Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Minyak dan gas bumi (migas) adalah salah satu kekayaan alam atau

sumber daya alam yang terpenting di Indonesia. Keberadannya merupakan

sesuatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam menunjang perkembangan

ekonomi dan kemakmuran Negara. Salah satu kejahatan tindak pidana yang

selalu terjadi yaitu tindak pidana pencurian minyak dengan metode membuat

sambungan pada saluran pipa yang aktif mengalirkan minyak hasil produksi

atau dikenal dengan istilah Illegal Tapping. Pencurian minyak dengan metode

tersebut banyak dilakukan di daerah-daerah yang kaya akan minyak, salah satu

kasus pencurian minyak terdapat di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau,

Indonesia. Penghasilan terbesar Kabupaten Bengkalis adalah minyak bumi

yang menjadi sumber terbesar APBD-nya bersama dengan gas. Karena

penghasilan Kabupaten Bengkalis terbilang banyak untuk minyak bumi maka

tidak sedikit pula kasus-kasus yang mengenai pencurian minyak.1

Dalam hal ini menurut penulis penegakan hukum masih dirasa kurang

serta tidak berjalan dengan semestinya. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945

menyatakan: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Salah satu konsekuensi

dari hukum adalah pelaksanaan penegakkan hukum yang transparan konsisten,

konsekuen serta menyeluruh”.


1
https://www.Go Riau, di akses, tanggal 22 November 2019 Pukul. 20.20 wib
1
Tujuan hukum menjadi tujuan dan isi dari suatu negara hukum,

Indonesia sebagai suatu negara hukum, memiliki tujuan hukum untuk

menciptakan keadilan, kepastian hukum, dan kesejahteraan bagi rakyat.2

Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat

terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang dilanggar

itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi

kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu

diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur

tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional

seimbang. Tetapi dalam prakteknya tidak selalu mudah mengusahakan

kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut3.

Oleh karena itu penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian

minyak yang digolongkan kepada tindak pidana pencurian dengan pemberatan

sebagaimana yang diaturkan dalam Pasal 365 KUHP:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian

yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau

mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk

memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap

2
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana, Konsep, Komponen, dan
Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, Bandung, 2009, hlm.
192.
3
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 160-161.
2
menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam

kereta api atau trem yang sedang berjalan;

2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau

pakaian jabatan palsu;

4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan

luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1

dan 3.

Sangat jauh dari yang di harapkan. Karena hampir setiap tahun selalu saja

terjadi kejahatan tindak pidana pencurian minyak. Sebagaimana kita ketahui,

penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib,

keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha

pencegahan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, sengan

3
lain perkataan, baik secara prefentif maupun represif.4

Penegakan hukum untuk menanggunglangi kasus pencurian minyak

sangat dibutuhkan agar tidak terjadi lagi kasus yang sama setiap tahunya,

bahkan Kepolisian Resor Bengkalis menyatakan akan membuat tim khusus

tentang tindak pidana pencurian minyak, akan tetapi sampai saat ini masih saja

terjadi tindak pidana kejahatan pencurian minyak. Seandainya tim khusus telah

dibentuk seharusnya kasus tindak pidana pencurian minyak tidak akan terjadi

lagi di tengah masyarakat dan pihak yang dirugikan dapat merasakan

penegakan hukum telah menjalankan dengan semestinya.

Berdasarkan Pengamatan Penelitian terhadap beberapa kasus pencurian

minyak di Kepolisian Resor Bengkalis dan dari data yang peneliti dapatkan

dari Kepolisian Resor Bengkalis. Tentang sanksi yang diberikan kepada

tersangka yang melakukan tindak pidana hanyalah berupa hukuman yang di

atur dalam KHUP pasal 363 terhadap pelaku yang peneliti dapatkan dari tahun

2016 sampai tahun 2019.

Berikut peneliti jabarkan data kasus pencurian minyak yang

melakukan tindak pidana sepanjang tahun 2016 sampai dengan 2019 dalam

tabel dibawah ini :

4
Moch, Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Prektek, Mandar Maju,
Bandung; 2001, hlm. 5
4
Tabel I.1
Kasus Tindak Pidana Pencurian Minyak

No Tahun Kasus
1 2016 2
2 2017 3
3 2018 1
4 2019 3
JUMLAH 9
Sumber Data : Tindak Pidana Pencurian Minyak oleh
Kepolisian Resor Bengkalis 2016-2019

Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2016 terdapat (2) kasus pencurian

minyak yang ditangani langsung oleh anggota Kepolisian Resor Bengkalis

namun pada tahun 2017 terdapat kenaikan menjadi (3) kasus, pada tahun 2018

menurun menjadi (1) kasus saja sedangkan pada tahun 2019 terjadi kenaikan

lagi menjadi (3) kasus. Kasus pencurian minyak paling banyak terjadi di Duri

Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis milik perusahaan PT Chevron

Pacific Indonesia. Menurut Kepala Urusan Bidang Operasi di Kepolisian

Resor Bengkalis. Terdapat beberapa kasus yang belum terselesaikan karena

kurang cukupnya alat bukti, maka tidak dapat diproses dioleh kepolisian

sehingga kepoliisan mengeluarkan surat pemberhentian perkara terhadap kasus

tersebut. Hal ini tentunya membuat penegakan hukum kurang stabil dan bisa

saja kejahatan tindak pidana pencurian minyak akan ada setiap tahunnya.

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui bahwa hal-hal yang

menjadi motivasi penelitian ini ialah adanya kendala dalam penegakan hukum

5
tindak kejahatan pencurian minyak. Maka dari itu, peneliti merasa perlu

melakukan penilitian di Kepolisian Resor Bengkalis. Fokus dari penelitian ini

tentang bagaimana pengekan hukum yang semestinya dalam memberantaskan

tindak pidana pencurian minyak dan mencari penyebab serta memberi saran

atas permasalahan yang terjadi. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian

Minyak Oleh Kepolisian Resor Bengkalis”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencurian minyak oleh

Kepolisian Resor Bengkalis?

2. Apakah hambatan yang dihadapi Kepolisian Resor Bengkalis dalam

penegakan hukum tindak pidana pencurian minyak oleh Kepolisian Resor

Bengkalis?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penegakan hukum oleh Kepolisian Resor Bengkalis

dalam menangani tindak pidana pencurian minyak.

b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Kepolisian Resor Bengkalis

dalam penegakan hukum tindak pidana pencurian minyak oleh

Kepolisian Resor Bengkalis.

6
2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menanambah dan mengembangkan wawasan penulis serta untuk

menerapkan ilmu pengetehuan yang penulis peroleh selama di

perkuliahan dalam ilmu hukum secara umum dan khususnya dalam

disiplin ilmu hukum acara pidana.

b. Untuk menyumbangkan pendapat dan informasi pada bidang hukum

pidana umumnya, khususnya tentang penegakan hukum tindak pidana

pencurian minyak oleh Kepolisian Resor Bengkalis

c. Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah yang sederhana bagi mahaiswa/

akademika Fakultas Hukum Universitas Riau dan untuk memeberikan

pemahaman pemikirian, gambaran, dan penjelasan kepada masyarakat

umum, prkatis hukum, peranan kepolisian resor Bengkalis dalam

menangani tindak pidana pencurian minyak.

D. Kerangka Teori

1. Teori Penegakan Hukum

Bila berbicara mengenai penengakan hukum, maka tidak akan

terlepas pula untuk berbicara masalah hukum. Hukum berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan.

7
Pelaksanaaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat

terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah

dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu

menjadi kenyataan.5

Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya

aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta

memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga Negara tanpa

memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etis, agama, maupun

gender.6

Terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang

Dasar 1945 memerlukan perangkat perundang-undangan yang menjunjung

tinggi hak asasi manusia serta menjamin setiap warga negara bersamaan

kedudukannya didalam hukum, pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.7

Pengertian penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha

melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya

agar tidak terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu

supaya dapat ditegakkan kembali.8

Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menjelaskan fungsi


5
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta
:2005, hlm. 160
6
Humairah, Venny, and Emilda Firdaus. "Penegakan Hukum Tindak Pidana Prostitusi Secara
Online Di Wilayah Hukum Polisi Resor Kota Pekanbaru." Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Riau 3.2 (2016): 1-15.
7
AL. Wisnubroto dan G Widiatarna, Pembebaharuan Hukum Acara Pidana, PT Citra Aditya
Bakti, Bandung: 2005, hlm. 1
8
Abdul Kadir, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung: 2006. Hlm.15
8
hukumnya secara merdeka dan bermartabat. Merdeka Penegakan hukum

sebagai sesuatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang

menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah

hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Dengan mengutip

pendapat Roscoe Pound, maka La Favre menyatakan, bahwa pada

hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti

sempit).9

Adapun penegakan hukum pidana dalam paradigma sistem hukum

yang merupakan penegakan hukum pidana merupakan salah satu fungsi dari

sistem hukum sebagai sarana social control. Menurut Lawrance M.

Friedman, terdapat fungsi lain dari sistem huku, yaitu dispute, settlement,

redistributive/social maintenance. Di samping itu, terdapat pandangan lain

tentang fungsi sistem hukum yang yang menyatakan “pada hakikatnya

hukum dalam mekanismenya adalah sebagai sarana pengintregasian bagi

kepentingan (law as an integrative mechanism)”. Berdasarkan hukum

pidana, pengintegrasian tersebut tercermin dari karakteristik sistem

peradilan pidana, seperti dikemukakan oleh Muladi berikut ini:10

1. Berorientasi pada tujuan (purposive behavior);

2. Keseluruhan dipandang lebih baik daripada sekedar penjumlahan

bagian-bagiannya (wholism);

9
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT
RajaGrafinfo Persada, Jakarta: 2013, hlm.7.
10
Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika
Jakarta Timur, 2016, hlm. 56-57.
9
3. Sistem tersebut berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, seperti

sistem ekonomi, sosial-budaya, politik, dan hankam, serta

masyarakat dalam arti luar sebagai super sytem (openness);

4. Operasionalisasi bagian-bagiannya menciptakan sistem nilai

tertentu (transformation);

5. Antar bagian sistem harus cocok satu sama lain (interrelatedness);

6. Adanya mekanisme control dalam rangka pengendalian secara

terpadu (control mechanism).

Penegakan hukum (law enforcment) berperan penting dan sangat

dibutuhkan didalam masyarakat, utamanya dalam era reformasi yang

berlangsung saat ini manakala peran dan fungsi penegakan hukum adalah

upaya untuk menciptakan keadilan, dan bagaimana hukum itu diterapkan

sebagaimana mestinya. Maka dengan itu penegak hukum secara hakiki

harus dilandasi 3 hal pokok, yaitu:11

a. Landasan ajaran atau faham agama;

b. Landasan ajaran kutur (adat istiadat);

c. Landasan kebiasaan atau traktat;

d. Landasan aturan hukum positif yang jelas dalam penerapannya.

Penegakan hukum sebagai usaha semua kekuatan bangsa, menjadi

kewajiban kolektif semua komponen bangsa, dan merupakan ralat bahwa

hukum hanya boleh ditegakkan oleh golongan-golongan tertentu saja, antara

11
Mulyana W. Kusumah, Tegaknya Supermasi Hukum, PT. Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm.
13.
10
lain:12

Sebagaimana kita semua telah mengetahui, penegakan hukum

merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan

ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan

maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya

pelanggaran hukum, dengan lain perkataan, baik secara refentif maupun

represif. Apabila undang-undang yang menjadi dasar hukum bagi gerak

langkah serta tindakan dari para pengak hukum kurang sesuai dengan dasar

filsafat Negara dan pandangan hidup bangsa kita, maka sudah barang tentu

penegakkan hukum tidak mencapai sasarannya.13

Menurut Soerjono Soekanto ada beberapa faktor yang sangat

menentukan dalam penengakan hukum yang berguna bagi masalah

penegakan hukumnya dalam masyarakat yaitu:14

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Yang dimaksud dalam hal ini adalah dari segi peraturan

perundang-undangannya. Artinya peraturan perundang-undangan

yang tidak jelas, kurang lengkap, maka akan ada kesulitan dalam

mencari pedoman dan dasar peraturan perundang-undangan

dalam penyelesaian masalah yang terdapat dalam masyarakat.

b. Faktor Penegak Hukum

12
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia:Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di
Indonesia,Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 128.
13
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori & Praktek, Mandar Maju,
Bandung: 2001, hlm. 1
14
Ibid, hlm. 8.
11
Faktor penengak hukum yang dimaksud disini adalah

pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

Misalnya, pihak Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Advokat

(Penasihat Hukum), dan pihak Lembaga Pemasyarakatan harus

berperan penting dalam penyelesaian masalah tindak pidana

pencurian minyak (illegal tapping).

c. Faktor Sarana Fasilitas

Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan

hukum. Artinya tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka

tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan

lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencangkup

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang

baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup yang

merupakan kebutuhan praktisi yang berkaitan dengan

pengumpulan bukti-bukti dalam permasalahan tidak pidana

illegal tapping

d. Faktor Masyarakat

Yang dimakud dengan masyarakat disini adalah

lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan yaitu

mengenai partisipasi atau peran serta baik oleh masyarakat itu

sendiri dan juga organisasi.

e. Faktor kebudayaan

12
Yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Artinya,

kebudayaan hukum yang pada dasarnya mencakup nilai-nilai

yang mendasar daripada hukum yang berlaku, yaitu berupa apa

yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap

buruk (sehingga dihindari).

2. Teori Pemidanaan

Pemidanaan dapat dilakukan jika seseorang melakukan tindak

pidana. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia

bertanggungjawab yang mana perbuatan itu dilarang atau diperbolehkan

Undang-undang dan diberi sanksi pidana.15

Hukum pidana merupakan norma-norma yang berisi keharusan-

keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah

dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang

bersifat khusus.16Pidana adalah hukuman yang dijatuhkan atas diri seseorang

yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.17

Menurut Pasal 10 KUHP hukuman atau pidana terdiri atas:18

a. Pidana Pokok, meliputi:

1) Pidana mati;

2) Pidana penjara;

15
Erdianto Effendi, Penyelesaian Tindak Pidana yang terjadi di atas Tanah Sengketa , Jurnal
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Volume 3 No. 1, 25 Mei 2012
16
P.A.F.Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1997, hlm. 2.
17
Barda Nawawi Arief, Op.cit, hlm. 129.
18
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta: 2008, hlm. 10
13
3) Pidana kurungan;

4) Pidana denda;

b. Pidana Tambahan, meliputi:

a) Pencabutan beberapa hak-hak tertentu;

b) Perampasan barang-barang tertentu;

c) Pengumuman putusan Hakim.

Dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa teori hukum pidana

(straafrechteorieen), yang ada pada umumnya dibagi dalam tiga golongan.

Perumusan tujuan pemidanaan dimaksudkan sebagai “fungsi pengendalian

kontrol” dan sekaligus memberikan landasan filosofis dasar rasionalitas dan

motivasi pemidanaan yang jelas dan terarah. 19 Hukum pidana merupakan

norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang

(oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi

berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. 20 Pidana

adalah hukuman yang dijatuhkan atas diri seseorang yang terbukti secara

sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana.21 Teori ini mendasarkan

pandangan kepada maksud dari pemidanaan, yaitu untuk perlindungan

masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Dalam ilmu hukum

pidana dikenal beberapa teori hukum pidana (straafrechteorieen), yang ada

pada umumnya dibagi dalam tiga golongan yaitu :

19
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai K ebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2002, hlm. 152
20
P.A.F.Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung:1997, hlm..2.
21
Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika,
Yogyakarta: 2013, hlm. 89.
14
a. Teori Absolut atau Pembalasan

Teori pembelasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan

untuk yang praktis, seperti memperbaiki kejahatan. Kejahatan itu

sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana.

Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan.

Tidaklah perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana

itu. Setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana itu. Setiap

kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana kepada pelanggar. Teori

pembalasan membenarkan pemindaan karena seseorang telah dilakukan

tindak pidana.22 Teori Absolut atau teori pembalasan ini berbagi dalam

dua macam, yaitu: 23

1) Teori pembalasan yang objektif, yang berorientasi pada pemenuhan

kepuasan dari perasan dari perasaan dendam dari kalangan

masyarakat. Dalam hal ini tindakan si pembuatan kejahatan harus

dibalas dengan pidana yang merupakan suatu bencana atau kerugian

yang seimbang dengan kesengsaraan yang diakibatkan oleh si

pembuat kejahatan sudah seharusnya dijatuhi pidana yang ringan.

2) Teori pembalasan subjektif, yang beorientasi pada kejahatanya.

Menurut teori ini kesalahan si pembuat kejahatan itu sendiri.

b. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori ini mendasarkan pandangan kepada maksud dari pemidanaan,

22
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta: 2008, hlm. 143
23
Ibid. hlm 142
15
yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan.

Artinya dipertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang, yaitu

dapat melalui cara pemberian bimbingan konseling serta pengawasan yang

tepat terhadap pelaku tindak pidana.24

E. Kerangka Konseptual

Untuk memperoleh kesamaan pengertian serta untuk menghindari

kekeliruan dalam beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka

penulis memandang perlu menjelaskan perlu menjalaskan konsep yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penegakan hukum adalah proses atau cara yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum agar suatu peraturan perundang-undangan

dapat ditaati oleh masyarakat tanpa terkecuali.25

2. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang

dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau

diperintahkan atau diperolehkan oleh undang-undang yang diberi

sanksi berupa sanksi pidana.26

3. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari

serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan

24
Wendy Wagner, Amendment to the Criminal System against Defendant Crimes, 2
November 2012, Jurnal West Law,Diakses melalui http:fh.unri.ac.Id/index.Php/ Perpustakaan/#,
pada tanggal, 25 november 2019 dan diterjemahkan oleh Google Translate.
25
Tri Novita Sari Manihuruk “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Phedofilia di
Wilayah Hukum polisi Resor Kota Pekanbaru”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Riau,
Pekanbaru, 2015, hlm 18
26
Erdianto, Pokok-pokok Hukum Pidana, Alaf Riau, Pekanbaru: 2010, hlm. 56
16
tersangkanya.27

4. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.28

5. Pencurian minyak adalah suatu perbuatan membocorkan pipa

penyalur minyak dengan maksud mengambil sebagian dari minyak

yang sedang di alirkan melalui pipa.29

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan untuk mencapai

suatu tujuan. Sehubungan dengan itu, penerapan langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut metode yang dipakai makan penelitian ini dapat

digolongkan dalam jenis penelitian hukum sosiologis (empiris), dimana

yang dimaksud dengan penelitian hukum sosiologis (empiris) yaitu sebagai

usaha melihat pengaruh berlakunya hukum positif terhadap kehidupan

masyarakat, karena dalam pen elitian ini di penulisan langsung mengadakan

penelitian pada lokasi atau tempat yang diteliti guna memberikan gambaran

secara lengkap dan jelas tentang masalah yang ditetili. Sedangkan dilihat

27
Pasal 1, butir ke 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
28
Pasal 1 butir ke 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kita
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
29
www.tribunnews. di akses, tanggal 22 November 2019 Pada Pukul 20.00 wib
17
dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang

memberikan gambaran secara jenis dan juga terpirinci mengenai

permasalaan yang diteliti oleh penulis penegakan hukum kepolisian dalam

upaya penanganan tindak pidana pencurian minyak di wilayah hukum

Kepolisian Resor Bengkalis.

2. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperoleh dalam lokasi penelitian ini

dilakukan di wilayah hukum Resor Kota Bengkalis. Alasan penulis

melakukan penelitian tersebut dikarenakan banyak terjadi kasus tindak

pidana pencurian minyak yang jumlah kasusnya setiap tahun masih sering

terjadi. Hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti lebih khususnya

mengenai langkah-langkah penegakan hukum oleh institusi penengak

hukum bertanggungjawab dalam menanggulangi tindak pidana pencurian

minyak.

3. Populasi dan Sampel

Adapun populasi dan sampel di dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a) Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri

yang sama.30 Populasi merupakan keseluruhan pihak yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Adapun yang

30
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2010,
hlm 118
18
menjadi populasi dalam penelitian ini antara lain:

1. Kasat Reskrim Kepolisian Resort Kabupaten Bengkalis;

2. Penyidik Subdit reskrim Kepolisian Resor Kabupaten Bengkalis;

b) Sampel

Penelitian ini menggunakan sampel, yaitu himpunan atau

sebagian populasi yang dijadikan objek penelitian dan dianggap dapat

mewakili keselururan populasi.31 Metode yang dipakai adalah metode

sensus, yaitu menetapkan sampel berdasarkan jumlah populasi yang ada

dan metode purposive sampling, yaitu menetapkan sejumlah sampel

yang mewakili jumlah populasi yang ada, dimana kategori sampelnya

itu telah ditetapkan sendiri oleh penelitian. Untuk lebih jelasnya

mengenai populasi dan sampel dapat dilihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2
Populasi dan Sampel
Jumlah Jumlah Persentase
No Jenis Populasi
Populasi Sampel (%)
1 Kasat Reskrim Kepolisian Resor
1 1 100%
Kabupaten Bengkalis;
2 Penyidik Subdit reskrim
Kepolisian Resor Kabupaten 9 3 30%
Bengkalis;
Jumlah 10 4 -
Sumber Data : Dari Kepolisian Resor Kabupaten Bengkalis, 2016-
2017
4. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan beberapa data, yaitu antara lain:


31
Bambang Sunggonom, Metode Penelitian Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
1996, hlm 121
19
a) Data Primer

Data primer adalah data yang penulis dapatkan/peroleh secara

langsung melalui respon dengan cara melakukan penelitian di lapangan

menegenai hal-hal yang bersangkutan dengan masalah yang akan

diteliti.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

melalui media perantara (data yang dihasilkan pihak lain) atau data

yang digunakan oleh lembaga lainya yang bukan lembaga merupakan

pengelolahannya, tetapi dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu,32

yaitu dari literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan judul

penelitian.

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan penelitian yang

bersumber dari penelitian kepustakaan yang diperoleh dari Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan penelitian

yang berasal dari literlatur atau hasil penulisan para sarjana yang

berupa buku yang berkaitan dengan pokok pembahasan tindak

32
Rosady Ruslan, Meode Penelitian Publik Relation dan Komunikasi, ( Rajawali Pers,2006)
hlm 138.
20
pencurian minyak.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan penelitian yang

diperoleh melalui kamus, ensiklopedia atau sejenisnya yang

berfungsi sebagai pendukung data primier dan sekunder.

5. Teknik Pengumpulan Data

Beberapa tahapan yang harus dilakukan sebagai usaha pengumpulan

data antara lain yaitu:

a) Wawancara

Wawancara yaitu pola khusus dalam bentuk interaksi dimana

pewawancara mengajukan pertanyaan seputar masalah penelitian kepada

responden atau melakukan tanya jawab langsung dengan pihak yang

bersangkutan.

b) Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mengkaji dan mengenalisis berbagai

literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

6. Analisa data

Data yang diperoleh baik dari hasil wawancara maupun kajian

kepustakaan akan dianalisis dengan metode kualitatif. Pendekatan kualitatif

merupakan pendekatan yang menghasilkan data deskriptif yaitu pernyataan

yang diberikan oleh responden secara tertulis ataupun lisan dan perilaku nyata.

Berdasarkan pembahasan tersebut, akan ditarik kesimpulan secara deduktif

21
yaitu penarikan kesimpulan yang bersifat umum kepada khusus, dimana

dalam mendapatkan suatu kesimpulan dimulai dengan melihat faktor-faktor nyata

yang diakhiri dengan sesuatu penarikan suatu kesimpulan yang juga

merupakan fakta dimana kedua fakta tersebut dijabarkan oleh teori-teori.33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Hukum pidana adalah himpunan kaidah yang mengatur hubungan

hukum antara seseorang dengan negara.34 Hukum pidana merupakan hukum

yang memiliki sifat khusus, yaitu dalam hal sanksinya. Di dalamnya

terdapat ketentuan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak

boleh dilakukan, serta akibatnya.35

Dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah

melakukan perbuatan pidana adalah norma tertulis: Tidak dipidana jika

tidak ada kesalahan. Asas legalitas tercantum di dalam pasal 1 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yaitu: “Nullum delictum noella poena sine

praevia lege poenali” yang artinya tiada suatu perbuatan tindak pidana pula

33
Aslim Rasyad, Metode Ilmiah, Persiapan Bagi Peneliti, UNRI Press, Pekanbaru:2005, hlm
20
34
Sri Harini Dwiyatni, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor: 2006, hlm. 62.
35
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2011, hlm. 2.
22
dipidana, tanpa adanya undang-undang hukum pidana terlebih dahulu.

Ketentuan Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini menunjukkan

hubungan erat antara suatu tindak pidana, pidana dan undang-undang

(hukum pidana) terlebih dahulu.

Pengertian tindak pidana itu sangat penting untuk dipahami agar

dapat diketahui unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Peraturan tindak

pidana yang diberlakukan adalah untuk melindungi masyarakat dan yang

membuat tindakan tersebut dapat dihukum berdasarkan pasal pidana.36

Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbaar feit, dan juga

kadang-kadang tindak pidana disebut dengan istilah delict, yang mana

berasal dari bahsa latin yaitu delictum, dan untuk Negara Anglo Saxon

menggunakan tindak pidana dengan istilah criminal act untuk maksud yang

sama. Adanya istilah ini maka timbulah pendapat para ahli hukum Indonesia

tentang strafbaar feit, ada yang mengistilahkan dengan perbuatan pidana,

peristiwa pidana, perbuatan kriminal, dan pada akhirnya untuk menetralkan

pada tulisan maka digunakan istilah delik saja.37 Delik adalah tindakan

manusia yang memenuhi rumusan undang-undang yang bersifat melawan

hukum dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.38

Para ahli hukum memberikan pengertian yang berbeda-beda


36
Daniel C. Eidsmoe dan Pamela K. Edwards, “Home Liability Coverege: Does The Criminal
Acts Exlusion Work Where The “Expected Or Intended”Exclusion Failed?”., Jurnal West Law,
diakses melalui http://fh.unri.ac.id/index.php/perpustakaan/#. Pada tanggal 12 Maret 2019 dan
diterjemahkan oleh Google Translate.
37
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya, PT.
Sofmedia, Jakarta: 2012, hlm. 118.
38
Mokhamad Najid dan Soimin, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press, Malang: 2012,
hlm. 161.
23
mengenai tindak pidana. Menurut Wirjono Prodjodikaro tindak pidana

adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.39

Menurut Simons, tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan

yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan

hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang

bertanggungjawab.40

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah

diperkenalkan oleh pihak pemerintah yaitu Kementrian Kehakiman. Istilah

ini banyak dipergunakan dalam undang-undang tindak pidana khusus.

Misalnya, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak

Pidana Narkotika dan Undang-Undang lainnya. Istilah tindak pidana

menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku dan gerak0gerik jasmani

seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat akan

tetapi dengan tidak berbuatnya seseorang, seseorang telah melakukan tindak

pidana.41

Penentuan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau tidak

sepenuhnya tergantung pada perumusan di dalam perundang-undangan

sebagai konsekuensi asas legalitas yang dianut oleh hukum pidana

Indonesia.42

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana


39
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama,
Jakarta: 2001, hlm. 50.
40
Erdianto, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Alaf Riau, Pekanbaru: 2010, hlm.52.
41
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1984,
hlm. 175.
42
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, PT Raja Kurniawan, Bandung: 2011, hlm. 99.
24
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam undang-undang hukum

pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang pada

dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur subjektif dan

unsur objektif.43

Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si

pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke

dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur

yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan

mana dari tindakan-tindakan pelaku itu harus dilakukan. Unsur subjektif

dari suatu tindak pidana ialah sebagai berikut:44

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan seperti yang

dimaksud di dalam pasal 53 ayat (1) KUHP.

Sedangkan unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai

berikut :

a. Sifat melawan hukum;

b. Kualitas dari si pelaku;

c. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab

dengan suatu kejahatan sebagai akibat.

Menurut para ahli seperti yang dikutip Erdianto dalam buku “Hukum
43
P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar
Grafika, Jakarta:, hlm. 193.
44
Ibid
25
Pidana Indonesia” dapat diketahui menurut Moeljatno unsur-unsur itu

terdiri dari:45

1) Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia.

2) Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

Undang-Undang.

3) Perbuatan itu bertentangan dengan hukum (melawan hukum).

4) Harus dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggung

jawabkan.

5) Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepala si pembuat.

Sementara itu, menurut Loeby Loqman menyatakan bahwa unsur-

unsur tindak pidana itu meliputi:

a) Perbuatan manusia baik aktif maupun pasif.

b) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-

Undang.

c) Perbuatan itu dapat dipersalahkan.

d) Perlakunya dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan menurut EY. Kenter dan SR. Sianturi, unsur-unsur tindak

pidana adalah:46

1) Subjek.

2) Kesalahan.

3) Bersifat melawan hukum (dan tindakan).

45
Erdianto Effendi, Op.cit, hlm.98-99
46
Erdianto Effendi, Loc.cit.
26
4) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-

Undang/ Perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam

dengan pidana.

5) Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar

“curi” yang memperoleh imbuhan “pe” diberi akhiran “an” sehingga

membentuk kata “pencurian”. Kata pencurian tersebut memiliki arti proses,

perbuatan cara mencuri dilaksanakan47 Pencurian adalah suatu perbuatan

yang sangat merugikan orang lain dan juga orang banyak, terutama

masyarakat sekitar kita. Maka dari itu kita harus mencegah terjadinya

pencurian yang sering terjadi dalam kehidupan sehari- hari, karena

terkadang pencurian terjadi karena banyak kesempatan Dalam Kamus

Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa mencuri adalah suatu perbuatan yang

mengambil barang milik orang lain dengan jalan yang tidak sah.

Dalam pembahasan ini ada juga tentang Pencurian dengan kekerasan

yang diatur dalam Pasal 365 KUH Pidana yang berbunyi:

1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun,


dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau
memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya
ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang
47
Ridwan Hasibuan, “Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik”, USU Press,
Medan, 1994.Hal.8
27
turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri supaya barang
yang dicuri itu tetap berada di tangannya.
2) Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan:
a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam
sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup, yang ada
rumahnya atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau
trem yang sedang berjalan.
b. Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih.
c. Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu
dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan
memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
d. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menjadi luka berat
3) Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan
jika karena perbuatan itu ada orang mati.
4) Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara
selama- lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu
ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua
orang bersama-sama atau lebih.

Untuk mendapat batasan yang jelas tentang pencurian, maka dapat

dilihat dari Pasal 362 KUH Pidana yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa mengambil sesuatu barang yang mana sekali atau


sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan
memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian
dengan hukuman penjara selama- lamanya lima tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.900,-48

Berdasarkan pasal diatas, maka dapat diketahui bahwa delik

pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kepentingan individu

yang merupakan kejahatan terhadap harta benda atau kekayaan. Pengertian

pencuri perlu kita bagi menjadi dua golongan, yaitu: pencurian pencurian

secara aktif dan pencurian secara pasif:

48
R.Soesilo, “KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, Politea,
Bogor,1988,Hal.249
28
1. Pencurian secara aktif Pencurian secara aktif adalah tindakan mengambil

hak milik orang lain tanpa sepengetahuan pemilik.

2. Pencurian secara pasif adalah tindakan menahan apa yang seharusnya

menjadi milik orang lain.

Seseorang yang melakukan tindakan atau berkarir dalam pencurian

disebut pencuri dan tindakanya disebut mencuri. Dalam Kamus Hukum

sudarsono pencurian dikatakan proses, perbuatan atau cara mencuri.

Sedangkan dalam hal pembahasan ini yang akan dikaji adalah mengenai

pencurian dan kekerasan.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Pencurian

Mengenai pencurian ini ilmu hukum pidana menggolongkan

perbuatan tersebut dalam perbuatan kejahatan terhadap kekayaan orang.

Dalam hukum pidana mengenai pencurian ini diatur dalam beberapa pasal

dimana secara garis besarnya pencurian tersebut diatur dalam pasal 362 -

365 yang mana pencurian dari pasal tersebut dengan sebutan pencurian

biasa, pencurian pemberatan dan pencurian ringan. Selanjutnya mengenai

pencurian pemberatan ini dalam KUH Pidana dapat kita jumpai dalam

beberapa pasal:

- Pasal 365 KUH Pidana yang bunyinya sebagai berikut:

1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun


dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan
ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan
menyiapkan atau memudahkan pencurian itu jika tertangkap
tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi

29
kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri
atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya.
2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan :
a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam itu di dalam
sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada
rumahnya atau dijalan umum atau di dalam kereta api atau
trem yang sedang berjalan.
b. Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih.
c. Jika sitersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu
dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan
memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
d. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapatkan luka
berat.
3. Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan
jika karena perbuatan itu ada orang mati.
4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika
perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau
mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih disertai
pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam No.1 dan 3.

Jadi dengan demikian dapatlah kita ketahui bahwa dalam hal

pencurian ini kita kenalnya adanya istilah pemberatan dalam hal pencurian

atau dengan kata lain adanya istilah pencurian pemberatan. Dengan

demikian timbul pertanyaan bagi kita bagaimanakah yang dimaksud dengan

pencurian dengan pemberatan tersebut.

Pencurian dengan kekerasan dilakukan terhadap orang, bukan

kepada barang dan dapat dilakukan sebelumnya, bersama-sama atau setelah

pencurian itu dilakukan, asal maksudnya untuk menyiapkan atau

memudahkan pencurian itu. Dan jika tertangkap tangan supaya ada

kesempatan bagi dirinya atau kawannya yang turut melakukan akan

melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya.
30
Jika pencurian dengan kekerasan itu berakibat mati orang ancaman

hukumannya diperberat. Jadi dengan adanya uraian mengenai pemberatan

hukuman dalam hal pencurian tersebut diatas sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 363-365 KUH Pidana tersebut haruslah disertai dengan salah

satu keadaan sebagai berikut:49

1. Maksudnya dengan hewan diterangkan dalam Pasal 101 KUH


Pidana yaitu semua macam binatang yang memamah biak.
Pencurian hewan dianggap berat, karena hewan merupakan milik
seorang petani yang terpenting.
2. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu ada kejadian macam
malapetaka, hal ini diancam hukuman lebih berat karena pada
waktu itu semacam itu orang-orang semua rebut dan barang-
barang dalam keadaan tidak terjaga, sedang orang yang
mempergunakan saat orang lain mendapat celaka ini untuk
berbuat kejahatan adalah orang yang rendah budinya.
3. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam dalam rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya.
4. Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Supaya masuk dalam hal ini maka dua orang atau lebih itu semua
harus bertindak sebagai pembuat atau turut melakukan.
5. Apabila dalam pencurian itu pencuri masuk ketempat kejahatan
atau untuk mencapai barang yang akan dicurinya dengan jalan
membongkar,

Dengan demikian sudah jelaslah kita ketahui bagaimana letak

pemberatan dalam Pasal 363 dan 365 KUH Pidana tersebut, dimana

pemberatan dalam hal ini dilakukan dengan cara menjatuhkan hukuman

pidana ditambah 1/3 dari hukuman pokoknya. Hal ini dilakukan adalah

karena perbuatan itu sudah merupakan gabungan perbuatan pidana antara

pencurian dan juga perbuatan pencurian dengan adanya kekerasan.

Jadi berdasarkan uraian tersebut diatas sudah jelas kita ketahui

49
Zamnari Abidin, ‘Hukum Pidana Dalam Skema”, Ghalia Indonesia,Jakarta,1984.Hal68
31
bahwa dalam hal pencurian ini ada dikenal pencurian dengan pemberatan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 363 KUH Pidana memecah dan

melakukan perbuatan dengan cara kekerasan. Dan selanjutnya mengenai

jenis pencurian yang kita kenal dalam hukum pidana ada juga disebut

dengan pencurian ringan, dimana mengenai pencurian ringan ini secara jelas

diatur dalam Pasal 364 KUH Pidana yang bunyinya sebagai berikut;

- Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUH Pidana
asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam
pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya,maka jika harga
barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu,
dihukum sebagaian pencurian ringan dengan hukuman selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900.
Ketentuan dalam Pasal 364 KUH Pidana ini dinamakan dengan
pencurian ringan, dimana hal ini diartikan sebagai berikut :
1. Pencurian biasa asal harga barang yang dicuri tidak lebih dari
Rp.250.
2. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih asal harga barang
tidak lebih dari Rp. 250
3. Pencurian dengan masuk ketempat barang yang diambilnya
dengan jalan membongkar, memecah dan sebagainya.

Jadi jelaslah kita ketahui bahwa mengenai pencurian ringan ini

dalam KUH Pidana diatur dalam Pasal 364 dalam KUH Pidana. Selanjutnya

mengenai selain hal tersebut diatas jenis-jenis pencurian ini masih ada lagi

kita kenal dengan istilah pencurian dalam karangan keluarga sebagaimana

dalam Pasal 367 KUH Pidana. Dalam hal pencurian dengan kekerasan

setelah mengetahui bagaimana jenis-jenis pencurian tersebut maka penulis

juga akan memaparkan apa saja jenis kekerasan disini yang menyangkut

pencurian dengan kekerasan.

32
Dalam hal ini juga dikatakan barang siapa dengan maksud dan

hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak,

memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang

itu memberikan barang yang sama sekali atau sebagainya termasuk

kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain atau supaya membuat

utang atau menghapuskan piutang.50 Hal ini berbeda dengan pencurian yang

dilakukan dengan kekerasan hanya saja dalam hal ini sama-sama terdapat

unsur kekerasan dihukum dengan ancaman memeras.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencurian

Dalam ilmu hukum pidana mengenai pencurian ini telah diatur

dalam beberapa pasal diantaranya Pasal 362 KUH Pidana. Pasal 362 KUH

Pidana berbunyi: Barang siapa mengambil suatu barang yang sama dengan

maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena

pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda

sebanyak-banyaknya Rp.900. Namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana ada juga tentang pencurian yang memberatkan dan juga pencurian

dengan kekerasan.

Berdasarkan bunyi Pasal 362 KUH Pidana tersebut dapat kita lihat

unsur-unsurnya sebagai berikut:51

1. Mengambil barang
2. Yang diambil harus sesuatu barang
3. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

50
Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
51
R. Soesilo, Op Cit hal 249
33
4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum (melawan hak).
Ad. 1. Perbuatan mengambil
Unsur dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan
mengambil barang Kata mengambil dalam arti sempit
terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari
memegang barangnya dan mengalihkannya ketempat lain.
Sudah lazim masuk istilah pencurian apabila orang mencuri
barang cair seperti misalnya bir dengan membuka suatu kran
untuk mengalirkannya ke dalam botol yang ditempatkan
dibawah kran itu, bahkan tenaga listrik sekarang dianggap
dapat dicuri dengan sepotong kawat.52
Ad.2. Yang diambil harus sesuatu barang
Kita ketahui bersama bahwa sifat tindak pidana pencurian
ialah merugikan kekayaan si korban maka barang yang
diambil haruslah berharga. Harga ini tidak selalu bersifat
ekonomis. Yang dimaksudkan berupa barang ini tentu saja
barang yang dapat dinikmati oleh yang membutuhkanya.
Ad.3. barang yang diambil harus seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain
Yang dimaksudkan kepunyaan orang lain dalam hal ini
dimaksudkan bahwa barang yang diambil itu haruslah
kepunyaan orang lain atau selain kepunyaan orang yang
mengambil tersebut.
Ad.4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk
memiliki barang itu dengan melawan hukum
Dalam hal ini dimaksudkan bahwa timbulnya perbuatan itu
haruslah berdasarkan adanya keinginan dari si pelaku untuk
memiliki barang tersebut dengan cara melawan hukum, dimana
letak perbuatan melawan hukum dalam hal ini adalah memiliki
barang orang dengan cara mencuri atau mengambil barang
orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Jadi dengan demikian kita telah sama-sama mengetahui bagaimana

ilmu hukum pidana mengatur tentang pencurian ini, akan tetapi secara nyata

berdasarkan penjelasan tersebut pengertian pencurian dalam hal ini belum

dapat kita lihat secara teliti dan jelas. Dan tidak ada menentukan bagaimana

yang dikatakan pencurian itu akan tetapi itu diidentikan dengan perbuatan

52
Wirjono Prodjodikoro, “Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia”, Eresco, Bandung.
1986.Hal15
34
mengambil jadi dengan demikian pencurian itu dapat kita artikan ialah

perbuatan mengambil suatu benda atau barang kepunyaan orang lain dengan

cara melawan hukum yang dapat merugikan orang yang memiliki

barang/benda tersebut.

Jadi dengan demikian jelaslah kita ketahui bahwa adapun yang

dimaksudkan dengan pencurian dalam hal ini adalah perbuatan dari

seseorang yang mengambil barang/benda kepunyaan orang lain dengan cara

melawan hukum berdasarkan uraian tersebut jelaslah kita ketahui mengenai

pencurian tersebut di atas.

C. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum dalam perkara perikanan ini ialah penegakan

hukum dalam tataran teoritis, bukan saja hanya memberikan sanksi kepada

orang atau badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap suatu

peraturan perundang-undangan, tetapi perlu pula dipahami bahwa

penegakan hukum tersebut juga berkaitan dengan konsep penegakan hukum

yang bersifat preventif. Penegakan hukum yang ada kaitannya dengan

kegiatan usaha perikanan ini,dikaitkan dengan suatu tindakan yang akan

memberikan sanksi kepada setiap orang atau badan hukum yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan di bidang perikanan. Pelanggaran hukum dalam

peraturan perudang-undangan perikana ini, sama halnya dengan pelanggaran


35
pidana pada umumnya, yang prosesnya sama dengan perkara pidana biasa

yang sebelum diajukan ke pengadilan, maka terlebih dahulu didahului oleh

suatu proses hukum yang lazim disebut penyidkan.53

Adapun penegakan hukum pidana dalam paradigma sistem hukum

yang merupakan penegakan hukum pidana merupakan salah satu fungsi dari

sistem hukum sebagai sarana social control. Menurut Lawrance M.

Friedman, terdapat fungsi lain dari sistem huku, yaitu dispute, settlement,

redistributive/social maintenance. Di samping itu, terdapat pandangan lain

tentang fungsi sistem hukum yang yang menyatakan “ pada hakikatnya

hukum dalam mekanismenya adalah sebagai sarana pengintregasian bagi

kepentingan (law as an integrative mechanism)”. Berdasarkan hukum

pidana, pengintegrasian tersebut tercermin dari karakteristik sistem

peradilan pidana, seperti dikemukakan oleh Muladi berikut ini:54

1. Berorientasi pada tujuan (purposive behavior);

2. Keseluruhan dipandang lebih baik daripada sekedar penjumlahan

bagian-bagiannya (wholism);

3. Sistem tersebut berinteraksi dengan sistem yang lebih besar,

seperti sistem ekonomi, social-budaya, politik, dan hankam, serta

masyarakat dalam arti luar sebagai super sytem (openness);

4. Operasionalisasi bagian-bagiannya menciptakan sistem nilai

tertentu (transformation);
53
Ibid, hlm. 429.
54
Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta Timur, 2016, hlm. 56-57.
36
5. Antarbagian sistem harus cocok satu sama lain (interrelatedness);

6. Adanya mekanisme control dalam rangka pengendalian secara

terpadu (control mechanism).

Penegakan hukum sebagai usaha semua kekuatan bangsa, menjadi

kewajiban kolektif semua komponen bangsa, dan merupakan ralat bahwa

hukum hanya boleh ditegakkan oleh golongan-golongan tertentu saja, antara

lain:55

a. Aparatur negara yang memang ditugaskan dan diarahkan untuk

itu seperti polisi, hakim, dan jaksa, yang dalam dunia hukum

disebut secara ideal sebagai the three musketers atau tiga

pendekar hukum, yang mempunyai fungsi penegakan dengan sifat

yang berbeda-beda akan tetapi bermuara pada terciptanya hukum

yang adil, tertib, dan bermanfaat bagi semua manusia. Polisi

menjadi pengatur dan pelaksana penegakan hukum didalam

masyarakat, hakim sebagai pemutus hukum yang adil sedangkan

jaksa adalah institusi penuntutan negara bagi para pelanggar

hukum yang diajukan polisi.

b. Pengacara yang memiliki fungsi advokasi dan mediasi bagi

masyarakat baik yang bekerja secara individual ataupun yang

bergabung secara kolektif melalui lembaga-lembaga bantuan

hukum, yang menjadi penuntun masyarakat yang awam hukum,

55
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 128.
37
agar dalam proses peradilan tetap diperlakukan sebagai manusia

yang memiliki kehormatan, hak, dan kewajiban, sehingga putusan

hakim akan mengacu pada kebenaran, keadilan yang dilandasi

penghormatan manusia atas manusia.

c. Para eksekutif yang bertebaran di berbagai lahan pengabdian

sejak dari pegawai pemerintah yang memiliki beraneka fungsi dan

tugas kewajiban sampai kepada para penyelenggara yang

memiliki kekuasaan politik (legislatif).

d. Masyarakat pengguna jasa hukum yang kadang-kadang secara

ironi menjadi masyarakat pencari keadilan.

Penegakan hukum Pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan

mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu

hukum pidana menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan

yang dianut oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum,

yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (On Recht)

dan mengenakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan

tersebut.56

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-

ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan.57

Fungsionalisasi hukum pidana adalah suatu usaha untuk menanggulangi

kejahatan melalui penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi


56
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 60.
57
Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa,. Bandung, 1980,
hlm. 15.
38
rasa keadilan dan daya guna.58

Penegakan hukum (law enforcment) berperan penting dan sangat

dibutuhkan di dalam masyarakat, utamanya dalam era reformasi yang

berlangsung saat ini manakala peran dan fungsi penegakan hukum adalah

upaya untuk menciptakan keadilan, dan bagaimana hukum itu diterapkan

sebagaimana mestinya. Maka dengan itu penegak hukum secara hakiki

harus dilandasi 3 hal pokok, yaitu:59

a. Landasan ajaran atau faham agama;

b. Landasan ajaran kutur (adat istiadat);

c. Landasan kebiasaan atau traktat;

d. Landasan aturan hukum positif yang jelas dalam penerapannya.

Penegakan hukum (law enforcement) tentu akan berlandaskan pada

acuan sistem hukum. Dalam hal ini penegakan hukum sebagai komponen

struktur yang mewujudkan tatanan sistem hukum. Tidak akan bisa di

terapkan penegakan hukum tersebut jika hanya Peraturan Perundang-

undangan tanpa didukung oleh aparatur hukum yang bersih yang

berintegritas tinggi dan profesional maka dengan itu penegakan hukum akan

berfungsi dan diterapkan sebagaimana mestinya dengan baik jika aturan

Perundang-Undangan yang ada diimbangi oleh aparatur penegak hukum

yang profesional yang berlandaskan pada kode etik dan integritasnya.60

58
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori kebijakan pidana, Alumni, Bandung. 2002,
hlm. 20.
59
Mulyana W. Kusumah, Tegaknya Supermasi Hukum, PT. Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm.
13.
60
Mulyana W. Kusumah, Op.cit, hlm. 84.
39
Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan

yaitu:61

a. Kepastian Hukum (rechtssichherit);

b. Kemanfaatan (eweckmssigkeit);

c. Keadilan (gerechtigkeit).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto menyebutkan masalah pokok penegakan

hukum dari hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhi diantaranya:62

a. Faktor Hukumnya Sendiri

Praktek penyelenggara hukum di lapangan sering kali

terjadi kontradiksi antara hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan

konsepsi keadilan merupakan rumusan yang bersifat abstrak,

sedangkan kepastian keadilan merupakan prosedur yang telah

ditentukan secara normatif. Oleh karena itu, suatu kebijakan atau

tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan

suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan

itu tidak bertentangan dengan hukum.

b. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum adalah mereka yang secara langsung dan

secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum


61
Sudikno Martokusumo, Mengenai Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005,
hlm. 145.
62
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 8.
40
yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga

peace maintenance.

c. Faktor Sarana Dan Fasilitas Yang Mendukung Penegak Hukum

Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat

penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau

fasilitas tersebut, maka tidak mungkin penegakan hukum akan

berlangsung dengan lancar dan menyerasikan peranan yang

seharusnya dengan peran yang aktual.

d. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan

untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu,

masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum di mana

peraturan hukum berlaku atau diterapkan. Bagian terpenting dari

masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran

hukum masyarakat.

e. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan

faktor masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam

pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang

menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau nonmaterial. Beragam

kebudayaan yang demikian banyak dapat menimbulkan

persepsipersepsi tertentu terhadap penegakan hukum.

41
Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum salah satunya adalah

perangkat hukum, penegak hukum, kesadaran hukum, faktor sarana atau

fasilitas, faktor masyarakat, faktor alat canggih atau modern, berikut

penjelasannya:63

a. Perangkat hukum disini adalah yang mencakup hukum materiil

dan hukum acara, karena semakin maju dan berkembangnya

kehidupan masyarakat maka menjadi banyaknya materi yang

belum dapat diatur dalam KUHP, perundang-undangan dan yang

lainnya ataupun hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan dan

dirasa tidak adil. Faktor penegakan hukum salah satunya

dipengaruhi perangkat hukum karena dalam menyelesaikan

konflik diperlukan hukum materil dan hukum acaranya maka

harus ada pembaharuan perangkat hukum. Pembaharuan

perangkat hukum ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat

hukum agar sesuai dengan tuntutaan pembangunan maupun

dinamika masyarakat dan untuk memperkuat perangkat hukum

yang sudah ada;

b. Faktor penegak hukum mengenai sistem kerja dan kualitasnya

dalam kecakapan profesional dan integritas kepribadian.

Kecapakapan profesional diperlukan dalam suasana tertentu,

karena ketika dilapangan terdapat banyak dorongan untuk


63
Nanda Putri Mardi Utami, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Surat Yang
Dilakukan Oleh Anggota TNI Dalam Wilayah Hukum Pengadilan Militer H-II Yogyakarta”,
Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2017, hlm. 63-68.
42
melewati jalan pintas dengan cara yang tidak terpuji dan masih

dapat ditemui penyimpangan oleh oknum-oknum aparatur

penegak hukum. Oleh karena itu, diperlukannya perhatian yang

serius pada aparatur penegak hukum terkait dengan integritas

kepribadian;

c. Kesadaran hukum dari masyarakat sangatlah penting dalam upaya

penegakan hukum. Masyarakat harus sadar dan paham tentang

hak dan kewajibannya sebagai warga Negara Indonesia, hal ini

diperlukan agar muncul kepatuhan terhadap hukum dan

kemampuan untuk ikut bertanggungjawab dalam menegakan

hukum;

d. Alat-alat canggih atau modern diperlukan dalam penegakan

hukum untuk membantu penegak hukum dalam menangani

perkara, hal ini diperlukan agar perkara dapat diselesaikan lebih

cepat tanpa adanya kendala.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak

positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Yang mana

faktor-faktornya adalah sebagai berikut :64

a. Peningkatan dan pemantapan aparat penegak hukum, yaitu

meliputi pemantapan organisasi, personel, saran dan prasarana

untuk mempertuntas perkara-perkara pidana;

64
Mulyana W. Kusumah, Op.cit, hlm. 93.
43
b. Perundang-Undangan yang berfungsi untuk menganalisis dan

menekankan kejahatan dengan mempertimbangan masa depan;

c. Mekanisme peradilan pidana yang efektif dan efisien (memenuhi

syarat-syarat cepat, tepat, murah, dan sederhana);

d. Koordinasi antara aparatur penegak hukum dan aparatur

pemerintahan lainnya yang saling berhubungan (saling mengisi)

untuk meningkatkan daya guna penanggulangan kriminaitas;

e. Partisipasi dari masyarakat untuk membantu kelancaran

pelaksanaan penanggulangan kriminalitas;

f. Faktor masyarakat sosial, yakni lingkungan, dan faktor ekonomi;

g. Faktor culture atau budaya, yakni sebagai hasil interaksi antara

masyarakat yang satu dengan yang lainnya manakala adanya

keterkaitan dalam pergaulan yang menitik beratkan pada

perbuatan yang cenderung menyimpang dan diikuti oleh jejak

penerusnya didalam kehidupan sehari-harinya;

h. Faktor fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan

suatu aturan tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama

sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Bagaimana

penegak hukum dapat bekerja dengan baik apabila tidak

dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang

proporsional.65

Ahmad Ali berpendapat, bahwa pada umumnya ketika kita ingin


65
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hlm. 64.
44
mengetahui sejauh mana efektifitas hukum tersebut untuk ditaati atau tidak

ditaati yaitu faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu perundang

undangan adalah profesional dan optimal pelaksanan peran dari para

penegak hukum baik dalam menjalankan tugas dan menjalankan isi dari

Undang-Undang tersebut.66

Dalam pembahasan tentang topik faktor yang berpengaruh pada

penegakan hukum, penulis terlebih dahulu akan berangkat dari konsep

Lawrence Meir Freidman tentang tiga unsur sistem hukum. Menurutnya

bahwa sistem hukum itu harus memenuhi subtansi hukum, struktur hukum,

dan kultur hukum. Ketiga sistem hukum mempunyai kultur (budaya hukum)

yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, di dalamnya

terdapat kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.67

Pertama sistem hukum mempunyai subtansi, yang dimaksud dengan

subtansi adalah aturan, norma dan pola perilaku manusia yang nyata dalam

sistem hukum. Kedua sistem hukum mempunyai struktur dalam hal ini

sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam

kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian

tertentu lainnya. Ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, struktur

sistem hukum, dengan kata lain adalah bahwa kerangka atau rangkaian,

bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan

batasan terhadap keseluruhannya. Jika salah atu unsur dari sistem hukum itu
66
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Dan Teori Keadilan, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 375.
67
Lawrance M Freidman, American Law An Introduction, Hukum Amerika Sebuah
Pengantar, (Penerjemah Wisnu Basuki), PT Tatanusa, Jakarta, 2001, hlm. 54.
45
rusak, maka akan rusaklah semuanya, sebab satu sama lainnya saling

membutuhkan (simbiosis mutualistic).68

Penegakan hukum pidana ialah menegakan aturan-aturan yang

terkandung dalam undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang

memuat sanksi pidana. Meskipun lingkup hukum itu sendiri lebih luas

daripada undang-undang. Setiap undang-undang dan peraturan perundang-

undangan dalam proses pembuatannya memuat sejumlah keinginan si

pembuat undang-undang untuk di wujudkan dalam undang-undnag dan/atau

peraturan perundnag-undangan. Keinginan tersebut dapat berwujud dalam

kebijakan-kebijakan yang digolongkan sebagai politik hukum.69

Teori penegakan hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto

tersebut relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita

yaitu bahwa faktor-faktor yang menghambat efektifitas penegakan hukum

tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (Hakim,

Jaksa, Polisi dan Penasihat Hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor

sosialisasi hukum yang sering diabaikan.70

68
Subarsyah Sumadikara, Penegak Hukum (Sebuah Pendekatan Politik Hukum dan Politik
Kriminal), Kencana Utam, Bandung, 2010, hlm. 63.
69
Rudi Pardede, Proses Pengembalian Kerugian Negara Akibat Korupsi, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2016, hlm. 74.
70
Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum.
Bandung, 2001, Mandar Maju, hlm. 55.
46
BAB III

TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Bengkalis

1. Sejarah Kabupaten Bengkalis

Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu Kabupaten yang

termasuk dalam wilayah Provinsi Riau. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 Lembaran Negara Nomor 25 Tahun

1956. Kabupaten Bengkalis lahir karena Provinsi Sumatera Tengah

dimekarkan menjadi 3 (tiga) provinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

Provinsi Riau dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958

dengan ibukotanya Tanjungpinang. Sebelum dibentuk menjadi Kabupaten,

Bengkalis masuk dalam wilayah Sumatera Timur.

Pada tanggal 26 Mei 1987 di Kabupaten Bengkalis di bentuk dua

pembantu Bupati yaitu Pembantu Bupati wilayah I berkedudukan di Bagan

Siapi-api dan Pembantu Bupati II berkedudukan di Duri sampai tahun 1997.

Kabupaten Bengkalis mulai tumbuh dan berkembang menjadi kota yang

ramai sekitar tahun 1963. Berkembangnya kota ini didukung adanya

47
pertambangan minyak di Kecamatan Mandau, terutama di Dumai dan

Duri.71

2. Letak Geografis Kabupaten Bengkalis

Kabupaten Bengkalis meliputi bagian pesisir Timur Pulau Sumatera

antara 2°30 Lintang Utara (LU), -0°17 Lintang Utara atau 100°52 Bujur

Timur (BT), -102°52 Bujur Timur (BT), -102° Bujur Timur. Luas wilayah

Kabupaten Bengkalis adalah 30.646.83 km², meliputi pulau-pulau (daratan)

dan lautan. Kabupaten Bengkalis pusat pemerintahannya dan menjadi

ibukotanya adalah Kota Bengkalis dan terletak di Pulau Bengkalis.

Kabupaten Bengkalis memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Tabel III.1.
Batas-Batas Wilayah di Kabupaten Bengkalis

No Batas Wilayah

1 Utara Selat Malaka

2 Selatan Kabupaten Siak

Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, dan


3 Barat
Kabupaten Rokan Hulu.

Kabupaten Kepulauan Meranti dan


4 Timur
Kepulauan Karimun.
Sumber Data: https://bengkaliskab.bps.go.id

Bengkalis merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-

rata 2-6,1 m dari permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa

71
http://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/sejarah-kabupaten-bengkalis-dan-perkembang
annya, diakses, tanggal, 10 Maret 2020.
48
sungai, tasik (danau), serta 24 pulau besar dan kecil. Beberapa di antara

pulau besar itu adalah Pulau Rupat (1.524,84 km²) dan Pulau Bengkalis

(928,40 km²).

3. Perhubungan

a. Transpostasi Darat

Kota Duri dan sungai pakning dihubungkan dengan jalan raya

untuk menuju jalan raya ke Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau dan kota-

kota lainya di Sumatera. Selain itu juga disediakan kapal ferry

penyeberangan (RORO) untuk menghubungkan Pulau Bengkalis dengan

Sungai Pakning, Riau Daratan, sekaligus untuk membuka akses ke

seluruh kota-kota kecil dan besar di Pulau Sumatera.

b. Transportasi Laut

Transpostasi Laut dilayani oleh kapal-kapal kargo kelas menegah

dan kapal penumpang ferry cepat berjenis speed boat yang berkapasitas

angkut sampai dengan 300 penumpang. Pelabuhan laut di Kabupaten

Bengkalis cukup banyak, sebagian besar adalah pelabuhan rakyat yang

disinggahi oleh kapal-kapal kecil dan menengah. Sementara pelabuhan

besar di Pulau Bengkalis ada 2 (dua) yaitu Pelabuhan utama Bandar Sri

Laksmana dan sebuah Pelabuhan laut yang melayani jalur Internasional

yang berada di daerah Selat Baru, Kecamatan Bantan. Melayani rute

Bengkalis-Muar, Malaysia. Pelabuhan ini dinamakan Bandar Sri Setia

Raja.

49
c. Transpostasi Udara

Untuk transpostasi udara, terdapat sebuah bandar undara perintis

yang bernama Bandar Udara Sungai Selari yang berada di Sungai

Pakning. Bandar udara ini merupakan milik dari PT. Pertamina UP II

Dumai di Sei Pakning untuk kebutuhan transportasi perusahaan minyak

negara tersebut dan juga untuk aktivitas perusahaan minyak Kondur

Petroleum S.A., sebuah perusahaan minyak swasta milik anak negeri.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 34 Tahun

2003, penetapan sementara Bandar Sungai Selari Sungai Pakning milik

PT. Pertamina UP II Dumai di Sungai Pakning sebagai Bandar Udara

khusus yang dapat melayani penerbangan bagi kepentingan umum.

4. Pemerintahan

Kabupaten Bengkalis, wilayah administrasinya sebagian besar

berada di Pulau Sumatera, namun ibukotanya berada di Pulau Bengkalis.

Sehubungan dengan itu, Kota Bengkalis senantiasa di kunjungi orang-orang

dari Pulau Sumatera untuk urusan pemerintahan (surat-surat izin dan lain

sebagainya). Kota Bengkalis sendiri terkenal dengan sebutan Kota Terubuk.

Terubuk merupakan jenis ikan yang sangat terkenal terutama pada masa

Datuk Laksamana, sedangkan pada saat ini semakin sulit ditemukan.

Harganya yang mahal membuat para pemburu ikan berlomba-lomba

mencarinya sehingga sangat mengancam perkembangan ikan ini. Daftar

kecamatan di Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada tabel berikut ini:

50
Tabel III.2.
Jumlah Desa di Wilayah Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan

Ibukota Jumlah
No Kecamatan Luas Kecamatan
Kecamatan Desa
1 Mandau Duri 24 937,47 km2
2 Pinggir Pinggir 19 2.503,00 Km2
3 Bukit Batu Sungai Pakning 17 1.128,00 Km2
4 Siak Kecil Lubuk Muda 17 742,21 Km2
5 Rupat Batu Panjang 16 1.542,85 Km2
6 Rupat Utara Tanjung Medang 8 628,50 Km2
7 Bengkalis Bengkalis Kota 31 514,00 Km2
8 Bantan Selat Baru 23 424,40 Km2
Sumber Data: https://bengkaliskab.bps.go.id

5. Visi dan Misi Kabupaten Bengkalis

a. Visi

Terwujudnya Kabupaten Bengkalis Sebagai Model Negeri Maju dan

Makmur di Indonesia.

b. Misi

1) Terwujudnya pemerintahan yang berwibawa, transparan dan

bertanggungjawab serta dapat melaksanakan kepimpinan dengan

bijak, berani dan ikhlas.

2) Terwujudnya pengelolaan seluruh potensi daerah dan sumber daya

manusia untuk kemakmuran rakyat.

3) Terwujudnya penyediaan infrastruktur yang berkualitas untuk

kesejahteraan rakyat.

51
4) Dalam rangka menjadikan Kabupaten Bengkalis sebagai negeri yang

maju dan makmur, Kabupaten Bengkalis akan dibagi menjadi empat

pusat kegiatan pembangunan secara spesial, yakni:

a) Gerbang Utama. Fokus menjadikan Pulau Bengkalis sebagai Pusat

Pemerintahan, Pusat Pendidikan Terpadu dan Pusat Pengembangan

Budaya Melayu Serumpun.

b) Gerbang Laksamana. Fokus menjadikan Kecamatan Bukit Batu dan

Kecamatan Siak Kecil sebagai Kawasan Industri Wisata Religius,

Pelabuhan ekspor-impor, pusat pengembangan pertanian,

perkebunan dan peternakan modern.

c) Gerbang Permata, fokus menjadikan Kecamatan Mandau dan

Kecamatan Pinggir sebagai Pusat Pengembangan Industri,

Pertambangan, Perdagangan, Ketenagakerjaan, Peternakan,

Pertanian dan Perkebunan.

d) Gerbang Pesisir. Fokus untuk menjadikan Pulau Rupat sebagai

pusat pariwisata unggulan daerah, perkebunan, peternakan,

kelautan dan perikanan.72

B. Gambaran Umum Kepolisian Resor Kabupaten Bengkalis

Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis, termasuk Pemerintahan yang

cukup tua, dimana Pemerintah Daerah Bengkalis berdiri pada 31 Juli 1512

pada zaman Portugis masuk di Bengkalis sejak penjajahan Belanda, Polisi

72
https://bengkaliskab.bps.go.id , diakses, tanggal, 10 Maret 2020.
52
sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda terbukti dengan adanya Kantor

Polisi di jalan Jend. Sudirman yang sekarang di fungsikan sebagai Gedung

Daerah. Dan Rumah Dinas Danres di Jalan Perwira yang sekarang di fungsikan

sebagai rumah dinas Kapolsek Bengkalis. Pada sekitar tahun 1974 ada rencana

pemindahan ibu kota Kabupaten Bengkalis ke Dumai, hal ini ditanggapi

dengan cepat oleh Kodim 0303 Bengkalis dan Polres Bengkalis segera pindah

ke Dumai, dengan wilayah hukum Kabupaten Bengkalis. Sementara Kantor

Bupati dan seluruh jajaran Pemerintahannya masih tetap di Bengkalis.

Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1999 dan Undang –

Undang No 53 Tahun 1999, Kabupaten Bengkalis telah di mekarkan menjadi 4

(empat) wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Bengkalis (Kabupaten

Induk), Kota Dumai, Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hilir. Walaupun

wilayah pemerintahan sudah di mekarkan, namun Kepolisian Resort Bengkalis

yang berkedudukan di Dumai mempunyai tugas dan tanggung jawab di 4

(empat) wilayah Pemerintahan tersebut.

Sejak akhir tahun 1998 pada masa reformasi sehingga terjadilah

berbagai tindak kekerasan, pembakaran, penjarahan, premanisme yang

merajalela yang terjadi di berbagai tempat di wilayah hukum Polres Bengkalis.

Polres Bengkalis yang berkedudukan di Dumai agak kewalahan untuk

mengendalikan 4 (empat) wilayah Kabupaten / Kota yang sangat luas dengan

kondisi geografis yang sulit. Bupati / Walikota mengusulkan kepada Polri

untuk segera membentuk Polres di Setiap Wilayah Kabupaten / Kota. Hal ini

53
ditanggapi dengan serius oleh Pimpinan Polri, yaitu dengan keluarnya Surat

Keputusan Kapolri No Pol: Skep/48/IX/2002 tanggal 23 September 2002

tentang pembentukan Polres Bengkalis yang berkedudukan di Bengkalis, yang

meliputi 6 ( enam ) Polsek yaitu :

1. Polsek Mandau yang meliputi Wilayah Kecamatan Mandau dan

Kecamatan Pinggir

2. Polsek Bengkalis yang meliputi wilayah Kecamatan Bengkalis dan

Kecamatan Bantan

3. Polsek Tebing Tinggi yang meliputi Kecamatan Tebing Tinggi,

Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kecamatan Rangsang dan

Kecamatan

4. Polsek Rupat yang meliputi wilayah Kecamatan Rupat dan

Kecamatan Rupat Utara.

5. Polsek Bukit Batu yang meliputi wilayah Kecamatan Bukit Batu

dan Kecamatan Siak Kecil.

6. Polsek Merbau meliputi wilayah Kecamatan Merbau.

Dengan Surat Perintah Kapolda Riau No.Pol : Sprin/250/X/2002 tanggal

11 Oktober 2002 AKBP Drs. Slamet Riyanto SH dilantik sebagai Kapolres

Bengkalis pada tanggal 14 Oktober 2002 AKBP Drs. Slamet Riyanto, SH

ditunjuk untuk melaksanakan tugas sebagai Pemangku Sementara Jabatan

Kapolres Bengkalis Polda Riau, sambil menunggu keputusan lebih lanjut oleh

Kapolri.

54
Pada tanggal 14 Oktober 2002, AKBP Drs. Slamet Riyanto SH dilantik

sebagai pemangku sementara jabatan Kapolres Bengkalis oleh Kapolda Riau

Brigjend Pol Drs. Johny Yodjana di Halaman Kantor Polres sementara Jl.

Antara No. 92 Bengkalis dengan Wakapolres Kompol Drs. Dadan Wishnu

Wardana dan 18 ( delapan belas ) personil.

Untuk mengatasi situasi dan kondisi tersebut Pemerintah Pusat dalam

hal ini Menteri Dalam Negeri melaksanakan kesepakatan dengan Kapolri,

ditindak lanjuti kesepakatan Kapolda dan Gubernur Riau serta Kesepakatan

Polres Bengkalis dengan Bupati Bengkalis tentang kerjasama dibidang

Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Ketentraman dan Ketertiban

Umum yang ditanda tangani pada tanggal 17 April 2003 di Gedung Daerah

Bengkalis disaksikan oleh Kapolda Riau Brigjend Pol Drs. Deddy S.

Komaruddin.

Dengan Surat Keputusan Kapolri No.Pol : Skep/109/11/2003 tanggal 27

Februari 2003 AKBP Drs. Slamet Riyanto SH dikukuhkan sebagai Pejabat

Kapolres Bengkalis pada tanggal 13 Maret 2003 AKBP Drs. Slamet Riyanto,

SH dilantik sebagai Kapolres Bengkalis oleh Kapolda Riau Brigjend Pol Drs.

Deddy SK di Aula Brimob Polda Riau.

Mengingat luas wilayah, kondisi geografis, demografis dan gangguan

kamtibmas, maka Polres Bengkalis mengajukan untuk penambahan 3 ( tiga )

Polsek persiapan, yaitu :

1. Polsek persiapan Pinggir dengan Surat Keputusan Kapolda Riau

55
No.Pol : Skep/191/VIII/2004 Tanggal 31 Agustus 2004

2. Polsek persiapan Rangsang dengan Surat Keputusan Kapolda Riau

No.Pol : Skep/192/VIII/2004 Tanggal 31 Agustus 2004

3. Polsek persiapan Bantan dengan Surat Keputusan Kapolda Riau

No.Pol : Skep/193/VIII/2004 Tanggal 31 Agustus 2004 mengingat

kondisi geografis yang sangat luas, terdiri dari perairan dan daratan

serta berbatasan langsung dengan Negara tentangga Malaysia dan

seacra demografi jumlah penduduk cukup besar dan heterogen serta

angka kriminalitasnya cukup tinggi baik secara kuantitas maupun

kualitasnya maka Polres Bengkalis mengusulkan perubahan status

Polres dari type B-2 menjadi type B-1, dengan konsekuensi jumlah

personil, peralatan dan struktur jabatan yang disesuaikan.

Dengan Surat Keputusan Kapolri No.Pol : Kep/8/II/2003 tanggal 6

Februari 2003 tentang penentuan type organisasi Polri. Polres Bengkalis

dinaikkan statusnya dari type B-2 menjadi Polres type B-1. Menindak lanjuti

Kesepakatan tersebut, Bupati Bengkalis telah membangunkan Markas

Komando Polres Bengkalis di Jalan Pertanian dengan luas tanah 2 Ha. Selain

mako Polres juga disiapkan penampungan berupa barak sementara dengan

kapasitas 150 personil. Tepatnya tanggal 7 Juli 2003 Kantor Polres Bengkalis

pindah ke Gedung yang baru Jl. Pertanian, sementara kantor yang lama

dipergunakan untuk Kantor Lalu Lintas.

Di wilayah Kabupaten Bengkalis dinaungi oleh Kepolisian Resort

56
Bengkalis, guna menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten

Bengkalis. Kantor Kepolisian Resort Kabupaten Bengkalis terletak di ibukota

Kabupaten Bengkalis yang dipimpin oleh AKBP Hendra Gunawan.

Dalam penelitian ini, penulis memiliki tujuan untuk mengetahui tentang

peranan Kepolisian Kabupaten Bengkalis dalam penegakan hukum

memberantaskan tindak pidana pencurian minyak illegal tapping. Karena

penulis mengetahui tentang fenomena banyaknya pelanggaran di wilayah

hukum Kabupaten Bengkalis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian Minyak di Wilayah Hukum

Kepolisian Resor Bengkalis

Minyak dan gas bumi (migas) adalah salah satu kekayaan alam atau

sumber daya alam yang terpenting di Indonesia. sebagaimana dituangkan

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang

berbunyi:

57
“Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”.

Keberadaannya merupakan sesuatu hal yang tidak dapat diabaikan

dalam menunjang perkembangan ekonomi dan kemakmuran negara. Migas

juga merupakan aset yang habis pakai dan tak terbaharukan (depleted and non

renewable assets), penyebaran serta cadangannya juga sangat terbatas.

Mengingat karakteristik yang unik tersebut, negara sebagai pemilik sumber

daya migas berusaha untuk mendapatkan manfaat dari eksplorasi migas dengan

antara lain menghubungkan konsep hak menguasai dari negara atas kekayaan

alam dengan kegiatan perekonomian.

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

pada Pasal 4 mengatur secara khusus mengenai ketentuan hak menguasai

negara tentang sumber daya alam migas secara khusus. Pada pasal ini

dinyatakan bahwa ‘migas’ sebagai sumber daya alam strategis dan tak

terbaharukan yang terkandung didalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia dikuasai oleh negara. Penguasaan oleh negara diselenggarakan oleh

pemerintah sebagai pemegang hak kuasa pertambangan, baik perseorangan,

masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah

dipermukaan tidak memiliki hak menguasai atau memiliki migas yang

terkandung didalamnya.

Sampai dengan awal tahun 1970an, industri migas dikatakan dapat

berjalan lancar dan cukup aman, meskipun tetap ada permasalahan yakni

58
sekitar isu penurunan produksi minyak mentah, dikarenakan kondisi sumur-

sumur yang ada di lapangan migas sudah berusia tua sehingga efektifitas

produksi menurun. Selanjutnya, menurut catatan Ditjen Migas, pada tahun

1990an penurunan produksi minyak mentah lebih disebabkan karena

perumusan konsep kontrak bagi hasil (KBH) usaha hulu migas yang dipandang

tidak memberikan keuntungan lebih kepada pengusaha dan penemuan sumur

gas yang belum tersedia pasar ekspor dan domestik, sehingga sumur gas lebih

banyak di tutup. Sedangkan pada dekade tahun 2000an, penurunan produksi

minyak mentah lebih banyak disebabkan karena cadangan minyak dari sumur-

sumur produksi yang usianya sudah semakin tua dan dunia mulai

meningkatkan permintaan gas sebagai alternatif pembangkit tenaga listrik.73

Namun, mulai akhir tahun 2010 sampai 2013 penurunan produksi

minyak mentah, didominasi oleh permasalahan sosial dan permasalahan

hukum. Setidaknya ada 4 (empat) faktor yang menjadi penyebab penghambat

produksi migas di Indonesia, yakni:

1. Permasalahan infrastruktur, yakni fasilitas dan peralatan yang sudah

tua

2. Permasalahan birokrasi, yakni perizinan dan pembebebasan lahan,

3. Permasalahan keamanan, yakni pencurian minyak mentah dan aset

4. Permasalahan sosial, yakni tuntutan masyarakat sekitar lokasi

terhadap akses jalan dan tenaga kerja lokal

73
Madjedi Hasan, Kontrak Minyak Dan Gas Bumi Berazas Kepastian Hukum, Fikahati
Aneska, Jakarta, 2009, hal.9.
59
Khusus nya untuk point (3) permasalahan keamanan, yakni pencurian

minyak dan asset merupakan permasalahan yang tinggi dihadapi oleh Provinsi

Riau khususnya di daerah wilayah hukum Kepolisian Resor Bengkalis.

Illegal tapping adalah suatu bentuk tindak pidana pencurian minyak

dengan modus membuat sambungan (tapping) pipa secara illegal pada jalur

pipa yang aktif mengalirkan minyak hasil produksi dari suatu perusahaan

migas kepada suatu tempat penampungan tertentu yang telah disiapkan oleh

pelaku. Tindak pidana illegal tapping diwilayah ini telah berlangsung sejak

akhir tahun 2016. Meskipun beberapa kasus sudah dapat dimejahijaukan

namun sampai tahun 2019 kejadian serupa masih terus berlangsung. Tindak

pidana illegal tapping ini dilakukan oleh oknum secara terang-terangan,

terbuka di mata masyarakat, penegak hukum dan dilakukan secara bersama-

sama dengan melibatkan oknum masyarakat.

Tabel I.1
Kasus Tindak Pidana Pencurian Minyak

No Tahun Kasus Terselesaikan

1 2016 2 1

2 2017 3 1

3 2018 1 0

4 2019 2 2
Sumber Data: Tindak Pidana Pencurian Minyak Resor Bengkalis 2016-2019

Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2016 kasus yang terselesaikan

hanya (1) dan (1) kasus lainya belum terselesaikan. Pada tahun 2017 kasus
60
yang terselesaikan hanya (1) dan (2) kasus lainya belum terselesaikan. Pada

tahun 2018 (1) kasus belum terselesaikan dan Pada tahun 2019 ada (2) kasus

yang belum terselesaikan

C de Rover mengatakan bahwa perlunya penegakan hukum nasional

dalam, arti menjamin penghormatan hukum dan akibat-akibat dari pelanggaran

terhadap hukum mungkin sama tuanya dengan hukum itu sendiri. Praktek

penegakan hukum harus sesuai dengan asas dasar legalitas, kepentingan dan

keseimbangan. Setiap praktek penegakan hukum harus memiliki dasar

hukum.74

Ada 3 (tiga) faktor yang penting dalam masalah penegakan hukum,

yaitu faktor substansi (materi) hukum, faktor struktural hukum dan faktor

kultural (budaya) hukum. Keseluruhan faktor-faktor di atas merupakan faktor

yang saling berhubungan dan saling tali-temali. Artinya, urutan penyebutan

faktor-faktor ini tidak mempengaruhi dan bukan menunjukan prioritas yang

harus diutamakan. Setiap faktor sama pentingnya sehingga jika satu faktor

tidak optimal meskipun faktor yang; lain terpenuhi dengan maksimal akan

dapat mempengaruhi pelaksanaan, penegakan hukum.75

Berkaitan dengan illegal tapping yang merupakan suatu operasi untuk

melakukan kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga

minyak secara illegal tanpa memiliki izin dari pemerintah dan dilakukan oleh

74
C. de Rover, To Serve & To Protect; Acuan Universal Penegakan HAM, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2000, hlm. 148 dan 165.
75
Sidik Sunaryo, Sistem Peradilan Pidana, Penerbit Universitas Muhammadyah Malang,
Malang, 2004. Hal. 11
61
sindikat yang bukan badan hukum formal, sedangkan diketahui bahwa

pengambilan minyak bumi tanpa mengikuti standard operation yang benar

adalah sangat berbahaya. Sebagaimana pengertian Minyak Bumi di dalam

Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi 2001 Pasal 1 ayat 1 yaitu minyak

mentah yang berasal dari hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk

aspal, lilin mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh dari proses

penambangan tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain

yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan

kegiatan usaha migas.

Sehingga minyak bumi ini tidak dapat berada di lingkungan, sebelum

dilakukan pengolahan tanpa pengendalian yang tepat, karena akan

membahayakan lingkungan. Adapun kandungan senyawa kimia yang ada

didalam minyak bumi terdiri atas karbon (83-85%), hidrogen (10-14%),

nitrogen (0,1-2%), oksigen (0.05-1,5%), sulfur (0,05-6,0%) dan metal (<0,1%).

Selain itu tindak pidana illegal tapping ini sangat terorganisir dan merugikan

keuangan negara.

Penegakan hukum terhadap illegal tapping meliputi Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP), Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak Dan Gas Bumi, dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

62
Di dalam KUHP, terdapat 4 (empat) Pasal yang berhubungan dengan

perbuatan illegal tapping , yakni Pasal 187, Pasal 359, 360 dan Pasal 362.

Illegal tapping tergolong kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi

orang atau barang. Maksudnya disini adalah dilanggarnya prosedur kerja

sehingga membahayakan keamanan umum. Penjelasaannya sebagai berikut,

PT.Chevron Pacific Indonesia memiliki aturan internal dalam melakukan

pengeboran untuk penyambungan pipa minyak mengacu pada Standard

Health, Safety and Environment (HSE) dan prosedur kerja penyambungan

pipa. Prosedur ini disusun dalam upaya mengantisipasi kemungkinan dampak

dari pengeboran, mulai dari pakaian kerja yang digunakan pekerja, alat yang

digunakan, dan kondisi yang aman untuk melakukan pekerjaan.

Pengeboran pipa dalam upaya penyambungan berpotensi menimbulkan

percikan api, pipa bisa meledak karena minyak bumi mempunyai tekanan, dan

dengan pemicu lainnya sangat dapat menimbulkan kebakaran. Sesuai prosedur

kerja, pada pekerjaan pengelasan untuk penyambungan pipa, di titik lokasi

tertentu tersebut, aliran minyak akan dihentikan sementara atau di lakukan shut

down, atau sehingga minyak mentah tidak dapat mengalir sementara pada titik

lokasi tersebut.

Pekerjaan ini hanya dapat dilakukan dengan tujuan tertentu, misalnya

tujuan perawatan penggantian pipa atau jadwal penggantian lainnya. Sementara

pada illegal tapping, semua prosedur kerja di langgar, pekerjaan pengeboran

untuk menyambungan pipa illegal oleh oknum, dilakukan dalam kondisi pipa

63
minyak aktif mengalir minyak bumi, pekerja tidak menggunakan alat

pelindung diri. Sehingganya saat pengeboran berpotensi menimbulkan percikan

api, ledakan dan kebakaran. Selanjutnya, ceceran minyak bumi yang jatuh ke

tanah dan air menyebabkan terganggunya ekosistem lingkungan, diketahui

lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang

mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

langsung sehingga kegiatan illegal tapping dapat dikenai sanksi pidana penjara

dan denda sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 187, 359, 360 Pasal 362

KUHP dan Pasal 51 sampai dengan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 22

tentang Minyak dan Gas Bumi tahun 2001.

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 tentang Minyak dan Gas Bumi

secara khusus juga mengatur tentang ketentuan pidana meskipun tidak secara

spesifik mendefiniskan atau memberi batasan pada tindak pidana illegal

tapping. Namun dari anatomi tindak pidana yang penulis jelaskan diatas dapat

dirumuskan bahwa tindak pidana illegal tapping dapat dikenakan pasal pidana

yang dimulai dari pasal 51 sampai pasal 58.

B. Hambatan yang Dihadapi Kepolisian Resor Bengkalis dalam Penegakan

Hukum Tindak Pidana

Pada tindak pidana illegal tapping dengan berbagai modus operasi yang

sudah tertata rapi, dengan kasus yang terus meningkat sejak tahun 2016, dari

kasus-kasus yang terus berkembang maka diketahui faktor-faktor yang

menghambat penegakan hukum illegal tapping dapat digolongkan sebagai

64
berikut :76

1. Faktor Perundang-undangan.

Dalam KUHP dan UUMIGAS 2001, belum memuat batasan tegas

secara khusus mengenai ruang lingkup dan pengertian tindak pidana illegal

tapping. Sehingga jenis-jenis perbuatan pidana apa yang menjadi tautan atas

tindak pidana ini dideskripsikan sendiri oleh aparat penegak hukum

berdasarkan pembedahan anatomi tindak pidana ini. Selain itu dampak

illegal tapping terhadap lingkungan juga belum secara khusus diatur dalam

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan

Perlindungan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu upaya penegakan hukum,

dengan kaitan KUHP, UUMIGAS 2001 dan Undang Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup

(UUPPLH). belum dapat secara maksimal ditegakkan.

2. Faktor Penegak Hukum

Keberhasilan penegakan hukum pidana untuk menanggulangi illegal

tapping tidak hanya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan saja

melainkan juga keberhasilan aparat penegak hukum yang melaksanakan

penegakan hukum mulai dari tingkat penyidikan sampai tingkat peradilan.

Kekurangan informasi dan edukasi untuk aparat penegak hukum tentang

industri migas yang merupakan industri spesifik menjadi salah satu faktor

penghambat. Faktor infrastruktur pendukung, faktor ini merupakan tulang


76
Wawancara dengan IPTU Aprinaldi SH MH Sebagai Kaur BINOPS Polres Bengkalis,
Hari Kamis Tanggal 4 Februari 2020, Bertempat di Polres Bengkalis.

65
punggung penegakan hukum terhadap illegal tapping sebab kebedaaannya

merupakan pendukung keberhasilan untuk menemukan suatu kebenaran

materil, sehingga berdampak pada kurang optimalnya proses penegakan

hukum.

3. Faktor masyarakat.

Faktor ini saling berkaitan dan memiliki pengaruh serta memainkan peran

yang sangat penting dalam proses penegakan hukum di masyarakat.

Terutama untuk penegakan dalam menanggulangi illegal tapping. Hal ini

dikarena lokasi kejadian yang jauh dari masyarakat sehingga memudahkan

para pelaku untuk kegiatan pencurian minyak sehingga sangat diperlukan

peran masyarakat untuk mencegah terjadinya kegiatan illegal tapping.

Faktor-faktor penghambat yang telah dikemukan di atas dapat dicegah

dan ditanggulangi dengan mengedepankan suatu rumusan kebijkan hukum

pidana (crimial policy). Kebijakan hukum pidana dengan upaya non penal

bersifat pencegahan (preventif) yang sasarannya adalah mengangani faktor-

faktor kondusif penyebab kejahatan illegal tapping dari referensi faktor-faktor

penghambat penengakan hukum pidana (penal), upaya prevention without

punishment atau pencegahan tanpa pemberian sanksi, ternyata justru

menjanjikan keberhasilan penanganan dalam upaya untuk kesejahteraan sosial

dan upaya untuk perlindungan masyarakat. Adapun upaya yang dapat

dilakukan yaitu secara preventif dan represif, dijabarkan sebagai berikut:

1. Upaya Pencegahan Preventif

66
Usaha pencegahan yang bersifat preventif (non penal) ini dimaksudkan

sebagai usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbul serta semakin

meluasnya illegal tapping dalam masyarakat, berusaha mencegah seseorang

sebelum melakukan kejahatan illegal tapping, karena bila seseorang telah

terjerumus melakukan suatu kejahatan akan sulit baginya untuk menjadi

orang yang baik kembali, sebab kecenderungan untuk mengurangi

perbuatan yang pernah dilakukan adalah sangat kecil. Sehingga usaha

peventif ini sangat penting artinya, bagaimanapun juga pencegahan masih

jauh lebih baik dari pada mengobati. Jadi pencegahan sebelum terjadinya

illegal tapping ini dilakukan sebagai suatu rangkaian usaha untuk

menghapuskan illegal tapping. Walaupun sampai sekarang belum dapat

diberantas secara tuntas, namun untuk mencegah atau mengurangi dan

memperkecil lingkungan illegal tapping terus dilaksanakan.

2. Upaya Penanggulangan (Represif)

Pemulihan kembali keseimbangan yang terganggu akibat adanya suatu

kejahatan dalam hal ini illegal tapping, maka diperlukan sekali adanya

tindakan secara represif. Cara lain dalam penanggulangan illegal tapping

adalah dengan cara represif yaitu dengan menjatuhkan sanksi pidana pada

barang siapa yang melakukan illegal tapping sesuai dengan peraturan dan

hukum acara yang berlaku. Pemberian sanksi pidana itu baru dapat

dikenakan terhadap pelaku tindak pidana apabila terbukti memenuhi unsur-

unsur yang terkandung dalam pasal-pasal yang berhubungan dengan illegal

67
tapping. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi

illegal tapping dengan menggunakan cara represif bersama Penegak Hukum

yaitu Kepolisian Setempat, yaitu:

a. Melakukan penyelidikan dan penyidikan sampai tuntas terhadap illegal

tapping.

b. Melakukan operasi-operasi atau penggerebekan (sweeping) ke tempat-

tempat dan di waktu yang rawan terjadi illegal tapping.

c. Penyuluhan secara berkesinambungan dimaksudkan selain

menghilangkan harapan para oknum untuk memperoleh untung dari

kegiatan illegal tapping, penangkapan, penahanan dan penyerahan berita

acara pemeriksaan kepada Kejaksaan untuk menjalani mekanisme

peradilan pidana dalam memberikan sanksi yang tepat sehingga

menimbulkan efek jera bagi pelaku illegal tapping.

BAB V

PENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan, maka

68
dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Penegakan hukum tindak pidana pencurian minyak oleh Kepolisian Resor

Bengkalis belum adanya pengaturan secara khusus tentang tindak pidana

illegal tapping baik dalam KUHP, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi

2001 dan UUPPLH 2009, hal ini disebabkan karena tindak pidana ini

adalah tindak pidana yang berkembang dengan modernisasi, terpicu sejak

tahun 2007, sehingganya memang belum diakomodir oleh undang-undang

yang lahir sebelumnya.

2. Hambatan yang dihadapi Kepolisian Resor Bengkalis dalam Penegakan

Hukum Tindak Pidana Pencurian Minyak oleh Kepolisian Resor Bengkalis

kurang optimalnya peranan dan kinerja para penegak hukum, kurangnya

infrastruktur pendukung dalam penegakan hukum illegal tapping, dan

yang paling utama adalah faktor budaya hukum dan faktor masyarakat.

B. Saran

1. Penegakan hukum tindak pidana di Kepolisian Resor Bengkalis

merupakan tanggung jawab bersama maka penegak hukum harus saling

bahu membahu dengan masyarakat dalam penanggulang kasus Illegal

Tapping, selain itu dibutuhkan aturan yang khusus untuk mangatur tindak

pidana ini agar tindak pidana ini terjadi lagi.

2. Dalam menghadapi perkembangan setiap tindak pidana yang terjadi maka

pihak kepolisian perlu kiranya menambah sarana dan prasarana yang


69
dibutuhkan dalam melakukan penegakan hukum agar dapat terciptanya

penegakan hukum yang maksimal.

70

Anda mungkin juga menyukai