Anda di halaman 1dari 4

UTS ILMU BUDAYA DASAR

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Indriya, SE., M.Pd.I

Kelompok 4 :
Bahrul Ulum
Muhammad Riski Mauludi
Nabil Makarim

Program Studi Ahwal Syakhshiyyah


(Reg A smt 1 T.A 2020/2021)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR (UIKA)
2020
LEMBAR JAWABAN

1. Bagaimana hubungan manusia dengan kebudayaan dan peradaban menurut Ibn


Khaldun?
Dalam ilmu sosisiologi Ibnu Khaldun memberikan sebuah konsep peradaban “Al-Umran”,
yang mempunyai makna luas, meliputi seluruh aspek aktifitas kemanusiaan, di antaranya frame
geografi peradaban, perekonomian, sosial, politik, dan ilmu pengetahuan. Maksud dari al-
umran dalam kerangka pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu metodologi umum yang
membahas tentang dasar-dasar peradaban, dan dengannya, tercapai puncak peradaban bumi.
Secara natural, menurut Ibnu Khaldun, manusia membutuhkan interaksi dalam menumbuhkan
peradaban, karena menurutnya manusia secara tabiat adalah makhluk sosial. Oleh karena itu,
manusia harus berkumpul, karena hal ini merupakan karakteristik kesosialannya. Pertemuan
sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa pertemuan, keberadaannya tidak sempurna.

Tuhan berkeinginan memakmurkan bumi ini dengan manusia dan memberikan


khilafahnya hanyalah kepada mereka. Ibn Khaldun terkenal dengan teorinya, “tingkat
keberadaan kekayaan” bisa menentukan kelas sosial. Dalam hal ini, ia berkata; “ …kemudian
kekayaan itu terbagi-bagi di masyarakat, dan membentuk tingkat kedudukan sosialnya”. Kelas
paling tinggi adalah kedudukan raja, tidak ada yang tinggi lagi yang bisa memberikan sesuatu
kepada manusia lainnya. Sedangkan kelas bawahan adalah dari orang yang tidak mempunyai
apa-apa di kalangan yang sejenisnya, serta di antara kalangan yang berbedabeda kelasnya.
Kemudian ia menghubungkan sifat kebaikan dengan kefakiran. Menurutnya bahwa kita banyak
menemukan dari orang-orang yang selalu berbuat senang-senang dengan kemewahan dan
kemuliaan, tetapi tidak mencapai pada tingkat kebahagiaan, melainkan mereka mencari-cari
lahan kehidupan pada pekerjaannya, sehingga mereka pun menjadi fakir dan miskin.

Ibn Khaldun juga membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu Negara atau
sebuah peradaban menjadi lima tahap, yaitu:
1.Tahap sukses atau tahap konsolidasi, dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat
(`ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
2.Tahap tirani, tahap dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini,
orang yang memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut. Penguasa
menutup pintu bagi mereka yang ingin turut serta dalam pemerintahannya. Maka segala
perhatiannya ditujukan untuk kepentingan mempertahankan dan memenangkan keluarganya.
3.Tahap sejahtera, ketika kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah pada
usaha membangun negara.
4.Tahap kepuasan hati, tentram dan damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas dengan segala
sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya.
5.Tahap hidup boros dan berlebihan. Pada tahap ini, penguasa menjadi perusak warisan
pendahulunya, pemuas hawa nafsu dan kesenangan. Pada tahap ini, negara tinggal menunggu
kehancurannya.
Maka dapat disimpulkan dari beberapa teori dan pemikiran Ibnu Khaldun bahwa dalam
suatu peradaban, Manusia adalah pembentuk sebuah peradaban kebudayaan, yang
menjalakankan dan menjaga kebudayaan serta manusia juga yang menghancurkan sendiri
peradaban atau kebudayaan yang telah dibangun dan dijaga oleh para manusia pendahulunya.

2. Bagaimana peran huruf pegon di dalam civil society (Masyarakat Madani) di


Indonesia ?
Dalam KBBI Pegon diartikan dengan “aksara arab yang digunakan untuk menuliskan
bahasa Jawa dengan tulisan Arab yang tidak ada tanda-tanda bunyi (diakritik) atau tulisan Arab
gundul.”Makna ini juga diakui di beberapa negara-negara yang bahasanya tumbuh dari bahasa
Melayu paling tidak menurut para penyusun Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Di antara para
pengkaji aksara lokal di Indonesia, mengatakan bahwa pegon tidak hanya mencakup bahasa
Jawa dan Madura, namun juga bahasa Sunda, pegon lahir dan berkembang di lingkungan
pesantren.
Pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta
mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam, di dalamnya terdapat santri, kyai, dan
tempat mengaji (Masjid atau asrama) yang dimana pesantren merupakan sebuah metode
penyebaran agama islam melalui jalur pendidikan yang dikembangkan oleh para walisanga dan
murid - muridnya. Dengan demikian peran pesantren adalah bagaimana lembaga tersebut ikut
serta dalam mewarnai dan bahkan membentuk suatu tatanan sosial sesuai dengan apa yang
diinginkan.Dalam lingkungan pesantren, tradisi tulis yang tumbuh kembang secara bersamaan
dengan pengajian kitab kuning ialah aktifitas maknani dalam bahasa lokal (Melayu, Jawa,
Madura dan seterusnya) Tradisi ini menjadi suatu yang khas dan otentik di kalangan pesantren
Nusantara yang sulit ditemukan di luar Indonesia. Dari tradisi ini kemudian lahirlah aksara
Pegon.
Hasil peradaban dari pesantern yang terus tumbuh subur selama lima abad terakhir adalah
huruf pegon, tradisi menulis dengan aksara arab ini tumbuh sejak abad ke-16M yang pertama
kali dikembangkan oleh sunan ampel dan dikembangkan lagi oleh salah satu muridnya syaikh
Nawawi Al-Bantani.
Civil society dalam bahasa Indonesia adalah masyarakat madani. Kata civil berasal dari
bahasa latin yaitu civitas dei yang artinya kota ilahi dan society yang berarti masyarakat. Kata
civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota. Yakni masyarakat yang telah
berperadaban maju. Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan
budaya (multicultural), hubungan timbal balik dan sikap saling memahami dan menghargai.
Masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia mengacu pada
pembentukan masyarakat berkualitas.
Peran pesantren dalam pengembangan civil society di era globalisasi ini sangat besar
pengaruhnya. Seiring dengan adanya berbagai tantangan di era ini, langkah-langkah tertentu
diperlukan untuk merekontruksi peran pesantren ini. Pesantren yang selama ini mampu
berperan mendidik para santri. Pesantren hendaknya dikembangkan dengan lebih menekankan
pada penguatan civil society secara lebih komprehensif. Jika dilihat dari sudut fungsi
kemasyarakatan secara umum, pesantren adalah sebuah alternatif ideal bagi perkembangan
keadaan yang terjadi di luarnya. Oleh sebab itu, sejalan dengan upaya penguatan masyarakat,
pesantren memiliki peluang yang besar. Sebab, lembaga seperti pesantren memainkan peranan
yang penting dalam mengartikulasikan, membela dan memperluas reformasi sosial melalui
program-program yang berhubungan dengan pendidikan, dan pelayanan keagamaan dan
kemasyarakatan.

Sebab, masyarakat Indonesia pada umumnya beragama Islam, membutuhkan bimbingan


rohaniah yang dapat dipenuhi oleh pesantren dan kiainya sebagai pusat pendidikan dan
aktivitas spiritual. Mereka membutuhkan guru dan pemimpin yang bisa dimintai pertimbangan,
meminta keputusan tentang hal-hal yang mereka perselisihkan. Dan pondok pesantren sebagai
pusat pendidikan, sumber kepemimpinan informal, juga menyediakan ruang bagi kegiatan-
kegiatan yang mengandung berbagai kemungkinan untuk menjalankan peranan yang lebih
luas, termasuk memberdayakan masyarakat (civil society) tentunya.
Maka dalam pesantren itulah para santri belajar agama islam melalui kitab – kitab dengan
huruf pegon yang memang sudah menjadi tradisi di pesantren. Ketika Maka secara tidak
Langsung huruf pegon memiliki peranan besar dalam Masyarakat Madani (civil society) di
Indonesia. langkah ideal bagi pesantren dalam melakukan pengembangan pendidikan civil
society di masyarakat secara umum dapat ditempuh dengan dua cara:
1. Melakukan berbagai akvititas yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya
2. Membuat perencanaan pendidikan yang diarahkan pada kemampuan dan keterampilan para
santri dalam merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat asalnya.
Upaya lainnya dalam penguatan peran pesantren dalam civil society adalah peningkatan
kualitas santri dalam hal enterpreneurship (kewirausahaan) dengan membentuk ketahanan
mental kewirausahaan santri dari perspektif keagamaan, memberi bekal tambahan pengetahuan
dan pelatihan kewirausahaan, dan kerjasama dengan beberapa pihak terkait.

Anda mungkin juga menyukai