Anda di halaman 1dari 13

Tugas Makalah Ilmu Penyakit Dalam II

ENDOMETRITIS KOMPLEKS

Disusun oleh:

KELOMPOK 1
A. Muh.Nazar Mahatir (O111 15 009)
Muhammad Alif Munir (O111 16 001)
Dhiya Nabilah Jafar (O111 16 002)
Andi Azifah Cahyani (O111 16 003)
Dwi Ainun Utari (O111 16 005)
Riri Apriani Jabbar (O111 16 006)
Nurul Saba (O111 16 007)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan Makalah  Endometritis  sebagai salah satu tugas mata kuliah Ilmu
Penyakit Dalam. Tujuan membuat makalah ini adalah untuk mengetahui Tentang Endometritis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
Makalah Endometritis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
 Penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa
Robbal ‘Alamiin.

Makassar, 10 November  2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang................................................................................................................1
I.2Rumusan Masalah...........................................................................................................2
I.3 Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Etiologi..........................................................................................................................3
II.2 Gejala Klinis.................................................................................................................3
II.3 Patogenesa.....................................................................................................................4
II.4 Predisposisi...................................................................................................................5
II.5 Diagnosa.......................................................................................................................5
II.6 Diagnosa Banding.........................................................................................................5
II.7 Prognosa........................................................................................................................6
II.8 Pengobatan....................................................................................................................6
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan..................................................................................................................8
III.2 Saran............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi ternak. Namun,
kondisi ternak di usaha peternakan rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya kasus
gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendahnya fertilitas induk, akibatnya
berupa penurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet.
Gangguan reproduksi tersebut diantaranya disfungsi ovari, kista ovari, granulosa theca
cell tumor, Endometritis, piometra, abortus, dan kematian embrio dini . Gangguan reproduksi
yang paling sering terjadi salah satunya adalah Endometritis. Endometritis adalah peradangan
pada lapisan endometrium atau mukosa uterus. Endometritis merupakan perpanjangan inflamasi
yang terjadi setelah perkawinan atau melahirkan dengan faktor predisposisi adanya akumulasi
cairan di dalam uterus (Mahardi, 2015).
Endometritis adalah peradangan pada endometrium yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme patogen. Mikroorganisme patogen tersebut dapat masuk secara langsung ke
endometrium melewati vulva, vagina, serviks, uterus dan hematogen (Nuralam, 2015).
Endometritis juga peradangan lokal permukaan endometrium tanpa tanda-tanda sistemik.
Peradangan ini disebabkan oleh infeksi bakteri patogen seperti Arcanobacterium pyogenes,
Escherichia coli, Fusobacterium necrophorum, dan Prevotella sp yang berlangsung selama lebih
dari 3 minggu setelah melahirkan . Endometritis dapat bersifat klinis dan subklinis. Endometritis
klinis mempengaruhi sekitar 20% dari sapi perah laktasi dengan prevalensi antara 5 sampai lebih
dari 30% di beberapa ternak . Studi pada Endometritis subklinis memiliki prevalensi antara 12
sampai 94% pada suatu peternakan (Nuralam, 2015).
Dari uraian diatas, Endometritis dapat memberikan dampak yang sangat signifikan
terhadap kesehatan hewan serta tingkat produktifitas dari hewan itu sendiri. Maka dari itu,
menjadi latar belakang dari pembuatan makalah tentang Endometritis untuk membahas
mengenai etiologi, gejala klinis, faktor penyebab, penanganan, pencegahan serta terapi yang
akan diberikan kepada ternak ataupun hewan yang terdeteksi Endometritis.

1
I.2     Rumusan Masalah
Dalam memahami makalah ini secara fokus, penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1.  Apa etiologi dari Endometritis?
2. Apa gejala klinis dari Endometritis ?
3. Bagaimana patogenesa dari Endometritis ?
4. Bagaimana predisposisi dari Endometritis?
5. Bagaimana diagnosa dari Endometritis ?
6. Apa diagnosa banding dari Endometritis?
7. Bagaimana pengobatan dari Endometritis ?

I.3    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.  Untuk mengetahui dari Endometritis?
2. Untuk mengetahui gejala klinis dari Endometritis ?
3. Untuk mengetahui patogenesa dari Endometritis ?
4. Untuk mengetahui predisposisi dari Endometritis?
5. Untuk mengetahui diagnosa dari Endometritis ?
6. Untuk mengetahui diagnosa banding dari Endometritis?
7. Untuk mengetahui pengobatan dari Endometritis ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Etiologi Endometritis


Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus, biasanya terjadi
sebagai suatu hasil dari infeksi bakteri patogen terutama terjadi melalui vagina dan menerobos
serviks sehingga mengkontaminasi uterus. Selama partus, membuat involusi uterus menjadi
tertunda dan performa reproduksi memburuk. Sehingga menyebabkan kerugian secara ekonomis.
Tingkat kejadian Endometritis di Indonesia cukup tinggi (20-40%), rata-rata 10-80% tergantung
pada bervariasinya faktor ekternal dan internal saat melakukan metode diagnosa. Radang pada
endometrium uterus ini juga dapat disebabkan infeksi sekunder yang berasal dari bagian lain
tubuh sehingga dapat menyebabkangangguan reproduksi pada hewan betina. Penyebab lain
adalah karena kelanjutan dari abnormalitas partus seperti abortus, retensio sekundinarium,
kelahiran prematur, kelahiran kembar, distokia serta perlukaan pada saat membantu kelahiran.
Berat tidaknya Endometritis tergantung pada keganasan bakteri yang menginfeksi, jumlah
bakteri dan ketahanan tubuh hewan penderita. Bentuk infertilitas yang terjadi antara lain matinya
embrio yang masih muda karena pengaruh mikroorganisme atau terganggunya perlekatan embrio
pada dinding uterus (Melia, 2010).
Infeksi edometriris merupakan peradangan pada bagian uterus yang paling
ringan.Pada umunya disebabkan oleh infeksi jasad renik yang masuk ke dalam uterus
melalui cerviks dan vagina. Kuman – kuman yang sering masuk melalui cerviks dan
vagina adalah strepthoccus, staphylococcus, E.Coli berasal dari feses, mungkin pada
waktu inseminasi buatan, atau pertolongan distokia dan retensio. Endometriris ditandai
dengan sapi yang siklus berahinya normal, hanya saja saat dikawinkan sulit bunting,
sedangkan pada gejala endometriris klinis ditunjukkan dengan adanya leleran (lendir)
yang berwarna keruh atau keputihan (Yahya, 2017).

II.2 Gejala Klinis


Gejala klinis Endometritis sering tidak jelas, walaupun dilakukan pemeriksaan
transrektal atau vaginal terutama jika peradangan bersifat akut. Endometritis kronis yang
3
disertai dengan penimbunan cairan (hydrometra) atau nanah (pyometra), gejalanya akan
lebih jelas, terutama pada saat induk berbaring, akan ada cairan yang keluar dari vulva
yang berbentuk gumpalan nanah. Hal ini disebabkan karena uterus yang mengandung
nanah atau cairan tertekan diantara lantai kandang dengan rumen. Gejala lain yang
mungkin terlihat khususnya pada Endometritis akut adalah suhu yang meningkat disertai
demam, poliuria, nafsu makan menurun, produksi susu menurun, denyut nadi lemah,
pernafasan cepat, ada rasa sakit pada uterus yang ditandai dengan sapi menengok ke
belakang, ekor sering diangkat, dan selalu merejan. Pada pemeriksaan transrektal, uterus
teraba membesar dan dindingnya agak menebal (Melia, 2010).
Endometritis dapat besifat klinis dan subklinis. Klinis Endometritis ditandai
dengan adanya penyakit vagina mucopurulent putih atau kuning keputihan mengisi
(dikenal sebagai leukorrhoea atau putih) dalam sapi postpartum. Volume pembuangan
bervariasi mampu tetapi sering meningkat pada saat estrus ketika serviks membesar dan
ada banyak lendir divagina. Sapi yang terkena dampak tidak menunjukkan tanda-tanda
sistem penyakit tematik. Endometritis subklinis bersifat diisikan oleh neutrofil dalam
cairan luminal uterus, tetapi tanpa bahan bernanah terlihat (Noakes et al., 2009)

II.3 Patogenesa
Endometritis didahului oleh masuknya agen penyakit yaitu bakteri ke tubuh
hewan melalui saluran reproduksi, bakteri tersebut masuk pada saat partus maupun
postpartus. Hewan setelah partus kondisi lumennya sangat rentan terhadap pertumbuhan
bakteri. Partus abnormal seperti distokia, abortus dan retensi sekundinarium akan
menambah kontaminasi-kontaminasi bakteri lain penyebab infeksi (Kasimanickam et al.
2005).
Agen bakteri masuk melalui vagina menuju cervix sampai di uterus dan
berkolonisasi kemudian menyerang sel epitel pada saluran reproduksi (endometrium)
yang menyebabkan endometrium mengalami inflamasi. Inflamasi (peradangan) ditandai
dengan vasolidatasi (pembesaran) pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah
berlebihan pada area infeksi. Leukosit yang berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh
seperti netrofil dan monosit memfagositosis agen infeksi tersebut sehingga menghasilkan

4
akumulasi cairan abnormal (oedema) yang mengandung banyak sel darah putih yang
tertimbun didalam ruang ekstravaskuler yang bersifat eksudat (Kempist, 2013).
Menurut Kempist (2013) bakteri juga menyerang saluran reproduksi melalui
aliran darah (bakterimia) yang terjadi ketika partus abnormal seperti abortus. Bakteri
melalui aliran darah mengakibatkan septicemia yang ditandai dengan adanya gejala
demam, penurunan nafsu makan serta vulva kelihatan bengkak.

II.4 Predisposisi
Faktor predisposisi dari kasus Endometritis yaitu terjadi setelah perkawinan alami
dengan pejantan yang menderita penyakit menular, seperti brucellosis. Pelaksanaan
Inseminasi Buatan pada hewan besar juga mengakibatkan terjadinya Endometritis, hal ini
disebabkan karena adanya bakteri pada alat Inseminasi Buatan (Insemination Gun) atau
pada semen yang tercemar bakteri (Ball, 2004).

II.5 Diagnosa
Diagnosa Endometritis dapat didasarkan pada anamnese, pemeriksaan rektal,
pemeriksaan vaginal dan biopsi. Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan
menggunakan vaginoscope dengan melihat adanya lendir, lumen serviks agak terbuka
dan kemerahan di daerah vagina, serviks. Dengan pemeriksaan rectal akan teraba dinding
uterus agak kaku dan di dalam uterus ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai fluktuasi
(tergantung derajat infeksi). Biasanya pada kasus Endometritis beberapa kali dikawinkan
tetapi tidak bunting, siklus estrus diperpanjang kecuali pada Endometritis yang sangat
ringan (Subronto, 2003).

II.6 Diagnosa Banding


Diagnosa banding kasus Endometritis adalah pyometra. Pyometra merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan adanya infeksi/peradangan pada dinding uterus
hewan betina yang didalamnya ada timbunan nanah/pus dalam jumlah banyak. Penyakit
ini biasanya menyerang hewan-hewan kesayangan seperti anjing dan kucing.Diagnosa
yang lainnya yaitu mucometra, hydrimetra,hematometra,hydrocolpos, pyovagina,
pregnancy, metritis, placentitis, uterine torsion, dan peritonitis (Daris, 2017).
5
II.7 Prognosa
Prognosis tergantung pada keparahan infeksi dan efektivitas pengobatan.
Kesuksesan yang lebih besar terlihat dengan kasus endometritis ringan. Kasus
Endometritis yang terjadi bervariasi tergantung pada tingkat keganasan bakteri yang
menginfeksi, jumlah bakteri, dan ketahanan tubuh sapi. Kasus Endometritis dapat
menurunkan kesuburan/fertilitas bahkan sampai timbul kemajiran sehingga mengganggu
proses reproduksi (Subronto, 2003).

II.8 Pengobatan
Pengobatan Endometritis bisa dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk
membunuh mikroorganisme penyebabnya. Obat anti inflamasi perlu diberikan untuk
mengurangi proses peradangan pada endometrium. Pengobatan lainnya yang biasa
dilakukan pada hewan besar seperti pemberian antiseptik dilakukan dengan cara
menyemprotkan larutan antiseptik ke dalam uterus seperti larutan NaCl fisiologis. Tujuan
dari pemberian antiseptik untuk membunuh bakteri, meningkatkan mekanisme
pertahanan uterus dan meningkatkan aliran darah. Jenis antibiotik yang diberikan dalam
pengobatan Endometritis, yaitu antibiotik oxytetrasiklin (Sheldon, 2007).
Menurut Daris (2017) adapun obat yang diberikan antara lain:
a. Glucortin-20
Pemberian obat ini sebanyak 0,25 ml 1 kali sehari secara injeksi intramuskular. Tiap
ml Glucortin-20 mengandung dexamethason 2 mg. Sifat dexamethason merupakan
glukokortikosteroid long acting dengan masa kerja 48 jam, memiliki sifat anti inflamasi,
anti alergi, antistress serta dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Indikasi untuk
kortikosteroid dan anti inflamasi, efek samping dexamethasone adalah immunosupresi.
Farmakokinetik dexamethasone yaitu diabsorbsi pada saluran pencernaan secara cepat,
metabolisme dihati dan dikeluarkan melalui urin ataun feses.
b. Flagyl
Flagyldiberikan 1 ml 1 kali sehari secara oral. Flagyladalah antibiotik yang
mengandung zat aktif metronidazole. Flagyl mempunyai spektrum antibakteri yang
spesifik terhadap bakteri anaerobik dan flagyl. Indikasi flagyl adalah vaginitis,,
6
pencegahan infeksi pasca operasi, untuk mencegah infeksi bakteri anaerob serta untuk
giardiasis (infeksi yang disebabkan oleh Giardia lambiasis) Mekanisme kerja obat flagyl
oral sama dengan injeksi, yaitu menghambat sintesis asam nukleat dengan merusak DNA.
Obat ini bersifat bakterisidal. Absorbsi baik melalaui oral sekitar 80%, didistribusikan ke
dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk tulang, sekitar 30-60% dimetabolisme di hati
dan dieksresikan sebanyak 60- 80% melalui urin dan sebanyak 6-15% melalui feses.
c. Interflox
Interflox diberikan sebanyak 0,2 ml 1 kali sehari. Interflox termasuk golongan
quinolon generasi terakhir, bersifat bakterisidal. Komposisi: tiap ml Interflox-100®
mengandung enrofloxacin 100 mg. Sifat-Sifat: Interflox termasuk quinolon generasi
terakhir, bersifat bakterisidal, bekerja langsung pada inti sel bakteri, dengan cara 13
menghambat kerja enzim DNA-gyrase yang berakhir dengan kematian bakteri. Dosis
anjuran pada kucing sebanyak 5 mg/kg setiap 24 jam sedangkan pada anjing sebanyak 5-
20 mg/kg, pemberian dosis tinggi menyebabkan arthropaty pada anjing.
d. Biodin
Obat ini diberikan secara intramuscular sebanyak 1 ml 1 kali sehari.
Komposisi:Biodin, larutan injeksi steril yang setiap 100 ml mengandung: ATP 0.100,
sifat-Sifat: ATP membebaskan energi pada waktu peruraiannya. Indikasi yaitu ntuk
stimulasi tubuh secara umum terutama pada tonus otot dari semua species hewan seperti
pada keadaan berikut: Kelemahan otot akibat kerja keras, kelemahan otot akibat
transportasi, kelemahan otot akibat melahirkan, menjaga stamina kuda pacu dan anjing,
serta kelemahan diakibatkan oleh kekurangan makanan atau adanya infeksi.
Penggunaan prostaglandin terutama prostaglandin F2α sebagai terapi didasarkan pada
efek luteolisis. Lebih dari itu pemakaian prostaglandin F2α menyebabkan relaksasi
serviks dan pengeluaran leleran dari uterus. Prostaglandin F2α memperlihatkan
pengeluaran leleran yang lebih cepat dibandingkan terapi hormon lainnya. Terapi hormon
tidak dapat mengobati secara tuntas penyakit kistik Endometritis karena Endometritis
dapat terulang, oleh sebab itu dapat dilakukan tindakan pembedahan
ovariohysterectomy.Ovariohysterectomy adalah pengangkatan saluran reproduksi betina
secara keseluruhan yang meliputi ovarium, oviduk, kornua uteri, dan uterus. Prosedur ini
tidak hanya mencegah kebuntingan pada hewan tapi juga mengeliminasi siklus estrus.
7
Bedah ini akan mengangkat sumber produksi hormon, seperti estrogen dan progesteron
(Azizah dan Batan, 2018).

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Endometritis disebabkan oleh infeksi mikroorganisme pathogen, seperti bakteri ataupun
karena faktor eksternal.  Endometritis kronis yang disertai dengan penimbunan cairan
(hydrometra) atau nanah (pyometra), gejalanya akan lebih jelas, terutama pada saat induk
berbaring, akan ada cairan yang keluar dari vulva yang berbentuk gumpalan nanah.
2. Endometritis didahului oleh masuknya agen penyakit yaitu bakteri ke tubuh hewan melalui
saluran reproduksi, bakteri tersebut masuk pada saat partus maupun postpartus. Hewan
setelah partus kondisi lumennya sangat rentan terhadap pertumbuhan bakteri
3. Faktor predisposisi dari kasus Endometritis yaitu terjadi setelah perkawinan alami dengan
pejantan yang menderita penyakit menular, seperti brucellosis.
4. Diagnosa Endometritis dapat didasarkan pada anamnese, pemeriksaan rektal, pemeriksaan
vaginal dan biopsi.
5. Diagnosa banding kasus Endometritis adalah pyometra.
6. Prognosis tergantung pada keparahan infeksi dan efektivitas pengobatan. Kasus
Endometritis dapat menurunkan kesuburan/fertilitas bahkan sampai timbul kemajiran
sehingga mengganggu proses reproduksi
7. Pengobatan Endometritis bisa dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk membunuh
mikroorganisme penyebabnya. Obat anti inflamasi perlu diberikan untuk mengurangi proses
peradangan pada endometrium.

III.2 Saran
8
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan.Oleh karena itu, kami mengharapkan agar dosen pembimbing dan pembaca dapat
memberikan kami saran dan kritik yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah H dan Batan I W. 2018. Laporan Kasus: Kistik Endometritis pada Kucing Persia.
Indonesia Medicus Veterinus. 7(2): 177-184.
Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle 3rd ed. Great Britain: Blackwell Publishing
Daris M. 2017. Penaganan Kasus Endometritis Pada Kucing Di Salah Satu Klinik Hewan Di
Salah Satu Klinik Hewan Di Makssar. Fakultas kedokteran Hewa: Universitas
Hasanuddin.
Kasimanickam, R., J.M. Cornwell, and R.L. Nebel. 2006. Effect of presence of clinical and
subclinical Endometritis at the initiation of Presynch-Ovsynch program on the first
service pregnancy in dairy cows. Anim. Reprod. Sci. 95:214-223
Kempist B, dkk. 2013. Endometritis and pyometra in bitches: a review. Department of
Reproductive Biology, Leibniz Institute for Farm Animal Biology : Germany
Mahardi, Iga. 2015. Studi Kasus Endometritis Pada Kuda Berdasarkan Gambaran Ultrasound.
Bogor :IPB PRESS
Melia, J. 2010. Gambaran Ultrasonografi Organ Reproduksi Sapi Endometritis Yang Diterapi
Dengan Kombinasi Gentamicine, Flumequine Dan Analog Pgf2α Secara Intra Uteri.
IPB: Bogor.
Noakes D E., T J Parkinson dan G C W England. 2009. Veterinary reproduction and obstetrics.
Elsevier: China
Nuralam, Fitri Jati. 2015. Hubungan Retensio Sekundinae Dan Endometritis Pada Sapi Perah:
Studi Kasus Di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa
Barat. Bogor : IPB PRESS

9
Sheldon, M. 2007. Endometritis in Cattle : Pathogenesis, Consequences for fertility, Diagnosis
and theraupetic recommendations. London : University of London.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia). Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Yahya, M I. 2017. Tingkat Kejadian Gangguan Reproduksi Ternak Sapi Perah Di Kabupaten
Enrekang [Skripsi]. Universitas Hasanuddin: Makassar

10

Anda mungkin juga menyukai