Anda di halaman 1dari 5

Mekanisme patologik utama dan terpenting pada rinosinusitis kronik (RSK)

adalah obstruksi ostium sinus. Berbagai faktor lokal maupun sistemik dapat
menyebabkan inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus
(Brook, 2006 dan Kentjono, 2004). Polip nasi timbul dari setiap bagian mukosa
hidung atau sinus paranasal sebagai hasil akhir dari berbagai proses penyakit
sinonasal. Polip mukosa yang paling umum adalah lesi inflamasi rongga hidung
jinak yang muncul dari mukosa rongga hidung atau sinus paranasal sering pada
saluran keluar dari sinus. Ini memiliki etiologi inflamasi, tetapi mekanisme
pastinya tidak pasti (Anthony, 2011). Pengamatan dari hasil CT scan, polip adalah
lesi jaringan lunak atau padat cairan dengan sekresi kering lebih banyak yang
terperangkap di antara multiple polip. Ini menghasilkan pola yang halus namun
khas pada sinus maksilaris, sehingga tampak kerapatan lengkung yang mengalir
turun dari ostium sinus (Gitta et al., 2009). (Maulana et al., 2019)

Definisi
Rhinosinusitis adalah peradangan simtomatis pada sinus paranasales dan cavum
nasi.
Rhinosinusitis dibagi menjadi dua berdasarkan durasinya yaitu akut 2 dan kronis.
Disebut akut jika durasinya kurang dari 4 minggu, atau kronis jika durasinya
berlangsung selama 12 minggu atau lebih dengan dua atau lebih gejala dan
keluhan berupa:3
Drainase yang mukopurulen (anterior, posterior, atau keduanya) - Kongesti pada
hidung - Nyeri pada wajah karena tekanan, atau - Menurunnya daya pembauan
Dan adanya peradangan ditandai dengan ditemukannya satu atau lebih hal-hal
berikut ini: - Mukus yang purulen atau edema di meatus nasi medius atau regio
ethmoidalis anterior - Polip pada cavum nasi atau meatus nasi medius, dan atau -
Pemeriksaan radiologis menunjukkan adanya peradangan pada sinus paranasales.

definisi rinosinusitis kronik berdasarkan EPOS, yaitu inflamasi mukosa hidung


dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah
satunya termasuk hidung tersumbat atau pilek (sekret hidung anterior / posterior)
dan dapat disertai adanya nyeri wajah atau rasa tertekan di wajah dan penurunan
atau hilangnya penghidu (Trihastuti, Budiman and Edison, 2015)

Rinosinusitis kronik adalah inflamasi kronik pada mukosa hidung dan sinus
paranasal yang sering terjadi. Rinosinusitis merupakan suatu penyakit peradangan
mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasalis. (Muhammad Harahap, 2018)
Rhinosinusitis kronik dengan nasal polip (RKdNP) ditentukan berdasarkan adanya
rhinosinusitis kronik yang disertai dengan adanya benjolan lunak yang berada pada
cavum nasi. Polip nasi diyakini timbul(Qalbi, 2019)

Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit inflamasi
yang melibatkan mukosa hidung dan sinus paranasal, dapat mengenai satu atau
lebih mukosa sinus paranasal dan disertai dengan timbulnya masa lunak
bertangkai, berwarna putih keabu-abuan, jernih, mengandung cairan yang dapat
tumbuh secara tunggal maupun bergerombol pada mukosa hidung dan sinus
paranasal, UGM

Klasifikasi
Berdasarkan konsensus tahun 2004, rinosinusitis dibagi atas 3 kriteria, yaitu
rinosinusitis akut yang berlangsung selama empat minggu, rinosinusitis sub akut
yang berlangsung antara empat sampai dua belas minggu, dan rinosinusitis kronik
yang berlangsung lebih dari dua belas minggu.

, klasifikasi rinosinusitis yang lebih spesifik telah diajukan berdasarkan temuan


endoskopik, yaitu rinosinusitis dengan polip nasal (CRSwNP) dan rinosinusitis
tanpa polip nasal (CRSsNP). (Benninger dan Stokken, 2015)
Etiologi
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya RS diantaranya adalah : alergi,kelainan
anatomi rongga hidung,polip,gangguan mukosiliar dan lain-lain. RS seperti alergi,infeksi
dan kelainan anatomi di dalam hidung memerlukan terapi yang berlainan.

Inflamasi sering bermula akibat infeksi bakteri, virus, jamur, infeksi dari gigi,
serta dapat pula terjadi akibat tumor dan fraktur

Manifestasi klinis
rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan dua gejala mayor atau lebih,
atau satu gejala mayor ditambah dua gejala minor.
- Hidung tersumbat
- Pilek
- Ingus di tenggorok

Klasifikasi ini mengandalkan gejala-gejala klinis yang ditemukan untuk


penegakan diagnosis. Gejala-gejala ini dibagi menjadi gejala mayor – yaitu nasal
discharge purulent, kongesti nasal, rasa nyeri atau tertekan pada wajah, dan
anosmia atau hiposmia – serta beberapa gejala minor – halitosis, demam, sakit
kepala, nyeri pada gigi, batuk, serta nyeri pada telinga. Seorang pasien dapat
didiagnosa dengan rinosinusitis jika dijumpai 2 atau lebih gejala mayor atau 1
(Muhammad Harahap, 2018). Selain gejala-gejala diagnostik diatas, ada juga
beberapa gejala minor yang mungkin ditemukan, seperti rasa nyeri atau tertekan
pada telinga, pusing, halitosis, nyeri gigi, iritasi pada faring, laring, atau trakea,
disfonia, batuk, malaise, dan gangguan tidur. (Fokkens et al. 2012)
Patofisiologi

Terjadinya stasis dari sekresi mukus cavum nasi dipicu oleh adanya
obstruksi mekanis pada komplek ostiomeatal (KOM) yang berhubungan dengan 8
kelainan anatomi dan edema pada mukosa cavum nasi yang disebabkan oleh
berbagai etiologi (misalnya rinitis virus akut atau alergi). Infeksi virus yang
menyerang hidung dan sinus paranasal menyebabkan udem mukosa dengan
tingkat
keparahan yang berbeda. Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade
akibat udem hasil proses radang di area kompleks ostiomeatal. Udem mukosa
akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus normal akan
terjebak (sinus stasis). Blokade daerah kompleks ostiomeatal menyebabkan
gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Akibatnya terjadi tekanan
negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi. Sumbatan
yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksi dan
retensi sekret serta perubahan pH sekret yang merupakan media yang baik bagi
bakteri anaerob untuk berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang
akan merusak silia. dan ketika Inflamasi berlangsung lama berakibat pada
penebalan mukosa sehingga ostium sinus semakin
buntu.. Mukosa yang tidak dapat kembali normal setelah inflamasi akut
dapat menyebabkan gejala persisten dan mengarah pada rinosinusitis
kronis hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan tindakan operasi.(Husni, no date)

Penatalaksanaan
Tatalaksana rinosinusitis kronik dapat berupa terapi medikamentosa maupun
pembedahan. Adapun tujuan dari tatalaksana rinosinusitis kronik adalah untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah komplikasi. Prinsip pengobatannya
adalah 20 Universitas Sumatera Utara untuk menghilangkan obstruksi pada KOM
sehingga drainase dan ventilasi sinus dapat berfungsi normal kembali
(Muhammad Harahap, 2018).
- ika rinosinusitis kronik dicurigai, sebaiknya CT-scan sinus paranasal
dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan diagnosis sebelum dilakukan
terapi lebih lanjut. Selain untuk mengkonfirmasi diagnosis dan keparahan
infeksi, CT-scan juga dapat mengidentifikasi abnormalitas yang nantinya
dapat menyebabkan kurangnya respon terhadap pemberian obat-obatan
maupun terapi lainnya. Beberapa contohnya adalah deviasi septum, polip,
dan beberapa kelainan lainnya.
- Cuci hidung dengan menggunakan larutan saline untuk mengurangi gejala
cukup efektif dengan efek samping minimum
- Kortikosteroid topikal maupun sistemik dapat digunakan untuk
memperbaiki drainase dengan cara mengurangi inflamasi mukosa, edema,
dan produksi mukus. Hampir semua kortikosteroid topikal/intranasal harus
digunakan setiap hari untuk beberapa minggu untuk memberi efek yang
signifikan.
- Terapi antibiotik mungkin perlu diberikan hingga 4 sampai 6 minggu.
Sediaan antibiotik yang diberikan bukan hanya sediaan yang dapat
mengatasi organisme-organisme yg menyebabkan rinosinusitis akut, tetapi
juga Staphylococcus sp. dan berbagai bakteri anaerob. Ini termasuk
amoxicilline-clavulanate, cefpodoxime, proxetil, cefuroxime, gatifloxacin,
dan levofloxacin

Komplikasi (Muhammad Harahap, 2018)


- Pembentukan Mukokel Mukokel adalah sebuah kantung berlapis epitel
yang bisa membesar dan memenuhi sinus paranasal, yang mana berbeda
dengan obstruksi sinus yang hanya disebabkan oleh mukus. Mukokel
sangat jarang ditemukan, dan biasanya unilokular (92%) dan unilateral
(90%). Patogenesisnya secara pasti belum diketahui, tetapi sering
dihubungkan dengan obstruksi outflow sinus atau inflamasi kronis.
- Osteitis Osteitis sering dikaitkan dengan rinosinusitis kronik, tetapi
dianggap lebih dianggap termasuk dalam proses patofisiologis dibanding
sebagai komplikasi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kennedy dkk.
terhadap kelinci menunjukkan bahwa adanya osteitis berperan sebagai
stimulan terhadap inflamasi mukosa yang persisten dengan resorpsi
osteoklastik dari tulang yang berdekatan dengan sinus yang terinfeksi.
- Ekspansi dan Erosi Tulang Kebalikan dari proses pengerasan tulang
(sclerosis) yang disebabkan oleh osteitis adalah penipisan atau erosi tulang
yang dapat terjadi pada kasus-kasus CRSwNP yang cukup parah. Keadaan
ini berbeda dengan pembentukan mukokel murni dan biasanya mengenai
tulang etmoid, dimana lamina papirasea biasanya menipis.
- Metaplasia Tulang Walaupun jarang, metaplasia tulang terkadang
ditemukan pada saluran aerodigestif atas sebagai respon terhadap
inflamasi kronis, baik disertai polip atau tidak, atau riwayat pembedahan.
- Optik Neuropati Optik neuropati telah sering dikaitkan dengan
rinosinusitis kronik, biasanya melibatkan area sfenoid atau etmoid
posterior. Paling sering ditemukan pada kasuskasus rinosinusitis fungal
evosinofilik. (Pasaribu, 2016)

Husni, T. (no date) ‘Diagnosis dan Penanganan Rinosinusitis’, pp. 212–229.


Maulana, M. R. et al. (2019) ‘Korelasi Skor Lund-Mackay dan Volume Cairan
Sinus Berdasarkan Gambaran CT-Scan Sinus Paranasalis 3D dengan Skor SNOT-
22 pada Pasien RSK Tanpa dan dengan Polip’, Majalah Sainstekes, 6(2), pp. 92–
97. doi: 10.33476/ms.v6i2.1201.
Muhammad Harahap, A. F. (2018) ‘Profil Penderita Rinosinusitis Kronik Di
Poliklinik THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2017’, Analisis
Kesadahan Total dan Alkalinitas pada Air Bersih Sumur Bor dengan Metode
Titrimetri di PT Sucofindo Daerah Provinsi Sumatera Utara, pp. 44–48.
Pasaribu, R. Z. (2016) Asuhan Keperawatan Pada Tn A dengan Prioritas
masalah kebutuhan dasar manusia gangguan oksigenisasi post operasi sinusitis
di RSUD dr Pirngadi Meda.
Qalbi, R. N. (2019) ‘Rhinosinusitis Dengan Polip Nasi’, 1(2), pp. 128–131.
Trihastuti, H., Budiman, B. J. and Edison, E. (2015) ‘Profil Pasien Rinosinusitis
Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang’, Jurnal Kesehatan
Andalas, 4(3), pp. 877–882. doi: 10.25077/jka.v4i3.380.

Anda mungkin juga menyukai