Anda di halaman 1dari 40

TUGAS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen Pengampu : Widya Sepalatina, S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.KMB

Disusun Oleh :

1. Abdurrahman Gibran 7. Muhamad Trisna


2. Alfakih Lukman 8. Nurfadilah Setiawan
3. Anzani dhela 9. Putri Indah P.S
4. Ari Samsudin 10. Rista Agistari
5. Bekti Nurcahyani 11. Wanda Sofiyatun Najwa
6. Desti Lestari

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

TAHUN AKADEMIK 202


LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

A. Konsep Gangguan TB Paru


1. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-
paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan
dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus
limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).

2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-
0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae
complex adalah :
1.      M. Tuberculosae
2.      Varian Asian
3.      Varian African I
4.      Varian African II
5.      M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant,
tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali
menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup
sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB  (Depkes, 2006)
§  Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
§  Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
§  Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
§  Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
§  Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.

3. Patofisiologi dan Pathway


Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacerium
tuberkulosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terllihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacerium tuberkulosis juga dapat menjangkau sampai ke area
lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem
limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks
serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjunya, sistem
kekebalan tubuh memberikan resspons dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan magrofak melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisikan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan
ini mengakibatkan terakumulasinya eskudat dalam alveoli yang
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara Mycobacerium tuberkulosis dan sistem kekebalan
tubuh pada awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan
mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi masa jaringan fibros. Bagian
tengah dari masa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri
atas makrofag dan bakteri menjadi nektorik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen, emudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami
ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.
Tuberkel yang uselrasinya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut. Paru-paru yang terinseksi kemudian meradang, mengakibatkan
timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya proses ini
berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Makrofag yang mengadakan di dalam infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan geanulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan resspons berbeda, kemudian
pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh
tuberkel.
Pathway
4. Menifestasi Klinis
Tanda- tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas
dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisik
dapat normal atau dapat ditentukan tanda konsolidasi paru utamanya
apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal
premitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkoesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula
ditemukan tanda-tanda seperti devisiasi trakea ke sisi paru yang
terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau
tanda adanya penebalan peleura.
a. Gejala sistemik / umum
1) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2) Perasaan tidak enak (malaise) lemah.
3) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus
1) Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju
ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
2) Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.

Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimunan Dokter Penyakit


Dalam dapat bermacam-macam antara lain :
1) Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-41˚C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2) Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan
setelah timbul berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat
pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC
terjadi pada dinding bronkus.
3) Sesak nafas
Infiltrasinya sudah setengah paru-paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai
pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi gejala ini
akan jarang ditemukan.
5) Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malasie
sering ditemukan anoreksia, berat badan maki menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin
lama berat dan hilang timbul secara tidak teratur.

5. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)


Penatalaksanaan tuberkulosis paru (TB paru) dapat dibagi menjadi dua
fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Penggunaan obat juga dapat
dibagi menjadi obat utama dan tambahan.
1) Medikamentosa
Obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai sebagai tatalaksana lini
pertama adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin,
dan etambutol, yang tersedia dalam tablet tunggal maupun dalam
sediaan dosis tetap (fixed dose combination). Jenis obat lini kedua
adalah kanamisin, kuinolon, dan derivat rifampisin dan isoniazid.
Dosis OAT adalah sebagai berikut :
a. Rifampisin (R) diberikan dalam dosis 10 mg/KgBB per hari
secara oral, atau 10 mg/kgBB oral dua kali seminggu dengan
perlakuan DOT, maksimal 600 mg/hari. Dikonsumsi pada
waktu perut kosong agar baik penyerapannya.
b. Isoniazid (H) diberikan dalam dosis 5 mg/kgBB oral tidak
melebihi 300 mg per hari untuk TB paru aktif, sedangkan
pada TB laten pasien dengan berat badan >30 kg diberikan
300 mg oral. Pemberian isoniazid juga bersamaan dengan
Piridoksin (vitamin B6) 25-50 mg sekali sehari untuk
mencegah neuropati perifer
c. Pirazinamid (Z) pada pasien dengan HIV negatif diberikan
15-30 mg/kgBB per hari secara oral dalam dosis terbagi,
tidak boleh melebihi dua gram per hari. Atau dapat diberikan
dua kali seminggu dengan dosis 50 mg/kg BB secara oral
d. Etambutol (E) pada fase intensif dapat diberikan 20
mg/kgBB. Sedangkan pada fase lanjutan dapat diberikan 15
mg/kgBB , atau 30 mg/kgBB diberikan 3 kali seminggu, atau
45 mg/kgBB diberikan 2 kali seminggu
e. Streptomisin (S) dapat diberikan 15 mg/kgBB secara intra
muskular, tidak melebihi satu gram per hari. Atau dapat
diberikan dengan dosis dua kali per minggu, 25-30 mg/kgBB
secara intra muskular, tidak melebihi 1,5 gram per hari
Panduan pemberian OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah :
Kategori 1 : 2RHZE/4RH3
Kategori 2 : 2 RHZES/RHZE/5RH3E3
 Kategori 1
OAT Kategori 1 diberikan pada pasien baru, yaitu pasien
TB paru terkonfirmasi bakteriologis, TB paru terdiagnosis
klinis, dan pasien TB ekstra paru. OAT kategori 1 diberikan
dengan cara RHZ diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan
dengan RH 4 bulan.

 Kategori 2

OAT Kategori 2 diberikan pada pasien BTA positif yang


sudah diberikan tatalaksana sebelumnya, yaitu pada pasien
kambuh, pasien gagal pengobatan dengan kategori 1, dan
pasien yang diobati kembali setelah putus obat.
 Terapi MDR-TB 
Gunakan sedikitnya 4-5 obat yang tidak pernah diberikan
sebelumnya, dimana obat-obat tersebut masih sensitif
secara in vitro.  Jangan gunakan obat yang sudah resisten. 
Ada baiknya mengonsultasikan pasien dengan MDR-TB
kepada spesialis penyakit paru.

Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien
dengan MDR-TB, dengan catatan bahwa obat-obat ini masih
sensitif :

Grup 1: first- lineterapi oral, misalnya: pirazinamid, etambutol,


rifampisin

Grup 2: injeksi, misalnya: kanamisin, amikasin, capreomycin,


streptomisin

Grup 3: golongan fluoroquinolon, misalnya: levofloksasin,


moxifloksasin, ofloksasin

Grup 4: second- lineterapi oral bakteriostatik, misalnya:


cycloserine, terizidone, asam para aminosalisilat (PAS),
etionamide, protionamide

Grup 5:  obat-obat ini tidak dianjurkan oleh WHO untuk


penggunaan rutin karena efektifitasnya masih belum jelas.  Namun
diikutsertakan dengan alasan bahwa bilamana ke 4 grup obat
tersebut diatas tidak mungkin diberikan kepada pasien, seperti pada
XDR-TB.

Penggunaan obat ini mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan


spesialis penyakit paru.  Contoh obatnya: clofazimine, linezolid,
amoksisilin klavulanat, thiocetazone, imipenem/cilastatin,
klaritromisin, INH dosis tinggi.

 Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut
WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali
streptomisin dan kanamisin yang bersifat ototoksik pada
janin. Pemberian kedua obat tersebut akan menyebabkan
gangguan pendengaran dan keseimbangan pada bayi ketika
lahir. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan
pemberian piridoksin 50 mg/hari. Vitamin K juga
dianjurkan diberikan dengan dosis 10 mg/hari jika
rifampisin digunakan pada trimester ketiga.
 Ibu Menyusui
Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua
jenis OAT aman bagi ibu menyusui. Tatalaksana OAT yang
adekuat akan mencegah penularan TB ke bayi. Untuk bayi
yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi profilaksis
isoniazid dapat diberikan.
2) Rawat Inap
Umumnya pasien dengan tuberkulosis paru (TB Paru) tidak perlu
dirawat inap. Namun akan memerlukan rawat inap pada keadaan
atau komplikasi berikut :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum dan tanda vital buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleural masif/bilateral
- Sesak nafas berat yang tidak disebabkan oleh efusi pleura
3) Kriteria Sembuh
Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh
apabila memenuhi kriteria :
- BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau
menunjukkan perbaikan
- Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif
4) Monitoring
Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan
dua tujuan, yaitu evaluasi pengobatan dan evaluasi komplikasi
maupun efek samping obat.
- Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, radiologik, dan
bakteriologik. Pada evaluasi klinik, penderita diperiksa setiap 2
minggu pada 1 bulan pertama pengobatan, kemudian
dilanjutkan setiap 1 bulan. Hal yang dievaluasi adalah
keteraturan berobat, respon pengobatan, dan ada tidaknya efek
samping pengobatan. Pada setiap kali follow up, pasien
dilakukan pemeriksaan fisik dan berat badan diukur. Evaluasi
bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya
konversi dahak. Evaluasi ini dilakukan sebelum memulai
pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir pengobatan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan asam
(BTA) atau biakan apabila tersedia. Evaluasi radiologik
dilakukan menggunakan foto rontgen toraks. Evaluasi
dilakukan sebelum memulai pengobatan, setelah fase intensif,
dan pada akhir pengobatan. Pada penderita yang telah
dinyatakan sembuh, evaluasi tetap dilakukan selama 2 tahun
pertama untuk mendeteksi adanya kekambuhan. Pemeriksaan
BTA dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24 setelah
dinyatakan sembuh. Sedangkan pemeriksaan foto rontgen dada
dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan
sembuh.
- Evaluasi Efek Samping Obat
Pasien TB yang diberikan pirazinamid harus diperiksa baseline
serum asam urat dan tes fungsi hati. Sedangkan pasien yang
diterapi etambutol mesti diperiksa baseline ketajaman
penglihatannya dan juga secara periodik dilakukan tes buta
warna merah-hijau, menggunakan tes Ishihara. Pasien yang
mendapat suntikan streptomisin dimonitor ketajaman
pendengarannya, tes fungsi ginjal secara berkala, dan
pemeriksaan neurologis berkala.
Monitoring ini terintegrasi dalam program nasional bersama
WHO, yaitu strategi DOTS (Directly Observed Treatment,
Short-course) sejak tahun 1995, yang dalam perkembangannya
menghadapi banyak tantangan, sehingga diperluas pada tahun
2005 menjadi strategi Stop TB untuk mengoptimalkan mutu
DOTS.
Pembiayaan pengendalian program TB yang lebih banyak
berpusat kepada aspek kuratif masih bergantungan pada
pendanaan dari donor internasional selain alokasi APBD yang
masih rendah.  Khusus warga DKI Jakarta yang berobat TB
melalui puskesmas, pemprov DKI memberikan subsidi
pengobatan TB secara gratis.  Pada tingkat pertama, pasien
yang datang ke puskesmas akan ditangani oleh seorang dokter
umum, dan bilamana dianggap perlu, pasien TB dirujuk ke
rumah sakit setempat yang memiliki fasilitas pemeriksaan
spesialistik.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada tuberkulosis paru
(TB paru) adalah tuberkulin tes, foto rontgen dada, tes resistensi
OAT, gene Xpert MTB/ RIF assay, dan DNA sequencing.
a. Tuberculin Skin test (TST) atau Tes Mantoux 
Tuberculin skin test (TST) positif menunjukkan kecenderungan
terjadinya infeksi primer TB. Tes ini merupakan metode standar
dalam menentukan apakah seseorang terinfeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Konversi TST biasanya
terjadi 3-6 minggu setelah paparan terhadap kuman TB. Sekitar
20% pasien-pasien dengan TB aktif, khususnya pada penyakit yang
sudah berlanjut, memiliki hasil TST yang normal.
Pembacaan hasil TST dilakukan antara 48 dan 72 jam setelah
dimasukkan 0,1 ml suntikan tuberkulin PPD secara intradermal.
Suntikan yang benar akan menimbulkan gelembung kulit kecil
pucat berdiameter 6-10 mm. Reaksi terhadap suntikan akan teraba
mengeras, atau membengkak, disebut sebagai indurasi yang diukur
diameternya dalam milimeter ke arah aksis longitudinal pada
lengan bawah bagian ventral. Eritema tidak ikut diukur sebagai
indurasi. 
Hasil reaksi TST diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Indurasi ≥5 mm, dianggap positif pada:
- Orang terinfeksi HIV
- Orang yang baru tertular kuman TB
- Seseorang yang hasil foto rontgen dadanya menunjukkan
adanya perubahan fibrotik yang konsisten dengan TB
terdahulu
- Pasien dengan transplantasi organ
- Orang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh karena
misalnya  mengonsumsi >15 mg/ hari prednison selama satu
bulan atau lebih, atau antagonis  TNF alfa
2) Indurasi ≥10 mm, dianggap positif pada:
Orang yang pernah bepergian ke negara-negara dengan
prevalensi tinggi TB dalam waktu <5 tahun
- Pengguna obat-obat terlarang dengan cara suntikan
- Tempat-tempat yang padat penduduknya
- Pekerja di laboratorium mikrobiologi
- Orang-orang dengan kondisi klinis yang lemah, yang
memudahkan mereka memiliki risiko tinggi terkena TB
- Anak-anak usia <4 tahun
- Bayi, anak dan remaja yang terpapar oleh orang dewasa yang
memiliki risiko tinggi terkena TB
3) Indurasi ≥15 mm, dianggap positif pada:
- Tiap orang, termasuk mereka yang tidak memiliki faktor
risiko terkena TB
- Namun, program TST ini semestinya dilakukan hanya pada
orang-orang dengan risiko tinggi saja
Beberapa orang dapat bereaksi terhadap TST meski mereka tidak
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hal ini disebut reaksi  false-
positif. Penyebab reaksi false positif di antaranya adalah:

 Infeksi dengan Mycobacterianon-tuberkulosis
 Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
 Cara penyuntikan TST yang tidak benar
 Intepretasi yang tidak benar terhadap reaksi TST
 Antigen yang digunakan tidak benar
7. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari dahak, cairan pleura,
cairan serebrospinal,bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, feses, dan jaringan biopsi. Umumnya, sampel
yang digunakan adalah dahak karena lebih mudah untuk diambil.
Dahak dapat diambil dengan cara setiap pagi selama 3 hari berturut-
turut, ataupun dengan pengambilan dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
ialah :
 Apabila didapatkan 2 kali positif, dan 1 kali negatif → dianggap
basil tahan asam (BTA) positif

 Apabila didapatkan 1 kali positif, dan 2 kali negatif → BTA


diulangi 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, dan 2 kali negatif maka
dianggap BTA positif. Namun apabila 3 kali negatif maka dianggap
BTA negatif

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dapat dibedakan


menjadi TB paru BTA positif dan BTA negatif.

Yang dimaksud TB paru BTA positif adalah :

1. Apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak


menunjukkan hasil BTA positif

2. Apabila hasil satu pemeriksaan spesimen dahak menunjukkan BTA


positif dan pemeriksaan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif

3. Apabila hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA


positif dan hasil biakan positif
Yang dimaksud TB paru BTA negatif adalah :

1. Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan hasil negatif ,


namun gambaran klinis dan radiologik menunjukkan TB paru aktif,
dan tatalaksana dengan antibiotik sprektum luas tidak berespon

2. Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali negatif, namun biakan


positif Pemeriksaan bakteriologik lainnya adalah pemeriksaan
biakan kuman. Untuk Mycobacterium tuberculosis  media biakan
yang digunakan adalah egg-base media seperti Lowenstein-Jensen,
ataupun agar media seperti Middle-Brook. Pemeriksaan ini
merupakan baku emas dalam diagnosis TB Paru.

a. Foto Rontgen dada


Foto rontgen dada dapat dilakukan dalam posisi lateral,
posteroanterior, dan lordotik apikal. Gambaran yang mungkin
didapatkan di antaranya adalah :

 Kavitas, menandakan infeksi yang sudah berlanjut dan


diasosiasikan dengan adanya jumlah kuman TB yang tinggi

 Infiltrat non-kalsifikasi berbentuk bulat, ini mesti dibedakan


dengan karsinoma paru

 Nodul-nodul kalsifikasi yang homogenus, ukuran 5-20 mm, seperti


tuberkuloma menunjukkan infeksi lama

Pasien dengan hasil rontgen dada seperti tersebut diatas dan memiliki
gambaran klinis TB paru yang khas sudah dapat dikatakan terkena TB
paru walaupun tanpa dilakukan pemeriksaan sputum. Sebaliknya, bila
gambaran rontgen dada normal, tidak menyingkirkan TB terutama pada
pasien dengan kekebalan tubuh menurun. Pada TB primer aktif,
gambaran rontgen dada tidak spesifik, bahkan kadang normal. Secara
tipikal dapat muncul gambaran seperti pneumonia dengan proses
infiltrasi pada bagian tengah atau bawah paru yang cenderung
menyerupai gambaran community-acquired pneumonia (CAP).

Pada kasus reaktivasi TB, gambaran klasik lesi berlokasi pada segmen
posterior lobus kanan bagian atas, segmen apikoposterior pada lobus
kiri atas, dan segmen apikal pada lobus-lobus bagian bawah. Kavitasi
adalah gambaran yang paling umum. Sedangkan tuberkuloma yang
sembuh akan menjadi jaringan parut, dimana parenkimnya akan hilang
dan terjadi kalsifikasi.

Pada Infeksi TB dan HIV, lesi yang muncul akan atipikal, walaupun
sekitar 20% pasien dengan HIV positif dan TB aktif memiliki hasil
rontgen dada yang normal. Pada TB laten dan TB paru yang telah
sembuh, gambaran dapat berbeda-beda. Gambaran rontgen dapat
berupa nodul-nodul yang radioopak, dengan atau tanpa kalsifikasi pada
hilus atau lobus-lobus atas. Selain itu, dapat pula muncul gambaran
nodul-nodul yang kecil, dengan atau tanpa jaringan parut fibrotik
pada lobus-lobus atas. Gambaran lesi-lesi fibrotik dan nodul-nodul
dapat jelas dibedakan, dan tampak memiliki densitas dengan gambaran
radioopak dan tepi yang jelas. Pasien dengan gambaran rontgen dada
seperti ini yang disertai hasil positif TST dikatakan sebagai karier laten.
Pada pasien TB Milier, rontgen dada akan menunjukkan lesi-lesi
nodular kecil berukuran sekitar 2 mm yang banyak, menyerupai bulir-
bulir yang merupakan gambaran khas TB milier. Namun, gambaran
rontgen dada bisa bervariasi dan dapat disertai gambaran infiltrat-
infiltrat pada lobus atas dengan atau tanpa adanya kavitasi.

Apabila terjadi pleural TB, pada rontgen dada akan tampak gambaran
empiema ataupun efusi pleura.

b. Interferon-Gamma Release Assay (IGRA)


Konversi interferon-gamma release assay  (IGRA) yang positif
merupakan cerminan reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap
protein Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk skrining infeksi TB laten.
Meski tes IGRA lebih mahal, memerlukan teknik lab yang lebih
canggih, dan prosesnya lebih rumit, namun tes ini lebih menguntungkan
dibandingkan TST, karena pasien hanya perlu sekali berkunjung ke
tempat pemeriksaan. Selain itu, tes juga dilakukan secara ex vivo, tidak
ada efek booster setelah pemeriksaan, dan tidak bergantung pada
riwayat vaksinasi BCG.
Namun, perlu diingat bahwa baik TST atau IGRA tidak cukup sensitif
untuk menyingkirkan seorang pasien terkena TB. Pada bayi dan orang
dengan imunosupresif kedua tes ini hendaknya diintepretasikan dengan
hati-hati.

c. Tes resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Tes resistensi obat anti tuberkulosis (OAT) dilakukan pada pasien yang
dicurigai terdapat MDR-TB. Tes ini memerlukan waktu yang lama,
karena untuk mendapatkan hasilnya dibutuhkan waktu sekitar 3-8
minggu.
d. Gene Xpert MTB/RIF Assay
Uji gene Xpert Mycobacterium tuberculosis (MTB) merupakan tes
diagnostik yang cepat untuk mendeteksi Mycobacterium
tuberculosis kompleks. Tes ini mampu menguji kepekaan kuman
terhadap rifampisin dalam waktu kurang dari dua jam. Tes ini juga
mudah digunakan, sehingga hanya membutuhkan pelatihan teknis yang
singkat pada petugas laboratorium. Tes ini juga dapat mengidentifikasi
secara cepat kemungkinan MDR-TB, dimana apabila didapatkan kuman
resisten terhadap rifampisin maka kuman akan resisten pula terhadap
isonizid (INH). Perlu diingat bahwa intepretasi hasil tes ini mesti
seiring dengan evaluasi gambaran klinis pasien, hasil radiografi, dan tes
laboratorium lainnya. 
e. DNA Sequencing 
Pemeriksaan menggunakan DNA sequencing lebih cepat untuk
mendeteksi resistensi OAT. Pemeriksaan ini memiliki spesifitas dan
senstivitas yang tinggi terhadap INH, rifampisin, etambutol dan
pirazinamide.
f. Serologi HIV 
Pemeriksaan serologi HIV dapat dilakukan pada semua pasien dengan
suspek TB yang berisiko. Pemeriksaan ini juga sebaiknya dilakukan
pada gambaran kasus TB paru yang berat atau disertai resistensi obat
ataupun keterlibatan organ ekstra pulmonal.

8. Komplikasi
TB Paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB
Paru dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Komplikasi dini: pleuris, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut: komplikasi-komplikasi yang
sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran napas bawah)
yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan
napas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan diktus
c. Bronkietakis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembekuan jaringan ikat pada proses pemulihan atau
reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena
bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal dan sebagainya.
A. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian

i. Data pasien

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses


keperawatan secara keseluruhan. Tujuan dari pengkajian adalah
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien,
klien dikaji saat memasuki sistem pemberian perawatan
kesehatan.

ii. Riwayat kesehatan sekarang

Untuk mendapatkan semua rincian yang berhubunga dengan


keluhan utama. Jika saat ini kesehatan pasien baik, riwayat
penyakit sekarang mungkin tidak terlalu menjadi acuan, akan
tetapi jika klien dalam kondisi tidak sehat, hal ini dapat dijadikan
kajian lebih lanjut untuk mengethaui status kesehatan klien saat
ini, hal ini juga dapat dijadikan panduan apakah klien harus
mendapatkan perawatan lebih lanjut mengenai penyakitnya.

iii. Tinjauan sistem

Untuk memperoleh informasi yang menyangkut adanya


kemungkinan masalah kesehatan pada klien, namun tinjauan ini
akan menjadi pilihan yang lebih baik selain pengkajian riwayat
kesehatan klien karena dalam pengkajian cenderung hanya
berfokus pada informasi yang diberikan keluarga sedangkan
kemungkinan terhadap kondisi kelainan yang ada pada tubuhk klien
belum disadari oleh keluarga. Klien mendapatkan tindakan
pemeriksaan fisik untuk peninjauan terhdap sistem tubuhnya.
Tinjauan system meliputi :

a. Kulit dan kepala di dapatkan data

tidak ada lesi dan seimetris


b. Mata di dapatkan data

Bentuk bola mata normal, pergerakannya simetris,


reflek pupil +/+, konjungtiva tidak anemis, keadaan
kornea mata bening, sklera putih, terdapat bulu mata
c. Hidung di dapatkan data

Tidak ada sekret, tidak terdapatnya cuping hidung,


tidak adanya suara saat bernapas
d. Mulut di dapatkan data

Daerah sekitar mulut bersih, mukosa bibir lembab,


belum ada gigi yang tumbuh, gusi merah muda,
keadaan lidah bersih
e. Leher di dapatkan data

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


pembesaran pada vena jugularis, tidak terdapatnya
kaku kuduk, pergerakkan leher baik
f. Telinga di data

Telinga bersih, pendengaran baik dibuktikan dengan


menoleh ke sumber suara, telinga simetris
g. Dada di dapatkan data

Pergerakkan dada tampak simetris, irama napas


tiadak teratur, ada tarikan otot napas bantuan, tidak
terdapat suara napas tambahan.
h. Abdomen di dapatkan data
Bentuk bulat, permukaan cembung, terdapat bunyi
bising usus, tidak teraba pembesaran hati dan limpa

i. Genitalia dan anus di dapatkan data

Tidak ditemukan disfungsi genitalia, anus normal

j. Ekstremitas Atas di dapatkan data

Bentuk simetris, tidak terdapat cacat bawaan,


kekuatan otot baik, gerakkan aktif
k. Ekstremitas bawah di dapatkan data

Bentuk simetris, tidak terdapat cacat bawaan,


kekuatan otot baik, gerakkan aktif
l. Kulit dan kuku di dapatkan data

Warna kulit putih, tidak ada lesi,kuku bersih


B. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan
motivasi/minat

C. Perencanaan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
- Pasien mampu batuk efektif
- Pasien dapat mengeluarkan sekret
Rencana tindakan:
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
Rasional : Untuk mengetahui kemampuan batuk
- Mengatur posisi semi fowler
Rasional : Untuk mengurangi kesulitan bernafas
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Rasional : Agar pasien mau mengikuti intruksi dan
mengetahui manfaat batuk efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
Rasional : Untuk mempermudah mengeluarkan sekret
- Menganjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
Rasional : Teknik ini akan mengumpulkan kekuatan
sehingga batuk dapat efektif mengeluarkan sekret dari jalan
napas
- Menganjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3
Rasional : Agar sekret keluar melalui jalan napas

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan : Suhu dalam ambang batas normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh berangsur turun
Rencana tindakan:
- Memonitor suhu tubuh
Rasional : Untuk mengetahui penurunan dan kenaikan suhu
tubuh
- Menyediakan lingkungan yang dingin
Rasional : Untuk memberikan sensasi yang lebih sejuk
- Melonggarkan pakaian
Rasional : Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang
ketat
- Membasahi permukaan tubuh
Rasional : Perpindahan panas secara konduktif
- Mengganti linen jika mengalami hiperhidrosis
Rasional : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
- Melakukan pendinginan eksternal (mengompres pada
dahi,dada,abdomen dan aksila)
Rasional : Untuk menurunakan suhu tubuh

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan


motivasi/minat
Tujuan : menjaga kebersihan tubuh
Kriteria hasil : Pasien memiliki minat untuk melakukan perawatan
diri
Rencana tindakan :
- Menjelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
Rasional : Agar pasien mempunyai motivasi untuk mandi
- Menjaga privasi selama eliminasi
Rasional : Untuk menjaga privasi dan kenyamanan pasien
- Menawaran BAB / BAK sebelum mandi
Rasional : Untuk membantu kegiatan eliminasi pasien
- Membantu dan memfasilitasi mandi
Rasional : Menjaga kebersihan pasien
- Mengganti linen
Rasional : Menjaga kebersihan dan membuat nyaman pasien

D. Evaluasi

Ditentukan dari hasil yang diperoleh pada implementasi keperawatan


yang disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil dalam perencanaan
sehingga dapat detentukan diagnosa tersebut telah teratasi atau belum.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI.2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 Jakarta:DPP PPNI

https://books.google.co.id/books?
id=G3KXne15oqQC&pg=PA87&dq=TB+Paru&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiE
qL2un4zwAhUKbn0KHZfKA18Q6AEwA3oECAMQAw#v=onepage&q=TB
%20Paru&f=false
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

I. BIODATA
Identitas pasien
Initial pasien : Tn. Yus Rohansyah
Pekerjaan : Buruh
Usia : 50 tahun
No. RM : 17-11-29
Jenis kelamin : laki-laki
Tgl pengkajian : 21 April 2021
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah

Penanggung jawab
Initial : Ny. Ros
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub dg pasien : Istri

II. KELUHAN UTAMA


Pasien mengatakan sesak,batuk dan lemas
III. RIWAYAT KESEHATAN
- Riwayat kesehatan sekarang
Pasien sedang dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan
sesak,batuk dan lemas
- Riwayat kesehatan dahulu
Pasien sebelumnya mempunyai Riwayat penyakit TB Paru dan
thyroid
- Riwayat kesehatan keluarga
Didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan.

IV. AKTIVITAS/ ISTIRAHAT


Gejala (subjektif)
Pekerjaan pasien adalah sebagai buruh dan Aktivitasnya
menggunakan tenaga otot maupun tenaga otak dalam bekerja. Kadang
pasien merasakan bosan,lemas,mual dan lelah dalam hal pekerjaannya,
karena keterbatasan dan kondisi yang tidak memungkinkan maka dari itu
pasien memaksakan untuk terus bekerja dan mengakibatkan penyakit yang
diderita sekarang. Pasien mempunyai kebiasaan tidur hanya 6 jam,dan
terkadang merasa mengantuk dan Lelah pada saat bekerja.
Tanda (Objektif)
Respons terhadap aktivitas yang teramati :
Untuk keadaan Kardiovaskular Pasien mengatakan tidak terasa nyeri
di dada dan berdebar debar, Nadi 88 x/menit. Pernapasan 28 x/menit,
tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 35,5°C, GCS : E4M6V5 Pasien
mengatakan sebelum sakit pasien selalu aktif dalam bekerja dan saat sakit
pasien memelihara hubungan baik dengan perawat yang bertugas.

V. PEMERIKSAAN FISIK
a) Sistem Pencernaan

Mukosa bibir kering, lesi (-), warna gigi kuning gading, ada caries,
gigi berjumlah 32 tetapi terdapat gigi palsu 7 : 3112 2112
2212 2111

warna lidah merah muda, tak ada lesi, mukosa mulut lembab. Bentuk
abdomen datar, asites (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien.
Bising usus 8 x/menit. Pada palpasi abdomen tidak teraba distensi.

b) Sistem Pernafasan

Bentuk hidung simetris, septum nasi terletak ditengah, lesi (-), PCH
(-), mukosa rongga hidung kering, tidak ada nyeri pada palpasi sinus.
Bentuk leher simetris, bentuk thorak simetris, tidak ada retraksi otot
interkostalis, ekspansi kedua paru sama, bunyi paru resonan, frekuensi
nafas cepat 20 x/menit, tidak ada clubing finger.

c) Sistem Kardiovaskuler

Tidak ada oedema kelopak mata, tidak terdapat peningkatan JVP,


bunyi jantung S1 dan S2 murni regular, terdengar agak melemah, apek
kordis teraba di ICS ke 5 midklavikula kiri, CRT kembali kurang dari
3 detik,

d) Sistem Endokrin

Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan getah bening,


pertumbuhan badan sesuai dengan usia, tidak ada tremor pada anggota
tubuh, tidak ada hiper dan terjadi hipopigmentasi pada area tubuh.

e) Sistem Perkemihan

Tidak teraba pembengkakan pada ginjal kiri dan kanan, tidak ada
nyeri tekan pada kedua ginjal. Bisa teraba penuh, tidak terpasang
kateter.

f) Sistem Muskuloskeletal

Ekstremitas Atas :
Bentuk simetris, tidak terdapat oedema, tidak terdapat luka, tidak
terpasang infus. Reflek bisep +/+, reflek tricep +/+, ROM (+),
kekuatan otot 5/5.

Ekstremitas Bawah :

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak terdapat odema, refleks patella +/
+, ROM (+), kekuatan otot 5/5.

g) Sistem Integumen

Distribusi rambut merata, warna hitam, tidak rontok, kulit kepala


bersih, kuku tangan dan kaki pendek dan cukup bersih, suhu tubuh
36,70 C.

h) Sistem Persyarafan

(a) Kesadaran

Kompos mentis dengan nilai GCS E4 M6 V5, orientasi terhadap


tempat, orang dan waktu sangat baik.

(b) Memori

Memori klien tidak terganggu, klien dapat mengingat tanggal,


bulan dan tahun kelahirannya.

(c) Tes Fungsi Kranial

N. Olfaktorius

Fungsi penciuman klien baik, klien dapat membedakan bau


kayu putih dan bau alkohol dengan tepat.

N. Optikus
Klien dapat membaca papan nama mahasiswa dengan benar
dari jarak kurang lebih 30 cm.

N. Okulomotoris, trochlearis dan abdusen

Klien dapat menggerakan bola matanya ke lateral, samping kiri


kanan dan oblique, refleks pupil terhadap cahaya +/+, tidak ada
strabismus.

N. Trigeminus

Klien dapat merasakan usapan kapas pada dahi, pipi dan


mandibula sambil matanya ditutup. Teraba kontraksi otot
masseter pada saat klien mengunyah.

N. Fasialis

Klien dapat mengangkat alis secara simetris, dapat tersenyum


dengan bibir simetris. Klien dapat merasakan rasa manis, asin
dan asam pada saat makan.

N. Akustikus

Klien dapat mendengarkan pertanyaan-pertanyaan dengan


suara yang tidak terlalu keras dan dapat menjawabnya sesuai
dengan apa yang ditanyakan.

N. Glosofaringeus dan Vagus

Uvula terletak ditengah, ovula bergetar saat klien mengatakan


“ah…”, refleks menelan baik.

N. Assesorius

Klien dapat mengangkat kedua bahu secara simetris, dapat


menoleh kearah kiri dengan melawan tahanan tangan perawat.

N. Hipoglosus
Klien dapat menjulurkan lidahnya secara simetris dan dapat
menggerakannya ke atas dan ke bawah, samping kiri dan kanan
secara simetris.

e. Data Psikologis

1) Status emosi

Saat dikaji emosi klien tampak stabil, ekspresi wajah klien sesuai
dengan apa yang dibicarakannya. Klien mengatakan ingin cepat
pulang, klien mengatakn tidak mau terlalu lama dirawat karena
klien tidak mau menambah beban keluarganya.

2) Konsep diri

a) Gambaran diri

Klien menerima keadaan kondisi fisiknya sekarang, klien


mengatakan tidak ada yang istimewa pada anggota tubuhnya
dan klien menyenangi semua anggota tubuhnya.

b) Harga diri

Klien merasa bangga pada istrinya walaupun istrinya sibuk


bekerja sebagai perawat tetapi setiap hari setelah selesai
bekerja selalu menemaninya.

c) Ideal diri

Klien berharap cepat sembuh dan cepat pulang. Walaupun


setelah pulang klien hanya diam di rumah karena klien tidak
bekerja.

d) Identitas diri

klien mengatakan sebagai kepala keluarga bagi anggota


keluarganya, ia tetap dianggap ayah sekaligus suami oleh anak
dan istrinya.

e) Peran diri

Semenjak klien sering sakit klien tidak bekerja lagi karena


kondisi klien tidak memungkinkan, tetapi anggota keluarganya
sudah menerima keadaan dirinya tetapi klien merasa tidak
dapat berperan seutuhnya sebagai kepala keluarga yang
seharusnya memberikan nafkah pada keluarganya.

3) Gaya komunikasi

Klien berbicara jelas dan santai, klien mengurangi banyak bicara


agar tidak terlalu capek.

4) Pola koping

Bila ada masalah dalam keluarga, klien suka membicarakannya


dengan istrinya dengan harapan dapat terpecahkan masalahnya.

f. Data Sosial

1) Hubungan Sosial

Klien tinggal dalam satu kamar bersama dengan 5 klien lainnya,


hubungan klien dengan anggota keluarga sangat baik. Klien cukup
kooperatif terhadap perawat, mahasiswa dan dokter. Klien tidak
menarik diri dari lingkungan. Klien tidak mengikuti organisasi
masyarakat di tempat tinggalnya.

2) Gaya hidup

Setiap harinya klien hanya tinggal di rumah karena klien tidak


bekerja. Semenjak mempunyai penyakit jantung klien mempunyai
pantangan minum kopi dan juice alpukat serta pantangan makan
gorengan dan makanan berlemak karena klien tidak mau
memperberat penyakitnya.
g. Data Spiritual

1) Falsafah Hidup

Klien seorang muslim, menyadari bahwa setiap orang ada saatnya


sakit dan saatnya sehat, sakit yang dialaminya sekarang merupakan
ujian dari Allah.

2) Konsep ketuhanan

Klien selalu berdoa dan berharap kepada Allah SWT agar diberikan
kesembuhan, ia pasrah dengan keadaannya sekarang

VI. ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem


1. DS : Infeksi TBC Bersihkan jalan
 Klien mengatakan batuk napas tidak
berdahak Saluran pernafasan efektif
 Klien mengatakan sulit atas
mengeluarkan dahak
DO :

 Terdengar suara Ronchi Bakteri berada


 Batuk tidak efektif dibronkus
 Nadi : 119 x/menit
 RR : 23 x/menit

Reaksi inflamasi
Edema

Secret meningkat

Batuk tidak efektif

Secret tidak keluar


saat batuk

Bersihkan jalan
napas tidak efektif

2. Ds : Bersihan jalan Intoleransi


Klien mengatakan lelah dan napas tidak efektif Aktivitas
merasa lemah
Do : Akumulasi sekret
pada jalan napas
Keadaan umum : lemah
Nadi : 88 x/menit.

RR : 28 x/menit
Gangguan
TD : 120/80 mmHg pertukaran gas
T : 35,5°C
GCS : E4M6V5

Peningkatan
penggunaan energi
untuk bernapas

Penurunan energi
cadangan

Kelemahan

Intoleransi
aktivitas

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas di tandai dengan suara ronchi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengann
tampak lemas.

FORMAT

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. Y Nama Mahasiswa : kelompok 8


Ruang : Flamboyan NPM :-
No. M.R. : 17-11-29

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Atur posisi 1. Meningkatkan
nafas tidak tindakan semi ekspansi paru dan
efektif Keperawatan selama fowler/fowler. memudahkan
berhubungan 1 x 24 jam pernapasan.
dengan diharapkan bersihan 2. Peningkatan
hipersekresi jalan jalan napas 2. Ajarkan teknik gerakan sekret
nafas di tandai meningkat, dengan batuk efektif. agar mudah
dengan suara kriteria hasil : keluar.
ronchi. - Batuk efektif 3. Pemberian obat 3. Menurunkan
meningkat. inhalasi. kekentalan sekret.
- Produksi 4. Relaksasi nafas 4. Meningkatkan
sputum dalam. kemampuan otot-
menurun. otot pernapasan.
2. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Mengkaji perlunya
aktivitas tindakan dan jam tidur mengidentifikasi
berhubungan Keperawatan selama intervensi yang
dengan 1 x 24 jam tepat
kelemahan diharapkan toleransi 2. Sediakan 2. Meningkatkan
ditandai dengann aktfitas membaik, lingkungan kenyamanan
tampak lemas. dengan kriteria hasil : nyaman dan istirahat serta
- Keluhan Lelah rendah stimulus dukungan
menurun fisiologis/psikolog
- Perasaan lemah is.
menurun 3. Mengidentifikasi
3. Anjurkan
kekuatan/kelemah
strategis koping
an dan dapat
untuk
memberikan
mengurangi
informasi
kelelahan
mengenai
pemulihan

TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tindakan keperawatan Respon Tanda tangan


Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas 1. Mengatur posisi 1. S : Pasien Kelompok 8
tidak efektif semi fowler/fowler. mengatakan
berhubungan lebih menyukai
dengan hipersekresi posisi semi
jalan nafas di tandai fowler
dengan suara
O : tampak semi
ronchi.
fowler

2. S : Pasien
2. Mengajarkan teknik mengatakan
batuk efektif. sudah diajarkan
batuk efektif
dan mulai
mampu
mengeluarkan
dahak sedikit
demi sedikit

O : dapat batuk

efektif dan
mampu
mengeluarkan
dahak.
3. S : -
O : tampak

terpasang nasal
kanul.

4. S : Pasien
3. Memberian obat mengatakan
inhalasi. akan mengikuti
apa yang di
instruksikan
perawat.
4. Memrelaksasi nafas
dalam. O : tampak
mengikuti
arahan.
2. Intoleransi aktivitas 1. Memonitor pola dan 1. S : Klien Kelompok 8
berhubungan jam tidur mengatakan
dengan kelemahan pola tidurnya
ditandai dengann dan jam tidur
tampak lemas. sudah
membaik.
O : Tampak tidur
jam 22.00
WIB dan
bangun jam
06.00 WIB
2. Menyediakan 2. S : klien
lingkungan nyaman mengatakan
dan rendah stimulus nyaman dengan
lingkungan yg
sekarang.
O : Tampak
nyaman dan
rileks.
3. S : klien
3. Menganjurkan
strategis koping mengatakan

untuk mengurangi memahami apa

kelelahan yg dianjurkan
oleh perawat.
O : tampak tenang
dan tidak lesu.

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama klien: Tn. Y


Diagnosis medis: Tb Paru

Ruang Rawat: Flamboyan

Tgl. Diagnosis SOAP Tanda-tangan


Keperawatan
25 april 2021 Bersihan jalan nafas S : klien mengatakan Kelompok 8
tidak efektif sudah
berhubungan dengan dapat batuk dengan
hipersekresi jalan nafas efektif dan dapat
di tandai dengan suara mengeluarkan darah
ronchi. sedikit demi sedikit.
O : tampak dapat
mengeluarkan dahak
dengan baik.
A : masalah teratasi.
P : hentikan intervensi.
25 april 2021 Intoleransi aktivitas S : klien mengatakan
berhubungan dengan sudah membaik, tidak
kelemahan ditandai merasa lelah seperti
dengann tampak lemas. sebelumnya.
O : tampak bersemangat.
A : masalah teratasi.
P : hentikan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai