Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. AKI merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5,
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai 75% resiko jumlah kematian ibu.1
Data World Health Organization (WHO) dalam Maternal and
Reproductive Health, pada tahun 2013 kematian ibu terjadi setiap hari, dimana
sekitar 800 perempuan meninggal karena komplikasi kehamilan dan kelahiran
anak. Penyebab utama kematian adalah perdarahan, hipertensi, infeksi dan
penyebab tidak langsung, sebagian besar karena interaksi antara kondisi medis
yang sudah ada sebelumnya dan kehamilan. Berdasarkan Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (yang berkaitan
dengan kehamilan persalinan, dan nifas) sekitar 359/100.000 kelahiran hidup
angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu sekitar 228/100.000
kelahiran hidup. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%),
hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). 2 Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2014, hampir 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010
disebabkan oleh HDK. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan
vaskular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
masa nifas.1,2,3
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. 4 WHO
memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju.5
Preeklampsia digolongkan ke dalam preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Gejala dan tanda pada preeklampsia ringan adalah tekanan

1
darah mengalami kenaikan ≥ 30 mmHg atau diastole > 15 mmHg (dari tekanan
darah sebelum hamil) untuk kehamilan 20 minggu atau lebih dari atau systole ≥
140 (<160 mmHg) diastole ≥ 90 mmHg (< 110 mmHg) dengan interval
pemeriksaan 6 jam.6 Preeklampsia berat adalah suatu keadaan dimana terjadi
kelainan pada endotel yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik >
160 mmHg, diastolik > 100 mmHg dan proteinuria > 5 gram/24 jam atau kualitatif
+4, oligouria, edema paru atau sianosis, sindrom Hemolysis Elevated Liver
Enzyme Low Platelet (HELLP Sindrom), dan tanda-tanda impending eklamsia.7
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2008, angka
kejadian preeklampsia di seluruh dunia berkisar 0,51%-38,4%. Di negara maju,
angka kejadian preeklampsia berkisar 5%–6%, frekuensi preeklampsia untuk tiap
negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhi. Di Indonesia
frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5%.1,3,8
Preeklampsia dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga
pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar
dipahami oleh semua tenaga medis. Oleh karena itu penulis akan membahas
mengenai Preeklampsia berat mulai dari definisi, epidemiologi, factor risiko,
patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis.

2
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik  140, atau tekanan


darah diastolik  90 mmHg atau keduanya. Pengukuran tekanan darah sekurang-
kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Ekskresi protein abnormal didefinisikan
sebagai eksresi urin 24 jam melebihi 300 mg, rasio kreatinin  0,3 atau persisten
30 mg/dL (1+ dipstick) protein pada sampel urin acak. Preeklampsia adalah
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.
Sedangkan preeklampsia digolongkan sebagai preeklampsia berat bila ditemukan
satu atau lebih gejala sebagai berikut:

- Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 


110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring
- Proteinuria 5 gram/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
- Oliguria yaitu produksi urin  500 cc/24 jam
- Insufisiensi renal yaitu kenaikan kadar kreatinin plasma >1,1 mg/dL atau
peningkatan 2 kali lebih besar dari baseline
- Keterlibatan gangguan hepar yaitu peningkatan serum transaminase 2 kali
dari normal
- Gejala serebral dan visual yaitu nyeri kepala, penurunan kesadaran,
skotoma, dan pandangan kabur
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
- Edema paru-paru dan sianosis
- Hemolisis mikroangiopatik
- Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm 3 arau penunlnan trombosit
dengancepat.
- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
- Sindrom HELLP.9,10

4
2.2 Epidemiologi

Insiden preeklampsia dipengaruhi oleh ras dan etnik, dan predisposisi


genetik. Pada populasi Australia, Kanada, Denmark, Norwegia, Skotlandia,
Swedia, insiden mencapai 1,4% sampai 4%.10 Di Indonesia preeklampsia berat dan
eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%,
sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50%. WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di
negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri
adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.

2.3 Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan preeklampsia.


Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada
wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih, baik pada primipara maupun multipara.
Nulipara memiliki risiko hampir 3 kali lipat. Robillard, dkk melaporkan bahwa
risiko preeklampsia pada kehamilan kedua meningkat dengan usia ibu. Kehamilan
pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko, walaupun bukan
nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah
terhadap sperma. Jarak kehamilan juga merupakan faktor risiko. Wanita multipara
dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko
preeklampsia hampir sama dengan nulipara. Robillard, dkk melaporkan bahwa
risiko preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan
kehamilan pertama. Hubungan antara berat badan ibu dan resiko preeklampsia
sangat progresif. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan
faktor risiko utama. Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan
dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan
dampak perinatal yang buruk. Riwayat preeklampsia pada keluarga juga
meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat. Sibai dkk menyimpulkan bahwa
kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yanglebih tinggi untuk menjadi
preeklampsia dibandingkan kehamilan normal. Kehamilan kembar meningkatkan

5
risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat, sedangkan kehamilan triplet memiliki
risiko hampir 3 kali lipat dibandingkan kehamilan duplet.3 Obesitas merupakan
faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar seiring semakin besarnya
IMT.Risiko meningkat 4,3% pada wanita dengan BMI <20kg/m2 dan risiko
meningkat 13,3% pada ibu dengan BMI > 35kg/m2.10

2.4 Patofisiologi
2.4.1 Invasi Abnormal Tropoblas
Implantasi yang normal ditandai oleh remodeling arteri spiralis dalam
deciduas basalis. Endovascular tropoblas mengganti endotel dan otot vaskular
untuk memperbesar diameter pembuluh darah. Pada preeclampsia terjadi invasi
tropoblas yang inkomplit. Sehingga pembuluh darah desidua menjadi dilapisi oleh
endovascular tropoblas. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat
perubahan awal pada preeclampsia meliput kerusakan endotel, insudasi plasma
menuju dinding pembuluh darah, proliferasi sel myointima dan medial nekrosis.

Gambar 2.1 Invasi abnormal tropoblas

Lumen arteri spiralis yang sempit memberi dampak pada aliran darah
plasenta. Adanya gangguan perfusi dan lingkungan yang hipoksik menyebabkan
terlepasnya debris plasenta atau mikropartikel yang menyebabkan terjadinya
respon inflamasi sistemik. Adanya defek pada plasentasi nantinya menyebabkan
ibu mengalami sindrom preeclampsia, kelahiran premature, pertumbuhan janin
terhambat, dan solusio plasenta.

6
2.4.2 Faktor Imunologi

Terjadinya intoleransi imun maternal terhadap plasenta dan janin


merupakan salah datu teori yang disebut menyebakan terjadinya sindrom
preeclampsia. Maladaptasi imun diduga sebagai penyebab gagalnya invasi arteri
spiralis sehingga menyebabkan dilepaskannya sitokin, enzim enzim proteolitik
dan radikal bebas. Akan tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa dugaan
sistem imunitas humoral dan aktivasi komplemen termasuk dalam proses
terjadinya preeklampsia, namun tidak didapatkan bukti bahwa faktor immunologi
sebagai penyebab terjadinya preeklampsia.Preeklampsia sering terjadi pada
kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang berkembang lebih baik pada
kehamilan berikutnya.

2.4.3 Faktor Nutrisi

John dll (2002) menemukan bahwa pada populasi umum, ibu yang banyak
mengkonsumsi buah dan sayuran dengan kandungan antioksidan berhubungan
dengan penurunan tekanan darah. Zhang dkk melaporkan bahwa insiden
preeclampsia meningkat 2 kali pada ibu dengan konsumsi asam ascorbic kurang
dari 85 mg.

2.4.4 Faktor Genetik

Preeklampsia merupakan penyakit poligenik multifaktorial. Berdasarkan


penelitian oleh Waard dan taylor risiko anak perempuan mengalami preeclampsia
dari ibu dengan riwayat preeclampsia adalah 20-40%, 11-37% preeclampsia
diderita oleh saudara kandung ibu penderita preeclampsia, dan 22-47% pada
wanita kembar mengalami preeclampsia. Predisposisi herediter preeclampsia
merupakan hasil interaksi dari ratusan gen yang diturunkan dari maternal maupun
paternal yang mengontrol fungsi metabolic dan enzimatik di setiap sistem organ..
ekspresi gen ini akan berbeda pada setiap orang tergantung pula dengan interaksi
terhadap faktor lingkungan.10

7
2.5 Diagnosis

Kriteria minimal preeklampsia antara lain, tekanan darah sekurang-kurangnya 140


mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakanlengan yang sama, disertaiprotein urin melebihi 300 mg
dalam 24 jam atau tes urin dipstik >positif 1. Jika tidak didapatkan protein urin,
hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:11,12

 Trombositopeni
Trombosit < 100.000 / mikroliter
 Gangguan ginjal
Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan eningkatan kadar
kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
 Gangguan Liver
Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri
di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
 Edema Paru
 Gejala Neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan preeklampsia berat apabila


didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini pada kehamilan > 20 minggu:

 Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg


diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.
 Trombositopenia
Trombosit < 100.000 / mikroliter
 Gangguan ginjal
kreatinin serum>1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin
serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

8
 Gangguan liver
peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri
di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
 Edema Paru
 Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction(FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein
urin masif (lebih dari 5g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan
preeclampsia(preeklampsiaberat).Kriteriaterbarutidaklagi
mengkategorikanlagipreeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsiamerupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditasdan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :11,12
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. Tekanan darah naik secara progresif

2.6 Diagnosis Banding

Beberapa penyakit pada kehamilan yang memiliki gejala serupa dengan


preeklampsia berat antara lain :12

2.6.1 Preeklampsia ringan

Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg sampai <160 mmHg, tekanan darah diastolic
sistolik ≥90 mmHg sampai <110 mmHg dan proteinuria kwalitatif +2.12

9
2.6.1 Gestasional hipertensi

Tekanan darah ≥140/90 mmHg pertama kalinya dalam kehamilan >20 minggu
tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu
post partum.12

2.6.3 Superimposed preeklampsia

Merupakan preeklampsia pada pasien hipertensi kronis, dimana pasien


sebelumnya telah memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan disertai
proteinuria.12

2.6.4 Eklampsia

Kejang-kejang pada ibu hamil , bersalin dan nifas dengan atau tanpa penurunan
kesadaran, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala pre-eklampsia dan
tidak dapat dibuktikan adanya penyebab yang lain.12

2.6.5 Hipertensi Kronis

Tekanan darah ≥140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20


minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu post partum.12

2.6.6 Kehamilan dengan Sindroma Nefrotik

Pasien hamil dengan penyulit penyakit sindroma nefrotik juga dapat memiliki
gambaran klinis dan laboratorium menyerupai preeklampsia berat seperti
hipertensi, edema dan proteinuria.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien preeklampsia diberikan berdasarkan usia
kehamilan. Tujuan dari penatalaksanaan preeklampsia adalah mengontrol tekanan
darah agar tidak meningkat, terminasi kehamilan dengan trauma minimal bagi ibu
dan bayi, selain itu melahirkan bayi yang mampu hidup di lingkungan luar
kandungan, dan melakukan penyembuhan terhadap ibu.9
Ibu hamil dengan preeklampsia berat segera dirawat inap, tirah baring
miring ke sisi kiri secara intermiten. Infus ringer laktat atau ringer dekstrose 5%.

10
Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan pada pasien preeklampsia
tanpa gejala berat dengan tekanan darah ≤ 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik. Pemberian magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada
preeklampsia berat atau dengan keluhan sakit kepala, penurunan visus, klonus,
nyeri pada kuadran atas kanan perut dan tanda kejang. Hal ini dikarenakan
tekanan darah pada pasien preeklampsia akan mudah berubah selama kehamilan,
sehingga butuh pengawasan terhadap tekanan darah pasien. Jika tekanan darah
meningkat dan mengarah ke perburukan keadaan pasien maka pemberian
magnesium sulfat direkomendasikan pada saat tersebut.7,10

Pemberian MgSO4 dibagi :

 Loading dose (initial dose)bila hanya tersedia MgSO4 40% : dosis awal: 4g
MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline 10 cc I.V. pelan / 4-5 menit.
 Bila tersedia MgSO4 20% initial dose dapat diberikan 4 g (20 cc MgSO 4 20%
dilanjutkan dengan dosis maintenance dengan MgSO4 40% dalam syringe
pump/infuse dengan kecepatan 1-2 g/jam).

Cara pemberian:

 Ambil 4g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline I.V. / 10-15
menit.
 Sisanya, 6g MgSO4 (15 cc) dimasukan kedalam satu botol larutan Ringer
Dektrose 5% diberikan perinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis
dalam 6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4:


1. Refleks patella normal.
2. Respirasi > 16 menit
3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam
4. TersediaKalsium Glukonat 10%
Antidotum:
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi
Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc I.V. pelan dalam 3 menit.

11
Bila kejang lagi setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan , dapat
diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV. Dan apabila tetap kejang (refrakter
terhadap MgSO4 ) dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :
1. 100 mg IV sodium thiopental
2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital
Catatan : Bila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam,
makadilanjutkan pengobatan dengan MgSO4.
Mengenai penggunaan obat antihipertensi, menurut Perhimpunan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia, antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik
>110 mmHg. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg.7
Pilihan obat antihipertensi yang dapat diberikan yaitu nifedipin 10 mg
oral dilanjutkan dengan 10 mgoral setiap 30 menit sampai target penurunan
tekanandarah terpenuhi (penurunan sistolik 20-30% tekanansistolik awal atau
MAP < 125 mmHg). Bila penurunantekanan darah belum tercapai, nifedipine
tetap diberikansetiap 30 menit dengan melakukan monitoring ketattekanan darah
minimal setiap 15 menit dan monitoringkontinyu janin dengan CTG. Dosis
maksimal dalam sehari120 mg.Setelah dosis awal diberikan dan tekanan darah
membaik, dilanjutkan dosis lanjutan nifedipine oral 10 mg tiap 6jam. Pemantauan
tekanan darah dilakukan setiap 1 jamsetelah keberhasilan dosis awal dan
dilanjutkan setiap 4jam kecuali pasien sedang tidur.10
Apabila selama perawatan tekanan darah naik lagi, diberikan nifedipine
dengan dosis awal lagi dengan mempertimbangkan dosis maksimal sehari.
Apabila setelah pemberian nifedipine dosis awal ulangan tekanan darah naik lagi ,
dianggap sebagai hipertensi refrakter dan obat anti hipertensi bisa dikombinasi
dengan metal dopa atau diberikan dalam bentuk intra venous nicardipine. Methyl
dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis. Pada kasus hipertensi emergency
apabila tidak terjadi penurunan tensi dengan nifedipine dalam 6 jam sudah
dianggap sebagai hipertensi refrakter dan nifedipine diganti dengan nicardipine
atau clonidine.10

12
Diuretikum yang dapat diberikan hanya atas indikasi edema paru, payah
jantung kongestif, dan edema anasarka. Penanganan yang dapat diberikan yaitu:
a. Posisi semi fowler , kepala dan dada ditinggikan sehingga meningkatkan
ventilasi
b. Diberikan Furusemide 20 – 40 mg intravena dalam dua menit. Bila respon
adekuat tidak terjadi dalam 30-50 menit, dosis ditingkatkan menjadi 40-60
menit dengan injeksi pelan intra vena sampai dosis maksimal 120 mg dalam
satu jam.
c. Morphine Sulfat 3-5 mg IV ( hindari pada peningkatan tekanan intra kranial,
penurunan kesadaran )
d. Diit rendah garam dan restriksi cairan (monitor CM /CK)
e. Oksigen 8-10 L/mnt dengan “face mask” atau dengan CPAP dengan
monitoring saturasi oksigen dengan pulse oximeter.

13
Preeklampsia dengan gejala berat
MRS, evaluasi gejala, DJJ, dan cek laboratorium
Stabilisasi, pemberian MgSO4 profilaksis > 34 minggu

< 34 minggu

Jika didapatkan :
Eklamsia
Edema paru
DIC Jika usia kehamilan > 24 minggu, janin hidup : berikan pematangan paru (dosis tidak harus selalu lengkap) tanpa menunda ter
HT berat, tidak terkontrol
Gawat janin Terminasi setelah kehamilan stabil
Iya
Solusio plasenta
IUFD
Janin tidak viabel (tergantung kasus)

Jika usia kehamilan > 24 minggu : pematangan paru (inj. Dexametason IM 2x6 mg atau betamethason IM 1x12 mg)
Iya

Jika didapatkan :
Gejala persisten
Sindrom HELLP
Pertumbuhan janin terhambat Iya
Oligohidramnion berat
Reversed end diastolic flow
Gangguan renal berat

Iya

Perawatan konservatif :
Evaluasi di kamar bersalin selama 24-48 jam Usia kehamilan >34 minggu
Rawat inap hingga terminasi KPP atau inpartu
Stop MgSO4, profilaksis (1x24 jam) Perburukan meternal-fetal
Pemberian anti HT jika TD >160/110
Pematangan paru 2x24 jam
Evaluasi maternal-fetal secara berkala

Bagan 1. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat7

Penanganan terhadap kehamilan ibu yaitu10

1. Ekspektatif / konservatif :

14
Bila umur kehamilan < 34 minggu maka diberikan steroid untuk
pematangan paru. Diberikan deksametason dosis 12 mg I.M. setiap 24 jam
selama 2 kali pemberian. Bila ada tanda-tanda inpartu (PPI) pada UK < 34
minggu, tokolitik dipertimbangkan setelah melapor dengan Supervisor hanya
untuk memberikan kesempatan pematangan paru (48 jam).
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi
ibu dan janin stabil. Selain itu manajemen ekspektatif juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang
melakukan perawatan ekspektatif preeklampia berat, pemberian
kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin.
Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat
inap selama melakukan perawatan ekspektatif.7

2. Aktif /agresif :
Bila umur kehamilan ≥ 34 minggu maka kehamilan diakhiri setelah mendapat
terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Kehamilan harus segera diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal
akut, edema paru, solutio plasenta dan fetal distress. Pada HELLP syndrome,
persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur kehamilan < 34 minggu,
untuk memberikan kesempatan pematangan paru.
Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
2. Penderita belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Indikasi seksio sesarea adalah:
1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
2. Induksi persalinan gagal.
3. Terjadi gawat janin.

15
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva Friedman.
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi); tidak
rutin dikerjakan kecuali:
1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP> 125)
2. Tanda-tanda impeding eklampsia.
3. Kemajuan kala II tidak adekuat (20 menit dipimpin tidak lahir).
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu danatau janin, atau
indikasi obstetrik.
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau epidural
dan tidak dianjurkan anestesia umum.

Pasien memenuhi persyaratan perawatan konsevatif


Preeklampsia dengan gejala berat

16

Injeksi MgSO4 sesuai prosedur (alternatif 1 / alternatif 2) dilanjutkan hingga 24 jam


Pindah ruangan, lakukan evaluasi ketat

Evaluasi Klinis Evaluasi laboratorium Evaluasi janin

 Kontrol tekanan darah  Trombosit, fungsi  NST setiap minggu


 Evaluasi tanda impending liver, fungsi ginjal,  USG untuk evaluasi
Salah satu parameter
Semua parameter
memburuk
baik
eklamsia (nyeri epigastrium, albumin setiap kesejahteraan janin
nyeri kepala, mata kabur) minggu 2 kali seminggu
 Evaluasi
pertumbuhan janin /
2 minggu

Umur kehamilan >34 minggu


Terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan

Bagan 2. Manajemen Koservatif PEB7

17
Bagan 2. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat7
Tabel 5.1 Kriteria terminasi kehamilan pada Preeklampsia berat7
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat
berkurang (nyeri kepala, pandangan kabur,
dsbnya)
Penurunan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau HELLP Deselerasi variabel dan lambat

18
Syndrome pada NST
Edema paru Doppler a. Umbilikalis reversed
end diastolic flow
Eklamsia Kematian janin
Solusio plasenta
Persalinan atau ketuban pecah

2.8Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat preeklampsia
1. Komplikasi Ibu
 Eklamsia
Ibu yang menderita preeklampsia tidak mendapat pengobatan akan
meningkatkan terjadinya eklamsia. Eklamsia ditandai dengan kejadian
kejang pada ibu yang dapat berakibat fatal bagi janin yang
dikandungnya.14,15
 Sindrom HELLP ( Hemolisi- Elevated Liver enzym- Low Platelete
count)
Terdapatnya sindrom HELLP dapat meningkatkan kejadian kematian
bagi ibu saat bersalin yang diakibatkan oleh perdarahan, kegagalan
organ multiple, dan gangguan pembekuan darah. Jika ditemukan sindro
ini maka sikap yang harus diambil adalah mengakhiri kehamilan tanpa
memandang usia gestasi.14,15
 Ablasio Plasenta
Lepasnya plasenta dari dinding rahim yang diakibatkan oleh penurunan
perfusi darah ke uteroplasenta sehingga menyebabkan plasenta iskemia.
Lepasnya plasenta dapat menyebabkan perdarahan dan kerusakan
plasenta yang memperburuk kondisi ibu dan janin.14,15
2.Komplikasi Janin
 Pertumbuhan Janin terhambat
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) dapat terjadi oleh karena
berkurangnya masukan nutrisi dan oksigen selama masa kehamilan
yang dapat disebabkan oleh preeklampsia.2,4,8 Janin akan menjadi
hipoksia dan kekurangan nutrisi pada trimester akhir yang memicu PJT

19
jenis asimetris. PJT asimetris lebih sering terjadi pada preeklampsia
yang ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih kecil dari lingkar
kepala. Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal
setelah 28 minggu. Namun, secara USG mungkin sudah dapat diduga
lebih awal dengan adanya taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan
usia gestasi yaitu dengan hasil kurang dari 10 percentil. Secara klinik
pemeriksaan tinggi fundus biasanya menunjukan 3cm lebih rendah atau
lebih dari usia gestasi walaupun pemeriksaan ini memiliki nilai
sensitivitas hanya 40%.7,10,15
Hal lain yang dapat diperhatikan adalah adanya pada pemeriksaan
USG, yaitu perbandingan lingkar kepala yang lebih besar dibandingkan
dengan lingkar perut. Ada teori yang mengatakan bahwa organ-organ
didaerah kepala lebih diprioritaskan untuk mendapatkan aliran darah,
sehingga organ-organ yang terdapat di dalam perut tidak mendapat
suplay darah yang maksimal.7
Penanganan kasus PJT adalah bergantung pada usia kehamilannya.
Dapat dilakukan terminasi jika usia kehamilan ≥ 37 minggu, terdapat
kelainan kongenital, infeksi intra uteri, dan kondisi maternal tidak
memungkinkan diteruskan. Jika usia masih kurang dari 37 minggu
dapat dilakukan monitoring sampai bayi dapat dikatakan viabel. Jika
usia kehamilan ≤ 34 minggu maka dapat diberikan kortikosteroid
selama 2 hari untuk membantu proses pematangan paru.7,15,16.

2.9 Prognosis
Kematian ibu akibat preeklampsia berat antara 9.8% hingga 25.5% dan
kematian bayi sebesar 42.2% hingga 48.9%. Morbiditas dan mortalitas perinatal
kehamilan dengan PJT lebih tinggi dari pada kehamilan normal. Kehamilan
preeklampsia dengan PJT dapat semakin memperburuk prognosis, dikatakan
bahwa semakin rendah berat badan bayi akan semakin meningkatkan angka
kematian perinatal.7
BAB III

LAPORAN KASUS

20
3.1 Identitas Pasien

Nama : DAA

No. RM : 236809

Tanggal MRS : 08/11/2018 pukul 21.30 WITA

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Mudeh Kangin Selemadeg, Tabanan

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sakit kepala sejak pukul 13.00 WITA
Riwayat penyakit sekarang
Pasien merupakan rujukan dari SpOG dengan diagnosis G3P2002 35 minggu
6 hari (HTA) 32 minggu 2 hari (USG) T/H preeklamsia berat, datang ke IGD
BRSUD Tabanan dengan keluhan sakit kepala sejak pukul 13.00 WITA
(08/11/2018). Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi
sebelum hamil maupun saat hamil sebelumnya, serta pada kontrol kehamilan
rutin yang dilakukan sebelumnya dikatakan tekanan darah dalam batas
normal.Keluhan nyeri perut hilang timbul maupun keluhan pengeluaran
pervaginam seperti air darah maupun lendir disangkal. Keluhan pandangan
kabur, nyeri ulu hati, mual muntah, maupun riwayat kejang disangkal. Gerak
janin dikatakan dirasakan baik.
Riwayat Menstruasi

21
Pasien mendapatkan haid pertama pada usia 12 tahun dengan siklus setiap
bulannya teratur setiap 28 hari. Lamanya haid dalam 1 periode adalah 4-5 hari
dengan frekuensi mengganti pembalut 3 kali perhari (±60 ml).
2. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah sebanyak 2x. Pernikahan pertama pada saat usia 18 tahun
dengan lama menikah 14tahun. Pernikahan kedua pada saat usia 35, dengan
lama menikah 2 tahun. Kehamilan ini merupakan kehamilan dengan suami
kedua.
3. Riwayat Obstetri
Tgl Jenis partus Penolong Anak Normal/cacat
Partus
2006 Aterm, Bidan Laki-laki, Normal
spontan BBL 2800g
2013 Aterm, RS Laki-laki, Normal
spontan BBL 2500g
Hamil ini

4. Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan alat kontrasepsi KB suntik 3 bulan selama 6 tahun
sebelum hamil ini.
5. Riwayat Hamil ini
Hari pertama haid terakhir (HPHT)1 Maret2018, untuk taksiran persalinan
pasien yaitu pada tanggal 8 Desember 2018 berdasarkan HPHT, dan pada
tanggal 2 Januari 2019 berdasarkan USG
6. Riwayat Penyakit Terdahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami peningkatan tekanan darah.
Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, asma, dan penyakit jantung
disangkal pasien.Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan.
7. Riwayat Sosial dan Keluarga
Riwayat penyakit sistemik pada keluarga seperti tekanan darah tinggi,
diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung disangkal. Pasien tidak merokok
maupun mengkonsumsi minuman beralkohol
3.3 Pemeriksaan Fisis
1. Status Present

22
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 160/95 mmHg
Nadi 84x/menit
Laju Napas 18x / menit
Suhu Axilla 36,6 oC

2. Status General
Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- )
Jantung : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-) Wheezing (-/-),
Edema (-)
Abdomen : TFU : 26 cm TBJ : 2170 gram
DJJ : 148 x/menit
Ekstremitas : Edema (+) pada ekstremitas bawah,
Akral hangat (+) pada keempat ekstemitas

3. Status Obstetri
Mammae
Inspeksi : Hiperpigmentasi aerola mammae
Simetris
Abdomen
Inspeksi : Perut membesar ke depan, striae gravidarum (+),
luka sayatan (-).
Palpasi :
 Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3jari dibawah prosesus xipoideus (26
cm). Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba tahanan keras dan memanjang di kiri (kesan
punggung) dan teraba bagian-bagian kecil di kanan.
III. Teraba bagian bulat, keras dan terfiksir (kesan kepala).
IV. Divergen (bagian bawah belum masuk pintu atas panggul)

23
 Gerak janin (+)
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di
sebelah kiri bawah umbilicus dengan frekuensi 148 x/menit.

Vagina
Inspeksi : Keluar cairan pervaginam (-)
Inspekulo : Flx(-), fl (-)
VT : Belum ada pembukaan, teraba fornix kesan kepala
tidak teraba bantalan
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (23/05/2018) :

Pemeriksaan 08/11/2018 Satuan

URINE LENGKAP

Protein +1 -

KIMIA

GDS 122 mg/dL

Ureum 16 mg/dl

Creatinin 1 (H) mg/dl

SGOT 24 U/L

SGPT 15 U/L

ALB 2,4 (L) gr/dl

DARAH RUTIN

WBC 15,59 (H) 103/µL

HGB 13.5 gr/dl

PLT 219 103/µL

HCT 39.2 %

FAAL HEMOSTASIS

BT 2’00” -

24
CT 12’00” -

ELEKTROLIT

NA 133 (L) mmol/L

K 4.0 mmol/L

CL 105 mmol/L

GOLONGAN DARAH B

3.5 Diagnosis Kerja


G3P2002 35 minggu 4 hari (HPHT) 32 minggu (USG) T/H + Preeklamsia
Berat

3.6 Penatalaksanaan
Rencana Terapi
 MRS
 Rawat konservatif
 Konsul TS Kardio
 MgSO4 40% 4gr + NS 10 cc bolus IV selama 10-15 menit
 MgSO4 40% 6gr + IVFD RL 500cc ~ 28 tpm
 DC
Rencana Monitoring
 Keluhan, tanda-tanda vital, his, dan detak jantung janin
Rencana Edukasi
 KIE keluarga dan pasien tentang keadaan janin, rencana
tindakan, risiko tindakan, dan komplikasi tindakan yang akan
dilakukan
3.7. Perkembangan Kesehatan Pasien
9 November 2018 pukul 07.30 WITA
S: Sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-),
Nyeri perut hilang timbul (-), keluar air pervaginam (-), keluar
darah pervaginam (-), gerak janin (+) baik

25
O: BP : 1/70 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36,70C
Status General
Kepala : Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Isokor.
Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, Reguler, Murmur (-).
Paru : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-.
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : Oedema -/-
Status Obstetri
Abdomen : His (-)
DJJ : 140 x/menit
VT : Belum ada pembukaan,
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
A: G3P2002 35 minggu 5 hari (HPHT) 32 minggu 1 hari (USG) T/H
+ Preeklamsia Berat(hari I?)

P: Observasi lanjut
10 November 2018 pukul 07.30 WITA
S: Sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-),
Nyeri perut hilang timbul (-), keluar air pervaginam (-), keluar
darah pervaginam (-), gerak janin (+) baik
O: BP : 177/86 mmHg
HR : 86 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36,50C
Status General
Kepala : Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Isokor.
Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, Reguler, Murmur (-).
Paru : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-.
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : Oedema -/-

26
Status Obstetri
Abdomen : His (-)
DJJ : 148 x/menit
VT : Belum ada pembukaan,
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
A: G3P2002 35 minggu 6 hari(HPHT) 32 minggu 2 hari (USG) T/H +
Preeklamsia Berat(hari I?)

P: Observasi lanjut
10 November 2018 pukul 14.00 WITA PRE SC
S: Sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-),
Nyeri perut hilang timbul (-), keluar air pervaginam (-), keluar
darah pervaginam (-), gerak janin (+) baik
O: BP : 177/86 mmHg
HR : 86 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Tax : 36,50C
Status General
Kepala : Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Isokor.
Toraks : Jantung : S1S2 tunggal, Reguler, Murmur (-).
Paru : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-.
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : Oedema -/-
Status Obstetri
Abdomen : His (-)
DJJ : 148 x/menit
VT : Belum ada pembukaan,
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
A: G3P2002 35 minggu 6 hari(HPHT) 32 minggu 2 hari (USG) T/H +
Preeklamsia Berat(hari I?)

P: Observasi lanjut

27
3.8. LaporanOperasi
Operasi : SC + MOW
Jenis anestesi : General Anestesi
Nama operasi :Section Caesaria + Tubektomi
Tanggal Operasi : 10 November 2018
Jam Mulai : 13.10WITA
Jam Selesai : 14.10WITA
Riwayat Operasi :
- Asepsis/antisepsis lapangan operasi dengan betadine dan alkohol.
- Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
- Insisi pfanenensteil perdalam sampai menembus peritoneum
-K
- Pukul 13.20 lahir bayi perempuan 3800 gram, panjang badan 51 cm AS 8-9
- Lahir placenta lengkap
-A
- Dilakukan tubektomi bilateral pada kedua tuba
- Evaluasi perdarahan (-)
- Tutup dinding abdomen lapis demi lapis
- Tutup luka operasi dengan hipafix

3.8 Perkembangan PerawatanPost Operasi


Pk 17.30 WITA (10/11/2018)
S : Nyeri pada luka post op
O : St Present
Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis
TD 116/70 mmHg, N 106x/mnt, RR 18x/mnt, Suhu 36,5oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-)

28
A : P3003 post SC MOW hari ke 0obesitas grade III
P : IVFD RL + Oxytocin 20 IU 28 tpm s/d 24 jam post op
Paracetamol 500mg I.O

Cephadroxil 2 x 500mg I.O

DC s/d 6 jam post pemberian MgSO4

Puasa s/d 6 jam post op

Niphedipine 10 mg bila MAP ≥125 mmHg(1x10 mg I.O)

IVFD RL 500cc + MgSo4 40% 6 gram  28 tpm s/d 24 jam post op

Pk 09.00 WITA (24/05/2018)


S : nyeri luka operasi minimal, flatus (+) BAK (+), bising usus(+) ASI (+)
O : St Present
TD 110/70 mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,5oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetrik
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-)
A : P3003 post SC MOW hari ke I
P : IVFD RL + Oxytocin 20 IU 28 tpm s/d 24 jam post op
Paracetamol 500mg I.O

Cephadroxil 2 x 500mg I.O

DC s/d 6 jam post pemberian MgSO4

Puasa s/d 6 jam post op

Niphedipine 10 mg bila MAP ≥125 mmHg(1x10 mg I.O)

IVFD RL 500cc + MgSo4 40% 6 gram  28 tpm s/d 24 jam post op

Pk 07.10 WITA (25/05/2018)

29
S : nyeri luka operasi minimal, flatus (+) BAK (+), bising usus(+) ASI (+)
nyeri ulu hati (-)
O : St Present
TD 170/120 mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,7oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetrik
Abdomen : Distensi (-), TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-)
A : P3003 post SC MOW hari ke II
P : IVFD habis  uff
Cefadroxil 2x 500 mg (I.O)
Paracetamol 4 x 500mg (I.O)
Nifedipine 3 x 10 mg (I.O)

Pk 07.10 WITA (25/05/2018)


S : nyeri luka operasi minimal, flatus (+) BAK (+), bising usus(+) ASI (+)
nyeri ulu hati (-)
O : St Present
TD 170/120 mmHg, N 80x/mnt, RR 20x/mnt, Tax 36,7oC
St. General
Dalam batas normal
St. Obstetrik
Abdomen : Distensi (-), TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus (+) baik.
Vagina : perdarahan aktif (-)
A : P3003 post SC MOW hari ke II
P : IVFD habis  uff
Cefadroxil 2x 500 mg (I.O)
Paracetamol 4 x 500mg (I.O)
Nifedipine 3 x 10 mg (I.O)

30
31
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien perempuan 37 tahun,bangsa Indonesia, agama Hindu, datang ke IGD


Kebidanan BRSUD Tabanan dengan G3P2002 35 minggu 4 hari (HPHT) 32
minggu (USG) T/H + Preeklamsia Berat. Pada saat diperiksa, tekanan darah
pasien didapatkan tinggi yaitu 160/95 mmHg (08/11/2018).

Dalam kasus ini tekanan darah pasien diketahui tinggi saat kehamilan yang
sekarang. Dari hasil anamnesa juga diketahui bahwa pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi baik sebelum kehamilannya yang sekarangmaupun pada setiap
kontrol kehamilan yang telah rutin dilakukan pada kehamilan ini. Hipertensi baru
diketahui ketika pasien datang ke SpOG pada tanggal 08/11/2018 dengan keluhan
nyeri kepala. Pada saat pasien datang ke triage, didapatkan tekanan darah pasien
165/95mmHg. Umur kehamilan pasien saat itu adalah 35 minggu 4 hari
berdasarkan HPHT, serta 32 minggu berdasarkan USG. Dengan demikian
diagnosis hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia dapat disingkirkan
karena hipertensi timbul setelah umur kehamilan 20 minggu.

Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi


gestasional atau preeklampsia/eklampsia, dilakukan pemeriksaan urine lengkap
untuk mengetahui apakah terdapat proteinuria atau tidak. Setelah pemeriksaan
urine acak dilakukan, diketahui terdapat proteinuria (+1), sehingga kemungkinan
hipertensi gestasional dapat disingkirkan. Dengan demikian diagnosis hipertensi
dalam kehamilan pada pasien ini dapat dikategorikan ke dalam preeklampsia berat
karena umur kehamilan > 20 minggu, dengan peningkatan tekanan darah sistolik
140 mmHg dan peningkatan diastolik 90mmHg disertai proteinuria +3, tidak
terdapat riwayat kejang yang menyertai peningkatan tekanan darah
(menyingkirkan kemungkinan diagnosis eklampsia). Tidak ditemukan pula tanda-
tanda subyektif seperti gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, sakit kepala,
mual sehingga pada pasien ini tidak ditemukan tanda impending eklampsia. Pada
pemeriksaan juga ditemukan berat badan pasien seberat 125 kg dengan berat

32
badan sebelum hamil mencapai 115 kg. Pada pemeriksaan belum terdapat bukaan
sehingga pasien ini didiagnosis denganG3P2002 UK 38 minggu 1 Hari T/H
Preeklampsia Berat suspek makrosomia obesitas grade III.
Faktor resiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini adalah dilihat dari
faktor sosial ekonomi pasien, dengan kondisi ekonomi yang kurang baik,
kemungkinan terjadi defisiensi nutrisi. Kekurangan asam folat, vitamin C dan E,
kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat menyebabkan
disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi
hiperhomosisteinemia.Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi
sehingga membentuk disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton.
Selama proses ini akan terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion
superoksid dan peroksida hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu
bersifat toksis terhadap endotel. Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen
seluler yang langsung dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari
peristiwa stres oksidatif pada preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi
defisiensi vitamin C dan E, sehingga terjadi ketidakseimbangan oksidan dan
antioksidan.Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis
preeklampsia, pada keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia
meningkat. Keaadaan itu disebabkan karena adanya vasokontriksi, sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah dan menyebabkan plasenta menjadi iskemik,
selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas akibat iskemik plasenta. Selain
ituObesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar
seiring semakin besarnya IMT.Risiko meningkat 4,3% pada wanita dengan BMI
<20kg/m2 dan risiko meningkat 13,3% pada ibu dengan BMI > 35kg/m 2. Pada
pasien ini diketahui memiliki IMT 27,08 kg/m2 yang termasuk dalam kategori
overweight, sehingga pasien memiliki risiko menderita preeklampsia jika
dibandingkan dengan ibu lain dengan BMI normal.

Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata


meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar
penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah (1)
mencegah kejang (2) mencegah gangguan fungsi organ vital (3) terminasi
kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya, (4) lahirnya

33
bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta (5) pemulihan sempurna
kesehatan ibu.1

Pada pasien ini segera masuk rawat inap post partum. Dasar pemikiran
sedini mungkin hospitalisasi ialah : observasi dapat dilakukan secara cermat dan
terus-menerus, sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit
sukar diramalkan. Pada pasien ini umur kehamilan sudah aterm dan pasien datang
dalam keadaan inpartu dilakukan ekpektatif pervaginam management, dengan
mempercepat kala II dengan bantuan forcep ekstraksi.Terapi yang diberikan pada
pasien ini adalah MgSO4 sesuai protap. MgSO4 menghambat atau menurunkan
kadar asetilkolin pada rangsangan saraf-saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. MgSO4 juga merupakan vasodilator cerebral dan
menstabilisasikan membran. Sebelum diberikan MgSO4 pasien terlebih dahulu
dipasang kateter untuk memantau produksi urin. Selain itu, respirasi dan reflek
patella juga dipantau sepanjang pemberian MgSO4. Pasien juga diberikan obat
Nifedipine sebanyak 3x10 mg untuk menurunkan tekanan darahnya.

Pasien datang dengan pembukaan servik 6 cm dengan effacement50%,


presentasi kepala, sehingga dilakuakan observasi sampai pembukaan servik
lengkap dan dilakukanekspektatif pervaginam. Menurut teori, persalinan
pervaginam merupakan penanganan yang terbaik bagi ibu. Seksio sesarea
dilakukan apabila terdapat skor pelvik yang rendah dan adanya kedaruratan akibat
keparahan preeklampsia.

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala


perbaikan akan tampak jelas setelah terminasi kehamilan. Segera setelah
persalinan berakhir, perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami
perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Pada pasien ini tekanan darah pasien setelah melahirkan
mengalami penurunan, namun tidak mencapai tekanan darah normal sehingga
diharapkan prognosis pada pasien ini baik.

34
BAB V

SIMPULAN

Preeklampsia berat adalah suatu keadaan dimana terjadi kelainan pada


endotel yang menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik > 160 mmHg,
diatolik > 100 mmHg dan proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +4, oliguria,
edema paru atau sianosis, sindrom Hemolysis Elevated Liver enzyme Low Platelet
(HELLP Sindrom), dan tanda-tanda impending eklamsia. Faktro risiko terjadinya
preeklampsia berat antara lain usia risiko tinggi (> 35 th), primigravida, dan
riwayat preeklamsi/ hipertensi sebelumnya, nuliparitas, diabetes melitus, gemeli,
riwayat keluarga, obesitas, dan genetik.
Telah dilaporkan suatu kasus pada wanita usia 37tahun dengan
preeklampsia berat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.Telah dilakukan perbandingan diagnosis dan
penatalaksanaan pada kasus terhadap teori dan didapatkan bahwa sebagian besar
telah sesuai dengan teori yang ada, seperti anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan pada preeklampsia berat.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI.2013. Rencana Aksi Percepatan Penurunan AKI


2013-2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

2. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

3. Sastrawinata S. 2012. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Mochtar R. 2013. Sinopsis Obstetri. ed. 21, Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

5. Osungbade KO, Ige OK. Public Health Perspectives of Preeclampsia in


Developing Countries: Implication for Health System Strengthening. Journal
of Pregnancy. 2011. (Diakses pada 12 April 2018). Diunduh dari:
http://www.hindawi.com/journals/jp/2011/481095.

6. Norma D,N. 2013. Asuhan Patologi Teori Dan Tinjauan Kasus. Jakarta:
Mustika Dwi S Nu Med.

7. Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016.Preeklampsia Pedoman


Nasional Pelayanan Kesehatan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia.

8. Kementerian Kesehatan RI2014.. Profil KesehatanIndonesia 2013. Jakarta:


KementerianKesehatan RI.

9. Wibowo, B; Rachimhadi, T. Pre-eklamsia dan eklamsia.2007. Dalam:


Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi
3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: hal. 281-301

10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, 2014. Obstetrical Complication.
Williams Obstetrics. Mc Grawl Hill Education. hal 728-779.

11. Wibowo N, dkk. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis


dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. POGI Himpunan Kedokteran Fetomaternal.
Hal: 6-8

12. Anonim. 2004. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF
Obsterti dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Hal: 72-80

13. Myrtha R, 2015. Penatalaksanaan Tekanan darah Pada Preeklampsia.


Surakarta: CDK-227/ vol. 42 no. 4.

14. Roberts JM, dkk, 2013. Hypertension in Pregnancy. American College of


Obstetricians and Gynecologists. Washington: hal 13-49.

36
15. Angsar MD, 2009Hipertensi dalam Kehamilan. Edisi4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal530-559

16. Lausman A, Kingdom J, 2013. Intrauterine Growth Restriction:Screening,


Diagnosis, and Management. Journal of Obstetric and Gynecology Canada.
No. 295, Hal: 741-748.

37

Anda mungkin juga menyukai