Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM DAGANG
pembiayaan konvensional menurut hukum islam

Mata Kuliah : Hukum Dagang


Dosen Pengampu : Atira S.Pd..M.Pd
HES 1 Semester 4 Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :

Liani Alpi Latif (20256119022)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE


JURUSAN HUKUM EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu ditandai dengan
meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank. Ada beberapa
yang memang asli syariah, akan tetapi ada yang berupa unit usaha syariah. Dalam
kehidupan perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan syariah yang memang
menjadi perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya sekedar membahas
tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi
manusia. Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek ekonomi
Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun, pegadaian,
lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi sinyal positif
untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang diselenggarakan secara Islami,
mengingat sebelumnya belum tersedia pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam. Perekonomian yang Islami, perlu
adanya instrumen yang menunjang, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun
swasta. Perkembangan praktek ekonomi Islam di masyarakat cukup pesat sehingga
perlu mendapatkan sebuah payung hukum dan aturan yang berfungsi untuk
melindungi proses ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini
lembaga pembiayaan non bank perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana
langsung dari masyarakat. Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup beberapa
alternatif kegiatan pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing), anjak piutang
(factoring), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri jasa pembiayaan dapat
menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan
yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa pembiayaan ini secara
keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu industri yang cukup menonjol
dalam dunia bisnis khususnya sektor keuangan yang diperlukan dalam menunjang
pembangunan ekonomi secara nasional. Peranan yang menonjol dari industri jasa

2
pembiayaan adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber
dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata
untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh
industri jasa pembiayaan kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk
mendorong perkembangan perekonomian nasional. Dengan perkembangan kegiatan
industri jasa pembiayaan yang sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal ini
Departemen Keuangan dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai regulator
dan supervisor kegiatan jasa pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong
kearah perkembangan industri jasa pembiayaan secara berkesinambungan. Salah satu
upaya Departemen Keuangan dalam rangka optimalisasi peran dilakukan melalui
peningkatan fungsi pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan dengan tujuan
untuk memastikan bahwa pengelolaan kegiatan industri jasa pembiayaan telah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya
perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah1 Dalam konteks perusahaan
pembiayaan syariah, sangat jarang tulisan dan makalah yang ditulis oleh para ahli
ekonomi Islam saat ini, terlebih memang konsep dan pelaksanaan pembiayaan syariah
oleh perusahaan pembiayaan syariah belum banyak dan belum lama beroperasi di
Indonesia. Oleh karena itu dalam tulisan ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam
mengenai perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah khususnya FIF Syariah yang
sekarang sudah mulai eksis di masyarakat. Pada hari Senin, 10 Desember 2007,
Bapepam dan LK melalui Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007
dan Nomor Per-04/BL/2007 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, yaitu
Peraturan tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan
Peraturan tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerbitan paket regulasi tersebut adalah
untuk memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta
guna memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan
keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud telah melibatkan Asosiasi Perusahaan
Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI, melalui surat Nomor B-323/ DSN-
MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan bahwa secara umum

3
kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan fatwa-fatwa
yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI. Adapun lingkup pengaturan dari peraturan
tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah antara lain
meliputi: (1) pengaturan yang terkait dengan sumber pendanaan yang antara lain
dapat dilakukan melalui pendanaan Mudharabah Mutlaqah, pendanaan Mudharabah
Muqayyadah, pendanaan Mudharabah Musytarakah dan pendanaan Musyarakah; (2)
pengaturan yang terkait dengan kegiatan pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan
yang dapat dilakukan melalui pembiayaan dengan menggunakan akad-akad Ijarah,
Ijarah Muntahiah Bit Tamlik, Wakalah Bil Ujrah, Murabahah, Salam dan Istishna’;
(3) kewajiban perusahan pembiayaan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah; dan
(4) kewajiban pelaporan. Sedangkan peraturan tentang akad-akad yang digunakan
dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bertujuan untuk
memberikan pedoman tentang hak dan kewajiban para pihak, obyek atas transaksi,
persyaratan-persyaratan pada setiap jenis akad serta dokumentasi yang digunakan
oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usaha pembiayaan dengan
menggunakan akad-akad sebagaimana telah diatur dalam peraturan dimaksud. Dalam
kaitan pembahasan tentang perusahaan pembiayaan syariah yang ada di Indonesia,
penulis tertarik mengangkat salah satu perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah
dan sedang mengemuka pada saat ini yaitu perusahaan FIF Syariah, anak cabang
perusahaan PT Astra International. Penulis akan memberikan tinjauan analisis
terhadap seluk beluk dan mekanisme kerja FIF Syariah, termasuk perbedaannya
dengan FIF Konvensional.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Lembaga Pembiayaan


Lembaga Pembiayaan merupakan salah satu badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat. Lembaga pembiayaan adalah badan usaha
yang didirikan secara khusus untuk melakukan kegiatan termasuk dalam bidang usaha
lembaga pembiayaan. Dari pengertian tersebut di atas terdapat beberapa unsur-unsur :
a. Badan usaha yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan;
b. Kegiatan pembiayaan yaitu melakukan aktivitas dengan cara membiayai pada pihak-pihak
atau sektor usaha yang membutuhkan;
c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dan untuk suatu keperluan;
d.Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan dana untuk suatu
keperluan;
e. Tidak menarik dana secara langsung;
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, lembaga
pembiayaan adalah badan uasaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal. Dimana dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi selama
jangka waktu tertentu berdasarkan jumlah pembayaran secara angsuran. Biasanya dalam
perusahaan pembiayaan, angsurannya dilakukan setiap bulan selama masa perjanjian antara
lembaga pembiayaan tersebut atau kreditur dengan debitur. Dengan adanya hubungan
perjanjian yang mengakibatkan antara masing-masing pihak harus memenuhi prestasinya,
yaitu hak dan kewajibannya sebagai kreditur maupun debitur. Lembaga Pembiayaan
mempunyai peranan yang penting yaitu sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan
alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional disamping
peran tersebut, lembaga pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal
pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan
aktif dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau
pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor permodalan.

5
2. Sumber Hukum Lembaga Pembiayaan
A. Hakikat Hukum perdata

Hakikat hukum perdata adalah aturan atau norma hukum yang ruang lingkupnya
berkaitan dengan hubungan perorangan, mengatur hubungan antar individu. Berbeda
dengan hukum publik yang mengatur hubungan antara individu dan masyarakat
termasuk hubungan individu dan organisasi masyarakat. Hukum perdata mengatur
hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak yang saling mengikatkan diri.
Hubungan hukum dapat terjadi karena dua sumber:

1.) karena kesepakatan atau perjanjian diantara para pihak

2.) karena undang-undang mewajibkannya.

Kesepakatan atau perjanjian yang dibuat memikat para pihak sebagaimana


undang-undang, artinya kekuatan mengikatnya sama dengan kekuatan mengikatnya
undang-undang, menjadi undang-undang bagi para pihak yang bersepakat, tidak bagi
orang lain. Sebaliknya hubungan hukum yang bersumber dari undang-undang,
hakikatnya hubungan hukum yang terjadi bukan karena kesepakatan para pihak,
tetapi hubungan hukum yang terjadi karena undang-undang mewajibkannya.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1365 KUHperdata “tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orag yang karena
salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.”

B. Kontrak dan kehidupan sosial

Setiap interaksi masyarakat yang profit oriented akan selalu berhadapan dengan
kontrak atau perjanjian. Hal ini sebagai bentuk sikap manusia yang ingin terhindar
dari resiko mengalami kerugian, dengan mengadakan kontrak setidaknya ada bukti
kesepakatan kedua pihak.

Hukum perdata yang ruang lingkupnya mengatur hukum antar individu, telah
menetapkan dan mengatur persyaratan sah nya suatu kontrak. Karena tujuan hukum
adalah supaya masyarakat tertib dalam berinteraksi. Persyaratan sahnya suatu
kontrak diatur cukup jelas dalam pasal 1320-1337 KUHperdata. Persyaratan
tercantum didalamnya diatur fleksibel dengan para pihak bebas untuk menentukan
bentuk dan isi dari kesepakatan mereka.

6
Keleluasaan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian dinyatakan dalam pasal
1338 ayat 1 KUHperdata: “semua perjanjian yang dibuat secara sah (memenuhi
persyaratan sebagaimana tercantum dalam pasal 1320-1337 KUHperdata) berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

C. Keabsahan kontrak/perjanjian

Pasal 1320 KUHperdata menyebutkan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan


4 syarat yaitu:

1.) sepakat mereka yang mengikatkan diri

2.) kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3.) suatu hal tertentu

4.) suatu sebab yang halal.

Syarat yang tertulis dalam butir 1 dan 2 merupakan syarat subyektif akibat
hukum jika suatu perjanjian tidak memenuhi unsur satu dan dua adalah “perjanjian
dapat dibatalkan”

Syarat sahnya perjanjian tidak hanya merujuk pada pasal 1320 KUHperdata,
tetapi keseluruhan buku ketiga Bab ke dua bagian kedua tentang syarat-syarat yang
diperlukan untuk sah nya suatu perjanjian, mulai dari pasal 1320 sampai dengan
pasal 1337 KUHperdata. Dengan demikian, menurut KUHperdata perjanjian adalah
sah jika terpenuhi apa yang diatur dalam pasal 1320 sampai pasal 1337 KUHperdata
sebagai berikut:

1). perjanjian dibuat atas dasar kesepakatan oleh orang-orang yang memiliki
kapasitas dan kewenangan menurut hukum untuk membuat perjanjian, yaitu telah
dewasa menurut usia, memiliki kemampuan untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya (sehat jasmani dan rohani), dan memiliki kewenangan menurut
undang-undang.

2). para pihak yang mengadakan perjanjian, menyatakan isi perjanjiannya dalam
kondisi yang bebas, tidak dalam tekanan verbal maupun non-verbal, tidak ada
penipuan, kekhilafan dan paksaan (pasal 1321). Para pihak dilingkupi dengan
itikad yang baik untuk melaksanakan hak dan kewajibannya.

7
3). objek perjanjian merupakan sesuatu hal tertentu yaitu sesuatu yang dapat
diperdagangkan dan jelas dapat di identifikasi, dapat ditentukan jenis dan
ukurannya.

4). sebab yang halal berkaitan dengan isi perjanjian yang tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

D. Prinsip kebebasan berkontrak dan batasannya

Asas kebebasan berkontrak merupakan prinsip yang melandasi kesepakatan


diantara para pihak. Kebebasan berkontrak meliputi bentuk dan isi dari perjanjian.
Undang-undang memberikan batasan terhadap kebebasan tersebut, yaitu: tidak
melanggar undang-undang,dan tidak melanggar atau mengganggu ketertiban umum.
Dalam KUHperdata diatur tentang aneka perjanjian, tetapi diluar yang diatur dalam
KUHperdata dapat dilakukan oleh para pihak, tidak ada larangan untuk melakukan
kesepakatan sepanjang bentuk dan isi tidak bertentangan dan tidak melanggar
peraturan perundang-undangan dan ketertiban umum. Pasal 1338 ayat 1
KUHperdata menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

E. Penyalahgunaan keadaan (Misbruik vant omstandigheden)

Penyalahgunaan keadaan atau MVO merupakan suatu hal penyebab cacatnya


sepakat sebagai efek dari penggunaan asas berkontrak. Pengaturan secara formal
tentang MVO dalam KUHperdata tidak ada, tetapi dicantumkan batasan-batasan
terhadap penggunaan asas kebebasan berkontrak, seperti adanya itikad baik dan
kepatutan. Pasal 1321 KUHperdata menyatakan “tiada sepakat yang sah apabila
sepakat itu diberikan karena ke khilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau
penipuan”.

F. Kontrak atau perjanjian baku

Kontrak baku pada umumnya disusun oleh pihak yang menawarkan sesuatu
sebagai awal pembentukan kontrak. Kontrak baku atau perjanjian baku disusun
berdasarkan kebutuhan praktis, terutama untuk yang sering digunakan secara
berulang, seperti kontrak atau perjanjian pembiayaan “financing contrack” yang
digunakan baik dalam rangka pembiayaan pembelian kendaraan bermotor, pembelian
apartemen atau properti lain, pembiayaan proyek-proyek khusus dan lain sebagainya.

8
G. Keadaan Memaksa (Overmacht atau Forcemajeure)

Overmacht berkaitan dengan kekuatan mengikatnya perjanjian, sebagaimana


diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUHperdata, bahwa apa yang telah disepakati atau
yang telah diperjanjikan oleh para pihak wajib ditaati. Apabila kewajiban yang telah
disanggupi dalam perjanjian tidak dilaksanakan, pihak lainnya tersebut memiliki
beberapa upaya hukum yaitu:

1. menuntut pelaksanaan perjanjian

2. menuntut ganti rugi

3. menuntut pembatalan perjanjian

3. Dasar Hukum Pembiayaan

Menimbang :

 Bahwa didalam rangka untuk meningkatkan peran Lembaga Pembiayaan dalam


proses pembangunan nasional, haruslah disuport oleh ketentuan tentang lembaga
pembiayaan yang memadai.
 Bahwa untuk bisa meningkatkan peran yang diatas, Keputusan Presiden No.61 Th
1998 mengenai Lembaga Pembiayaan harus disempurnakan dengan mengganti
Keputusan Presiden dengan Keputusan Presiden terbaru.

Mengingat :

 Pasal 4 ayat 1 UUD 452. Kitab UU Hukum Perdata


 UU No 25 Th 1992 mengenai Perkoprasian
 UU No 40 Th 2007 mengenai Perseorangan Terbatas

4. Macam-macam Lembaga Pembiayaan

 Perusahaan Pembiayaan ialah suatu badan usaha yang khusus didirikan untuk


melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, atau usaha
Kartu Kredit.
 Perusahaan Modal Ventura yaitu sebuah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk
penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau
pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan
 Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur yakni salah satu badan usaha yang
didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada
proyek infrastruktur.

9
DAFTAR PUSTAKA

jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/taradhi/article/download/565/pdf_1

repository.unpas.ac.id/28057/4/J. BAB 2.pdf

MR Siombo - 2019 - books.google.com

sarjanaekonomi.co.id/lembaga-pembiayaan

10

Anda mungkin juga menyukai