Anda di halaman 1dari 7

HUKUM JUAL BELI ONLINE

Tugas ini di susun untuk memenuhi

matakuliah dasar-dasar ekonomi islam

Dosen : Bpk, Aceng Badruzzam S.Pd., MPd.

Disusun Oleh:

Nama : Adis Mulyana

NIM : 512110021

Kelas : SY.21.C.1

UNIVERSITAS PELITA BANGSA


Jl. Inspeksi Kali Malang Jl. Tegal Danas No. 9, Cibatu, Kec. Cikarang
Pusat, Bekasi, Jawa Barat 17530

Page 1|7
A.Apa Itu Jual Beli Online

Di manapun dunia ini, setiap orang pasti membutuhkan bantuan orang lain baik
dalam rangka menyelesaikan kewajibannya maupun menghadapi tantangan
kehidupan sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup sendiri, termasuk dalam urusan
jual beli, sebuah rutinitas sederhana sehari-hari. Pernah dengar berita seorang
penjual membeli barang jualannya sendiri? Kalau tidak hoaks, pasti itu permainan
kotor ekonomi.

Sebagai Muslim yang memedomani Alquran dan Hadis-Sunnah Nabi, ternyata


urusan jual beli telah diatur Islam untuk kemaslahatan komunitas Muslim. Syarat
dan rukun jual beli atau bisnis yang benar menurut aturan Islam disayangkan
masih terbatas di kalangan cendekia saja.

Sebelum terlalu jauh, kita semua perlu tahu pengertian jual beli. Secara harfiah,
jual beli yang dalam bahasa Arab sepadan kata al-bay’ berarti menjual, menukar,
atau mengganti sesuatu dengan sesuatu lain. Dalam istilah ekonomi, jual beli
adalah tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara
tertentu yang bermanfaat (Afandi, 2009: 53).
Jual beli, secara sosial, berhukum sah. Namun, adakalanya naluri keculasan
membuat manusia rakus dan merusak hubungan dengan orang lain melalui
kecurangan dalam jual beli. Ragamnya banyak, dari mulai mengurangi timbangan,
menukar jenis, menjual yang cacat, dan bahkan jualan barang palsu. Di masanya,
permainan kecurangan mungkin ‘dianggap’ sebagian orang sebagai kelumrahan
hingga pada akhirnya Alquran menegur dan menegaskan bahwa jual beli tidak
sama dengan riba (lihat QS 2:275). Yang pertama halal, yang kedua diharamkan
Allah.

Allah mengharamkan umat Muslim memakan harta sesama dengan jalan batil
seperti mencuri, merampok, merampas, korupsi, dan dengan jalan yang tidak
dibenarkan oleh Allah. Jalan perniagaan atau jual beli wajib didasari rasa suka
sama suka dan saling menguntungkan (Shobirin, 2015: 243).

Page 2|7
Rukun (rukn, bahasa Arab) secara harfiah berarti prinsip awal atau elemen dasar
(yang harus dipenuhi). Rukun secara istilah adalah sesuatu yang wajib adanya,
mendasar, dan bisa batal keseluruhan satu atau rangkaian kegiatan karena tidak
dilaksanakannya suatu rukun. Adapun syarat (syarth, bahasa Arab) adalah
prakondisi dan ketentuan. Syarat secara istilah adalah sesuatu yang dengan
ketiadaannya mengakibatkan tidak adanya suatu hukum.
Rukun jual beli dalam Islam, lebih tepatnya ‘rumusan’ jumhur ulama, antara lain:
(1) adanya penjual dan pembeli, (2) ada akad atau shigat resmi berupa iijaab wa
qabuul, (2) ada barang yang akan dibeli, dan (4) ada nilai tukar pengganti barang
(Shobirin, 2015:245). Sementara syarat jual beli antara lain: (1) barang yang
diperjualbelikan harus suci, (2) kedua pihak yang berakad harus baligh, berakal,
dan lebih dari satu orang, (3) barang yang diperjualbelikan harus bermanfaat,
berwujud, dan hak milik, serta (4) adanya barang yang diserahkan pada waktu
akad.
Persoalan disrupsi (kacau balaunya) keadaan di era globalisasi sekarang ini
memungkinkan rukun dan syarat jual beli tidak lagi ‘relevan’ mengingat
beragamnya pola jual beli di tengah masyarakat. Dari mulai jual beli gaya inden,
jual beli online dengan akad semi-khiyar, dan lain sebagainya.

JUAL BELI ONLINE

Jual beli online adalah praktik jual beli melalui jaringan internet dalam skala
nasional, regional benua, maupun ke seluruh penjuru dunia. Dijalankan secara
efisien dan masif melalui jaringan internet, praktik ini memudahkan proses
transaksi pihak penjual dan pembeli. Penjual tak perlu bertatap muka dengan
pembeli, tidak ada proses menyaksikan-langsung barang yang dijual, serta
pembayaran dilakukan melalui pihak ketiga. Meski sekilas dirasa serba abu-abu
dari kaca mata rukun dan syarat jual beli yang ada, jual beli online di seluruh
dunia terus berkembang pesat dan makin bervariasi baik sistem transaksi maupun
jenis barang jualannya.

Page 3|7
Meski sekilas mengarah pada ketidakbolehannya, ada baiknya menengok kaidah
fikih yang disepakati jumhur ulama (kecuali Abu Hanifah): al-ashlu fii al-asyyaai
al-ibaahah hattaa yadulla al-daliil ‘alaa al-tahriim. Pada dasarnya, semua hal
(termasuk muamalah jual beli online) diperbolehkan hingga ada dalil yang
mengharamkannya. Lebih-lebih jika hal dimaksud nyata memberi manfaat bagi
manusia.

Jual beli online yang tidak memungkinkan transaksi fisik cenderung tidak bisa


diterima, salah satunya karena mengandung unsur mengakhirkan pembayaran.
Maksudnya, sekalipun aplikasi berstatus ‘menerima’ notifikasi pembelian, namun
uangnya hadir belakangan. Tidak dilihatnya-langsung material barang jualan dan
samarnya shighat akad makin membuat kita pesimis ia dapat diterima.

Bukannya ramai-ramai dijauhi, jual beli online malah tumbuh pesat yang bahkan


membuat seorang CEO Amazon, start-up  terbesar jual beli, menjadi 3 besar orang
terkaya dunia. Paradoks ini membuat kita semua berpikir keras,
“Mungkinkah rukn dan syarth jual beli versi Muslim diubah, dengan
mempertimbangkan globalisasi dan disrupsi pola interaksi manusia modern?”
Jadi, menilai sah dan tidaknya jual beli tidak lagi melalui dipenuhi
tidaknya rukn dan syarth yang ada, namun melalui prinsip-prinsip dasarnya. Kita
semua tahu, rukn dan syarth jual beli ala Muslim yang kita kenal lahir di zaman di
mana kemajuan tekonologi masih jauh panggang dari api. Selama prinsip dasar
jual beli dijalankan, misalnya tidak mengandung unsur penipuan dan bukan
ditujukan untuk sesuatu yang manipulatif, hemat kami tidak diharamkan dan sah-
sah saja. Selamat bertransaksi online. Wallahu a’lam. (afd)

B. Dalil
Jual Beli Online yang dibenarkan oleh syariah adalah jika dia menerapkan sistem
akad salam atau Istishna’.

Page 4|7
Dalil kebolehan melakukan akad tersebut adalah diantaranya hadis Nabi SAW:

َ‫ف تَ ٍر ف‬ ِْْ ‫ار السَّنةَ َوالسَّن‬


ِ َ‫ َم ْن أ ْسلف‬: ‫تي فَ قَا َل‬ ِ َ‫صلى هللاُ عَل ْي ِه َو َسل َم ال َم ِدينةَ َوهُ ْم يسْلفُون‬
ِ ‫ف الث َم‬ َ ِ ُّ‫ق ِد َم النب‬
َ ‫ف َكي ٍْل َمعْلوم َو َو ْز ٍن َمعْلوم‬
‫إل أ َج ٍل َمعْلوم‬ ْ ‫ْليس‬
ِ ‫ْلف‬

“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk


Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun.
maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memesan
kurma, maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang
jelas (diketahui oleh kedua belah pihak).” [Muttafaqun ‘alaih].

‫ف‬ِ َ ْ‫ب أو‬ ِ ‫ِل ب ِن أ‬vََِّّ َّ‫بن أبْ زى َو َع ْب ِد ال‬ ْ


ِ ‫الرحْ ِن‬ ‫ َوع َْن َع ْب ِد‬‫ِِل‬vََِِّّ َّ‫ َِِع رسُو ِل ال‬vَ ‫ َم‬ ‫غاِن‬
َِ vَ ‫صيبُ ال َم‬ ِ ‫ ُكنا ن‬ :‫ قاال‬‫أن‬ ْ ‫َِِكانَ يَتِينا‬vَ ‫و‬
ْ
:‫ قي َل‬.‫أج ٍل ُم َس ّمًى‬ َ ‫إ َل‬  –  ‫ت‬ ِ ‫ْزي‬vََّّْ ‫ َوال‬:‫ف ر َوايَ ٍة‬ ِ ‫ َو‬ –  ‫ب‬ ِ ‫ف ْال ْنطة َوال َّشعير َوالزبي‬ ِ ‫أن باط ال َّشام فَ نسْلفُهُ ْم‬ ْ ٌ‫باط‬
ْ ‫ِمن‬
َ‫َُ ْم َع ْن َذلك‬vَ‫ َما ُكنا نسْأُل‬:‫ع ؟ قاال‬ ٌ ‫أ َكانَ لَ ْم زَ ر‬

Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,”Kami


biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari
negeri syam. Lalu kami bertransaksi secara akad salam dengan mereka dengan
gandum, jelai -dalam riwayat lain : lemak- dan kismis, dengan jangka waktu
tertentu”. 

Ketika ditanyakan kepada kami,”Apakah mereka itu mempunyai tanaman?”.


Jawab kedua sahabat ini,”Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR
Bukhari dan Muslim)

‫ف كتابه وأذن فيه ثم قرأ هذه اآلية‬


ِ ‫ أشهد أن السلف المضمون إ َل أجل مسمى قد أحل هللا‬: ‫قال ابن عباس‬

Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung
hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia
telah mengizinkannya. Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi’i
dalam musnadnya)

Page 5|7
C.Hukum

Hukum jual beli online dalam Islam halal selagi ada barang dan dibayar tunai
serta tidak ada unsur penipuan. Hukum jual beli online ini perlu diketahui Muslim
agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar aturan agama. Jual beli online bisa
dikategorikan jual beli yang tidak tunai. Karena biasanya dalam sistem jual beli
online ini, ketika terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, penjual dan
pembeli, maka penjual meminta untuk dilakukan pembayaran, setelah itu barulah
barang yang dipesan akan dikirimkan.
Di dalam Islam secara umum ada empat jenis jual beli, tiga diantaranya dihalalkan
dan satu yang diharamkan.
1. Jual beli semua tunai. Pembayaran tunai dan barangnya pun tunai. Ini yang
biasa terjadi di pasar atau jika seseorang belanja langsung ke warung tanpa
ngutang.
2. Jual beli non tunai (kredit), yaitu barangnya tunai, namun pembayarannya
ditangguhkan atau dicicil belakangan.

3. Jual beli salam/istishna’. Jual beli dengan pembayaran tunai dan barangnya
ditangguhkan atau belakangan.

Adapun jenis jual beli yang terlarang atau diharamkan secara mutlak adalah jual
beli utang. Maksudnya pembayarannya tidak tunai ditangguhkan kemudian
barangnya pun ditangguhkan.

Tidak ada kejelasan kedua-duanya saat akad terkait pembayaran dan barangnya.
Dikenal dalam istilah fiqih dengan “Bai’ Kali bil Kali”. Alquran pun sudah
menegaskan tentang larangan memakan harta dengan jalan batil.

Allah SWT berfirman: ‫ ا َرةً ع َْن‬v‫ونَ تِ َج‬vv‫ ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُك‬v‫ َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط‬v‫أْ ُكلُوا أَ ْم‬vvَ‫وا اَل ت‬vvُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
)29( ‫ا‬vv‫انَ بِ ُك ْم َر ِحي ًم‬vv‫ ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َك‬vv‫وا أَ ْنفُ َس‬vvُ‫اض ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُل‬
ٍ ‫ َر‬vvَ‫ ت‬Artinya: Hai orang-orang yang

Page 6|7
beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang
batil,

kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepada kalian. (QS. An Nisa: 29). Ibnu Katsir menerangkan
berkaitan dengan ayat tersebut bahwa Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya
yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain
dengan cara yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat, seperti
dengan cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk ke dalam kategori
tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan pengelabuan. 

Sekalipun pada lahiriahnya cara-cara tersebut memakai cara yang diakui oleh
hukum syara', tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya para pelakunya
hanyalah semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat).

D.Ijma’

Dikemukakan ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Menurut mereka, jual
beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik
dan pemilikan. Dalam hal ini mereka melakukan penekanan pada kata “milik dan
pemilikan,” karena ada juga tukar-menukar harta tersebut yang sifatnya bukan
pemilikan, seperti sewa-menyewa (Ijarah).

Page 7|7

Anda mungkin juga menyukai