Disusun Oleh :
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-
0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae
complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant,
tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali
menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup
sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
§ Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
§ Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
§ Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
§ Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
§ Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.
Kategori 2
Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien
dengan MDR-TB, dengan catatan bahwa obat-obat ini masih
sensitif :
Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut
WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin dan kanamisin yang bersifat ototoksik pada
janin. Pemberian kedua obat tersebut akan menyebabkan
gangguan pendengaran dan keseimbangan pada bayi ketika
lahir. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan
pemberian piridoksin 50 mg/hari. Vitamin K juga
dianjurkan diberikan dengan dosis 10 mg/hari jika
rifampisin digunakan pada trimester ketiga.
Ibu Menyusui
Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua
jenis OAT aman bagi ibu menyusui. Tatalaksana OAT yang
adekuat akan mencegah penularan TB ke bayi. Untuk bayi
yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi profilaksis
isoniazid dapat diberikan.
2) Rawat Inap
Umumnya pasien dengan tuberkulosis paru (TB Paru) tidak perlu
dirawat inap. Namun akan memerlukan rawat inap pada keadaan
atau komplikasi berikut :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum dan tanda vital buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleural masif/bilateral
- Sesak nafas berat yang tidak disebabkan oleh efusi pleura
3) Kriteria Sembuh
Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh
apabila memenuhi kriteria :
- BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau
menunjukkan perbaikan
- Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif
4) Monitoring
Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan
dua tujuan, yaitu evaluasi pengobatan dan evaluasi komplikasi
maupun efek samping obat.
- Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, radiologik, dan
bakteriologik. Pada evaluasi klinik, penderita diperiksa setiap 2
minggu pada 1 bulan pertama pengobatan, kemudian
dilanjutkan setiap 1 bulan. Hal yang dievaluasi adalah
keteraturan berobat, respon pengobatan, dan ada tidaknya efek
samping pengobatan. Pada setiap kali follow up, pasien
dilakukan pemeriksaan fisik dan berat badan diukur. Evaluasi
bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya
konversi dahak. Evaluasi ini dilakukan sebelum memulai
pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir pengobatan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan asam
(BTA) atau biakan apabila tersedia. Evaluasi radiologik
dilakukan menggunakan foto rontgen toraks. Evaluasi
dilakukan sebelum memulai pengobatan, setelah fase intensif,
dan pada akhir pengobatan. Pada penderita yang telah
dinyatakan sembuh, evaluasi tetap dilakukan selama 2 tahun
pertama untuk mendeteksi adanya kekambuhan. Pemeriksaan
BTA dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24 setelah
dinyatakan sembuh. Sedangkan pemeriksaan foto rontgen dada
dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan
sembuh.
- Evaluasi Efek Samping Obat
Pasien TB yang diberikan pirazinamid harus diperiksa baseline
serum asam urat dan tes fungsi hati. Sedangkan pasien yang
diterapi etambutol mesti diperiksa baseline ketajaman
penglihatannya dan juga secara periodik dilakukan tes buta
warna merah-hijau, menggunakan tes Ishihara. Pasien yang
mendapat suntikan streptomisin dimonitor ketajaman
pendengarannya, tes fungsi ginjal secara berkala, dan
pemeriksaan neurologis berkala.
Monitoring ini terintegrasi dalam program nasional bersama
WHO, yaitu strategi DOTS (Directly Observed Treatment,
Short-course) sejak tahun 1995, yang dalam perkembangannya
menghadapi banyak tantangan, sehingga diperluas pada tahun
2005 menjadi strategi Stop TB untuk mengoptimalkan mutu
DOTS.
Pembiayaan pengendalian program TB yang lebih banyak
berpusat kepada aspek kuratif masih bergantungan pada
pendanaan dari donor internasional selain alokasi APBD yang
masih rendah. Khusus warga DKI Jakarta yang berobat TB
melalui puskesmas, pemprov DKI memberikan subsidi
pengobatan TB secara gratis. Pada tingkat pertama, pasien
yang datang ke puskesmas akan ditangani oleh seorang dokter
umum, dan bilamana dianggap perlu, pasien TB dirujuk ke
rumah sakit setempat yang memiliki fasilitas pemeriksaan
spesialistik.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada tuberkulosis paru
(TB paru) adalah tuberkulin tes, foto rontgen dada, tes resistensi
OAT, gene Xpert MTB/ RIF assay, dan DNA sequencing.
a. Tuberculin Skin test (TST) atau Tes Mantoux
Tuberculin skin test (TST) positif menunjukkan kecenderungan
terjadinya infeksi primer TB. Tes ini merupakan metode standar
dalam menentukan apakah seseorang terinfeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Konversi TST biasanya
terjadi 3-6 minggu setelah paparan terhadap kuman TB. Sekitar
20% pasien-pasien dengan TB aktif, khususnya pada penyakit yang
sudah berlanjut, memiliki hasil TST yang normal.
Pembacaan hasil TST dilakukan antara 48 dan 72 jam setelah
dimasukkan 0,1 ml suntikan tuberkulin PPD secara intradermal.
Suntikan yang benar akan menimbulkan gelembung kulit kecil
pucat berdiameter 6-10 mm. Reaksi terhadap suntikan akan teraba
mengeras, atau membengkak, disebut sebagai indurasi yang diukur
diameternya dalam milimeter ke arah aksis longitudinal pada
lengan bawah bagian ventral. Eritema tidak ikut diukur sebagai
indurasi.
Hasil reaksi TST diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Indurasi ≥5 mm, dianggap positif pada:
- Orang terinfeksi HIV
- Orang yang baru tertular kuman TB
- Seseorang yang hasil foto rontgen dadanya menunjukkan
adanya perubahan fibrotik yang konsisten dengan TB
terdahulu
- Pasien dengan transplantasi organ
- Orang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh karena
misalnya mengonsumsi >15 mg/ hari prednison selama satu
bulan atau lebih, atau antagonis TNF alfa
2) Indurasi ≥10 mm, dianggap positif pada:
Orang yang pernah bepergian ke negara-negara dengan
prevalensi tinggi TB dalam waktu <5 tahun
- Pengguna obat-obat terlarang dengan cara suntikan
- Tempat-tempat yang padat penduduknya
- Pekerja di laboratorium mikrobiologi
- Orang-orang dengan kondisi klinis yang lemah, yang
memudahkan mereka memiliki risiko tinggi terkena TB
- Anak-anak usia <4 tahun
- Bayi, anak dan remaja yang terpapar oleh orang dewasa yang
memiliki risiko tinggi terkena TB
3) Indurasi ≥15 mm, dianggap positif pada:
- Tiap orang, termasuk mereka yang tidak memiliki faktor
risiko terkena TB
- Namun, program TST ini semestinya dilakukan hanya pada
orang-orang dengan risiko tinggi saja
Beberapa orang dapat bereaksi terhadap TST meski mereka tidak
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hal ini disebut reaksi false-
positif. Penyebab reaksi false positif di antaranya adalah:
Infeksi dengan Mycobacterianon-tuberkulosis
Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
Cara penyuntikan TST yang tidak benar
Intepretasi yang tidak benar terhadap reaksi TST
Antigen yang digunakan tidak benar
7. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari dahak, cairan pleura,
cairan serebrospinal,bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, feses, dan jaringan biopsi. Umumnya, sampel
yang digunakan adalah dahak karena lebih mudah untuk diambil.
Dahak dapat diambil dengan cara setiap pagi selama 3 hari berturut-
turut, ataupun dengan pengambilan dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
ialah :
Apabila didapatkan 2 kali positif, dan 1 kali negatif → dianggap
basil tahan asam (BTA) positif
Pasien dengan hasil rontgen dada seperti tersebut diatas dan memiliki
gambaran klinis TB paru yang khas sudah dapat dikatakan terkena TB
paru walaupun tanpa dilakukan pemeriksaan sputum. Sebaliknya, bila
gambaran rontgen dada normal, tidak menyingkirkan TB terutama pada
pasien dengan kekebalan tubuh menurun. Pada TB primer aktif,
gambaran rontgen dada tidak spesifik, bahkan kadang normal. Secara
tipikal dapat muncul gambaran seperti pneumonia dengan proses
infiltrasi pada bagian tengah atau bawah paru yang cenderung
menyerupai gambaran community-acquired pneumonia (CAP).
Pada kasus reaktivasi TB, gambaran klasik lesi berlokasi pada segmen
posterior lobus kanan bagian atas, segmen apikoposterior pada lobus
kiri atas, dan segmen apikal pada lobus-lobus bagian bawah. Kavitasi
adalah gambaran yang paling umum. Sedangkan tuberkuloma yang
sembuh akan menjadi jaringan parut, dimana parenkimnya akan hilang
dan terjadi kalsifikasi.
Pada Infeksi TB dan HIV, lesi yang muncul akan atipikal, walaupun
sekitar 20% pasien dengan HIV positif dan TB aktif memiliki hasil
rontgen dada yang normal. Pada TB laten dan TB paru yang telah
sembuh, gambaran dapat berbeda-beda. Gambaran rontgen dapat
berupa nodul-nodul yang radioopak, dengan atau tanpa kalsifikasi pada
hilus atau lobus-lobus atas. Selain itu, dapat pula muncul gambaran
nodul-nodul yang kecil, dengan atau tanpa jaringan parut fibrotik
pada lobus-lobus atas. Gambaran lesi-lesi fibrotik dan nodul-nodul
dapat jelas dibedakan, dan tampak memiliki densitas dengan gambaran
radioopak dan tepi yang jelas. Pasien dengan gambaran rontgen dada
seperti ini yang disertai hasil positif TST dikatakan sebagai karier laten.
Pada pasien TB Milier, rontgen dada akan menunjukkan lesi-lesi
nodular kecil berukuran sekitar 2 mm yang banyak, menyerupai bulir-
bulir yang merupakan gambaran khas TB milier. Namun, gambaran
rontgen dada bisa bervariasi dan dapat disertai gambaran infiltrat-
infiltrat pada lobus atas dengan atau tanpa adanya kavitasi.
Apabila terjadi pleural TB, pada rontgen dada akan tampak gambaran
empiema ataupun efusi pleura.
8. Komplikasi
TB Paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB
Paru dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Komplikasi dini: pleuris, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut: komplikasi-komplikasi yang
sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran napas bawah)
yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan
napas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan diktus
c. Bronkietakis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembekuan jaringan ikat pada proses pemulihan atau
reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena
bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal dan sebagainya.
A. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
i. Data pasien
C. Perencanaan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
- Pasien mampu batuk efektif
- Pasien dapat mengeluarkan sekret
Rencana tindakan:
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
Rasional : Untuk mengetahui kemampuan batuk
- Mengatur posisi semi fowler
Rasional : Untuk mengurangi kesulitan bernafas
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Rasional : Agar pasien mau mengikuti intruksi dan
mengetahui manfaat batuk efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
Rasional : Untuk mempermudah mengeluarkan sekret
- Menganjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
Rasional : Teknik ini akan mengumpulkan kekuatan
sehingga batuk dapat efektif mengeluarkan sekret dari jalan
napas
- Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3
Rasional : Agar sekret keluar melalui jalan napas
D. Evaluasi
https://books.google.co.id/books?
id=G3KXne15oqQC&pg=PA87&dq=TB+Paru&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiE
qL2un4zwAhUKbn0KHZfKA18Q6AEwA3oECAMQAw#v=onepage&q=TB
%20Paru&f=false
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
I. BIODATA
Identitas pasien
Initial pasien : Tn. Yus Rohansyah
Pekerjaan : Buruh
Usia : 50 tahun
No. RM : 17-11-29
Jenis kelamin : laki-laki
Tgl pengkajian : 21 April 2021
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Penanggung jawab
Initial : Ny. Ros
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub dg pasien : Istri
V. PEMERIKSAAN FISIK
a) Sistem Pencernaan
Mukosa bibir kering, lesi (-), warna gigi kuning gading, ada caries,
gigi berjumlah 32 tetapi terdapat gigi palsu 7 : 3112 2112
2212 2111
warna lidah merah muda, tak ada lesi, mukosa mulut lembab. Bentuk
abdomen datar, asites (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien.
Bising usus 8 x/menit. Pada palpasi abdomen tidak teraba distensi.
b) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, septum nasi terletak ditengah, lesi (-), PCH
(-), mukosa rongga hidung kering, tidak ada nyeri pada palpasi sinus.
Bentuk leher simetris, bentuk thorak simetris, tidak ada retraksi otot
interkostalis, ekspansi kedua paru sama, bunyi paru resonan, frekuensi
nafas cepat 20 x/menit, tidak ada clubing finger.
c) Sistem Kardiovaskuler
d) Sistem Endokrin
e) Sistem Perkemihan
Tidak teraba pembengkakan pada ginjal kiri dan kanan, tidak ada
nyeri tekan pada kedua ginjal. Bisa teraba penuh, tidak terpasang
kateter.
f) Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas Atas :
Bentuk simetris, tidak terdapat oedema, tidak terdapat luka, tidak
terpasang infus. Reflek bisep +/+, reflek tricep +/+, ROM (+),
kekuatan otot 5/5.
Ekstremitas Bawah :
Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak terdapat odema, refleks patella +/
+, ROM (+), kekuatan otot 5/5.
g) Sistem Integumen
h) Sistem Persyarafan
(a) Kesadaran
(b) Memori
N. Olfaktorius
N. Optikus
Klien dapat membaca papan nama mahasiswa dengan benar
dari jarak kurang lebih 30 cm.
N. Trigeminus
N. Fasialis
N. Akustikus
N. Assesorius
N. Hipoglosus
Klien dapat menjulurkan lidahnya secara simetris dan dapat
menggerakannya ke atas dan ke bawah, samping kiri dan kanan
secara simetris.
e. Data Psikologis
1) Status emosi
Saat dikaji emosi klien tampak stabil, ekspresi wajah klien sesuai
dengan apa yang dibicarakannya. Klien mengatakan ingin cepat
pulang, klien mengatakn tidak mau terlalu lama dirawat karena
klien tidak mau menambah beban keluarganya.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
b) Harga diri
c) Ideal diri
d) Identitas diri
e) Peran diri
3) Gaya komunikasi
4) Pola koping
f. Data Sosial
1) Hubungan Sosial
2) Gaya hidup
1) Falsafah Hidup
2) Konsep ketuhanan
Klien selalu berdoa dan berharap kepada Allah SWT agar diberikan
kesembuhan, ia pasrah dengan keadaannya sekarang
Reaksi inflamasi
Edema
Secret meningkat
Bersihkan jalan
napas tidak efektif
RR : 28 x/menit
Gangguan
TD : 120/80 mmHg pertukaran gas
T : 35,5°C
GCS : E4M6V5
Peningkatan
penggunaan energi
untuk bernapas
Penurunan energi
cadangan
Kelemahan
Intoleransi
aktivitas
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas di tandai dengan suara ronchi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengann
tampak lemas.
FORMAT
TINDAKAN KEPERAWATAN
2. S : Pasien
2. Mengajarkan teknik mengatakan
batuk efektif. sudah diajarkan
batuk efektif
dan mulai
mampu
mengeluarkan
dahak sedikit
demi sedikit
O : dapat batuk
efektif dan
mampu
mengeluarkan
dahak.
3. S : -
O : tampak
terpasang nasal
kanul.
4. S : Pasien
3. Memberian obat mengatakan
inhalasi. akan mengikuti
apa yang di
instruksikan
perawat.
4. Memrelaksasi nafas
dalam. O : tampak
mengikuti
arahan.
2. Intoleransi aktivitas 1. Memonitor pola dan 1. S : Klien Kelompok 8
berhubungan jam tidur mengatakan
dengan kelemahan pola tidurnya
ditandai dengann dan jam tidur
tampak lemas. sudah
membaik.
O : Tampak tidur
jam 22.00
WIB dan
bangun jam
06.00 WIB
2. Menyediakan 2. S : klien
lingkungan nyaman mengatakan
dan rendah stimulus nyaman dengan
lingkungan yg
sekarang.
O : Tampak
nyaman dan
rileks.
3. S : klien
3. Menganjurkan
strategis koping mengatakan
kelelahan yg dianjurkan
oleh perawat.
O : tampak tenang
dan tidak lesu.
CATATAN PERKEMBANGAN