. Kelemahan ini bisa kelemahan dalam sarana dan prasarana, kualitas atau kemampuan
tenaga pendidik, lemahnya kepercayaan masyarakat, tidak sesuainya antara hasil lulusan dengan
kebutuhan masyarakat atau dunia usaha dan industri dan lain-lain.
Untuk itu, beberapa faktor kelemahan yang harus segera dibenahi oleh para pengelola lembaga
pendidikan, antara lain ; (1) lemahnya SDM dalam lembaga pendidikan. (2) sarana dan prasarana yang
masih sebatas pada sarana wajib saja. (3) lembaga pendidikan swasta umumya kurang bisa menangkap
peluang, sehingga mereka hanya puas dengan keadaan yang dihadapi sekarang ini. (4) uotput lembaga
pendidikan belum sepenuhnya bersaing dengan outputlembaga pendidikan yang lain dan sebagainya.
C. Peluang
Peluang adalah suatu kondisi lingkungan eksternal yang menguntungkan bahkan menjadi formulasi
dalam lembaga pendidikan. Formulasi lingkungan tersebut misalnya: (1) kecenderungan penting yang
terjadi dikalangan peserta didik. (2) identifikasi suatu layanan pendidikan yang belum mendapat
perhatian. (3) perubahan dalam keadaan persaingan. (4) hubungan dengan pengguna atau pelanggan
dan sebagainya.
Pada kehidupan masyarakat kota dan modern yang cenderung konsumtif dan hedonis, membutuhkan
petunjuk jiwa, sehingga kajian-kajian agama berdimensi sufistik kian menjamur. Ini menjadi salah satu
peluang bagi pengembangan lembaga pendidikan kedepan
D. Ancaman
Ancaman merupakan kebalikan dari sebuah peluang, ancaman meliputi faktor-faktor lingkungan yang
tidak menguntungkan bagi sebuah lembaga pendidikan. Jika sebuah ancaman tidak ditanggulangi maka
akan menjadi sebuah penghalang atau penghambat bagi maju dan peranannya sebuah lembaga
pendidikan itu sendiri. Contoh ancaman tersebut adalah: minat peserta didik baru yang menurun,
kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut dan lain-lain.