Anda di halaman 1dari 13

MAKNA AD-DAKHI>L DAN AL-AS}I><L BESERTA SEJARAH

PERKEMBANGANNYA

Makalah :

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah

Al-Dakhil fi al-Tafsir

Oleh :

Nur Lailatul Fatimah (E93216140)

Nurul Badriyah (E93216144)

Miftahkul Wulansari (E93217073)

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Musyarrofah, S.Ag, M.HI

PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
Abstrak

al-Dakhi>l dan al-As}i>l adalah sebuah kajian dalam dunia tafsir yang
terbilang baru, meski pada dasarnya potensi al-Dakhi>l sudah ada sejak zaman pra
Islam, namun Istilah al-Dakhi>l pertama kali dicetuskan oleh Ibrahim Khalifah pada
tahun 1980 melalui bukunya al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r. al-As}i>l sendiri merupakan
penafsiran yang bersifat asli atau murni yang didapatkan dari sumber yang rajih.
Sedang al-Dakhi>l antonim dari al-As}i>l atau dapat difahami sebagai, sebuah
penafsiran yang bersumber pada hadis palsu, hadis lemah atau pendapat sahabat
yang tidak valid.
Pembahasan mengenai al-Dakhi>l tidak dapat dipisahkan dengan
israiliyat, sebab dalam perkembangannya al-Dakhi>l ada karena riwayat dari ahli
kitab. Seiring dengan perkembangannay al-Dakhi>l tidak hanya melalui jalur riwayat
melainkan juga jalur rasio atau akal. Bahkan ada pendapat yang mengatakan al-
Dakhi>l dapat melalui jalur isharah seperti yang dilakukan oleh beberapa sekte.
Seperti Bathiniyyah, Qa>diya>niyyah dan lain sebagainya.

A. Ta’rif al-Dakhi>l dan al-As}i>l


Secara bahasa kata al-dakhi>l berasal dari kata kerja ‫دخَل‬yang memiliki

arti masuk.1 Sedangkan dijelaskan pula bahwa kata al-dakhi>l berasal dari kata ‫دخ َل‬
ِ
yang berarti rusak. Atau bagian dalam yang rusak dan cacat.2 Pada kamus al-Muhi>t
mengartikan kata ‫ دخل‬sebagai penyakit yang masuk ke dalam tubuh dan akal

manusia.3 Ad-dakhi>l dimaknai sebagai seseorang yang masuk ke dalam kaum dan
menisbatkan dirinya pada mereka, meskipun bukan berasal dari golongan mereka.
Dan juga dapat diartikan sebagai kata asing yang dimasukkan ke dalam ucapan
Arab.4
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian al-dakhi>l secara bahasa adalah sesuatu yang masuk dan tidak memiliki
dasar yang kuat, tidak masuk dalam sebuah kelompok, sebuah penyakit atau
kerusakan.

1
Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi Metodelogi Kritik Tafsir, (Jakarta: Azzamedia, 2005), 85.
2
Maryam Shofa, al-Dakhi>l dalam Tafsi>r al-Jami’ li Ahkam Al-Quran Karya al-Qurthubi, S}uh}uf,
Vol.6, No.2, 2013
3
Majduddin Fairuzabadi, Qamu>s al-Muhi>t}, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1995) Jilid 3, 514.
4
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Lughoh wa al-A’lam, (Beirut: Da>r al-Masyriq, 2008), 208.
Sedangkan makna al-dakhi>l secara istilah, para ahli tafsir berbeda-beda
dalam menjelaskannya. Ibrahim Khalifah memaparkan bahwa al-dakhi>l adalah
sebuah tafsir yang tidak memiliki sumber yang jelas, baik berupa hadist-hadist
palsu atau lemah atau bersumber pada akal yang tidak sehat sehingga menimbulkan
perbedaan penafsiran. Sedangkan, Abd al-Wahhab F>a>yed berpendapat bahwa
makna al-dakhi>l secara istilah adalah menafsirkan alquran dengan metode dan cara
yang tidak berbasis pada ajaran dan ketentuan kitab umat Islam.5
Berbicara mengenai al-dakhi>l maka tidak dapat dipisahkan dengan kata
al-as}i>l, sebab al-as}i>l adalah antonim dari al-dakhi>l. al-as}i>l sendiri secara bahasa
berasal dari kata ‫ اصل‬yang berarti asal, dasar, pokok dan sumber. 6
Sedangkan secara istilah kata al-as}i>l dimaknai secara berbeda oleh para
mufassir, seperti Abdul Wahhab Fa>yed misalnya, beliau memaknai al-as}i>l dengan
mengrucutkan menjadi dua pengertian. Pertama, tafsir yang mempunyai asl usul,
dasar dan dalil yang jelas dari agama. kedua, tafsir yang ruh dan nafasnya
bersandarkan pada alquran, sunnah, pendapat para sahabat dan tabi’in. 7
selain
Abdul Wahhab Fa>yed, Jamal Mustafa juga memaparkan pendapatnya mengenai
pengertian al-as}i>l, menerut beliau al-as}i>l adalah penafsiran yang ditetapkan
berdasarkan alquran, hadis, perkataan sahabat atau tabi’in, yang diterima atau suatu
pendapat yang berasal dari tafsir bil ra’yi yang benar. 8
B. Klasifikasi al-Dakhi>l dan al-As}i>l

Secara garis besar al-dakhi>l diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu, al-


dakhi>l fi al-ma’tsur, al-dakhi>l fi al-ra’y dan al-dakhi>l fi ishari yang kemudian
masing-masing bagian dijelaskan sebagaimana berikut.9 :

1. al-dakhi>l fi al-ma’tsur atau riwayat meliputi Hadits maudhu atau palsu


hadits dhaif atau lemah riwayat israiliyat yang bertentangan dengan Alquran
dan Sunnah, juga israiliyat yang tidak didukung oleh ajaran agama,

5
Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi Metodelogi Kritik Tafsir, (Jakarta: Azzamedia, 2005), 85.
6
Ibid., 110.
7
Ibid., 111.
8
Fathul Bari, Disertasi: Dakhil dalam Kitab Tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, (Surabaya
IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).
9
Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi, ....128.
pendapat sahabat dan tabiin yang tidak valid, pendapat sahabat dan tabiin
yang bertentangan dengan Alquran sunnah serta hukum dan tidak dapat
dikompromikan.
2. al-dakhi>l fi al-ra’y atau rasio meliputi tafsir yang didasari niat buruk
terhadap ayat-ayat Allah, penafsiran atas ayat-ayat dan syariat Allah dengan
mengabaikan sisi literal ayat, penafsiran yang tidak berbasis pada prinsip
dan kaidah tafsir yang baku.
3. al-dakhi>l fi ishari atau intuisi meliputi antara lain tafsir yang bersumber dari
sekte tertentu yang tidak mengindahkan makna ayat.
Untuk mengetahui lebih rinci berikut adalah contoh al-dakhi>l dalam
tafsir dan tabel klasifikasinya :
Contoh al-dakhi>l berupa penafsiran yang dilakukan oleh aliran
Qa>diya>niyyah terkait dengan QS. al-Ahzab 40.10
ََ‫َم ْن َ رِج الِكُ ْم َو لَٰ كِ ْن َرسُ ول َال لَّهِ َوخ ات م َال نَّبِ ي ين َۗ َوك انََال لَّهََُ بِكُ ل‬
ِ ٍ‫م اَك ان َم ح َّم ٌد َأ ب اَأ ح د‬
ُ
‫ش ْي ءٍََع لِ يمَا‬
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. QS. al-Ahzab 40

Aliran ini berpendapat bahwa lafadz َ‫ خ ات م َال نَّ بِ ي ين‬bermakna ‫افضلَالنبيين‬

(Nabi yang paling utama) pendapat yang seperti itu didasarkan pada
beberapa pendapat seperti sabda Nabi kepada Abbas: Kamu adalah
paling utama orang yang berhijrah diantar para muhajirin, begitupula
aku utamanya Nabi dalam kenabian.
Penafsiran yang dilakukan aliran Qa>diya>niyyah menurut
Muhammad al-Khudri adalah sebuah penafsiran yang ba> t } i l. Sebab
menurut beliau hadis yang digunakan tidak memiliki makna seperti itu.
Beliau menyandarkan pendapatnya pada kitab “Usd al-Ghaba> h “ di dalam
kitab tersbut dijelaskan bahwa suatu ketika Abbas meminta izin kepada

10
Ahmad Fakhruddin Fajrul Islam, al-Dakhi>l fi> al-Tafsi>r , Tafaqquh, Vol.2 no.2, 2014.
Rasul untuk hijrah, kemudian rasul bersabda kepadanya “wahai paman
diamlah kamu ditempatmu, sebab Allah SWT telah mengakhirkanmu
untuk berhijrah. Sebagaimana Allah telah menja dikan aku sebagai akhir
kenabian.” Dari keterangan tersebut dapat dikatakan bahwa hadis dengan
redaksi ‫ انت َخاتم َالمهاجرين‬bermakna bahwa Abbas adalah orang terakhir

yang hijrah dari Makkah ke Madinah, hal ini sejalan dengan sabda Nabi
SAW: “ Tidak ada hijrah setelah penaklukan Makkah”.
Tabel klasifikasi al-dakhi>l
No. Klasifikasi al-dakhi>l Sumber Bentuk atau macam

1. al-dakhi>l fi al- Riwayat (sunnah, 1. Isra’iliyat


ma’tsur pendapat sahabat, 2. Hadis palsu
dan tabi’in serta 3. Hadis lemah
isra’iliyat. 4. Pendapat sahabat
atau tabi’in yang
tidak valid
2. al-dakhi>l fi al-ra’y Rasio atau ijtihad 1. Tafsir yang
didasari niat
buruk terhadap
ayat-ayat Allah.
2. Tafsir yang
tekstual, tanpa
memperhatikan
makna ayat.
3. al-dakhi>l fi ishari Hati atau intuisi 1. Tafsir yang
dilakukan oleh
sekte tertentu.
2. Tafsir sebagian
kaum sufi yang
menafikan makna
dan tidak
memiliki
argumen yang
kuat.

Sesuai dengan pengertiannya yang bermakna sumber, maka al-As}i>l


sebgagai sumber yang murni dapat diklasifikasikan menjadi 5 bagian yaitu, (1)
alquran, (2) Sunnah yang shahih, (3) pendapat sahabat dan tabi’in yang valid da
dapat dipertanggung jawabkan, (4) kaidah bahasa arab yang disepakati mayoritas
ahli bahasa, (5) ijtihad yang bebasis pada data, kaidah teori dan argumentasi yang
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Beberapa sumber tersebut dijelaskan
sebagaimana berikut11:

1. Al – Quran
Al – Quran dijadikan sebagai sumber penafsiran pertama dan utama karena
memiliki otoritas tertinggi untuk menjelaskan dirinya sendiri.
Pertanyaannya kemudian bagaimana cara Al-Quran menjelaskan /
menafsirkan dirinya sendiri , fayed mengungkapkan beberapa cara yang
dilakukan Al-Quran untuk menjelaskan dirinya sendiri yaitu (1)tafsir al
mujaz (merinci yang ringkas / global), (2) bayan al – mujmal (menjelaskan
yang belum jelas / mujmal), (3) takhsis al-‘am (mengkhususkan yang
umum), (4) taqyid al mutlaq (membatasi yang tidak terbatas), (5) penjelasan
dengan cara naskh (penghapusn/pengganti), (6) al-taufiq bayna ma yuhim
al-ta’arud (mengkompromikan ayat-ayat yang terkesan berlawanan), (7)
melalui qiro’at atau bacaan al – quran.
2. Sunnah Nabi Muhammad SAW
Sumber kedua penafsiran Al-Quran adalah sunnah Nabi. Beberapa ayat
yang mendasari hal ini adalah Q.S An-Nahl [16]: 44 dan 64. Sementara
hadis nabi yang melandasinya adalah “ hendaklah kalian berpegang teguh
pada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat peunjukku

11
Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi Metodelogi Kritik Tafsir, (Jakarta: Azzamedia, 2005), 129-
141.
sesudahku. Gigit (pegang erat) sunnah tersebut dengan gigi geraham.”
(H.R Tirmidzi). Fayed menjelaskan beberapa metode menafsirkan Al-
Quran dengan sunnah, antara lain (1) bayan al mujmal (menjelaskan ayat-
ayat yang global), (2) taqyid al mutlak (membatasi yang mutlak), (3) takhsis
al –‘am (mengkhusukan yang umum), (4) taudih al-musykil (menjelaskan
yang ambigu), (5)bayan al-naskh (penjelasan dengan cara mengapus
/mengganti), (6) bayan al-ta’kid (penjelasan untuk menegaskan dan
menguatkan), (7) taqrir ma sakata ‘anhu al – quran (menetapkan hukum
yang belum disebutkan dalam al-quran).
3. Pendapat sahabat dan tabi’in
Sepeninggal Rosulullah, sahabat menjadi rujukan dalam penafsiran Al-
quran. Demikian sebab mereka adalah generasi yang paling tahu mengenai
hal ihwal Al-quran, mulai dari proses penurunan hingga pemahaman dan
aplikasi ajaran Al-Quran dalam keseharian. Dalam dunia penafsiran,
sahabat merujuk kepada Al-Quran, sunnah dan jika tidak didapatkan
keterangan dari keduanya maka mereka akan berijtihad sendiri dan sangat
sedikit yang merujuk paa data-data israilliyat.
4. Bahasa arab
Sebagai sumber penafsiran sebelumnya, menurut fayed adalah bahasa Arab.
Bahasa arab dijadikan saah satu sumber otentik penafsiran, sebab al – quran
diturunkan degan menggunakan bahasa arab. Menurut fayed yang dimaksud
dengan merujuk kepada bahasa arab adalah merujuk pada syair, puisi, prosa,
surat – surat dan dialek arab. Selain itu penafsir juga harus merujuk kepada
kaidah bahasa arab. Ang dimaksud adalah makna osa kata, diksi, penjelasan
kaliamat, gaya bahasa yang meliputi : badi’, ma’ani, bayan, dalalah.
5. Ijtihad (rasio)
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Nabi saw tidak menafsiran
semua isi al-quran dan riwayat yang shahih mengenai penafsiran Al-Quran
juga jumlahnya sangat sedikit. Karena itu penggunaan rasio dalam dunia
pefsiran adalah keniscayaan yang tak terelakkan.
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai al-as}i>l berikut adalah contoh al-
as}i>l dalam tafsir dan tabel klasifikasinya:
Contoh al-as}i>l berikut ini merupan bentuk penafsiran alquran bi alquran
yang terkandung dalam Q.S Mujadalah [58]:3
ِ ٍ‫َم ن َنِس ائِهِ م َثُمَّ َي ع ود ون َلِم اَق ا لُواَف ت ح رِير َرق ب ة‬
ِ ِ ِ
َ َۗ‫َم ْن َق بْ ِل َأ ْن َي ت م ا سَّ ا‬ ُ ْ ُ ُ ْ ْ ‫وا لَّذ ين َيُظ اه ُرون‬

ٌٌَ ‫ذَٰ لِ ُك ْمََتُوع ظُونََ بِهََِۗ َوال لَّهََُ بِم اَت عْ م لُونََخ بِير‬

kata ٍَ‫( رق ب ة‬budak), pada ayat ni tidak dibatasi dengan kata apapun

(mutlak) sehingga budak yang dimaksd pada ayat ini adalah semua jenis budak.
Namun ayat tersebut kemudian dibatasi dengan QS.an-Nisa: 92
ِ ْ ‫وم اَك ان َلِ ُم ْؤ ِم نٍ َأ ْن َي ْق تُل َمُ ْؤ ِم ن اَ إِ ََّّل َخ ط أ َۗ َوم ْنََق ت لََمُ ْؤ ِم ن اَخ ط أََف ت‬
ٍََ‫َيرََرق ب ة‬
ُ ‫حر‬
ََ‫َد وََل كُ ْم‬ ٍ ِ ‫م ْؤ ِم ن ةٍََو دِ ي ةٌََم س لَّم ةٌََ إِل ىََأ ه لِ هََِ إِ ََّّلََأ ْنََي صَّ َّد قُواَۗ َف إِ ْنََك ان‬
ُ ‫ََم ْنََق ْومََع‬ ْ َٰ ُ ُ
ِ ‫ََم نََق و ٍمََب ي ن كُ مََوب ي ن ه م‬
ٌٌََ ‫ََمَيَ ا‬ ِ ِ ٍ ِ ٍ ِ ِ
ْ ُ ْ ْ ْ ْ ْ ‫يرََرق ب ة َمُ ْؤم ن ة َۗ َو إ ْنََك ان‬
ُ ‫و ُه وََمُ ْؤم نٌََف ت ْح ر‬
ِ ‫ف دِ ي ةٌََم س لَّم ةٌََ إِل ىََأ ه لِ هََِو ت ح رِيرََرق ب ةٍََم ْؤ ِم ن ةٍََۗ َف م نََل مََي ِج ْدََف‬
ََِ‫ص يَامََُش ْه ريْن‬ ْ ْ ُ ُ ْ ْ َٰ ُ
‫ََم نََال لَّهََِۗ َوك انََال لَّهََُع لِ يمَاَح كِ يم ا‬
ِ ‫م ت ت ا بِع ي نََِت وب ة‬
ْ ْ ُ
Qs. an-Nisa:92 ini kemudian menjadi muqayyad dari QS.al-

Mujadilah:40, sehingga lafadz ٍَ‫ رق ب ة‬yang semula dimaknai umum, baik budak kafir

atau mukmin dalam ayat ini dibatasi dengan lafadz ٍَ‫رق ب ةٍَ َمُ ْؤ ِم ن ة‬ sehingga yang

dikehendaki dari ayat tersbut adalah budak yang mukmin. Hal ini juga
sependapat dengan Zarkasyi yang berpendapat bahwa ketika ditemukan suatu
dalil yang mengikat kata yang mutlaq maka yang mutlaq harus ditafsirkan
dengannya (muqayyad).12
Tabel klasifikasi al-as}i>l :

12
Muhammad Ulinnuha, ad-Dakhi>l fit Tafsi>r, (Jakarta:QAF, 2019), 83-84.
No. Sumber Autentik Cara Kerja / Bentuk
1. Al – Quran  Tafsir al-mujaz (merinci yang
ringkas/global)
 Bayan al – mujmal (menjelaskan
yang beum jelas)
 Takhsis al-am (menghususkan yang
umum )
 Taqyid al mutlak (membatasi yang
tidak terbatas )
 Penjelasan dengan cara naskh
 Al taufiq bayna ma yuhim al-ta’rud
 Melalui qiroat atau bacaan alquran
2. Sunnah Nabi saw  Bayan al mujmal (menjelaskan ayat
yang global)
 Taqyid al – mutlak (mengkhuukan
yang mutlak)
 Taqyid al – am (menghususkan
yang umum)
 Taudih al musykil (menjelaskan
yang ambigu)
 Bayan al – naskh
 Bayan al-ta’kid (menegaskan dan
menguatkan )
 Taqrir ma sakata anhu al quran
(menetapkan hukum yang belum
disebutkan dalam al-quran)
3. Pendapat sahabat / tabi’in  Pendapat yang disepakati (mujma’
alaih)
 Pendapat yang dipersilisihkan
(mukhtalaf fih)
 Pendapat mengenai hal – hal supra
rasional
 Pendapat yang terkait wilayah
ijtihad.
4. Bahasa Arab  Syair, puisi, prosa, surat –
menyurat, dan dialek arab
 Kaidah dan rahasia – rahasia bahasa
arab, meliputi anatara lain :kosa
kata, susunan, dan penjelasan
kalimat.
 Gaya bahasa yang meliputi ;
keindahan, ketepatan, kejelasan,
semantik, dan berbagai aturan main
gramatikal dan sastra arab.
5. Ijtihad  Tafsir ijtihad yang sesuai dengan
dalil syar’i dan kaidah bahasa arab.
Tafsir semacam ini dicari dan
menjadi sumber rujukan yang
autentik
 Tafsir ijtihad yang tidak sesuai
dengan dalil syar’i dan kaidah
bahasa arab. Yang smacam ini tidak
recomended dan tertolak.

C. Sejarah Perkembangan al-Dakhil


Pada dasarnya potensi ad-dakhi>l telah ada sejak praIslam. Sebelum
datangnya Islam ke Jazirah Arab, kelompok Ahli Kitab yang sebagian besar orang
Yahudi telah menetap di daerah tersebut. Mereka berhijrah ke Jazirah Arab sekitar
tahun 70 M. tempat tinggal mereka berada di kota Yasrib. Tujuannya datang ke
Jazirah Arab ialah kaena adanya sebuah ramalan yang menyatakan bahwa akan ada
seorang utusan akhir zaman yang akan menggantikan Nabi Musa kelak untuk
mengembalikan mereka ke tanah suci sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan.
Selain di kota tersebut, sebagian Ahli Kitab juga ada yang hidup berkelompok di
Yaman dan Yamamah.13
Interaksi sosial yang berlangsung lama menyebabkan terjadinya
pertukaran kultur dan budaya antara bangsa Yahudi dan bangsa Arab. Ketika
Rasullah dengan para sahabat berdakwah dengan ditemani kaum Muhajirin ke kota
Madinah, maka timbul suatu komunikasi anatara kedua kaum tersebut. Hubungan
tersebut semakin terjalin ketika beberapa orang Yahudi yang mulai masuk Islam.
Masuknya orang-orang Yahudi tersebut menjadi salah satu rujukan para sahabat
dalam menafsirkan Al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan umat terdahulu.
Dengan begitu, maka masuknya ad-dakhi>l memiliki dua sebab, yang Pertama,
ketika Rasulullah berdakwah di Yasrib terjadi interksi antara kaum Yahudi dengan
Nabi dan para sahabat. Kedua, ketika beberapa orang Yahudi masuk Islam dan
sahabat mulai bertanya mengenai isi kitab Taurat dan Injil, terutama mengenai umat
terdahulu yang hanya dijelaskan secara global dalam Al-Qur’an. Namun pada
zaman Nabi perkembangan ad-dakhi>l masih sangat pasif karena Al-Qur’an yang
diturunkan secara berangsur sehingga tidak semua masalah harus ditanyakan

13
Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi Metodelogi...,54-55. Lihat Juga Rofiq Junaidi, Al-Ashil wa
Ad-Dakhil fi Tafsir, Al-A’raf, Vol. XI, Juli-Desember 2014, No. 2, 74.
kepada Ahli Kitab dan pada masa itu orang-orang muslim sangat berhati-hati
dengan tradisi dan kebudayaan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani.14
Pada mulanya Rasulullah melarang untuk bertanya menganai umat
terdahulu kepada Ahli Kitab, namun seiring berjalannya waktu, Nabi mengizinkan
sahabat meriwayatkan cerita-cerita Israiliyyah selama tidak bertentangan dengan
syari’at Islam. Kemudian pada masa tabi’in riwayat-riwayat Israiliyyat semakin
marak hingga sulit untuk dideteksi antara yang benar dan yang bohong. Untuk itu
perkembangan ad-dakhi>l dari jalur riwayat menjadi semakin pesat.15
Adapun munculnya ad-dakhi>l dalam tafsir bi ar-ra’yi menurut beberapa
ulama memiliki beberapa sebab, dan yang paling utama ialah karena mufassir yang
sangat subjektif dalam memaknai lafadz Al-Qur’an tanpa melihat konteks dan
makna lain yang memungkinkan dalam ayat tersebut, sehingga terkadang hanya
menafsirkan ayat secara z}a>hir saja.16
Beberapa faktor yang menjadikan ad-dakhi>l semakin berkembang
adalah:17
1. Faktor Politik dan Kekuasaan
2. Faktor Kebencian Terhadap Islam
3. Faktor Fanatisme
4. Faktor Perbedaan Maz}hab
5. Faktor Ketidaktahuan

Praktik ad-dakhi>l telah dilakukan sejak lama seperti yang telah


dipaparkan di atas, namun istilah ad-dakhi>l wa al-as}i>l dicetuskan pertama kali oleh
Ibrahim Abdurrahman Khalifah pada tahun 1980-an melalui ad-dakhi>l fi> al-Tafsi>r.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, hadis}-hadits} maudhu banyak bermunculan
dikalangan muslim, dan perpecahan yang menimbulkan pandangan berbeda
terhadap paham keagamaan mereka sehingga berpengaruh pada penafsiran Al-
Qur’an. Menurut Ibrahim Khalifah, pandangan keagamaan mereka merupakan

14
Ibid., 56-58.
15
Ibid., 59.
16
Ibid., 59.
17
Ibid., 62-74.
bentuk penyipangan terhadap sebagian Al-Qur’an. Oleh karena itu ia
menganggapnya sebagai ad-dakhi>l.18

Selanjutnya ad-dakhi>l wa al-as}i>l menjadi sebuah konsep yang utuh di


tangan tokoh tersebut sebagai kelanjutan dari pembahasan israiliyyat dan hadis}
maudhu’ pada tokoh-tokoh sebelumnya. Kategori ad-dakhi>l yang ditulis oleh
Ibrahim tidak hanya membahas mengenai keduanya akan tetapi ketentuan lain
sesuai dengan ijtihadnya. Pada dasarnya ad-dakhi>l telah disinggung oleh Husain
Ad-dzahabi dalam kitabnya Al-Tafsir wa Al-Mufassirun. Namun hanya sebatas
sindiran sehingga belum menjadi suatu konsep yang utuh. Setelah Ibrahim
Khalifah, banyak juga tokoh yang membahas kembali konsep ad-dakhi>l dalam
formulasi yang tak jauh berbeda darinya. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah
Ibrahim Nayit, Jum’ah Ali Abdul Qadir, Ibrahim Syu’aib, dan Abdullah al-Awari.19

D. Kesimpulan
Al-Dakhi>l secara bahasa adalah sesuatu yang masuk dan tidak memiliki
dasar yang kuat, atau dapat juga diartikan sebuah penyakit atau kerusakan.
Sehingga apabila dalam dunia tafsir al-Dakhi>l dapat difahami sebagai sebuah
penafsiran yang mengandung sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
sehingga menyebabkan penafsiran tersebut menjadi rusak. Sumber tersebut dapat
berupa hadis yang lemah, hadis palsu, pendapat sahabat yang tidak valid, dan
israiliyat. Sedang al-as}i>l adalah kebalikan dari al-Dakhi>l yang berarti sumber atau
asli.
Klasifikasi al-Dakhi>l terbagi menjadi 3 bagian yakni, yakni al-Dakhi>l
dari jalur riwayat, al-Dakhi>l dari jalur rasio, dan al-Dakhi>l dari jalur isharah.
Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai al-as}i>l adalah alquran, sunnah Nabi,
pendapat sahabat, bahasa arab dan ijtihad.
Pada dasarnya potensi al-Dakhi>l sejatinya sudah ada sejak zaman
praIslam sebab pada masa itu kelompok ahli kitab sudah menetap di Jazirah Arab

18
Moh Alwi Amru Ghozali, Menyoal Legalitas Tafsir (Telaah Kritis Konsep Al-Ashil Wa Al-
Dakhil), Tafsere, Vol. 6, 2018, No. 2, 70-72.

19
Ibid., 72-73.
dan saat Islam masuk dan berkembang sebagai agama mereka hidup berdampingan
sehingga pada saat itu terjadi pertukaran kultur antara bangsa Yahudi dan Arab. al-
Dakhi>l kemudian terus berkembang seiring dengan dakwah Nabi ke Yastrib yang
menyebabkan komunikasi anatara Nabi, sahabat dan masyarakat Yastrib. Meski
praktik al-Dakhi>l sudah ada sejak zaman dahulu, namun orang pertama yang
mencentuskan al-Dakhi>l adalah Ibrahim Abdurrahman Khalifah pada tahun 1980-
an melalui ad-dakhi>l fi> al-Tafsi>r.
E. Daftar Pustaka

Shofa, Maryam. 2013. al-Dakhi>l dalam Tafsi>r al-Jami’ li Ahkam Al-Quran Karya
al-Qurthubi. S}uh}uf. Vol.6. No.2.
Manzhu>r, Ibn. 1993. Lisa>n al-‘Arab, Beirut: Da>r al-al-Kutub al-Ilmiyah. Jilid 3.
Fairuzabadi, Majduddin. 1995. Qamu>s al-Muhi>t}. Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah.
Jilid 3.
Ma’luf, Louis. 2008. Al-Munjid fi Lughoh wa al-A’lam. Beirut: Da>r al-Masyriq.
Ulinnuha, Muhammad. 2005. Rekonstruksi Metodelogi Kritik Tafsir. Jakarta:
Azzamedia.
Bari, Fathul. 2013. Disertasi: Dakhil dalam Kitab Tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar
al-Ta’wil. Surabaya IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Junaidi, Rofiq. Juli-Desember 2014. Al-Ashil wa Ad-Dakhil fi Tafsir. Al-A’raf. Vol.
XI. No. 2.
Ghozali, Moh Alwi Amru. 2018. Menyoal Legalitas Tafsir (Telaah Kritis Konsep
Al-Ashil Wa Al-Dakhil). Tafsere. Vol. 6. No. 2.

Ulinnuha, Muhammad. 2019. Ad-Dakhi>l fit-Tafsi>r: Cara Mendeteksi Adanya


Infiltrasi dan Kontaminasi dalam Penafsiran al-Quran. Jakarta: QAF.

Fakhruddin, Ahmad. 2014. Al-Dakhi>l fi al-Tafsi>r: Studi Kritis Dalam Metodologi


Tafsir. Tafaqquh. Vol. 2. No.2.

Anda mungkin juga menyukai