Anda di halaman 1dari 13

A.

  Definisi Komunikasi

Secara etimologi komunikasi berasal dari Bahasa latin yaitu “communis” yang artinya sama
(Mulyana, 2000, h: 41). Dari arti kata ini kemudian arti komunikasi berkembang menjadi
sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Dane Larson sebagaimana dikuti
oleh Pace and Fawles (1994, h: 17) mencatat terdapat definisi komunikasi yang dipublikasikan.
Jumlah ini tentu saja belum termasuk definisi yang dikemukakan oleh penulis lokal.

Masing –masing definisi memiliki kelebihan dan kekurangannya dan saling memperkuat.
Seperti diingatkan oleh black and haroldsen (1979, h: 3): “sementara komunikasi merupakan
konsep yang digunakan secara luas, setiap orang hendaknya mengetahui bahwa tidak ada
kesepakatan yang tuntas diantara para ahli tentang dimensi istilah itu.” Oleh sebab itu ada
baiknya disini dikemukakan beberapa definisi komunikasi untuk memperoleh gambaran yang
luas dan komprehensif tentang arti komunikasi sebagai berikut :

Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (Mulyana, 2003, h: 26) : “komunikasi: transmisi


informasi, gagasan emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol,
kata-kata, gambar, grafik, dan sebagianya. Tindakan atau proses transmisi itulah biasanya
disebut komunikasi .

Gerald R. Miller (Mulyana) : “komunikasi terjadi dari suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang disadari untuk memengaruhi perilaku penerima.”

Astrid susanto (kariyoso, 1994, h: 6) : “komunikasi adalah proses pengoperan lambing-lambang


yang mengandung arti.

Keith Davis (kariyoso) : “komunikasi adalah proses lewatnya informasi dan pengertian


seseorang ke orang lain.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks belajar dan
pembelajaran komunikasi merupakan sarana penting bagi seorang guru dalam menyelenggarakan
proses belajar dan pembelajaran dimana guru dapat membangun pemahaman siswa tentang
materi yang diajarkan. Melalui komunikasi guru sebagai sumber menyampaikan informasi yaitu
tantang materi pelajaran kepada siswa dengan menggunakan simbol-simbol baik lisan, maupun
tulisan, dan Bahasa non verbal, sebaliknya siswa akan menyampaikan berbagai pesan sebagai
respon kepada guru sehingga terjadi komunikasi dua arah guna meningkatkan keberhasilan
komunikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku dalam diri
siswa.  Komunikasi ini sejalan dengan pendapat R. Wayne Pace, Brant D. Peterson, dan M.
Dallas Burnet (Effendy, 1984: hal 32) yang menyatakan bahwa tujuan sentral komunikasi terdiri
atas : “to secure the understanding to established acceptance” dan “to motivate action”.

B.  Model-model Komunikasi

Sebagaimana definisi diatas , banyak juga pakar komunikasi yang mengajukan model
komunikasi untuk membantu memahami arti, proses, unsur, penggunaan, dan tujuan komunikasi.
Sebab gambaran akan diperkenalkan tiga model sebagaimana dirangkum berikut ini.
1.    Model Komunikasi Lasswell

Lasswell seorang pakar komunikasi pada tahun 1948 mengetengahkan model komunikasinya
melalui pernyataannya yang sangat popular yaitu “who says in which channel to whom with
what effect? (Mulyana, 2003, h: 136).

Dalam konteks belajar dan pembelajaran, dari pernyataan Lasswell tersebut terdapat tiga hal
yang dapat digaris bawahi. Pertama unsur komunikasi yang terdiri dari

Who                                        : Pengirim atau komunikator atau orang yang

                                                 menyampaikan pesan atau guru

Says what                                : Pesan atau materi pelajaran

On what chanel                       : Media atau alat bantu mengajar

To whom it may concern        : Penerima atau komunikan atau siswa

At what effect                                    : Dampak atau hasil komunikasi atau hasil 

                                                                          belajar siswa

kedua , model komunikasi Lasswell tidak melibatkan umpan balik atau “feedback” sehingga
bersifat komunikasi satu arah dari guru kepada siswa. Gaya komunikasi ini dalam belajar dan
pembelajaran kurang dapat diterima karena akan menyebabkan siswa pasif dan kurang
membangkitkan daya kritisnya. Akibatnya hasil belajar dan pembelajaran kurang maksimal.
Ketiga, Model komunikasi Lasswell tidak mempertimbangkan gangguan komunikasi. Model
ini menggambarkan bahwa proses komunikasi akan selalu berhasil, padahal dalam kenyataannya
banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan komunikasi termasuk dalam proses belajar dan
pembelajaran.
2.    Model Komunikasi schramm

Ada dua hal yang harus digaris bawahi dari model komunikasi schramm (Ginting, 2004, h:21-
220) sebagai berikut :

Pertama schramm memperkenalkan gagasan tentang penyandian atau encoding atau


penyandian ulang atau decoding. Penyadian adalah proses pengemasan pesan atau maksud oleh
pengirim atau komunikator ke dalam susunan simbol-simbol tertentu seperti Bahasa, tulisan,
gerak tubuh, dan Bahasa non verbal . Penyandian ulang adalah proses sebaliknya, yaitu
menginterpretasikan kode-kode atau simbol-simbol ke dalam makna oleh penerima atau
komunikan. Dalam konteks belajar dan pembelajaran guru harus mengemas materi pelajaran
yang akan disampaikan ke dalam bentuk simbol-simbol atau kalimat yang dapat dengan mudah
diinterpretasi oleh siswa.

Kedua, model schramm memerhitungkan pengaruh pengalaman atau field of experience yang


dimiliki oleh komunikator atau komunikan dalam mendukung keberhasilan komunikasi. Dalam
konteks belajar dan pembelajaran, salah satu aspek komunikasi yang harus dipertimbangkan oleh
guru sebagai komunikator dalam mengemas pesan adalah jenjang dan luasnya pengalaman siswa
sebagai komunikan dalam konteks materi pelajaran yang akan disampaikan, kesalahan dalam
penyesuaian pesan dengan latar belakang pengalaman siswa akan berakibat terjadinya salah
pengertian atau miscommnunication atau bahkan kegagalan komunikasi atau communication
breakdown.

C.  Fungsi Komunikasi

Liliweri (2004, h: 66-77) mengemukakan bahwa secara umum ada empat fungsi komunikasi
dalam organisasi. Keempat fungsi komunikasi tersebut dapat diadopsi ke dalam konteks belajar
dan pembelajaran sebagai dikemukakakn berikut ini :

1.    To tell atau mejelaskan

     Komunikasi berfungsi menginformasikan atau menjelaskan materi pelajaran termasuk


informasi-informasi lain yang diperlukan siswa dalam proses pendidikannya

2.    To sell atau menjual gagasan

     Komunikasi berfungsi menjual isi kurikulum yang meliputi system nilai, gagasan, fakta, dan
sikap yang diharapkan akan diadopsi atau dimiliki oleh siswa.

3.    To learn atau belajar

     Komunikasi berfungsi sebagai sarana yang diperlukan baik oleh siswa maupun guru untuk
belajar tentang kompetensi yang diperlukannya, tentang dirinya, tentang orang lain, dan tentang
lingkungannya.

4.    To decide atau memutuskan

     Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana guru, siswa, dan masyarakat sekolah lainnya
memutuskan mengkomunikasikan keputusannya tentang pilihan-pilihan yang dibuatnya,
pendistribusian tanggung jawab dan hak, kebijakan, dan lain sebagainya.

D.  Unsur-unsur Komunikasi

Merujuk kepada berbagai definisi dan model komunikasi, terdapat sejumlah unsur-unsur
komunikasi sebagaimana diuraikan berikut ini:

1.    Pengirim atau komunikator

Komunikator adalah yang menginisiasi pengirim pesan.Dalam konteks belajar dan


pembelajaran peran sebagai komunikator ini dapat diperankan oleh guru maupun siswa.
Sehingga terjadi komunikasi dua arah, ketika guru meyampaikan materi pelajaran kepada siswa,
ia berperan sebagai komunikator siswa sebagai komunikan, sebaliknya jika siswa bertanya atau
menyampaikan jawaban pertanyaan kepada guru, siswa sebagai komunikatordan guru sebagai
komunikan. Dilihat dari segi kompetensi komunikasi, keberhasilan komunikasi diantaranya
ditentukan oleh dua faktor :
a.    Kemampuan komunikator dalam mengemas pesan yang akan disampaikan

b.    Kemampuan komunikan dalam menginterpretasikan pesan yang diterimanya

2.    Penyandian atau encoding

Yaitu proses yang dilakukan oleh komunikator untuk mengemas maksud atau pesan yang ada
dalam pikiran seseorang menjadi simbol-simbol : suara, tulisan, gerakan tubuh, untuk dapat
dikirimkan kepada komunikan. Dalam belajar dan pembelajaran yang akan disampikannya
kepada siswa harus dalam bentuk tulisan, ucapan, gerakan.

a)    Pesan atau message

Adalah maksud atau informasi yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan
melalui simbol-simbol. Jadi dapat dikatakan bahwa pesan adalah sesuatu atau makna yang
terkandung dalam simbol-simbol.Pesan inidapat berbentuk verbal atau ucapan dan tulisan, atau
berbentuk non verbal berupa gerak tubuh atau ekspresi wajah. Dalam belajar dan pembelajaran,
pesan ini adalah materi pelajaran

b)   Saluran dan media

Saluran adalah tempat dimana pesan dalam bentuk simbol-simbol tadi dilewatkan dari
komunikator ke komunikan.Bagi manusia saluran komunikasi ini diantaranya panca-indera yang
dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa. Oleh sebab itu manusia
dapat mengirimkan pesan secara tertulis melalui surat, papan tulis, buku, faxicimile, dan lain
sebagainya. Pesan dalam bentuk suara dapat disampaikan secara langsung atau melalui pengeras
suara, cassette recorder, CD player, radio, dan lain sebagainya.Pesan dalam bentuk audio visual
dapat disampaikan lewat film projector, TV, dan lain sebagainya. Semua ini dapat digunakan
dalam proses belajar dan pembelajaran.

c)    Penyandian ulang atau decoding

Yaitu proses yang dilakukan oleh komunikan untuk menginterpretasikan simbol-simbolyang


diterimanya menjadi makna. Pemahaman penerima terhadap pesan yang diterimanya merupakan
hasil komunikasi. Pemahaman siswa tentang penjelasan guru atau sebaliknya interpretasi guru
terhadap jawaban siswa adalah proses penyandian ulang atau decoding

d)   Penerima atau komunikan

Adalah penerima pesan atau individu atau kelompok yang menjadi sasaran komunikasi.Ketika
guru memberikan penjelasan kepada siswa, maka siswa berperan sebagai komunikan,
sebaliknya, ketika siswa menyampikan jawaban atas pertanyaannya atau usulan kepada guru,
maka guru lah yang berperan sebagai komunikan.

e)    Umpan balik atau feedback

Adalah informasi yang kembali dari komunikan ke komunikator sebagai respon terhadap
pesan yang disampikan oleh komunikator. Dari hasil umpan balik ini komunikator dapat
mengetahui pemahaman dan reaksi komunikan terhadap pesan yang dikirimnya, dengan adanya
umpan balik ini akan terbentuk arus komunikasi dua arah

Dalam konteks pendidikan, umpan balik ini sangat penting artinya bagi kenerhasilan belajar
dan pembelajaran. Dengan adanya umpan balik dari siswa, guru akan mengetahui apakan materi
yang disampaikan telah difahami dana pa kesulitan siswa dalam memahami jika ada selanjutnya
tindakan remedial apa yang perlu dilakukannya.

Sebaliknya, umpan bali, dari guru misalnya dalam bentuk nilai atas hasil kerja siswa akan
mengingatkan kepada siswa sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang
dipelajari. Berdasarkan umpan balik tersebut siswa dapat memutuskan tindakan apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika kurang memuaskan.

E.  Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi adalah tidak ada jaminan bahwa pesan yang kirimkan oleh
komunikator akan diterima oleh komunikan sebagaimana yang dimaksud oleh komunikator.

Terdapat empat hambatan dalam komunikasi yaitu :

1.    Hambatan Semantik

Hambatan atau gangguan semantik atau gangguan bahasa yaitu gangguan yang di akibatkan
oleh kesalahan dalam menfsirkan pesan oleh komunikan.Hal ini disebabkan oleh pemakaian kata
dan tata bahasa yang tidak tepat, serta perbedaan pengertian terhadap istilah tertentu.Sehingga,
tidak jarang pesan diterima sebagaimana yang dikirimkan tetapi maknai secara berbeda oleh
penerima.

2.    Hambatan Saluran

Hambatan saluran adalah hambatan yang mempengaruhi keutuhan fisik simbol – simbol yang
dikirimi oleh komunikator kepada komunikan.

3.    Hambatan Sistem

Hambtana sistem adalah pesan yang disampaikan tidak akan tiba pada pihak yang
memerlukan informasi yang tepat dan cepat jika tidak tersedia sistem formal yang efektif.

4.    Hambatan Hubungan Interpersonal

Terkait dengan hambatan sistem, sikap seseorang dalam memandang dan manfaat komunikasi
akan menentukan apakah saling mendukung atau menghindar terjadinya komunikasi.

F.   Arah Komunikasi

Dalam proses dn pembelajaran ada tiga arah komunikasi yang mungkin terjadi baik secara
terpisah maupun secara kebersamaan. Ketiga arah komunukasi tersebut adalah :

1.    Komunikasi satu arah


Dalam belajar pembelajaran yang bernuansa komunikasi satu arah, penyampaian pesan
atau informasi atau gagasan berlangsung hanya satu arah dari guru ke siswa. Siswa tidak diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan guru juga tidak berusaha mengajukan pertanyaan
untuk di jawab oleh siswa.
2.    Komunikasi dua arah

Dalam belajar dan pembelajaran yang bernuansa komunikasi dua arah, penyampaian
pesan atau informasi atau gagasan berlangsung hanya dua arah dari guru ke siswa.Siswa diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasannya. Guru berusaha mengajukan pertanyaan untuk di
jawab oleh siswa.

3.    Komunikasi multi arah

Komunikasi terjadi antara guru dengan semua siswa dan diantarasesama siswa.


Keuntungan yang diperoleh melalui komunikasi dua arah juga diperoleh dalam komunikasi  ini.
Lebih dari ini, model komunikasi ini mengatasi kelemahan kedua model komunikasi terdahulu
yaitu keterbatasan guru.Keterbatasan guru dapat diatasi oleh terjadinya dua hubungan siswa
dengan siswa yaitu kolaborasi dan kooperasi.Kolaborasi adalah berbagi (sharing) pengalaman
dan gagasan diantara sesama siswa dengan kemampuan yang setara untuk mencapai keberhasilan
bersama. Kooperasi adalah kerjasama antara siswa yang berbeda tingkat kemampuannya dengan
mana siswa yang memiliki kemampuan rendah. Dalam kooperasi siswa yang memiliki
kemampuan justru akan lebih memantapkan pemahamannya tentang materi yang diajarkannya
kepada temannya.

G. Prinsip-Prinsip Komunikasi Efektif

1.    Prinsip pertama : Respect


Prinsip pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai
setiap individu yang akan menjadi sasaran pesan yang di sampaikan. Guru dituntut dapat
memahami bahwa ia harus bisa menghargai setiap siswa yang dihadapinya.  Rasa hormat dan
saling menghargai merupakan prinsip yang pertama dalam berkomunikasi dengan orang lain
karena pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Membangun komunikasi
dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati akan dapat membangun kerjasama
yang menghasilkan sinergi yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja guru baik sebagai
individu maupun secara keseluruhan sebagai tim.
Salah satu prinsip paling dalam sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk
dihargai.Penghargaan terhadap individu adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Ini adalah
suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan sehingga setiap individu yang
dapat memuaskan kelaparan hati tersebut akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.
Selain itu penghargaan yang tulus terhadap individu dapat membangkitkan antusiasme dan
mendorong orang lain melakukan hal–hal terbaik. Guru yang memberikan penghargaan secara
tulus kepada para murid maka  akan dihargai pula oleh muridnya dan menjadikan proses belajar
mengajar menjadi sebuah proses yang menyenangkan bagi semua pihak.
2.    Prinsip kedua: emphaty
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah
kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengarkan orang lain terlebih dahulu,
kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat
menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan
(receiver) menerimanya. Komunikasi di dunia pendidikan diperlukan  saling memahami dan
mengerti keberadaan, perilaku dan keinginan dari siswa. Rasa empati akan menimbulakan respek
atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama
dalam membangun sebuah suasana kondusif di dalam proses belajar-mengajar. Jadi sebelum kita
membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan
empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa
ada halangan psikologi atau penolakan dari penerima.
3.    Prinsip ketiga: audible
Prinsip  audible  berarti adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Berbeda
dengan prinsip yang kedua yakni empati dimana guru harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible adalah menjamin bahwa  pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik. Dalam rangka mencapai hal
tersebut maka pesan harus di sampaikan melalui media (delivery channel) sehingga dapat
diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hal itu menuntut  kemampuan guru dalam
menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio-visual yang dapat
membantu supaya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para murid.
4.    Prinsip keempat: clarity
Prinsip clarity adalah kejelasan dari isi pesan supaya tidak menimbulkan multi interpretasi
atau berbagai macam penafsiran.Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparasi.Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau
disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan. Karena
tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme siswa dalam proses belajar-mengajar. Dengan cara seperti ini siswa
tidak akan menganggap lagi proses belajar-mengajar sebagai formalitas tetapi akan
mengganggapnya sebagai sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupannya.
5.    Prinsip kelima: Humble
Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini
merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang
lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Kerendahan hati merupakan suatu
cara agar orang lain merasa nyaman (care) karena ia merasa sejajar sehingga memudahkan
komunikasi dalam dua arah.
Komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran sangat berdampak terhadap keberhasilan
pencapaian tujuan. Komunikasi dikatakan efektif apabila terdapat aliran informasi dua arah
antara komunikator dan komunikan dan informasi tersebut sama-sama direspon sesuai dengan
harapan kedua pelaku komunikasi tersebut.Jika dalam pembelajaran terjadi komunikasi yang
efektif antara pengajar dengan siswa, maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran tersebut
berhasil.Sehubungan dengan hal tersebut, maka para pengajar, pendidik, atau instruktur pada
lembaga-lembaga pendidikan atau pelatihan harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Kemampuan komunikasi yang dimaksud dapat berupa kemampuan memahami dan mendesain
informasi, memilih dan menggunakan saluran atau media, serta kemampuan komunikasi antar
pribadi dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran sebagai subset dari proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan
mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang
mampu memberikan kefahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.
H.  Jenis-jenis Komunikasi

Dalam bagian ini akan dibahas tentang berbagai jenis komunikasi yang terkait dengan guru dalam belajar dan
pembelajaran. Jenis komunikasi tersebut meliputi :

1.         Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-
kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang hanya dapat dilakukan oleh manusia.
Dengan manipulasi kata-kata manusia dapat mengomunikasikan berbagai pesan rumit sekalipun seperti undang-
undang, perhitungan matematika, sastra, dan ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan, salah satu ukuran intelektual
manusia adalah kemampuannya menyusun dan menyajikan tesis penelitian atau karya tulis ilmiah lainnya. Oleh
sebab itu, guru harus menguasai dengan baik cara melakukan komunikasi verbal agar tidak terjadi hambatan
semantik diantaranya ketika berkomunikasi dengan siswa dalam belajar dan pembelajaran.

2.         Komunikasi Non-Verbal

Blake dan haroldsen (h:49)  dengan singkat mengemukakan bahwa : “ komunikasi non-verbal adalah
penyampaian dari pesan yang meliputi ketidakhadiran simbol-simbol atau perwujudan suara”. Termasuk dalam
komunikasi non-verbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh, kedekatan jarak, suara yang bukan kata
atau parabahasa, sentuhan, dan cara berpakaian. Ada empat hal yang perlu dipahami berkenaan bahasa non-verbal
yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam menyelenggarakan belajar dan pembelajaran yaitu :

a.          Komunikasi non-verbal terikat dengan kebudayaan jadi bukan sifat instink manusiawi dan berbeda dari satu
budaya ke budaya yang lainnya (Blake dan Haroldsen, h: 49-50).

b.         Isyarat non- verbal mengungkapkan makna : para ahli mengatakan bahwa porsi non-verbal  memberikan 70-
90 arti yang ditarik orang dari pesannya. (hert, h: 112).

c.          Ketika pesan-pesan  non-verbal bertentangan dengan pesan verbal, kebanyakan orang memercayai pesan non-
verbal (Heart, H:116).

d.        Tidak ada bahasa yang lengkap dan sempurna di dunia. Oleh sebab itu untuk melengkapi keterbatasan tersebut
gunakanlah bahasa non-verbal (Mulyana, h: 245).

Dari uraian di atas dapat dipahami mengapa sebagaimana ditekankan oleh Gintings dalam “micro teaching”
atau latihan praktik mengajar guru harus menggunakan bahasa tubuh seperti, movement, eye contact, dan
gesture untuk memperjelas pemahaman siswa dan juga untuk memberikan kesan guna memotivasi siswa.
Dengan penggunaan bahasa non- verbal lebih banyak alat indera yang dilibatkan dalam proses komunikasi
dibandiingkan dengan hanya menggunakan bahasa verbal.
3.         Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi langsung atau
tatap muka antara beberapa pribadi dengan menggunakan bahasa verbal dan non-verbal. Keuntungan komunikasi
antar pribadi menurut Blake dan Haroldsen (h:30) adalah dapat dimanfaatkan semua pava indera dan juga dapat
diperolehnya dengan segera umpan balik. Dengan demikian, dampak komunikasi termasuk kesalahan penafsiran
dapat dengan segera pula diketahui dan dikoreksi.

Diantaranya hambatan yang dapat terjadi terjadi dalam komunikasi antar pribadi adalah sikap komunikasi
masing-masing individu yang terlibat dalam komunikasi, perbedaan tingkat dan bidang pengalaman atau
pengetahuan, perbedaan interest terhadap topik yang dibicarakan, perbedaan budaya, dan perbedaan status.
Hambatan-hambatan ini harus diperhatikan dengan serius oleh guru karena sangat potensial terjadi ketika guru
membangun komunikasi dengan siswa dalam belajar dan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Guru
harus berusaha memperoleh gambaran tentang perbedaan dan persamaan yang ada diantara sesama siswa.
Berdasarkan gambaran tersebut guru dapat menciptakan iklim komunikasi yang kondusif bagi tercapainya hasil
belajar secara maksimal.

Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini (Kumar,
2000, h:121-122) :

a.          Keterbukaan (Openess)

b.         Empati (Empathy)

c.          Dukungan (supportiveness)

d.        Rasa positif (Positiveness)

e.          Kesetaraan (Equality)

4.         Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara individu dengan dirinya sendiri.
Komunikasi intra pribadi ini sangat diperlukan bagi seorang guru untuk memahami peran, tanggung jawab,
kewajiban, dan hak-haknya sebagai guru. Dengan komunikasi intrapribadi guru dapat melakukan instropeksi atau
self evaluation tentang seberapa besar manfaat kehadirannya dalam kehidupan dan masa depan siswa.
Komunikasi intrapribadi juga merupakan sarana bagi guru untuk menyadari kelemahan dankelebihannya
berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya. Keberhasilan tugas yang dikomunikasikan ke dalam
diri secara arif dan bijaksana akan menumbuhkan kebanggaan profesi yang positif terhadap kelanjutan
pengabdiannya sebagai guru.

5.         Komunikasi Organisasi

Dalam konteks profesi guru, komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terkait dengan kedudukan guru
sebagai unsur sekolah dan lebih luas lagi sebagai anggota profesi. Terkait dengan itu, pemerintah melalui
Departemen Pendidikan nasional mendorong tumbuh kembangnya organisasi profesi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Di samping PGRI sebagai organisasi tertua dan telah banyak berjasa bagi kehidupan guru,
kini telah banyak pula hadir asosiasi guru yang berbasis bidang studi. Sebelumnya, pemerintah juga telah
menginisiasi organisasi non-formal dalam bentuk kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya seperti
KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), KKKS (Kelompok Kerja Kepala
Sekolah), KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah). Dalam kalangan dosen dikenal pula ISP (Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia). Semua organisasi tersebut adalah wadah bagi guru untuk bertukar dan berbagi
pengalaman dalam profesinya termasuk dalam upaya meningkatkan belajar dan pembelajaran di sekolah masing-
masing.

Mengingat manfaat dari eksistensi organisasi tersebut, maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam beberapa tahun terakhir telah membantu
peningkatan kualitas kegiatan kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya. Bantuan tersebut diberikan
melalui program pendampingan dan pemberian subsidi dana “Block Grant” untuk mendukung terselenggaranya
pendidikan dan pelatihan dan kegiatan peningkatan profesionalisme lainnya. Kegiatan kelompok kerja ini oleh
pemerintah dilihat sebagai salah satu bentuk CPD (Continuous Professional Development) atau Pengembangan
Profesionalisme Berkelanjutan bagi guru dan tenaga Kependidikan lainnya.

6.         Komunikasi Antar Budaya

Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika yang terdiri dari puluhan etnis, kelompok bahasa, dan
kelompok-kelompok lainnya yang dapat dijadikan dimensi yang membedakan satu dengan lainnya. Di samping
itu Indonesia adalah bagian dari kehidupan dunia yang semakin mengglobal. Mobilitas manusia dalam konteks
antar negara dan ras juga semakin meningkat. Dampaknya, berlkumpulnya sejumlah individu yang berbeda suku,
agama, bahkan ras di sekolah bahkan di kelas tidak dapat terelakkan. Sekolah dan kelas menjadi tempat
terbentuknya masyarakat multi-budaya. Oleh sebab itu guru harus memiliki wawasan dan kompetensi mengelola
komunikasi multi budaya di tempat mana ia mengabdi. Untuk itu, dalam bab ini akan dikemukakan berbagai
aspek praktis tentang kompetensi komunikasi antar budaya. Isi bab ini terutama dirangkum dari sebuah buku yang
membahas secara komprehensif tentang komunikasi antar budaya yang ditulis oleh pakar kelas dunia dalam
bidang tersebut yaitu Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dengan judul : “Communication Between Culture”.

a.          Definisi Komunikasi Antar Budaya

Samovar dan Porter mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai berikut : “...intercultural
communication involves interaction between people whose cultural perceptions and symbol systems are distinct
enough to alter the communication event”. Jadi komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antar manusia yang
perbedaan persepsi dan sistem simbolnya cukup berpengaruh terhadap peristiwa komunikasi. Dari definisi diatas,
ada tiga esensi yang dapat dielaborasi sebagai berikut ini.

Pertama, bahwa sekalipun secara fisik dan tanda-tanda lainnya dua kelompok atau lebih memiliki perbedaan,
namun jika perbedaan tersebut tidak menimbulkan pengaruh terhadap kelancaran komunikasi maka ketika
individu dari kedua kelompok tersebut berkomunikasi kurang tepat dikategorikan sebagai komunikasi antar
budaya.

Kedua, terdapat kemungkinan dihindarkannya pengaruh negatif dari perbedaan budaya dalam proses
komunikasi antar kelompok yang berbeda apabila kelompok-kelompok yang terlibat mau memahami dan
menerima perbedaan diantara mereka dan menggunakan budaya baru yang mengupayakan adanya “common
ground” sebagai jembatan budaya sehingga ketika berkomunikasi masing-masing kelompok berada pada posisi
sama tinggi dan duduk sama rendah. Dengan sikap seperti itu, ketika terbentur dengan masalah perbedaan budaya,
semua pihak berupaya mencari persamaan dan menekan perbedaan, bukan sebaliknya.

Ketiga, budaya dalam konteks komunikasi antar budaya tidak terbatas hanya pada konteks etnis, suku, atau
ras. Budaya yang dimaksud disini mengandung arti yang lebih luas yaitu budaya kelompok. Kelompok disini
diartikan sebagai sekumpulan individu yang memiliki beberapa persamaan yang memengaruhi sikap dan
perilakunya termasuk perilaku komunikasi. Sebagai contoh, individu-individu yang selama bertahun-bertahun
bekerja di suatu perusahaaan akan memiliki karakteristik yang khas sebagai pengaruh kebersamaannya di
perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, setiap individu pada hakekatnya memiliki perilaku multibudaya di dalam
dirinya. Implikasinya, setiap manusia adalah harus dipandang sebagai individu yang unik dalam konteks
komunikasi antar budaya.

b.         Elemen Budaya

Samovar dan Porter (h:31-32) mengemukakan ada lima elemen budaya yaitu :

a)         Sejarah

b)        Agama

c)         Nilai-nilai

d)       Organisasi sosial

e)         Bahasa

Kelima elemen ini secara bersama-sama memengaruhi perilaku seseorang. Namun, kadar pengaruh setiap
elemen bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Oleh sebab itu, sejumlah individu yang datang dari
budaya yang sama memiliki beberapa karakteristik atau respon yang sama terhadap setimulus yang sama, tetapi
juga memiliki karakteristik yang berbeda sehingga secara bersamaan akan memerlihatkan respon lain yang
berbeda yang menjadi ciri khasnya.
I.           Guru dan Komunikasi Dalam Belajar dan Pembelajaran

Setelah dibahas dengan cukup luas mengenai berbagai aspek teknik komunikasi, perlu dikemukakan tentang
apa yang harus dilakukan oleh seorang guru sehubungan dengan membangun komunikasi yang kondusif dalam
belajar dan pembelajaran. Sehubungan dengan itu, ada sejumlah saran kepada guru untuk diterapkan dalam
pelaksanaan tugas profesinya.

Pertama, untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas dalam menyelenggarakan belajar dan
pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi komunikasi karena komunikasi merupakan sarana dalam belajar
dan pembelajaran. Diantaranya kompetensi komunikasi yang harus dikuasai guru adalah

a.          Kemampuan menggunakan bahasa pengantar yang efektif dan efisien, serta disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa. Kemampuan bahasa ini diperlukan dalam mengemas pesan agar mudah dipahami oleh siswa
dan sebaliknya memahami pesan yang disampaikan siswa.
b.         Mengatur irama suara melalui pengaturan variasi nada dan kecepatan agar tidak membosankan siswa.
Kebiasaan penyampaian materi dengan suara yang datar dan monotone akan sangat dirasakan oleh siswa
terutama ketika guru menyampaikan materi dengan kompleksitas tinggi atau pada waktu menjelang pelajaran
usai.

c.          Menggunakan bahasa non-verbal seperti gerakan tubuh (body language) atau gesture dan movement serta
ekspresi lainnya untuk memberikan kesan dan tekanan terhadap materi penting yang disampaikan. Dengan
dukungan bahasa non-verbal, maka lebih banyak alat indera siswa yang diaktifkan dan dengan sendirinya
semakin banyak materi sajian yang terserap oleh siswa.

Kedua, guru harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kompetensi komunikasi yang baik sebagai syarat
untuk mampu melakukan komunikasi yang produktif dalam arti efektif dan efisien. Seorang guru harus mampu
mengemas pesan-pesan pembelajaran dengan baik meliputi susunan kalimat, tata bahasa, pemilihan istilah hingga
menyesuaikan kemasan dengan latar belakang dan kemampuan dan pengalaman siswa. Kegagalan guru dalam
melakukan komunikasi yang tepat hanya akan membuat kegiatan belajar dan pembelajaran yang diselenggarakan
kurang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi siswa.
Ketiga, guru harus menjamin bahwa semua siswa memiliki kesempatan dan memiliki keberanian
mengemukakan pendapatnya dalam diskusi atau kegiatan belajar lainnya. Dengan demikian akan tercipta arus
komunikasi yang multi arah sehingga semua siswa dapat mengekspresikan potensinya secara maksimal. Terkait
dengan hal ini, guru harus mampu mendeteksi terjadinya hambatan komunikasi terutama akibat dominasi siswa
atau kelompok siswa tertentu terhadap siswa atau kelompok siswa lainnya. Dalam konteks pergaulan di sekolah,
dalmpak lebih luas dari dominasi ini adalah terjadinya “bulimia” yaitu eksploitasi kelompok siswa tertentu
terhadap kelompok siswa lainnya.
Keempat, disamping itu guru harus pula mampu membaca adanya rasa rendah diri pada sebagian siswa yang
menyebabkannya enggan berpartisipasi dalam komunikasi dengan sesama temannya maupun dengan guru.
Ketertutupan ini akan menyebabkan siswa tersebut kurang memiliki kesempatan memeroleh manfaar dari
kegiatan belajar dan pembelajaran melalui kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif. Ketertutupan juga
layak dikhawatirkan menjadi sebab siswa akan menghadapi kesulitan dalam kehidupan sosialnya kelak di
kemudian hari. Dalam kasus seperti ini, guru harus mampu memilih dan memberikan motivasi yang paling tepat
sesuai dengan pribadi dan latar belakang siswa agar dengan sikap seperti itu meningkatkan keterbukaan hati dan
rasa percaya diri serta mendorongnya agar aktif berkomunikasi dengan guru dan sesama siswa lainnya.
Kelima, bagaimanapun kelas merupakan tempat dimana kehidupan berbangsa dan bernegara ditanamkan
dalam jiwa siswa. Dalam konteks masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang pluralis, guru harus menciptakan
iklim komunikasi yang mencerminkan kehidupan yang Bhineka Tunggal Ika. Lebih tegas lagi, guru harus
mampu menciptakan kelas sebagai miniatur NKRI melalui penciptaan iklim komuniaksi yang kondusif. Dengan
demikian sebagaimana ditekankan oleh Unesco, bahwa pendidikan diantaranya ditujuan untuk membentuk siswa
yang mampu untuk “to live together” atau hidup bersama secara setara dan saling membantu.
BAB III

PENUTUP

1.1    KESIMPULAN
Pembelajaran sebagai subjek proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan
mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang
mampu memberikan kepahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.

Komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu
memahami maksud  pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah  laku menjadi
lebih baik. Pengajar adalah pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya
komunikasi yang efektif dalam pembelajaran, sehingga sebagai pengajar dituntut memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Kartikasari, Claudia. 2014. Makalah Pengertian Komunikasi Pembelajaran, (Online),


(http://clautikaa.blogspot.co.id/2014/09/makalah-komunikasi-pembelajaran.html), diakses
tanggal 24 Februari 2016
Putra, Awan Dwi. 2015. Prinsip Komunikasi Pembelajaran, (Online),
(http://ilmupengetahuan446.blogspot.co.id/2015/03/prinsip-komunikasi-pembelajaran.html),
diakses tanggal 24 Februari 2016
Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung :
Humaniora

Anda mungkin juga menyukai