Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya.
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga
karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, banyak para
karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan diri karena
kompensasi yang tidak sesuai. Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan,
maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas,
efisiensi perubahan, motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan.
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan
ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi kinerja pegawai dan
pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak
pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap
karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan
berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba
mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik. Hal ini cukup berbahaya bagi
perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak puas
tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi. Setiap instansi tidak
akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan salah satu
masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena untuk meningkatkan
kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi untuk mendukung motivasi para
aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau
kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
2
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Fungsi Evaluasi Kinerja?
2. Menyusun Sistem Evaluasi Kinerja?
3. Apa itu Standar Kinerja?
4. Model-model Evaluasi Kinerja?
5. Apa itu Proses Evaluasi Kinerja ?
6. Apa masalah yang dihadapi Evaluasi Kinerja ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian dan fungsi Evaluasi Kinerja.
2. Untuk mengetahui menyusun Sistem Evaluasi Kinerja.
3. Untuk mengetahui apa itu standar Kinerja.
4. Untuk mengetahui model-model Evaluasi Kinerja.
5. Untuk mengetahui proses Evaluasi Kinerja.
6. Untuk mengetahui apa masalah yang dihadapi Evaluasi Kinerja.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ma’ruf Abdullah, Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, hlm. 20
4
Para manajer di harapkanmenjadi pelatih yang baik bagi tim kerjanya dan menjadi
mentor bagi protagennya. Evaluasi kinerja mengidentifikasi bidang-bidang pegawaiyang
lemah dan perlu di latih dan menjadi mentor dan memberi contoh baik bagi para pegawai
sebagai protegennya.
4. Memperbaiki keseluruhan kinerja organisasi
Ini merupakan tujuanterpenting evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja memungkinkan
organisasimengomunikasikan harapan organisasi terhadap tim-tim kerja dan paraanggotanya
dan mengetahui seberapa baik mereka memenuhi harapantersebut. Jika setiap pegawai
memenuhi harapan tersebut dapatdipastikan kinerja organisasi akan tercapai, dan organisasi
sukses dalammencapai tujuannya.
5
menyusun insturmen evaluasi kinerja dan dipergunakan untuk mengukur kinerja
pegawai/karyawan.2
2. Menentukan Deskriptor level Kinerja
Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, para pegawai menghasilkankinerja yang
berbeda-beda. Dalam suatu sistem evaluasi kinerja harusdapat membedakan level-level
kinerja dari kinerja yang terbaik sampaikinerja yang terburuk. Untuk dapat membedakan level
kinerjadi pergunakan deskriptor level kinerja (DLK) atau Performace Level Descriptor. DLK
adalah skala hasil pengukuran kinerja untuk membedakan kinerja tertinggi sampai dengan
kinerja terendah. DLK juga dapat dipergunakan di dalam pendidikan untuk membedakan hasil
belajar para siswa.Dalam suatu penilaian kinerja DLK mempunyai bentuk yang beragama.
Secara umum DLK dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis.
a. DLK angka
Skala angka ini bisa bersifat sewenang-wenang dan tidak ada ukuran yang seragam.
Misalnya, DLK Daftar peniliaianPekerja Pegawai Negeri Sipil angkan 10-100. DLK
Sistem PenilaianPegawai PT Asuransi Kesehatan Indonesia menggunakan PLS
pencapaian hasil kerja dalam bentuk persentase: 45%-59%, 60%-74%, hingga
106%120%. Skala angka dapat bersifat interval atau skala rasio.
b. DLK dengan kata sifat
Ini dapat menggunakan kata seperti sangat buruk, sedang, baik, dan sangat baik.
Misalnya evaluasi menggunakan kata sifat: jauh di bawah harapan, di bawah harapan,
sesuai dengan harapan, di atas harapan. PLN menggunakan kata ekspetasi.
c. DLK kombinasi antara angka dan kata sifat
Dalam DLK ini yangutama adalah skala angkanya yang kemudian di jelaskan dengan
skala kata sifat.
3. Pengembangan Instrumen
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat yang digunakanuntuk mengumpulkan
data dalam suatu penelitian. Pengembangan Instrumen evaluasi kinerja dilakukan dua
tahapan, yaitu menyusun draf instrument kemudian menguji coba instrument sebelum
dipergunakan untuk menilai pegawai ternilai. Dengan proses ini, instrument dapat
dipergunakan untuk mengukur kinerja ternilai.3 a. Isi Instrumen
Langkah pertama ialah menentukan isi dari instrument eveluasi kinerja, dimana berisi
informasi mengenai nama, nama unit kerja, nama pegawai, tempat tanggal lahir, jabatan,
2
Hasel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hal. 176.
3
Djali, Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2007),hal. 60.
6
pangkat, masa kerja,nama penilai, jabatan penilai dan butir-butir instrument.Untuk
menentukan butir-butir instrumen evaluasi kinerja dipergunakan deskripsi tugas yang
menghasilkan hasi dari analisis pekerjaan. Secara teoritis memang pekerjaan yang
berbeda mempunyai komposisi demensi dan kinerja yang berbeda.Butirbutir bentuk
instrument yang diperlukan dalam suatu sistem evaluasi kinerja tergantung kepada model
evaluasi kinerjanya.Tetapi ada persamaannya setiap butir instrument evaluasi kinerja
terdiri dari dimensi kinerja, indikator kinerja, dan DLK.
b. Uji coba Instrumen
Evaluasi kinerja tidak hanya mempergunakan tolok ukur standar kinerja pegawai akan
tetapi instrument yang dipergunakan untuk mengukur kinerja juga harus diuji coba untuk
mengukur validitasdan reliabilitasnya.
1) Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dapat
melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut
dapatmengukur kinerja pegawai yang akan diukur dalam evaluasikinerja setelah
melakukan pekerjaannya. Validitas merupakan kontinum dari tidak ada hubungan,
hubungan rendah sampai100% valid. Akan tetapi, dalam instrumen evaluasi kinerja
takakan pernah terjadi 100% valid kecuali kalau instrument tersebut indikatornya
merupakan kinerja yang dapat di ukur dalam angka numerik. Ada lima jenis validitas:
a) Validitas isi ialah dimensi dan indikator dari instrumentevaluasi kinerja melukiskan
semua keterampilan, hasilkerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang diperlukan oleh
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya untuk menghasilkan kinerja yang di
harapkan oleh perusahaan.Validitas isi dilakukan dengan mencari hubungan antara
butir-butir dalam instrument evaluasi kinerja dengan aktivitas-aktivitas, situasi dan
keluaran yang terkait dengan pekerjaan.
b) Validitas muka (face validity) merupakan suatu bentuk content validity yang
merupakan hasil observasi kesamaan antara isi dari prediktor kinerja dengan isi
pekerjaan yang sesungguhnya. Dengan kata lain di permukaan, butir-butiratau isi dari
pediktor tampaknya berkaitan dengan pekerjaan.
c) Validitas Terkait dengan kriteria (Criterion Related Validity)
merupakan pengukuran berapa baik suatu tesmemprediksi suatu keruluaran.
Merupakan pernyataanstatistika berdasarkan data empiris yang melukiskan hubungan
langusung antara skor terhadap prediktor.
7
d) Validitas Konstruk (Construct Validit) ialah sampai seberapa derajat tingginya skor
yang diperoleh melaluisuatu tes dapat diinterpretasikan untuk mengukur sifat yangdi
hotetiskan atau proterty (konstruk seperti motivasi,inteligensia, kempemimpinan).
e) Validitas Konvergen dan Validitas Diskriminan validitas konvergen sampai seberapa
tinggi multiple penilai sepakatmengenai pengukuran mereka mengenai dimensi yang
samaatau sampai seberapa tinggi instrument-instrumen yang berbeda menyediakan
penilaian yang sama untuk dimensikinerja khusus yang sama. Sedangkan validitas
diskriminan adalah korelasi antara dimensi yang sama ketika dinilai oleh penilai yang
berbeda harus lebih tinggi dari pada korelasiantara dimensi-dimenasi yang berbeda
dinilai oleh peniai- penilai yang sama atau sebaliknya.
Prosedur penentu validitas Proses memvalidasi instrument evaluasi kinerja akarnya
berada pada isi dari pekerjaan yang diperoleh melalui proses analisis pekerjaan sebagai
berikut:
a) Mengidentifikasi semua tugas-tugas yang diperlukan dalam melaksanakan
penugasan pekerjaan.
b) Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dipergunakan pernyataan-pernyataan
umum untuk melukiskan aktivitas pekerjaan kritikal. Kemudian pernyataan ini
menjaditanggung jawab dari pekerjaan.
c) Mengaitkan tugas-tugas yang relavan dengan tanggung jawab khusus untuk
meminimalkan ketidakjelasan danambiguitas dan mendorong pemahaman dan
kesepakatandalam kaitan dengan masing-masing tanggung jawab.Pernyataan
tugas-tugas ini kemudian menjadi kewajiban-kewajiban pekerjaan.
d) Mengedit semua pernyataan tanggung jawab dan kewajibanuntuk memperoleh
presisi dan kejelasan deskripsi.
e) Membangun prioritas semua pernyataan tanggung jawabsebagai kritikalitas
atau pentingnya dalam kesuksesan penyelesaian pekerjaan.
f) Membangun prioritas semua pernyataan kewajiban dalamsetiap tanggng jawab
sebagai pentingnya atau kritikalitasdalam penyelesaian sukses suatu tanggung
jawab.
g) Menerjemahkan semua tanggung jawab dan kewajibanmenjadi
dimensidimensi kinerja.
h) Megembangkan standar kinerja untuk semua dimensikinerja atau
dimensidimensi yang diidentifikasikan sebagaikritikal untuk kinerja pekerjaan
sukses sepanjang evaluasikinerja berikutnya.
8
i) Menilai kinerja pada perilaku-perilaku yangdidemonstrasikan dan hasi yang
dicapai.
2) Reliabilitas Adalah suatu pengukuran konsistensi atau stabilitas darisuatu
instrument evaluasi kinerja yang diukur oleh penilai yang berbeda. Atau
keandalan suatu alat ukur berupa tes bila dilakukan pengukuran berulang-ulang
dengan tes yang sama pada waktu yang berbeda akan diperoleh hasil yang relatif
sama,sehinnga hasilnya dapat dipercaya. Suatu instrument evaluasi kinerja
dikatakan reliable atau dapat dipercaya jika dipergunakan untuk mengukur
kinerja pegawai yang sama oleh penilai yang berbeda hasilnya akan sama.Tiga
jenis metode untuk memperkirakan raliabilitas tessecara umum adalah:
a) Metode Tes-Retes, dalam metode ini memerlukan mengadministrasikan
tes yang sama pada titik waktu yang berbeda. Metode ini memerlukan
stabilitas penilai, ternilai,kinerja ternilai dan instrumen evaluasi kinerja.
b) Split-Half Method, mensyaratkan tes harus dibagi dua dimana keduanya
dapat diadministrasikan sebagai satu tes.Butir-butir tes dibagi dua yang
sama, jika reabel masing-masing setengah tes akan memberikan nilai yang
dapat dibandingkan. Dua set butir-butir tersebut dapat mengukur kualitas
atau karakteristik yang sama.
c) Metode tes Paralel, mempergunakan dua instrument atau tesyang dapat
dibandingkan dan ekuivalen, instrument yang parallel dapat
diadministrasikan secara berurutan waktu tertentu. Jika pengukuran
reliabel, kedua instrument akan menghasilkan hasil yang sama. Problem
utama dengan metode ini adalah pengembangan keduainstrument yang
betul-betul ekuivalen.4
4
Yessy Nur Indah Sary, Buku Mata Ajar Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta : Deeplish,2015), hal 139.
9
C. Standar Kinerja
Agar dapat berfungsi dapat dilaksanakan dengan baik dalam proses evaluasi
kinerja, standar kinerja harus disusun dengan karakteristik sebagai berikut:
a). Dapat membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan kinerja yang tidak dapat
diterima. Standar kinerja harus dapat membedakan antara kinerja tinggi, sedang dan
rendah sehingga dapat dihindari pegawai yang bekerja keras dengan kinerja tingga
sama dengan pegawai yang malas dan berkinerja sangat rendah.
5
Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta): Rajawali, 2010), hal.74
6
Richard M. Hodgetts, Manajement: Theory, Process, and Practice, (New York: CBS College Publising, 1982), hal
163164. Dikutip dari Henri Fayol, Industrial and General Administration, trans. J. A. Coubrough (Geneva, Switzerland:
Interational Management Institute, 1929), 77.
10
b). Merupakan standar minimal akan tetapi harus menantang para pegawai untuk
bekerja lebih keras melebihi standar kinerja yang ditentukan, tidak sekedar memenuhi
standar minimal yang ditentukan oleh perusahaan.
d) Harus realistik artinya dapat dicapai oleh pegawai yang mempunyai kualifikasi,
kompetensi, terlatih dengan mempunyai otoritas untuk melaksanakan pekerjaannya
serta didukung oleh sumber-sumber kerja yang diperlukan untuk melaksanakan
tugasnya.
e) Melukiskan standar kuantitas, kualitas, dan standar waktu pencapaian kinerja yang
ditetapkan.7
Kriteria yang dipakai untuk mengukur atua membedakan hasil kinerja menggunakan
istilah-istilah seperti; berapa banyak, seberapa baik, kapan, dan bagaimana atau dengan
cara bagaimana dan pada biayanya berapa. Di bawah ini dikemukakan contoh-contoh
formulasi standar kinerja. Standar kinerja tergantung pada jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang pegawai.
a). Kuantitas keluaran. Standar yang menunjukkan berapa banyak unit produk harus
diselesaikan dalam kurun waktu tertentu.
b). Kualitas keluaran. Standar menunjukkan seberapa lengkap unit produk diproduksi.
Standar ini juga menunjukkan akurasi, presisi, manfaat, dan efektivitas. Standar ini
dapat diekspresikan misalnya persentase tingkat kesalahan yang diperbolehkan.
c). Ketepatan waktu keluaran. Standar yang menentukan kapan, berapa cepat dan
dalam periode apa keluaran waktu terjadi.
d). Efektivitas pemakai sumber. Standar ini dipergunakan jika kinerja dapat dinilai
dalam ukuran uang yang dapat dihemat, penghasilan yang dapat diperole dalam
pencapaian pekerjaan yang sedang dilaksanakan.
e). Pengaruh dari upaya. Standar yang melukiskan pengaruh hasil akhir yang dapat
dicapai dan dipakai jika hasil sulit diuantifikasi.
7
Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM, (Bandung : Refika Aditama 2007), hal 69.
11
f). Cara melaksanakan pekerjaan. Standar ini dipergunakan jika terniliai kontrak
personal pegawai melaksanakan pekerjaannya penting dan mempunyai pengaruh
terhadap kinerjanya.
g). Standar sejarah. Adalah standar yang membandingkan kinerja dengan prestasi di
masa yang lalu dan dilukiskan dengan sebagai persentase, lebih tinggi atau lebih
rendah prestasi di masa yang lalu dalam kurun waktu yang sama.
Langkah pertama dalam menyusun sistem evaluasi kinerja adalah menentukan jenis model
evaluasi kinerja yang akan dipergunakan. Berdasarkan apa yang dievaluasi secara umum
model evaluasi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :Evaluasi kinerja
berdasarkan:
a. Sifat ternilai
Model evaluasi kinerja ini mudah menyusunnya, hanya mengumpulkan sifat-sifat pegawai
secara umum kemudian memilih sejumlah sifat tersebut yang diperkirakan cocok dengan
pelaksanaaan suatu jenis pekerjaan. Menilai sifat-sifat ternilai personal pegawai seperti
kemampuan untuk membuat keputusan, loyalitas kepada perusahaan, sikap, kebersihan dan
komunikasi. Kelemahan dari model ini ialah pada validitas dan reliabilitasnya karena sifat
pegawai tidak selalu berkaitan dengan kinerja pekerjaan pegawai.
b. Perilaku
Dalam perusahaan jasa perilaku pegawai sangat menentukan keberhasilan pegawai dalam
melayani jasa. Dalam melayani pelanggan atau nasabah pegawai harus menggunakan standar
prosedur operasi layanan yang setiap langkah dalam prosedur, pegawai harus berperilaku tertent
yang terstandar. Pengukuran perilaku yang berguna untuk memberikan balikan sebab perilaku
memberikan indikasi apa yang dilakukan pegawai secara berbeda dengan pegawai secara
berbeda dengan pegawai lainnya.
c. Hasil kerja pegawai
Pendekatan ini berkaitan dengan berapa banyak dan berapa baik unit produk yang
dihasilkan; berapa banyak produk yang terjual atau berapa besar keuntungan yang diperoleh
oleh kepala cabang. Jika banyak cara untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan sukses maka
cara yang terbaik untuk mengevaluasi adalah dengan model berdasarkan kinerja. Kelemahan
dari model ini ialah sejumlah pegawai yang melaksanakan pekerjaan tertentu sulit dikuru seperti
pendidikan yang dilakukan oleh guru, tentara, ataupun polisi yang mengatur lalu lintas.
12
2. Model Esai
Dalam model evaluasi Kinerja esai, penilai harus menyusun esai berupa pertanyaan
yang melukiskan kinerja ternilai, keunggulan dan kelemahan kinerja ternilai secara rinci. Agar
penilai dapat menyusun esai yang melukiskan kinerja. pegawai yang mencerminkan kinerja
perusahaan, pertama, harus dikemukakan indikator-indikator kinerja pegawai ternilai. Kedua,
dikemukakan descriptor level kinerja yang dapat mempergunakan angka dan kata sifat.
Ketiga, panjangnya esai ditentukan dalam jumlah kata-kata da kalimat yang melukiskan
indikator kinerja pegawai
Penilai dalam model evaluasi ini harus mempunyai kemampuan untuk mengobsevasi
kinerja ternilia dan mendokumentasi kinerja tersebut dalam bentuk catatan secara sistematis.
Hasil observasi kemudikan dijadikan bahan untuk menyusun esai. Model evaluasi esai kurang
terstruktur, memungkinkan penilai mempunyai kebebasan untuk menilai hampir semua
indikator kinerja ternilai. Model ini memerlukan waktu untuk megobservasi indikator kinerja
ternilai, mendokumentasikan dan melakukan penilaian. Model ini juga bersifat lebih subjektif
jika dibandingkan dengan model lainnya.
13
Balikan diberikan dalam wawancara evaluasi kinerja. Jika wawancara evaluasi kinerja
dilakukan secara langsung bertemu muka antara penilai dengan ternilai maka harus
direncanakan secara sistematis agar tidak terjadi konflik antara keduanya di mulai dari
persiapan, baik dari penilai, ternilai dan hasil penilian. Waktu wawancara yang telah
ditentukan. Kemudian jenis balikan, dengan menggunakan pendekatan yaitu memberitahu dan
meyakinkan ternilai, memberi tahu dan mendengarkan, dan melakukan solusi problem. Hasil
dari pada evaluasi kinerja ini dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kinerja, pengembangan
SDM, pemberian kompensasi, program peningkatan produktivitas, program kepegawaian, dan
menindari pelakuan diskirminasi.8
Instrumen evaluasi kinerja harus memenuhi validitas dan reliabilitas yang baik. Suatu
kinerja harus mengukur karakteristik pekerjaan yang penting atau relavan dengan keseluruahn
pekerjaan yang bebas dari pengaruh variabel –variabel yang tdiak ada kaitannya dengan
evaluasi kinerja.
2. Persepsi Ternilai.
a. Persepsi negatif Pegawai Evaluasi kinerja merupakan alat memanajemen kinerja pegawai
agar pegawai dapat mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh perusahaan/ organisasi. Bagi
pegawai evaluasi kinerja menimbulkan persepsi yang beragam.
1. Tidak senang terhadap evaluasi kinerja Pada prinsipnya, para pegawai tidak senang dan tidak
menyukai evaluasi kinerja dan jika mungkin akan menghindarinya. Para pegawai takut dengan
evaluasi kinerja karena tidak mempunyai sistem evalausi kinerja yang baik. Pegawai
menganggap evaluasi kinerja sangat dipengaruhi oleh subjektivitas dan sejumlah error, maka
dari itu disarankan organisasi harus melakukan pelatihan khusus mengenai evaluasi kinerja.
8
Abdul Madjid Latief, Evaluasi Kinerja SDM: Konsep, Aplikasi, Standar dan Penelitian, (Jakarta: Haja Mandiri, 2014),
hal. 104-105
14
3. Budaya Evaluasi Kinerja Menurut budaya evaluasi merupakan bagian dari pada budaya
organisasi yang mencari informasi mengenai kinerja organisasi dan untuk memakai informasi
dalam mempelajari bagaimana memanajemeni lebih baik dan melaksankan program dan
layanan dan dari situ memperbaiki kinerjanya. Budaya evaluasi kinerja mempunyai dimensi
budaya produktivitas, manajemen kinerja, sistem evaluasi kinerja, dasar hukum dan pelatihan.
4. Kesalahan Penilai Kesalahan-kesalah yang mungkin dilakukan oleh penilai diantarnya ialah:9
a. sujektivitas penilai
b. Halo error atau horn effect, dimana penilai menilai ternilai dengan memberikan nilai
tinggi atau rendah pada semua indikator kinerja ternilai dengan faktor kesesuaian antar
penilai dengan ternilai, ternilai dianggap asset, pengaruh potensi tinggi, ternilai
bersebrangan dengan penilai.
c. Penilaian lembek (leniency error). Yaitu penilai memberi nilai lebih tinggi dari pada
yang seharusnya. Hal ini terjadi dengan penyebab yaitu kolusi maupun menghindari
konfrontasi.
d. Penilaian keras (severity error), yaitu penilai memberi nilai kepada ternilai lebih
rendah dari yang seharusnya. Penilaian ini sangat merugikan ternilai karena
menghambat karirnya.
e. Similar to me error, yaitu penilai menggunakan dirinya sebagai standar kinerja
pegawai bukan standar kinerja pegawai.
f. Recency error, penilai evaluasi kinerja yang menggunakan data kinerja ternilai dua
atua sebulan terakhir masa penilaian.
5. Pelecehan Seksual Ialah perilaku verbal, perilaku tertulis atau fisik dari agen yang tidak
dikehendaki oleh target yang bertujuan untuk terjadinya hubungan seksual dengan
menggunakan kekuasaan atau janji-janji. Pelecehan seksual muncul bisa dalam bentuk Quid
pro quo, yaitu pelecehan seksual yang langsung dikaitkan dengan pemberian atau tidak
memberikan keuntungan ekonomi. Hostile environment harassment, yaitu pelecehan sesual
yang berdasarkan pada perilaku tidak rasional, meciptakan sesuatu lingkungan kerja yang
intimadatif, permusuhan, dan ancaman. Sexual favoritism mucul jika target medapatkan
sesuatu dalam butir quid pro quo jika ia memenuhi kehendak agen walaupun sesungguhnya
target tidak menghendakinya.
9
Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan , Pengembangan, Pengkompensasia,
dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, (Jakarta: Grasindo, 2002), hal.201
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Evaluasi kinerja adalah proses penilai menilai kinerja ternilai dalam waktu tertentu dengan
membandingkan kinerjanya dengan standar kinerjanya dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil
keputusan MSDM mengenai ternilai. Dalam menyusun Sistem evaluasi kinerja yang pertama
dilakukan adalah menentukan dimensi dan indikator kinerja yang nilai. Dimensi adalah bagian atau
unsur yang membentuk suatu variabel yang akan di ukur. Setelah itu menentukan Deskriptor Level
Kerja. DLK adalah skala hasil pengukuran kinerja untuk membedakan kinerja tertinggi sampai
dengan kinerja terendah. Kemudian Pengembangan Istrumen. Adapun Standar kinerja merupakan
pertemuan antara keinginginan organisasi dan keinginan pegawai.
Standar kinerja menyediakan penilai dan ternilai dasar untuk melukiskan kinerja ternilai
dapat dipahami oleh keduanya. Untuk mempermudah dalam melaksanakan proses evaluasi alangkan
lebih baiknya memiliki suatu model evaluasi, banyak model evaluasi yang telah berkembangan
sampai saat ini. Diantaranya ialah model essay, peristiwa krisis, behaviorally anchored rating
behavioral expectation scales, behavioral observation scales, perbandingan pasangan, distribusi
paksaan, graphic rating scales, dan checklist evaluation model. Masalahmasalah yang di hadapi dari
pada evaluasi kinerja adalah validitas dan realibilitas, Persepsi ternilai, budaya evaluasi, kesalahan
penilai, pelecehan seksual.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ma’ruf Abdullah, Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta.
Hasel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.
Djali, Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2007.
Yessy Nur Indah Sary, Buku Mata Ajar Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta : Deeplish,2015.
Richard M. Hodgetts, Manajement: Theory, Process, and Practice, (New York: CBS College
Publising, 1982), hal 163-164. Dikutip dari Henri Fayol, Industrial and General Administration,
trans. J. A. Coubrough Geneva, Switzerland: Interational Management Institute, 1929.
Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM, Bandung : Refika Aditama 2007.
Abdul Madjid Latief, Evaluasi Kinerja SDM: Konsep, Aplikasi, Standar dan Penelitian, Jakarta:
Haja Mandiri, 2014.
Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan , Pengembangan,
Pengkompensasia, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Jakarta: Grasindo, 2002.
17