Dewasa ini, perbandingan tingkat produksi makanan dan jumlah penduduk kelaparan adalah sebanding, keduanya sama-sama meningkat. Menurut FAO, kelaparan merupakan kondisi kekurangan atau bahkan tidak ada makanan. Dikatakan kekurangan jika tidak cukupnya kualitas maupun kuantitas serta nutrisi yang buruk akibat infeksi. Adapula kondisi malnutrisi, dimana seseorangan mengalami kelebihan, kekurangan, serta ketidakseimbangan nutrisi yang diterimanya. Dalam mengukur suatu wilayah mengalami kelaparan, Global Hunger Index digunakan sebagai standar indikatornya. Komponen yang terdapat dalam GHI diantaranya under nourishment, child wasting, child stunting, dan child mortality. Semakin tinggi angka dari keempat komponen tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi kelaparan yang terjadi semakin parah. Indonesia sendiri mencapai skor 21,9 yang berarti masalah kelaparan di negara ini adalah permasalahan serius. Sekitar 1 dari 8 orang tidak memiliki kesehatan yang baik, 1 dari 6 anak berusia dibawah 2 tahun memiliki berat badan kurang dari seharusnya, 1 dari 4 anak berusia dibawah 2 tahun mengalami stunting, serta anak ketiga biasanya meninggal karena kelaparan. Dunia memproduksi makanan secara cukup untuk 10 miliar orang, namun mengapa masih terjadi kelaparan? Kelaparan terjadi karena beberapa faktor. Adanya ketidakberdayaan dan kemiskinan, diskriminasi, konflik dan ketidakstabilan politik, pertumbuhan penduduk yang tinggi, serta perubahan iklim dan bencana alam. Faktor-faktor tersebut menyebabkan timbulnya kelaparan dalam masyarakat. Efek samping dari kelaparan dapat menghambat beberapa aspek kehidupan. Adanya infeksi pada ibu hamil dan balita yang dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian, terhambatnya pertumbuhan ekonomi karena generasi penerus mengalami kurang nutrisi sehingga menghambat daya berpikirnya. Kelaparan merupakan permasalahan serius yang terjadi di seluruh dunia, sehingga PBB pun turun tangan dengan program Zero Hunger Challenge. Suatu wilayah atau negara dikatakan zero hunger jika sistem makanan terjamin berkelanjutan, memprioritaskan orang-orang di bidang pertanian agar produktivitas petani kecil meningkat, tidak adanya limbah makanan yang terbuang sia-sia, 100% makanan dapat diakses sepanjang tahun, dan tidak adanya anak berusia dibawah 2 tahun yang kerdil (stunting). Video 2 (SDG’s 1 oleh Prof. Dr. Arief Anshori Yusuf) Dunia tanpa kemiskinan merupakan cita-cita dari SDG’s 1. Untuk menilai suatu negara mengalami kemiskinan ekstrem, dunia menggunakan $1,9 per hari per orang yang dikonversikan menggunakan Indeks Palitas Daya Beli. Selain itu, Indonesia memiliki standarnya sendiri untuk menilai wilayahnya termasuk mengalami kemiskinan ekstrem atau tidak. Berdasarkan survei yang secara rutin dilakukan oleh BPS, suatu wilayah dikatakan mengalami kemiskinan ekstrem apabila berada dibawah 442 ribu rupiah per bulan per orang. Dalam melaksanakan SDG’s 1, tanpa kemiskinan, di Indonesia tentu dihadapkan pada beberapa tantangan karena kemiskinan pada dasarnya bersifat multi dimensi. Tantangan dalam pelaksanaan SDG’s 1 di Indonesia yakni kondisi geografis yang berupa kepulauan, tidak meratanya akses terhadap fasilitas umum, serta adanya kerentanan seseorang mengalami kemiskinan karena ketidakstabilan. Menanggapi tantangan yang ada pemerintah memiliki strategi dalam perlindungan sosial yakni social assistance dan social insurance. Video 3 (Teori dan Pengembangan Kreativitas Pendidikan oleh Prof. Dr. Hj. Hendriati Agustiani, M.si) Kreativitas menurut Plucker adalah interaksi antara aptitude, proses dan lingkungan yang melibatkan individu atau grup dan menghasilkan produk yang unik dan berguna. Kreativitas juga merupakan komponen yang penting untuk menyelesaikan permasalahan, meningkatkan kemampuan kognitif, kesehatan sosial dan emosional, serta well being dan kesuksesan di masa dewasa. Menurut Sternberg, beberapa program pelatihan didesain untuk merangsang kreativitas individu seperti thinking hats dan teknik brainstorming yang dibentuk untuk memacu beragam pikiran dan solusi. Inspirasi dan implikasi dalam mengembangkan kreativitas melalui pendidikan dibagi menjadi tiga aspek; memperhatikan berbagai jenis pengajaran, menciptakan lingkungan yang mendukung, dan menumbuhkan kreativitas terkait etos guru. Kreativitas dalam pendidikan dilatarbelakangi oleh dua premis, pertama kreativitas dapat dilatih. Kedua, semua orang berpotensi menjadi kreatif. Dari kedua premis tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas bukanlah hal yang absolut. Kreativitas dalam pendidikan ada yang berorientasi pada proses, ada pula yang berorientasi pada hasil produk.