Definisi Komunikasi
Secara etimologi komunikasi berasal dari Bahasa latin yaitu “communis” yang artinya sama
(Mulyana, 2000, h: 41). Dari arti kata ini kemudian arti komunikasi berkembang menjadi
sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Dane Larson sebagaimana dikuti
oleh Pace and Fawles (1994, h: 17) mencatat terdapat definisi komunikasi yang dipublikasikan.
Jumlah ini tentu saja belum termasuk definisi yang dikemukakan oleh penulis lokal.
Masing –masing definisi memiliki kelebihan dan kekurangannya dan saling memperkuat.
Seperti diingatkan oleh black and haroldsen (1979, h: 3): “sementara komunikasi merupakan
konsep yang digunakan secara luas, setiap orang hendaknya mengetahui bahwa tidak ada
kesepakatan yang tuntas diantara para ahli tentang dimensi istilah itu.” Oleh sebab itu ada
baiknya disini dikemukakan beberapa definisi komunikasi untuk memperoleh gambaran yang
luas dan komprehensif tentang arti komunikasi sebagai berikut :
Gerald R. Miller (Mulyana) : “komunikasi terjadi dari suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang disadari untuk memengaruhi perilaku penerima.”
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks belajar dan
pembelajaran komunikasi merupakan sarana penting bagi seorang guru dalam menyelenggarakan
proses belajar dan pembelajaran dimana guru dapat membangun pemahaman siswa tentang
materi yang diajarkan. Melalui komunikasi guru sebagai sumber menyampaikan informasi yaitu
tantang materi pelajaran kepada siswa dengan menggunakan simbol-simbol baik lisan, maupun
tulisan, dan Bahasa non verbal, sebaliknya siswa akan menyampaikan berbagai pesan sebagai
respon kepada guru sehingga terjadi komunikasi dua arah guna meningkatkan keberhasilan
komunikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku dalam diri
siswa. Komunikasi ini sejalan dengan pendapat R. Wayne Pace, Brant D. Peterson, dan M.
Dallas Burnet (Effendy, 1984: hal 32) yang menyatakan bahwa tujuan sentral komunikasi terdiri
atas : “to secure the understanding to established acceptance” dan “to motivate action”.
B. Model-model Komunikasi
Sebagaimana definisi diatas , banyak juga pakar komunikasi yang mengajukan model
komunikasi untuk membantu memahami arti, proses, unsur, penggunaan, dan tujuan komunikasi.
Sebab gambaran akan diperkenalkan tiga model sebagaimana dirangkum berikut ini.
1. Model Komunikasi Lasswell
Lasswell seorang pakar komunikasi pada tahun 1948 mengetengahkan model komunikasinya
melalui pernyataannya yang sangat popular yaitu “who says in which channel to whom with
what effect? (Mulyana, 2003, h: 136).
Dalam konteks belajar dan pembelajaran, dari pernyataan Lasswell tersebut terdapat tiga hal
yang dapat digaris bawahi. Pertama unsur komunikasi yang terdiri dari
belajar siswa
kedua , model komunikasi Lasswell tidak melibatkan umpan balik atau “feedback” sehingga
bersifat komunikasi satu arah dari guru kepada siswa. Gaya komunikasi ini dalam belajar dan
pembelajaran kurang dapat diterima karena akan menyebabkan siswa pasif dan kurang
membangkitkan daya kritisnya. Akibatnya hasil belajar dan pembelajaran kurang maksimal.
Ketiga, Model komunikasi Lasswell tidak mempertimbangkan gangguan komunikasi. Model
ini menggambarkan bahwa proses komunikasi akan selalu berhasil, padahal dalam kenyataannya
banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komunikasi termasuk dalam proses belajar dan
pembelajaran.
2. Model Komunikasi schramm
Ada dua hal yang harus digaris bawahi dari model komunikasi schramm (Ginting, 2004, h:21-
220) sebagai berikut :
C. Fungsi Komunikasi
Liliweri (2004, h: 66-77) mengemukakan bahwa secara umum ada empat fungsi komunikasi
dalam organisasi. Keempat fungsi komunikasi tersebut dapat diadopsi ke dalam konteks belajar
dan pembelajaran sebagai dikemukakakn berikut ini :
Komunikasi berfungsi menjual isi kurikulum yang meliputi system nilai, gagasan, fakta, dan
sikap yang diharapkan akan diadopsi atau dimiliki oleh siswa.
Komunikasi berfungsi sebagai sarana yang diperlukan baik oleh siswa maupun guru untuk
belajar tentang kompetensi yang diperlukannya, tentang dirinya, tentang orang lain, dan tentang
lingkungannya.
Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana guru, siswa, dan masyarakat sekolah lainnya
memutuskan mengkomunikasikan keputusannya tentang pilihan-pilihan yang dibuatnya,
pendistribusian tanggung jawab dan hak, kebijakan, dan lain sebagainya.
D. Unsur-unsur Komunikasi
Merujuk kepada berbagai definisi dan model komunikasi, terdapat sejumlah unsur-unsur
komunikasi sebagaimana diuraikan berikut ini:
Yaitu proses yang dilakukan oleh komunikator untuk mengemas maksud atau pesan yang ada
dalam pikiran seseorang menjadi simbol-simbol : suara, tulisan, gerakan tubuh, untuk dapat
dikirimkan kepada komunikan. Dalam belajar dan pembelajaran yang akan disampikannya
kepada siswa harus dalam bentuk tulisan, ucapan, gerakan.
Adalah maksud atau informasi yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan
melalui simbol-simbol. Jadi dapat dikatakan bahwa pesan adalah sesuatu atau makna yang
terkandung dalam simbol-simbol.Pesan inidapat berbentuk verbal atau ucapan dan tulisan, atau
berbentuk non verbal berupa gerak tubuh atau ekspresi wajah. Dalam belajar dan pembelajaran,
pesan ini adalah materi pelajaran
Saluran adalah tempat dimana pesan dalam bentuk simbol-simbol tadi dilewatkan dari
komunikator ke komunikan.Bagi manusia saluran komunikasi ini diantaranya panca-indera yang
dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa. Oleh sebab itu manusia
dapat mengirimkan pesan secara tertulis melalui surat, papan tulis, buku, faxicimile, dan lain
sebagainya. Pesan dalam bentuk suara dapat disampaikan secara langsung atau melalui pengeras
suara, cassette recorder, CD player, radio, dan lain sebagainya.Pesan dalam bentuk audio visual
dapat disampaikan lewat film projector, TV, dan lain sebagainya. Semua ini dapat digunakan
dalam proses belajar dan pembelajaran.
Adalah penerima pesan atau individu atau kelompok yang menjadi sasaran komunikasi.Ketika
guru memberikan penjelasan kepada siswa, maka siswa berperan sebagai komunikan,
sebaliknya, ketika siswa menyampikan jawaban atas pertanyaannya atau usulan kepada guru,
maka guru lah yang berperan sebagai komunikan.
Adalah informasi yang kembali dari komunikan ke komunikator sebagai respon terhadap
pesan yang disampikan oleh komunikator. Dari hasil umpan balik ini komunikator dapat
mengetahui pemahaman dan reaksi komunikan terhadap pesan yang dikirimnya, dengan adanya
umpan balik ini akan terbentuk arus komunikasi dua arah
Dalam konteks pendidikan, umpan balik ini sangat penting artinya bagi kenerhasilan belajar
dan pembelajaran. Dengan adanya umpan balik dari siswa, guru akan mengetahui apakan materi
yang disampaikan telah difahami dana pa kesulitan siswa dalam memahami jika ada selanjutnya
tindakan remedial apa yang perlu dilakukannya.
Sebaliknya, umpan bali, dari guru misalnya dalam bentuk nilai atas hasil kerja siswa akan
mengingatkan kepada siswa sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang
dipelajari. Berdasarkan umpan balik tersebut siswa dapat memutuskan tindakan apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika kurang memuaskan.
E. Hambatan Komunikasi
Hambatan komunikasi adalah tidak ada jaminan bahwa pesan yang kirimkan oleh
komunikator akan diterima oleh komunikan sebagaimana yang dimaksud oleh komunikator.
1. Hambatan Semantik
Hambatan atau gangguan semantik atau gangguan bahasa yaitu gangguan yang di akibatkan
oleh kesalahan dalam menfsirkan pesan oleh komunikan.Hal ini disebabkan oleh pemakaian kata
dan tata bahasa yang tidak tepat, serta perbedaan pengertian terhadap istilah tertentu.Sehingga,
tidak jarang pesan diterima sebagaimana yang dikirimkan tetapi maknai secara berbeda oleh
penerima.
2. Hambatan Saluran
Hambatan saluran adalah hambatan yang mempengaruhi keutuhan fisik simbol – simbol yang
dikirimi oleh komunikator kepada komunikan.
3. Hambatan Sistem
Hambtana sistem adalah pesan yang disampaikan tidak akan tiba pada pihak yang
memerlukan informasi yang tepat dan cepat jika tidak tersedia sistem formal yang efektif.
4. Hambatan Hubungan Interpersonal
Terkait dengan hambatan sistem, sikap seseorang dalam memandang dan manfaat komunikasi
akan menentukan apakah saling mendukung atau menghindar terjadinya komunikasi.
F. Arah Komunikasi
Dalam proses dn pembelajaran ada tiga arah komunikasi yang mungkin terjadi baik secara
terpisah maupun secara kebersamaan. Ketiga arah komunukasi tersebut adalah :
Dalam belajar dan pembelajaran yang bernuansa komunikasi dua arah, penyampaian
pesan atau informasi atau gagasan berlangsung hanya dua arah dari guru ke siswa.Siswa diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasannya. Guru berusaha mengajukan pertanyaan untuk di
jawab oleh siswa.
Dalam bagian ini akan dibahas tentang berbagai jenis komunikasi yang terkait dengan guru dalam belajar dan
pembelajaran. Jenis komunikasi tersebut meliputi :
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-
kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang hanya dapat dilakukan oleh manusia.
Dengan manipulasi kata-kata manusia dapat mengomunikasikan berbagai pesan rumit sekalipun seperti undang-
undang, perhitungan matematika, sastra, dan ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan, salah satu ukuran intelektual
manusia adalah kemampuannya menyusun dan menyajikan tesis penelitian atau karya tulis ilmiah lainnya. Oleh
sebab itu, guru harus menguasai dengan baik cara melakukan komunikasi verbal agar tidak terjadi hambatan
semantik diantaranya ketika berkomunikasi dengan siswa dalam belajar dan pembelajaran.
2. Komunikasi Non-Verbal
Blake dan haroldsen (h:49) dengan singkat mengemukakan bahwa : “ komunikasi non-verbal adalah
penyampaian dari pesan yang meliputi ketidakhadiran simbol-simbol atau perwujudan suara”. Termasuk dalam
komunikasi non-verbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh, kedekatan jarak, suara yang bukan kata
atau parabahasa, sentuhan, dan cara berpakaian. Ada empat hal yang perlu dipahami berkenaan bahasa non-verbal
yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam menyelenggarakan belajar dan pembelajaran yaitu :
a. Komunikasi non-verbal terikat dengan kebudayaan jadi bukan sifat instink manusiawi dan berbeda dari satu
budaya ke budaya yang lainnya (Blake dan Haroldsen, h: 49-50).
b. Isyarat non- verbal mengungkapkan makna : para ahli mengatakan bahwa porsi non-verbal memberikan 70-
90 arti yang ditarik orang dari pesannya. (hert, h: 112).
c. Ketika pesan-pesan non-verbal bertentangan dengan pesan verbal, kebanyakan orang memercayai pesan non-
verbal (Heart, H:116).
d. Tidak ada bahasa yang lengkap dan sempurna di dunia. Oleh sebab itu untuk melengkapi keterbatasan tersebut
gunakanlah bahasa non-verbal (Mulyana, h: 245).
Dari uraian di atas dapat dipahami mengapa sebagaimana ditekankan oleh Gintings dalam “micro teaching”
atau latihan praktik mengajar guru harus menggunakan bahasa tubuh seperti, movement, eye contact, dan
gesture untuk memperjelas pemahaman siswa dan juga untuk memberikan kesan guna memotivasi siswa.
Dengan penggunaan bahasa non- verbal lebih banyak alat indera yang dilibatkan dalam proses komunikasi
dibandiingkan dengan hanya menggunakan bahasa verbal.
3. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi langsung atau
tatap muka antara beberapa pribadi dengan menggunakan bahasa verbal dan non-verbal. Keuntungan komunikasi
antar pribadi menurut Blake dan Haroldsen (h:30) adalah dapat dimanfaatkan semua pava indera dan juga dapat
diperolehnya dengan segera umpan balik. Dengan demikian, dampak komunikasi termasuk kesalahan penafsiran
dapat dengan segera pula diketahui dan dikoreksi.
Diantaranya hambatan yang dapat terjadi terjadi dalam komunikasi antar pribadi adalah sikap komunikasi
masing-masing individu yang terlibat dalam komunikasi, perbedaan tingkat dan bidang pengalaman atau
pengetahuan, perbedaan interest terhadap topik yang dibicarakan, perbedaan budaya, dan perbedaan status.
Hambatan-hambatan ini harus diperhatikan dengan serius oleh guru karena sangat potensial terjadi ketika guru
membangun komunikasi dengan siswa dalam belajar dan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Guru
harus berusaha memperoleh gambaran tentang perbedaan dan persamaan yang ada diantara sesama siswa.
Berdasarkan gambaran tersebut guru dapat menciptakan iklim komunikasi yang kondusif bagi tercapainya hasil
belajar secara maksimal.
Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini (Kumar,
2000, h:121-122) :
a. Keterbukaan (Openess)
b. Empati (Empathy)
c. Dukungan (supportiveness)
e. Kesetaraan (Equality)
4. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara individu dengan dirinya sendiri.
Komunikasi intra pribadi ini sangat diperlukan bagi seorang guru untuk memahami peran, tanggung jawab,
kewajiban, dan hak-haknya sebagai guru. Dengan komunikasi intrapribadi guru dapat melakukan instropeksi atau
self evaluation tentang seberapa besar manfaat kehadirannya dalam kehidupan dan masa depan siswa.
Komunikasi intrapribadi juga merupakan sarana bagi guru untuk menyadari kelemahan dankelebihannya
berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya. Keberhasilan tugas yang dikomunikasikan ke dalam
diri secara arif dan bijaksana akan menumbuhkan kebanggaan profesi yang positif terhadap kelanjutan
pengabdiannya sebagai guru.
5. Komunikasi Organisasi
Dalam konteks profesi guru, komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terkait dengan kedudukan guru
sebagai unsur sekolah dan lebih luas lagi sebagai anggota profesi. Terkait dengan itu, pemerintah melalui
Departemen Pendidikan nasional mendorong tumbuh kembangnya organisasi profesi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Di samping PGRI sebagai organisasi tertua dan telah banyak berjasa bagi kehidupan guru,
kini telah banyak pula hadir asosiasi guru yang berbasis bidang studi. Sebelumnya, pemerintah juga telah
menginisiasi organisasi non-formal dalam bentuk kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya seperti
KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), KKKS (Kelompok Kerja Kepala
Sekolah), KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah). Dalam kalangan dosen dikenal pula ISP (Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia). Semua organisasi tersebut adalah wadah bagi guru untuk bertukar dan berbagi
pengalaman dalam profesinya termasuk dalam upaya meningkatkan belajar dan pembelajaran di sekolah masing-
masing.
Mengingat manfaat dari eksistensi organisasi tersebut, maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam beberapa tahun terakhir telah membantu
peningkatan kualitas kegiatan kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya. Bantuan tersebut diberikan
melalui program pendampingan dan pemberian subsidi dana “Block Grant” untuk mendukung terselenggaranya
pendidikan dan pelatihan dan kegiatan peningkatan profesionalisme lainnya. Kegiatan kelompok kerja ini oleh
pemerintah dilihat sebagai salah satu bentuk CPD (Continuous Professional Development) atau Pengembangan
Profesionalisme Berkelanjutan bagi guru dan tenaga Kependidikan lainnya.
Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika yang terdiri dari puluhan etnis, kelompok bahasa, dan
kelompok-kelompok lainnya yang dapat dijadikan dimensi yang membedakan satu dengan lainnya. Di samping
itu Indonesia adalah bagian dari kehidupan dunia yang semakin mengglobal. Mobilitas manusia dalam konteks
antar negara dan ras juga semakin meningkat. Dampaknya, berlkumpulnya sejumlah individu yang berbeda suku,
agama, bahkan ras di sekolah bahkan di kelas tidak dapat terelakkan. Sekolah dan kelas menjadi tempat
terbentuknya masyarakat multi-budaya. Oleh sebab itu guru harus memiliki wawasan dan kompetensi mengelola
komunikasi multi budaya di tempat mana ia mengabdi. Untuk itu, dalam bab ini akan dikemukakan berbagai
aspek praktis tentang kompetensi komunikasi antar budaya. Isi bab ini terutama dirangkum dari sebuah buku yang
membahas secara komprehensif tentang komunikasi antar budaya yang ditulis oleh pakar kelas dunia dalam
bidang tersebut yaitu Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dengan judul : “Communication Between Culture”.
Samovar dan Porter mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai berikut : “...intercultural
communication involves interaction between people whose cultural perceptions and symbol systems are distinct
enough to alter the communication event”. Jadi komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antar manusia yang
perbedaan persepsi dan sistem simbolnya cukup berpengaruh terhadap peristiwa komunikasi. Dari definisi diatas,
ada tiga esensi yang dapat dielaborasi sebagai berikut ini.
Pertama, bahwa sekalipun secara fisik dan tanda-tanda lainnya dua kelompok atau lebih memiliki perbedaan,
namun jika perbedaan tersebut tidak menimbulkan pengaruh terhadap kelancaran komunikasi maka ketika
individu dari kedua kelompok tersebut berkomunikasi kurang tepat dikategorikan sebagai komunikasi antar
budaya.
Kedua, terdapat kemungkinan dihindarkannya pengaruh negatif dari perbedaan budaya dalam proses
komunikasi antar kelompok yang berbeda apabila kelompok-kelompok yang terlibat mau memahami dan
menerima perbedaan diantara mereka dan menggunakan budaya baru yang mengupayakan adanya “common
ground” sebagai jembatan budaya sehingga ketika berkomunikasi masing-masing kelompok berada pada posisi
sama tinggi dan duduk sama rendah. Dengan sikap seperti itu, ketika terbentur dengan masalah perbedaan budaya,
semua pihak berupaya mencari persamaan dan menekan perbedaan, bukan sebaliknya.
Ketiga, budaya dalam konteks komunikasi antar budaya tidak terbatas hanya pada konteks etnis, suku, atau
ras. Budaya yang dimaksud disini mengandung arti yang lebih luas yaitu budaya kelompok. Kelompok disini
diartikan sebagai sekumpulan individu yang memiliki beberapa persamaan yang memengaruhi sikap dan
perilakunya termasuk perilaku komunikasi. Sebagai contoh, individu-individu yang selama bertahun-bertahun
bekerja di suatu perusahaaan akan memiliki karakteristik yang khas sebagai pengaruh kebersamaannya di
perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, setiap individu pada hakekatnya memiliki perilaku multibudaya di dalam
dirinya. Implikasinya, setiap manusia adalah harus dipandang sebagai individu yang unik dalam konteks
komunikasi antar budaya.
b. Elemen Budaya
Samovar dan Porter (h:31-32) mengemukakan ada lima elemen budaya yaitu :
a) Sejarah
b) Agama
c) Nilai-nilai
d) Organisasi sosial
e) Bahasa
Kelima elemen ini secara bersama-sama memengaruhi perilaku seseorang. Namun, kadar pengaruh setiap
elemen bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Oleh sebab itu, sejumlah individu yang datang dari
budaya yang sama memiliki beberapa karakteristik atau respon yang sama terhadap setimulus yang sama, tetapi
juga memiliki karakteristik yang berbeda sehingga secara bersamaan akan memerlihatkan respon lain yang
berbeda yang menjadi ciri khasnya.
I. Guru dan Komunikasi Dalam Belajar dan Pembelajaran
Setelah dibahas dengan cukup luas mengenai berbagai aspek teknik komunikasi, perlu dikemukakan tentang
apa yang harus dilakukan oleh seorang guru sehubungan dengan membangun komunikasi yang kondusif dalam
belajar dan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, ada sejumlah saran kepada guru untuk diterapkan dalam
pelaksanaan tugas profesinya.
Pertama, untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas dalam menyelenggarakan belajar dan
pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi komunikasi karena komunikasi merupakan sarana dalam belajar
dan pembelajaran. Diantaranya kompetensi komunikasi yang harus dikuasai guru adalah
a. Kemampuan menggunakan bahasa pengantar yang efektif dan efisien, serta disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa. Kemampuan bahasa ini diperlukan dalam mengemas pesan agar mudah dipahami oleh siswa
dan sebaliknya memahami pesan yang disampaikan siswa.
b. Mengatur irama suara melalui pengaturan variasi nada dan kecepatan agar tidak membosankan siswa.
Kebiasaan penyampaian materi dengan suara yang datar dan monotone akan sangat dirasakan oleh siswa
terutama ketika guru menyampaikan materi dengan kompleksitas tinggi atau pada waktu menjelang pelajaran
usai.
c. Menggunakan bahasa non-verbal seperti gerakan tubuh (body language) atau gesture dan movement serta
ekspresi lainnya untuk memberikan kesan dan tekanan terhadap materi penting yang disampaikan. Dengan
dukungan bahasa non-verbal, maka lebih banyak alat indera siswa yang diaktifkan dan dengan sendirinya
semakin banyak materi sajian yang terserap oleh siswa.
Kedua, guru harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kompetensi komunikasi yang baik sebagai syarat
untuk mampu melakukan komunikasi yang produktif dalam arti efektif dan efisien. Seorang guru harus mampu
mengemas pesan-pesan pembelajaran dengan baik meliputi susunan kalimat, tata bahasa, pemilihan istilah hingga
menyesuaikan kemasan dengan latar belakang dan kemampuan dan pengalaman siswa. Kegagalan guru dalam
melakukan komunikasi yang tepat hanya akan membuat kegiatan belajar dan pembelajaran yang diselenggarakan
kurang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi siswa.
Ketiga, guru harus menjamin bahwa semua siswa memiliki kesempatan dan memiliki keberanian
mengemukakan pendapatnya dalam diskusi atau kegiatan belajar lainnya. Dengan demikian akan tercipta arus
komunikasi yang multi arah sehingga semua siswa dapat mengekspresikan potensinya secara maksimal. Terkait
dengan hal ini, guru harus mampu mendeteksi terjadinya hambatan komunikasi terutama akibat dominasi siswa
atau kelompok siswa tertentu terhadap siswa atau kelompok siswa lainnya. Dalam konteks pergaulan di sekolah,
dalmpak lebih luas dari dominasi ini adalah terjadinya “bulimia” yaitu eksploitasi kelompok siswa tertentu
terhadap kelompok siswa lainnya.
Keempat, disamping itu guru harus pula mampu membaca adanya rasa rendah diri pada sebagian siswa yang
menyebabkannya enggan berpartisipasi dalam komunikasi dengan sesama temannya maupun dengan guru.
Ketertutupan ini akan menyebabkan siswa tersebut kurang memiliki kesempatan memeroleh manfaar dari
kegiatan belajar dan pembelajaran melalui kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif. Ketertutupan juga
layak dikhawatirkan menjadi sebab siswa akan menghadapi kesulitan dalam kehidupan sosialnya kelak di
kemudian hari. Dalam kasus seperti ini, guru harus mampu memilih dan memberikan motivasi yang paling tepat
sesuai dengan pribadi dan latar belakang siswa agar dengan sikap seperti itu meningkatkan keterbukaan hati dan
rasa percaya diri serta mendorongnya agar aktif berkomunikasi dengan guru dan sesama siswa lainnya.
Kelima, bagaimanapun kelas merupakan tempat dimana kehidupan berbangsa dan bernegara ditanamkan
dalam jiwa siswa. Dalam konteks masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang pluralis, guru harus menciptakan
iklim komunikasi yang mencerminkan kehidupan yang Bhineka Tunggal Ika. Lebih tegas lagi, guru harus
mampu menciptakan kelas sebagai miniatur NKRI melalui penciptaan iklim komuniaksi yang kondusif. Dengan
demikian sebagaimana ditekankan oleh Unesco, bahwa pendidikan diantaranya ditujuan untuk membentuk siswa
yang mampu untuk “to live together” atau hidup bersama secara setara dan saling membantu.
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Pembelajaran sebagai subjek proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan
mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang
mampu memberikan kepahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.
Komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu
memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi
lebih baik. Pengajar adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya
komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, sehingga sebagai pengajar dituntut memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA