Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA

Dosen Koordinator : H.Hikmat Rudyana, S.Kp., M.Kep

Dosen Pembimbing : H.Hikmat Rudyana, S.Kp., M.Kep

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar Profesi

Oleh :

Atlastieka Nurfanty Salsabilla

NPM. 214121009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA

A. Konsep Teori Asthma


1. Definisi
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan

karena hiperaktivitas terhaap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,

penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan diantar episode penyempitan

bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal [ CITATION Nur151 \l

1033 ].

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan

yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan

rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat

revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan [ CITATION Dep09 \l 1033 ].

Asma Bronkial adalah kelainan yang berupa inflamasi kronik saluran

pernapasan yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan

yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan

rasa berat di dada [ CITATION Ast17 \l 1033 ].

2. Klasifikasi
a. Berdasarkan Penyebab

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1.) Ekstrinsik (alergik)

Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh

faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu binatang,

obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan

terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik biasanya

sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi

dalam keluarganya.

2) Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus

yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma

ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan

mengalami asma gabungan.

3) Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari

bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Berdasarkan frekuensi kemunculan gejala

Berdasarkan frekuensi kemunculan gejala asma dapat dibagi menjadi:

1) Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali

dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan.

Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.

2) Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan

serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma

malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif

menurun.
3) Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah

mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma

malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali

dalam seminggu. Faal paru menurun.

4) Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.

Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat

menurun

c. Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:

Klasifikasi Derajat Berat Serangan Asma menurut GINA


Karakteristik Ringan Sedang Berat
Aktivitas Dapat berjalan, Jalan terbatas, Sukar berjalan,
Dapat Lebih suka Duduk
berbaring duduk membungkuk
ke
Depan
Bicara Beberapa Kalimat Kata demi kata
kalimat terbatas
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya
terganggu terganggu terganggu
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering > 30
kali/menit
Retraksi otot Umumnya Kadang kala Ada
bantu napas tidak ada ada
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi <100 100-200 >120

Pulsus Tidak ada Mungkin ada Sering ada


paradoksus (<10mmHg) (10-25 mmHg) (>25 mmHg)
APE sesudah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
(%prediksi)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg <45 mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

d. Berdasarkan tingkat kontrol asma GINA membaginya kedalam asma terkontrol


sempurna, asma terkontrol sebagian, dan asma tidak terkontrol

Klasifikasi Asma Berdasarkan Kontrol Asma


Karakteristik Kontrol Terkontrol Tidak
Penuh Sebagian Terkontrol
(Semua (Salah
Kriteria) satu/minggu)
Gejala harian Tidak ada >2x/mgg ≥3/mgg
(≤2x/mgg)
Keterbatasan Tidak ada Ada Gambaran
Aktivitas asma terkontrol
Gejala Tidak ada Ada
sebagian Ada
nokturnal/terbangun
dalam setiap
karena asma
minggu
Kebutuhan pelega Tidak ada >2x/mgg 1x/mgg
(≤2x/mgg)
Fungsi paru Normal <80%prediksi/nilai
(APE/VEP1) terbaik
Eksaserbasi Tidak ada ≥1/tahun

3. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asthma.

a. Faktor predisposisi

1.) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma

bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran

pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

1.) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a.) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b.) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obatobatan.

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan,

logam dan jam tangan.

2.) Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan

asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim

hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin

serbuk bunga dan debu.

3.) Stress Stress/Gangguan Emosi

Dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat

serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu

diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya

belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

4.) Lingkungan Kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

5.) Olah Raga/Aktifitas Jasmani yang Berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan

serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah

selesai aktifitas tersebut.

4. Patofisiologi dan Pathway


Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme

otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus

intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan

resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,

penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,

perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus,

obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat

perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-

gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.


Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen

menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.

Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin

berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang

pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi

kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma

mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau

sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak

hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme,

pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

5. Manisfestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi

(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk

kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan

berat didada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma

atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan

muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi

bronchial di laboratorium.

2. Asma tingkat II

Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada

kelainan, etapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran

pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

3. Asma tingkat III

Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik

dan

tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak

sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

4. Asma tingkat IV

Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu

dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini

dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :

a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

b. Sianosis

c. Silent Chest

d. Gangguan kesadaran

e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

5. Asma tingkat V

Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis. Beberapa

serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang

lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi

apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

6. Komplikasi
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

b. Chronic persisten bronhitis

c. Bronchitis

d. Pneumonia

e. Emphysema

f. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang

lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup

(Smeltzer,2002).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

1) Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal

eosinofil.

2) Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel

3) cabang-cabang bronkus

4) Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

5) Terdapatnya neutrofil eosinofil


b. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan

leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

c. Gas analisa darah

Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian

PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk

1) Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi

2) Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

3) Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu

seranggan,dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

4) Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya

dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

d. Foto rontgen

Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan

asma,

gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah,

dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila

terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

1) Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

2) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang

bertambah.

3) Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada

paru.
e. Pemeriksaan faal paru

1) Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan

tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien

menunjukkan penurunan tekanan sistolik.

2) Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada

seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering

terjadi pada asma yang berat.

f. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga

bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

1) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan

rotasi

searah jarum jam Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat

RBBB

2) Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau

terjadinya relatif ST depresi.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik

dan pengobatan farmakologik.

1. Pengobatan Non Farmakologik

a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit

asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta

menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.


b. Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada

lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor

pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat

dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan Farmakologik

a. Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara

semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah

metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b. Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila

golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang

dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

c. Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang

baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol

(beclometason

dipropinate) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian

steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid

jangka

lama harus diawasi dengan ketat.


d. Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya

berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari

e. Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya

dapat diberikan secara oral.

f. Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat

bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit

dilanjutkan drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20

mg/kg bb/24 jam.

d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f. Antibiotik spektrum luas.


B. Asuhan Keperawatan Asthma (Teori)
1. Pengkajian/ Pemeriksaan Fisik Sesuai Data Fokus
1. Pengkajian Primer Asma

a. Airway

1) Peningkatan sekresi pernafasan

2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing

b. Breathing

1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,

retraksi.

2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan

3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis

c. Circulation

1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi

2) Sakit kepala

3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah

4) Papiledema

5) Urin output meurun

d. Dissability

Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan

neurologi

dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2. Pengkajian Sekunder Asma

a. Anamnesis

Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan


berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan.

Gejala

asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri

(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang

hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat

ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan

tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang

paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba

dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada

yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.

b. Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis

asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk

mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :

1) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara

bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,

penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan

posisi istirahat klien.

2) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta

adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna

rambut, kelembaban dan kusam.

3) Thorak

a) Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya

peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat

dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.

b) Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.

c) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma menjadi datar dan rendah.

d) Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari

4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan wheezing

c. Sistem pernafasan

1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan

seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi

kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau

kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.

2) Frekuensi pernapasan meningkat


3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.

4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang

disertai ronchi kering dan wheezing.

5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi

bahkan mungkin lebih.

6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter

anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.

b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otototot

bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak

retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping

hidung.

7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan

dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent

chest), sianosis.

d. Sistem kardiovaskuler

1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat

2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

a) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.

b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah

sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih

daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau

lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama

jantung.

2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan

produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –

alveolar.

c. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan

antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017).

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. SDKI SLKI SIKI
Bersihan jalan nafas Bersihan jalan napas tidak efektif Manajemen Jalan Napas
Setelah dilakukan tindakan Definisi: mengidentifikasi dan
tidak efektif
keperawatan selama 2x24 jam mengelola kepatenan jalan napas.
berhubungan dengan
diharapkan masalah bersihan jalan Tindakan
tachipnea, napas membaik, dengan kriteria Observasi
peningkatan hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi,
produksi mukus, 1. Jalan nafas paten kedalaman, usaha napas)
kekentalan sekresi 2. Sekret berkurang 2. Monitor bunyi napas tambahan
dan bronchospasme. 3. Frekuensi nafas dalam batas (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
normal kering)
4. Kilen mampu melakuan Batuk 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
efektif dengan benar aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
2. Posisikan semi-Fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Latihan Batuk Efektif


Definisi: Melatih pasien yang tidak
memiliki kemampuan batuk efektif
secara efetif untuk membersihkan
laring, trakeadan brounklolus dari
sekret atau benda asing di jalan
nafas.
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan

Terapeutik
1. Atur posisi semi fowler atau
fowler
2. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
3. Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
2. Anjurkan Tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
3. Anjurkan mengulang Tarik napas
dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu

2. SDKI SLKI SIKI


Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Setelah dilakukan tindakan Definisi: Mengumpulkan dan
pertukaran gas
keperawatan selama 2x24 jam menganalisis data untuk memastikan
berhubungan dengan
diharapkan masalah gangguan kepatenan jalan napas dan
perubahan membran pertukaran gas membaik, dengan keefektifan pertukaran gas.
kapiler – alveolar kriteria hasil: Tindakan
1. Dispnea menurun Observasi
2. Bunyi napas tambahan menurun 1. Monitor frekuensi, irama,
3. Takikardia membaik kedalaman, dan upaya napas
4. Pola napas membaik 2. Monitor pola napas (seperti
bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen

Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Terapi Oksigen
Definisi: Memberikan tambahan
oksigen untuk mencegah dan
mengatasi kondisi kekurangan
oksigen.
Tindakan
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitas pemberian
oksigen
5. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen

Terapeutik
1. Bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan
napas
3. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur.

3. SDKI SLKI SIKI


Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
efektif berhubungan keperawatan selama 2x24 jam Observasi:
diharapkan inspirasi atau ekspirasi
dengan penyempitan 1. Monitor pola nafas,
tidak memberikan ventilasi adekuat
bronkus monitor saturasi oksigen
membaik dengan kriteria hasil:
1. Dipsnea menurun
2. Monitor frekuensi, irama,
2. Penggunaan otot bantu nafas kedalaman dan upaya
menurun nafas
3. Frekuensi nafas membaik 3. Monitor adanya sumbatan
4. Kedalaman nafas membaik jalan nafas
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien.
Edukasi:
1. Jelaskan Tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
4. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik:
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
1. Ajarkan keluarga cara
mengguanakan oksigen di
rumah
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

4. SDKI SLKI SIKI


Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam Observasi:
diharapkan toleransi aktivitas
batuk persisten dan 1. Identifikasi gangguan
meningkat, dengan kriteria hasil:
ketidakseimbangan fungsi tubuh yang
1. Kemudahan dalam melakukan
antara suplai oksigen aktivitas sehari-hari meningkat
mengakibatkan kelelahan
dengan kebutuhan 2. Monitor pola dan jam tidur
tubuh. 2. Kekuatan tubuh bagian atas 3. Monitor kelelahan fisik dan
dan bawah meningkat emosional
3. Keluhan lelah menurun
Edukasi:
4. Dispnea saat aktivitas menurun
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Terapeutik:
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
2. Lakukan latihan tentang
gerak pasif dan atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yangan menenangkan
4. Fasilitasi duduk sisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat yang diberikan

pada Pasien. Pelaksanaan tindakan pada Pasien dengan sistem pernafasan diperlukan

untuk meminimalkan terjadinya komplikasi perluasan area yang terjadi (Sudoyo A.

Dkk 2014).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini

adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan


dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Didalam evaluasi menggunakan

metode 4 langkah yang dinamakan SOAP (Sudoyo A. Dkk 2014).

Bentuk SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasien, dengan cara

penulisannya adalah sebagai berikut.

a. S (Subjektif) : Data subektif Berisi data dari pasien melalui anamnesis

(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung.

b. O (Objektif) : Data objektif Data yang dari hasil observasi melalui pemeriksaan

fisik.

c. A (Assesment) : Analisis dan interpretasi Berdasarkan data yang terkumpul

kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau

masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.

d. P (Plan) : Perencanaan Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan

termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau labolatorium, serta konseling

untuk tindak lanjut.

C. Daftar Pustaka

Astuti, N. D., & Azam. (2017). HIGEIA : JOURNAL OF PUBLIC HEALTH, 36-42.
Depkes RI. (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Anda mungkin juga menyukai