Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang Tauhid dan kalimat thayybah mengandung suatu pendahuluan, yakni
dengan mengingat bahwa ada fitra insting keberagaman dalam diri setiap insan. Semuanya itu
bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa penciptaan alam semesta ini adalah Allah
bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)-nya
dan wadhaniyah (ke-Esaannya) dan bukan pula sekedar mengenal Asma dan Sifatnya.

Iblis mempercayai bahwa tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui ke-Esaan dan ke-
Mahakuasaan Allah dengan permintaannya kepada allah melalui Asma dan sifatnya. Kaum
jahiliyah kuno yang dihadapi rasuluallah salallahu alaihi’wasalam juga menyakini bahwa
tuhan sang pencipta, pengatur, pemelihara, dan penguasa alam semesta ini adalah allah.
Namun kepercayaan dan keyakinan itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang
berpredikat muslim, yang beriman kepada Allah SWT, dari sinilah pembahasan makalah ini
akan dipaparkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa makna kalimat tauhid dalam Al-Qur’an ?
2. Apa makna sebutan Allah ?
3. Apa makna kalimat La Ilahailla Allah konteks tauhid ?
4. Menjelaskan kisah Nabi Ibrahim A.S. ?
5. Apa makna kalimat thayyibah ?
6. Apa ragam kalimat thayyibah dan pengaplikasiannya ?
7. Apa hikmah kalimat thayyibah ?
8. Apa arti Asma’ul husnah sebagai ayat quraniyah adanya Allah ?
9. Apa arti nama Asma’ul husnah sebagai nama Allah yang diteladani dan dikenal ?
10. Apa makna 99 Asma’ul husnah ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kalimat Tauhid dalam Al-quran

Ilmu tauhid ialah, ilmu yang membiarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama
dengan mempergunakan dalil-dalil yang menyakinkan, baik dalil-dalil itu merupakan dalil
naqli, dalil aqli, ataupun dalili wijdani (perasaan halus). Ilmu ini dinamakan tahuid karena
pembahasannya yang paing menonjol, menyangkut pokok keesaan Allah yang merupakan
asas pokok agama islam, sebagaimana yang berlaku terhadap agama yang benar yang telah
dibawakan oleh para Rasul yang diutus Allah.

Allah SWT berfirman :


“Tidaklah kami mengutus sebelum engkau seseorang RaSul pun melainkan kami
wahyukan kepadanya: bahwa tiada tuhan yang sebenarnya di sembah melainkan Aku, maka
1
sembahlah Aku.” (QS.Al-Anbiya’21:25).

B. Menjelaskan Makna Lafadz Allah

Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa lafadz “Allah” adalah nama yang
menunjuk kepada zat yang wajib wujudn-Nya, yang menguasai segala hidup dan kehidupan
kepada-Nya, dan seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan memohon. Tetapi banyak ulama
berpendapat bahwa kata “Allah” asalnya adalah “Ilah”, yang dibubuhi huruf alif dan lam dan
dengan demikian Allah merupakan nama khusus yang tidak dikenal bentuk jamaknya.
Sedangkan Ilah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jama’ Alihah.
Dalam bahasa inggris baik yang bersifat umum maupun khusus, keduanya diterjemahkan
dengan god. Demikian juga dalam bahasa Indonesia, keduanya dapat diterjemahkan dengan
tuhan, tetapi cara penulisannya dibedakan. Yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil
god/tuhan, dan yang bermakna khusus ditulis dengan huruf besar God/Tuhan.

Sementara ulama berpendapat bahwa kata”Illah” yang darinya terbentuk dari kata
“Allah”, berakar dari kata Al-Ilahah, Al-Uluhah, dan Al-Uluhiyah yang kesemuanya menurut
mereka bermakna ibadah atau penyembahan, sehingga “Allah” secara harfiah bermakna yang
Yang disembah. Ada juga yang berpendapat bahwa kata “Allah” terambil dari akar kata
“Aliha Ya’luhu” yang berarti “tenang”, karena hati menjadi tenang bersama-Nya, atau dalam

1
Shihab.M.Qurais, Menyingkap Tabir Illahi (Jakarta:lentera hati,1998),hlm.3

5
arti “menuju” dan “ bermohon”, karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya dan
kepada-Nya juga makhluk bermohon.

Para ulama yang mengartikan Ilah dengan “yang disembah” menegaskan bahwa Ilah
adalah segala sesuatu yang disembah, baik penyembahan itu tidak dibenarkan oleh aqidah
islam, seperti terhadap matahari, bintang, bulan, manusia atau berhala, maupun yang
dibenarkan dan diperintahkan oleh Islam, yakni zat yang wajib wujud-Nya yakni Allah SWT.
Karena itu jika seorang muslim mengucap “La Ilaha Illa Allah” maka dia telah menafikan
segala tuhan, kecuali Tuhan yang nama-Nya “Allah”.

Dari segi makna dapat dikemukakan bahwa kata Allah mencakup segala sipat-sipat-Nya,
bahkan Dialah yang menyandang sipat-sipat tersebut, karena itu, jika Anda berkata, “Ya
Allah”, maka semua nama-nama/sipat-spat-Nya telah dicakup oleh kata tersebut. Di sisi lain
jika Anda berkata Arrahiim (Yang Maha Pengasih) maka sesungguhnya yang Anda maksud
adalah Allah, demikianan juga jika Anda Berkata: Almuntaqim (Yang membalas kesalahan),
namun kandungan makna Arrahim (Yang Maha Pengasih), tidak mencakup pembalasan-Nya,
atau sipat-sipat-Nya yang lain. Itulah satu sebab mengapa dalam syahadat seseorang harus
menggunakan kata “Allah” ketika mengucapkan kata “Allah” ketika Asyhadu an La Ilaha Illa
Allah, dan tidak diberkan mengganti kata Allah tersebut dengan nama-nama-Nya yang lain,
2
seperti Asyhadu An La Ilaha illa Arrahman atau Arrahim.

C. Menjelaskan makna kalimat La Ilaha Illallah

Diriwayatkan dalam Shahih (Muslim), bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

(( ‫ لﺎﻗ ﻦﻣ‬: ‫ﷲ ﻻإ ﮫﻟإﻻ‬, ‫دو ﮫﺎﻟﻣ مﺮﺣ ﷲ نود ﻦﻣ ﺪﺒﻌﯾ ﺎﻤﺑ ﺮﻔﻛو‬0‫))ﷲ ﻰﻠﻋ ﮫﺑﺎﺴﺣو ﮫﻣ‬

“Barangsiapa mengucapkan “La Ilaha Illa Allah” dan mengingkari sesembahan selain
Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)-nya adalah terserah
Allah.”

Ini adalah termasuk hal terpenting yang menjelaskan pengertian “La Ilaha Illallah”.
Sebab, apa yang dijadikan Rasulullah sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar
mengucapkan kalimat “La Ilaha Illallah” itu, bukan pulan dengan mengerti makna dan
lafazhnya, bukan pula dengan mengakui kebenaran kalimat tersebut, bahkan bukan juga
karena tidak minta kecuali kepada Allah saja. Yang tiada sekutu bagiNya. Akan tetapi,

2
M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi, (Jakerta: Lentera Hati, 1998), hlm. 4-7

Anda mungkin juga menyukai