Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LANDASAN TEORI
2.1 UMUM
Secara umum hidrologi merupakan cabang ilmu Geografi yang mempelajari
pergerakan, distribusi, dan kualitas air di seluruh bumi, termasuk siklus hidrologi dan
sumber daya air. Orang yang ahli dalam bidang hidrologi disebut hidrolog, bekerja dalam
bidang ilmu bumi dan ilmu lingkungan, serta teknik sipil dan teknik lingkungan.
Hidrologi memiliki ruang lingkup atau cakupan yang luas. Secara substansial, cakupan
bidang ilmu itu meliputi: asal mula dan proses terjadinya air, pergerakan dan penyebaran
air, sifat-sifat air, serta keterkaitan air dengan lingkungan dan kehidupan. Hidrologi
merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Studi
hidrologi meliputi berbagai bentuk air serta menyangkut perubahan-perubahannya, antara
lain dalam keadaan cair, padat, gas, dalam atmosfer, di atas dan di bawah permukaan tanah,
distribusinya, penyebarannya, gerakannya dan lain sebagainya.
Hidrologi merupakan ilmu yang penting. Permasalahan sumber daya air yang saat ini
sering muncul membutuhkan analisis hidrologi dalam mengatasinya. Asesmen,
pengembangan, utilisasi dan manajemen sumberdaya air diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam
menyelesaikan problem berupa kekeringan, banjir, perencanaan sumberdaya air seperti
dalam desain irigasi/ bendungan, pengelolaan daerah aliran sungai, degradasi lahan,
sedimentasi dan problem lain yang terkait dengan kasus keairan. Ruang lingkup ilmu
hidrologi meliputi hidrometeorologi, hidrologi air permukaan (limnologi), hidrogeologi,
manajemen limbah dan kualitas air. Cabang ilmu ini menempatkan air sebagai fokus dan
memiliki peranan penting.
Hidrologi erat hubungannya dengan siklus hidrologi yang merupakan sirkulasi air yang
tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
• Kondensasi
Kondensasi merupakan suatu proses berubahnya uap air menjadi partikel- partikel es.
Ketika uap air dari suatu proses evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan sublimasi
sudah mencapai ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi suatu
partikel-partikel es yang berukuran sangat kecil melalui proses konsendasi.
Perubahan wujud ini terjadi karena adanya pengaruh suhu udara yang sangat rendah
saat berada di ketinggian tersebut. Suatu partikel- partikel es yang terbentuk tersebut
akan saling mendekati satu sama lain dan bersatu hingga membentuk sebuah awan.
Semakin banyak partikel es yang bersatu, maka akan semakin tebal juga hitam awan
yang akan terbentuk. Inilah hasil dari suatu proses kondensasi.
• Presipitasi
Awan yang telah mengalami suatu proses adveksi tersebut selanjutnya akan mengalami
presipitasi. Presipitasi merupakan suatu proses mencairnya awan hitam akibat adanya
pengaruh suhu udara yang tinggi. Pada tahapan inilah akan terjadinya hujan.
Sehingga awan hitam yang dapat tebentuk dari partikel es tersebut mencair dan air
tersebut jatuh ke Bumi manjadi sebuah hujan. Namun, tidak semua presipitasi akan
menghasilkan air.
Apabila presipitasi ini terjadi di daerah yang mempunyai suhu terlalu rendah, yakni
sekitar kurang dari 0ᵒ Celcius, maka suatu prepitisasi akan menghasilkan hujan salju.
Awan yang banyak mengandung air tersebut akan turun ke litosfer dalam bentuk yang
berupa butiran- butiran salju tipis. Hal ini juga dapat kita temui di daerah yang
mempunyai iklim sub tropis, dimana suhu yang dimiliki tidak akan terlalu panas seperti
di daerah yang mempunyai iklim tropis.
• Evaporasi
Tahapan pertama dalam siklus hidrologi ini ialah evaporasi. Evaporasi merupakan
suatu istilah lain dari penguapan. Siklus hidrologi akan dimulai dari adanya penguapan.
Penguapan yang mengawali terjadinya siklus hidrologi yaitu penguapan dari air yang
ada di Bumi, seperti samudera, laut, danau, rawa, sungai , bendungan, bahkan di areal
persawahan. Semua air tersebut akan berubah dan menjadi uap air karena adanya
pemanasan dari sinar matahari. Hal inilah juga disebut dengan evaporasi atau
penguapan.
Evaporasi ini akan mengubah bentuk air yang semula cair akan menjadi uap air yang
berwujud gas. Karena menjadi wujud gas, hal ini dapat memungkinkan bahwa gas
tersebut dapat naik ke atas (ke atmosfer) karena terbawa oleh angin.
Semakin panas sinar matahari yang diterima, maka akan semakin banyak air yang dapat
berubah menjadi uap air, dan semakin banyak pula yang terbawa ke lapisan atmosfer
Bumi.
• Transpirasi
Selain evaporasi, ada juga bentuk penguapan lainnya yakni penguapan yang berasal
dari suatu jaringan makhluk hidup. Penguapan yang terjadi pada jaringan makhluk
hidup ini disebut sebagai transpirasi. Transpirasi ini akan terjadi di jaringan hewan
maupun tumbuhan.
Sama halnya dengan evaporasi, proses transpirasi ini juga mengubah air yang berwujud
cair dari jaringan makhluk hidup tersebut menjadi uap air.
Uap air ini juga akan terbawa ke atas, yaitu ke atmosfer. Namun, biasanya penguapan
yang terjadi juga karena transpirasi ini jumlahnya lebih sedikit atau lebih kecil daripada
penguapan yang terjadi karena evaporasi.
Siklus hidrologi dapat juga berarti lebih sederhana yaitu peredaran air dari laut ke
atmosfer melalui penguapan, kemudian akan jatuh pada permukaan bumi dalam bentuk
hujan, yang mengalir didalam tanah sebagai sungai yang menuju ke laut. Panasnya air laut
didukung oleh sinar matahari karena matahari merupakan kunci sukses dari siklus hidrologi
sehingga mampu berja lan secara terus menerus kemudian dalam terjadinya air
berevoporasi, lalu akan jatuh kebumi sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis, atau
kabut, huja, hujan es dan salju. Melalui siklus hidroligi inilah terbentuk hujan.
Siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda, yaitu: Siklus
hidrologi, digambarkan dalam dua daur, yang pertama adalah daur pendek, yaitu hujan
yang jatuh dari langit langsung ke permukaan laut, danau, sungai yang kemudian langsung
mengalir kembali ke laut. Siklus yang kedua adalah siklus panjang, ditandai dengan tidak
adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus kedua ini memiliki
rute perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama.
(a) (b)
Gambar 2.2
Hubungan Tebal Hujan Terhadap Durasi Hujan Data curah hujan diperlukan sebagai
masukan pada analisis hidrologi. Data yang diperlukan dapat berupa :
1. Tebal hujan yang terakumulasi selama selang waktu tertentu (a given time interval)
pada peluang ( probability ) atau periode ulang ( return period ) tertentu.
2. Hubungan antara tebal hujan dan durasi hujan. Kedua parameter tersebut ditentukan
dari hasil pengukuran data curah hujan yang cukup lama. Pada durasi yang sama dapat
terjadi hujan dengan intensitas yang berbeda– beda, dalam satu kejadian hujan pun
intensitas setiap selang waktu dapat berbeda–beda. Tebal hujan dan durasi umumnya
mempunyai hubungan langsung, tebal hujan akan bertambah jika durasi bertambah.
Persamaan umum untuk menyatakan hubungan tebal hujan terhadap durasi (
Soewarno, 2000 : 210 ) adalah :
H = k 𝑡 𝑛 ……………………………………………..………………………. (2.1)
Dimana :
H = tebal hujan ( mm )
n = eksponen yang bernilai sebagai bilangan riel positif dan nilainya kurang dari 1
(satu).umumnya 0.20-0.50
Y = A + B X ………………………………………...………...…………. (2.3)
Dimana Y = log H, A = log k dan BX = n log t serta untuk X = log t maka B = n. Bila i =
1,2,3,…n adalah banyaknya data maka nilai A dan B dapat ditentukan dengan cara kuadrat
terkecil :
𝑛Ʃ𝑋𝑖 𝑌𝑖 −Ʃ𝑋𝑖 Ʃ𝑌𝑖
B= ………………………………………...……..……. (2.4)
𝑛Ʃ𝑋𝑖2 − (Ʃ𝑋𝑖 )²
Ʃ𝑋𝑖 −𝐵Ʃ𝑋𝑖
A= ………………………………………………...……..……. (2.5)
𝑛
Proses analisis data untuk menentukan tebal hujan rata – rata (pada periode tertentu : setiap
jam, harian, bulanan, tahunan) dapat dilakukan dengan menggunakan metode rata – rata
aritmatik, metode ini merupakan metode yang paling sederhana, tebal hujan dapat dihitung
dengan rumus :
n = jumlah data
Analisis Chi - Kuadrat
Dalam mendapatkan data yang diprakirakan besarnya melalui model persamaan regresi,
tidak diperlukan adanya asumsi tentang bentuk penyebaran kesalahan. Selain itu juga
untuk menguji apakah persamaan itu cocok dengan data pengamatan maka perlu diuji,
pengujian dilakukan dengan uji chi- kuadrat yang dirumuskan sebagai berikut :
Dimana :
dk = derajat kebebasan
B = banyak baris
K = banyak kolom
O = nilai pengukuran
2.2.2 KLIMATOLOGI
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang iklim, meliputi variasi dan
penyimpangannya serta mencakup pengaruh iklim terhadap manusia. Asal kata
klimatologi yaitu dari bahasa Yunani, terdiri dari klima yang berarti lereng, zona atau
wilayah dan logia yang berarti ilmu. Klima sendiri kemudian berarti iklim, merupakan
gamabaran tentang pola cuaca pada suatu tempat dalam waktu yang lama.Beda iklim
dengan cuaca adalah pada skala waktu dan tempatnya. Cuaca merujuk pada kondisi
atmosfer dalam jangka pendek dan pada tempat ang lebih sempit.
Klimatologi merupakan cabang dari sains atmosfer dimana semua studi tentang iklim
juga akan berkaitan dengan setiap sistem lainnnya dibumi mekiputi geosfer dan hidrosfer.
Tentunya ini karena iklim memengaruhi seluruh aspek di permukaan bumi. Mengacu pada
UU 31 tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika disebutkan juga
bahwa klimatologi mencakup iklim dan kualitas udara. Hal inii tak lepas karena terdapat
pengaruh timbale balik antara kondisi kualitas udara dan dinamika iklim yang dalam
jangka panjang berkaitan dengan variabilitas dan perubahan iklim.
Umumya skala waktu untuk iklim adalah rata – rata data selama 30 tahun dengan
criteria tertentu akan disebut sebagai normal iklim. Dengan adanya normal iklim maka
kita dapat menyatakan musim panas pada suatu waktu lebih kering atau lebih lembab,
musim hujan lebih basah dari biasanya atau juga mendapatkan infomasi hari dengan suhu
tertinggi dalam satu tahun dan sebagainya.
Gambar 2.3 Suhu Udara Rata – Rata
Peta temperature rata – rata selama 30 tahun. Rangkaian data yang dibentuk dengan
menggunakan parameter cuaca yang direkam dalam jangka waktu yang lama adalah hal
yang umum dilakukan dalam klimatologi.
Keterangan:
p = Curah hujan yang hilang
Rata-rata dari penjumlahan seluruh alat pengukur curah hujan dalam periode waktu hujan
tertentu dan dibagi dengan jumlah alat pengukur yang digunakan. Teknik pengukuran ini
dianggap sebagai teknik pengukuran yang paling mudah. Namun, pengukuran rata-rata
aritmatik ini perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu lokasi alat pengukur curah
hujan harus tersebar merata dan daerah pengamatan harus seragam terutama dalam hal
ketiggian.
Gambar 2.5 Metode Aritmatik(Aljabar)
Keterangan:
P = curah hujan rata – rata
𝐼 +𝐼 𝐼 +𝐼 𝐼 +𝐼
𝐴1 1 2 2 +𝐴2 2 2 3 +⋯+𝐴𝑛 𝑛 2𝑛+1
P= ……………………………(2.13)
𝐴1 +𝐴2 +⋯𝐴𝑛
Keterangan:
P = hujan rerata kawasan
𝐼𝑖 = garis isohiet ke i
μ dan σ adalah parameter statistik: nilai rata-rata dan standar deviasi data. Persamaan
di atas dapat disederhanakan dengan dengan menggunakan bentuk yang dilinearisasi
sebagai berikut.
̅ + 𝐾𝑇 𝑆……………………………………………………….(2.15)
𝒙𝑻 = 𝒙
𝑥𝑇 +𝜇
𝐾𝑇 = = 𝑧…………………………………………………….(2.16)
𝜎
Keterangan:
K : faktor frekuensi
S : standar deviasi data
∑𝑛 ̅
𝑖=1(𝑅𝑖 −𝑅)²
𝑆=√ …………………………………………………(2.17)
𝑛−1
3. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1…………………………………………………..………(2.18)
4. Menghitung nilai w.
1 0,5
[𝐼𝑛 𝑝2 ] , 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑊={ 0,5 ……………...…………….……(2.19)
1
[𝐼𝑛 (1−𝑃)2] , 0,5 < 𝑃 ≤ 1
5. Menghitung nilai z.
2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤 2
𝑧 = 𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤 2 +0,001308𝑤 3 …………….(2.20)
6. Menghitung nilai 𝐾𝑇 .
𝑧, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝐾𝑇 { …………………………………..................(2.21)
−𝑧, 0,5 < 𝑃 ≤ 1
7. Menghitung nilai RT.
𝑅𝑇 = 𝑅+𝐾𝑇 𝑆 ……………………………………………………...(2.22)
Metode Log Normal adalah metode yang cukup merepresentasikan distribusi curah
hujan maksimum pada periode tertentu. Persamaan fungsinya ialah sebagai berikut.
1 1 𝑥−𝜇 2
𝑛
𝑓(𝑥) = 𝜎 𝑒𝑥𝑝 [− ( 2 ) ] …………………………………(2.23)
√ 2𝜋 2 𝜎 𝑛
𝜇𝑛 adalah rata-rata untuk y = log x dan 𝜎𝑛 adalah nilai standar deviasi untuk y = log
x. Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.
1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian maksimum rata-rata R
per tahun.
2. Menghitung nilai rata-rata semua log R.
2
∑𝑛
𝑖=1(log 𝑅𝑖 − 𝑙𝑜𝑔𝑅)
𝑆𝑙𝑜𝑔 = √ ………………………………...……(2.24)
𝑛−1
4. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai log R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 ……………………………..…………………...…….(2.25)
5. Menghitung nilai w.
1 0,5
[𝐼𝑛 𝑝2 ]
, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑊={ 0,5 ……………………….. ….(2.26)
1
[𝐼𝑛 (1−𝑃)2] , 0,5 < 𝑃 ≤ 1
6. Menghitung nilai z.
2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤 2
𝑧 = 𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤 2 +0,001308𝑤 3 ……… …(2.27)
7. Menghitung nilai 𝐾𝑇 .
𝑧, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝐾𝑇 { …………………………………….……(2.28)
−𝑧, 0,5 < 𝑃 ≤ 1
8. Menghitung nilai log 𝑅𝑇
9. Menghitung nilai 𝑅𝑇
𝑅𝑇 = 10log 𝑅𝑇 ………………………………………………..(2.30)
Keterangan:
4
𝑐 =𝛽 −1
1
𝑐𝜇
𝛼 = 2𝜇3𝑐 − 1
3𝑐
𝜇 ²
𝛽 = 𝜇3 ³ − 1 …………………………………………..………..(2.32)
2
1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian maksimum rata-rata R
per tahun.
𝑛 2
4. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai log R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 ……………………………..……………………..(2.34)
5. Menghitung nilai w.
1 0,5
[𝐼𝑛 2 ]
, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑝
𝑆={ 0,5
………………………….(2.35)
1
[𝐼𝑛 (1−𝑃)2] , 0,5 < 𝑃 ≤ 1
6. Menghitung nilai z
2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤²
𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤²+0,001308𝑤³ , 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑧={ 2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤²
…….(2.36)
− (𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤²+0,001308𝑤³) , 0,5 < 𝑃 ≤ 1
𝑅𝑇 = 10log 𝑅𝑇 …………………………………………………….…..(2.41)
𝑓(𝑥) = 𝑒𝑥𝑝[−𝑒𝑥𝑝(−𝑦)]
𝑥−𝜇
𝑦= 𝛼
√6
𝛼= 𝑠
𝜋
𝜇 = 𝑥 − 0,5772𝛼
Jika x=𝑥 𝑇 :
1
𝑦𝑇 = −𝑙𝑛 [ln (𝑓(𝑥 ))]
𝑇
(𝑇𝑟 −1)
𝑓(𝑥 𝑇 ) = 𝑇𝑟
𝑟 𝑇
𝑦𝑇 = 𝑙𝑛 [𝑙𝑛 (𝑇 −1 )]
𝑟
𝑥 𝑇 = 𝑥 + 𝐾𝑇 𝑆
𝑦𝑇−𝑦𝑁
𝑥𝑇 = 𝑥 + 𝑆
𝑆𝑁
√6 𝑇𝑟
𝐾𝑇 = − {0,5772 + 𝑙𝑛 [ln ]}
𝜋 𝑇𝑟 −1
𝑟 𝑇
𝑦𝑇 = −𝑙𝑛 [𝑙𝑛 (𝑇 −1 )] ………………………………………………………(2.42)
𝑟
𝑦𝑇 adalah reduced variate, 𝑦𝑁 adalah reduced mean, dan SN adalah standar deviasi.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.
1. Menghitung nilai rata-rata dari curah hujan harian maksimum.
∑𝑛
𝑖=1(𝑅𝑖 −𝑅)²
𝑆=√ ……………………..………………………………(2.43)
𝑛−1
3. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 ……………………………..………………………….…….(2.44)
4. Menghitung nilai 𝑇𝑟 .
1
𝑇𝑟 = 𝑃 ………………………………………………………………...(2.45)
5. Menghitung nilai 𝐾𝑇 .
√6 𝑟 𝑇
𝐾𝑇 = − {0,5772 + 𝑙𝑛 [ln 𝑇 −1 ]} ………………………………....….(2.46)
𝜋 𝑟
6. Menghitung nilai 𝑅𝑇 .
𝑅𝑇 = 𝑅 + 𝐾𝑇 𝑆 ………………………………..………………..………(2.47)
𝑋𝑇 = 𝑥 + 𝑆. 𝐾 ………………………………………………………….(2.48)
1
𝑥 = 2 ∑𝛼𝑖=1 𝑋𝑖 …………………………………………….……………(2.49)
∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 ²−𝑥 ∑𝑖=1 𝑥𝑖
𝑆=√ …………………………………….………….(2.50)
𝑛−1
𝑦𝑇−𝑦𝑛
𝐾= ……………………………..………………………………(2.51)
𝑆𝑛
𝑇−1
𝑦𝑇 = −𝑙𝑛 {−𝑙𝑛 ( )} ………………………………………………(2.52)
𝑇
Dimana:
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun (mm)
S = Standard deviasi
K = Faktor frekwensi
YT = Reduced variate
Yn = Reduce mean
Sn = Reduce standard deviation
n = Jumlah data
Dimana ;
RT : Hujan maksimum dengan periode ulang T tahun
Dimana:
R1 = hujan absolut maksimum ke 1
m = rank (m = 1, 2)
Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik
(no parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
2.6.2Uji Chi-Square
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertical apakah distribusi
pegamatan dapat diterima secara teoritis. Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov,
meskipun menggunakan perhitungan matematis namun kesimpulan hanya
berdasarkan bagian tertentu yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan Uji
Che-Square menguji penyimoangan distribusi data pengamatan dengan mengukur
secara maematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis
persaman distribusi teoritisnya. Uji Che-Square diturunkan menjadi oersamaan
sebagai berikut:
(𝑒𝑓−𝑜𝑓)²
𝑥2 = ∑ .....................................................................................(2.59)
𝑒𝑓
Keterangan:
𝑋 2 = Chi-Square.
𝑒𝑓 = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan pembagian
kelasnya.
𝑜𝑓= frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
Derajat kebebasan:
𝑫𝑲 = 𝑲 – (𝑷 + 𝟏) …………………………………………………….…(2.60)
Keteranagan :
𝑫𝑲 = Derajat kebebasan.
𝑲 = Banyaknya kelas.
𝑷 = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter; P=2
Distribusi hujan jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data
pencatat hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada daerah pengaliran
sungai (DAS). Dalam perhitungan banjir rancangan atau perencanaan sungai, untuk
memperkirakan hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit hydrograph)
perlu diketahui duluan sabaran hujan jam-jaman pada (DAS), dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu cara empiris dan observed. Cara observed dengan menggunakan data hujan
otomatis, sedangkan cara empiris dengan data hujan harian dari stasiun hujan manual.
Perhitungannya menggunakan rumus mononobe sebagai berikut:
𝑅24 𝑡 2/3
𝑅𝑇 = × (𝑇) ……………………………..…………………(2.61)
𝑡
Keterangan :
Atau untuk memperkirakan banyaknya aliran atau debit yang tertinggi yang mendekati
kenyataan perlu didasrkan pada curah hujan jam – jaman. Maka perlu ditaksirkan pola
hujan tiap jam dari data curah hujan harian tersebut. Dalam beberapa penelitian Indonesia
biasanya diambil selang waktu antara 5 s/d 7 jam.
Cara diatas dapat dilakukan apabila tersedia data hujan otomatis.Apabila yang tersedia
adalah data hujan harian,untuk mendaptkan kedalaman hujan jamjaman dari hujan
rancangan dapat menggunakan model distribusi hujan.Model distribusi hujn yang telah
dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian ke hujan jam-jaman antara lain :
1. Metode distribusi hujan seragam
2. Model distribusi hujan segitiga
Keterangan :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛
𝑓1 = …………………………………………………….(2.64)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑢𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛
Rumus (1) disebut koefisien pengaliran puncak untuk membedakan dari rumus (2). Bagi
sungai-sungai biasa, digunakan rumus (2). Tabel dari Dr. Mononobe, mencantumkan
koefisien pengaliran sungai di Jepang. Harga f berbeda-beda yang disebabkan oleh
topografi daerah pengaliran, perbedaan penggunaan tanah dan lain-lain. Jika pembangunan
dikemudian hari di daerah pengaliran itu harus turut dipertimbangkan, maka pada
perhitungan banjir lebih baik digunakan koefisien yang lebih besar dari 0,70 dan koefisien
yang kurang dari 0,50 harus ditiadakan.
Koefisien pengaliran merupakan nilai bangding antara bagian hujan yang membentuk
limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini di pengaruhi oleh tata guna
lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus
memperhitungkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Nilai
koefisien pengaliran seperti pada tabel berikut ini.
Koefisien pengaliran dalam tabel di atas telah didasarkan pada pertimbangan bahwa
koefisien itu terutama tergantung dari faktor-faktor fisik. Dr. Kawakami menyusun
sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk sungai tertentu, koefisien itu tidak tetap,
tetapi berbeda-beda yang tergantung dari curah hujan.
𝑅,
𝑓 = 1 − 𝑅 = 1 − 𝑓 , ………………………………………………………(2.65)
𝑡
Keterangan
𝑓 = Koefisien pengaliran
𝑓 ´ = Laju kehilangan
Dalam perencanaan sistem drainase dibutuhkan suatu nilai koefisien aliran (c).
Koefisien aliran adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa persen air yang
mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadi hujan pada suatu wilayah, atau
perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi hujan yang ada:
𝑎𝑖𝑟 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑙𝑖𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 (𝑐) = ……(2.66)
𝑎𝑖𝑟 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑡𝑢ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct
run-off). Dengan asumsi bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung
mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linear and time invariant process),
maka hujan netto (𝑅𝑒𝑓𝑓) dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑅𝑒𝑓𝑓=𝑓 . 𝑅24..................................................................................................(2.67)
Keterangan:
𝐹 = koefisien pengaliran
R24 = intensitas curah hujan (mm)
Debit banjir rancangan adalah debit besar tahunan yang diperkirakan dengan suatu
proses kemungkinan ulang yang tertentu. Penentuan banjir rancangan dapat memberikan
hasil yang bermanfaat bila disajikan dalam bentuk hidrografi banjir.
Debit banjir rancangan adalah besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai dasar
penentuan kapasitas dalam mendimensi bangunan – bangunan hidraulik (termasuk
bangunan disungai ), sedemikian hingga kerusakan yang dapat ditimbulkan baik langsung
maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh tejadi selama besaran banjir tidak
terlampaui.
Dalam praktek analisis hidrologi terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh untuk
menetapkan debit banjir rancangan. Masing-masing cara akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut: a) ketersediaan data, b) tingkat kesulitan yang dikehendaki, c)
kesesuaian cara dengan DAS yang ditinjau.
Gambar 2.9 Hidrografi Aliran
Metode Rasional dapat dipandang sebagai cara perkiraan limpasan yang paling populer,
karena kesederhanaannya. Mengandung arti penyederhanaan berbagai proses alami,
menjadi proses sederhana, dengan demikian cara ini mempunyai banyak kendala dan
keterbatasan pemakaian. Hanya digunakan pada DAS dengan ukuran kecil, kurang dari
300 Ha.
Cara rasional ini bertujuan untuk memperkirakan debit puncak dengan persamaan:
𝑄 = 0,278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴 ………………………………………………….(2.68)
Dengan:
Keterangan :
w = waktu kecepatan perlambatan (m/det atau km/jam)
𝑙 = jarak dari ujung daerah hulu sampai titik yang ditinjau (km)
𝑄𝑡 = 𝛼 × 𝛽 × 𝑞𝑛 × 𝐴 ……………………………………………………(2.72)
𝑅 ×67,65
𝑛
𝑞𝑛 = 240𝑡+1,45 …………………………………………………………(2.75)
4,1
𝛼 =1− …………………………………………………………(2.76)
𝛽𝑞𝑛 +7
Keterangan :
𝛼 = koefisien pengaliran
Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen, yaitu rumus
Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :
𝑄 = 𝛼. 𝛽. 𝑞. 𝑓 …………………………………………………………..(2.77)
1+0.012.𝑓 0.70
𝛼 = 1+0.075.𝑓𝑜,70 ……………………...…………………………(2.78)
𝑅𝑡
𝑞= ………………….………………………………………...(2.81)
36𝑡
𝑅𝑡 = 𝑅 + 𝑅𝑥 𝑈 ………………..……………………………………….(2.82)
Keterangan :
Q = Debit banjir maksimum (m3 /dt)
= Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
i = kemiringan sungai
Rt = Curah hujan dalam t jam (mm)
Metode Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetis yang dihitung
berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris yang menghubungkan komponen
hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Parameter yang menentukan hidrograf
satuan adalah luas DAS, panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur
dari tempat pengamatan sampai dengan titik pada sungai utama yang berjarak paling
dekat dengan titik berat DAS. Hidrograf Satuan Sintetis metode Snyder
mempertimbangkan karakteristik DAS yang mempengaruhi bentuk hidrograf satuan,
seperti luas dan bentuk DAS, topografi, kemiringan sungai, kerapatan sungai dan
simpanan air (Wilson, 1993).
Adapun persamaan yang dibuat oleh Snyder adalah sebagai berikut: Gupta pada tahun
1989 (dalam Triatmodjo 2006) empat parameter yaitu waktu kelambatan, aliran
puncak, waktu dasar, dan durasi standar dari hujan efektif untuk hidrograf satuan
dikaitkan dengan geometri fisik dari DAS dengan hubungan berikut:
𝑇𝑝 = 𝐶𝑡 (𝐿 𝐿𝑐)0.3 ……………………………………………………………(2.86)
𝑄𝑝 = 𝐶𝑝 𝐴/𝑡𝑝 ……………………………………………………………….(2.87)
𝑇𝐷 = 𝑡𝑝 /5,5 ……………………………………………..…………………(2.89)
Apabila durasi hujan efektif 𝑡𝑟 tidak sama dengan durasi standar 𝑡𝐷 , maka:
𝑇𝑝 𝑅 = 𝑡𝑝 + 0,25(𝑡𝑟 − 𝑡𝐷 ) ………………………………………………….(2.90)
𝑄𝑝 𝑅 = 𝑄𝑝 𝑡𝑝 /𝑡𝑝 𝑅 ………………………………...………………………...(2.91)
Keterangan :
𝑡𝑝 = waktu dari titik berat durasi hujan efektif tD ke puncakhidrograf satuan (jam)
𝑡𝑝 𝑅= waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf satuan (jam)
Ct = koefisien yang tergantung kemiringan DAS, yang bervariasi dari 1,4 sampai 1,7
Cp = koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS, yang bervariasi antara 0,15
sampai 0,19
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas dapat digambarkan
hidrograf satuan. Untuk memudahkan penggambaran, berikut ini diberikan beberapa
rumus:
0,23 𝐴1,08
𝑤50 = 𝑄𝑝 𝑅1,08
……………………………………………………….(2.92)
0,13 𝐴1,08
𝑤75 = ……………………………………………………….(2.93)
𝑄𝑝 𝑅1,08
Dengan 𝑤50 dan 𝑤75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan 75% dari debit
puncak, yang dinyatakan dalam jam. Sebagai acuan, 𝑤50 lebar dan 𝑤75 dibuat dengan
perbandingan 1:2; dengan sisi pendek di sebelah kiri dari hidrograf satuan (Trianmodjo, 2006).
a) Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf (time of peak)
b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
Keterangan :
𝑇𝑝 = tg + 0,8 trl……………………………………………………………(2.95)
𝑇0,3 = 𝛼 tg………………...……………………………………………….(2.96)
𝑇𝑟 = 0,5 sampai tg ………………………………………………………...(2.97)
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam).
tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
• sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg =0,4 + 0,058 L
• sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7
Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:
α = 2 pada daerah pengaliran biasa
α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat
2.11 EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air
(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (biotik) akibat
proses respirasi dan fotosistesis. Transpirasi pada dasarnya merupakan proses dimana air
menguap dari tanaman melalui daun ke atmosfer. Sistem perakaran tanaman mengadopsi
air dalam jumlah yang berbeda-beda dan ditransmisikan melalui tumbuhan dan melalui
mulut daun. Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari
permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses
transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET). Faktor-faktor yang mempengaruhi
evaporasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfir), kelembaban, kecepatan angin, tekanan
udara, sinar matahari. Pada waktu pengukuran evaporasi, kondisi/keadaan iklim ketika itu
harus diperhatikan, mengingatfaktor itu Sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan
(Sosrodarsono dan Takeda,1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses transpirasi
adalah suhu, kecepatanangin, kelembaban tanah, sinar matahari, gradien tekanan uap. Juga
dipengaruhi olehfaktor karakteristik tanaman dan kerapatan tanaman (Kartasapoetra dan
Sutedjo,1994).
Proses Evaporasi dimulai saat energi dibutuhkan untuk merubah bentuk molekul air
dari fase cair ke faseuap. Radiasi matahari langsung dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi suhu udara merupakan sumber energi. Gaya penggerak untuk
memindahkan uap air dari permukaan penguapan adalah perbedaan tekanan antara uap air
di permukaan penguapan dan tekanan udara atmosfir. Selama berlangsungya proses, udara
sekitar menjadi jenuh secara perlahan dan selanjutnya proses akan melambat dan
kemungkinan akan berhenti jika udara basah tidak dipindahkan ke atmosfir.Pergantian
udara jenuh dengan udara kering sangat tergantung pada kecepatan angin.Oleh karena itu,
radiasi surya, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatanangin merupakan
parameter iklim yang dipertimbangkan dalam penentuan proses evaporasi. Jika
permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat penutupantanaman
pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia pada permukaan penguapan juga menjadi
faktor yang mempengaruhi proses evaporasi.Ada beberapa metode untuk pengukuran
evaporasi,yaitu: dengan panci eva porasi, lisimeter,pengukuran meteorologis.
Evapotranspirasi potensial Adalah yang munkin terjadi pada kondisi air yang tersedia
berlebihan.Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah tersedianya air
yang cukup banyak.Evapotranspirasi potensial akan terjadi jika evapotranspirasi pada
suatu daerah sempit di tengah-tengah daerah yang luas,tidak terpisah,seluruh
permukaan tertutup vegetasi seragam. Dan terjadi jika dalam kondisi kelembaban tanah
tidak terbatas.
2. Evapotranspirasi Aktual
Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan oleh
tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam evapotranspirasi aktual ini
jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah
evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi
aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau
(exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap
daerah berbeda – beda.
10𝑡
𝑃𝐸𝑥 = 16 ( ) ᵅ…………………………………………………...(2.99)
𝐽
Keterangan:
PET = evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan) dengan asumsi 30 jumlah hari
dalam 1 bulan dan penyinaran ratarata 12 jam/hari
2.11.3.2Metode Blaney-Criddle
Metode ini digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi dari tumbuhan
yang pengembangannya didasarkan pada kenyataan bahwa evapotranspirasi bervariasi
sesuai dengan keadaan temperatur, lamanya penyinaran matahari, dan kebutuhan
tanaman. Rumus dari metode ini adalah:
Keterangan:
c = faktor koreksi yang tergantung (n/N) dan RH
p = persentase penyinaran matahari
t = temperatur udara bulanan rata-rata (°C)
2.11.3.3Metode Modifikasi
Metode ini adalah metode yang bervariasi tergantung dari temperatur, lama penyinaran
matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan angin. Rumus dari metode ini adalah:
Keterangan:
c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang atau malam
W = Faktor bobot
Rn = Radiasi netto
F(u) = Fungsi kecepatan angina
ea = Tekanan uap jenuh
ed = Tekanan uap aktual
1. Debit air tahun kering adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 355 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=97 %)
2. Debit air tahun rendah adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 275 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=75 %).
3. Debit air tahun normal adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 185 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=51 %).
4. Debit air tahun basah adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 95 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=26 %).
5. Debit Andalan adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 292 hari dalam setahun
sebesar debit perencanaan (P=80 %).
Menurut Soeseno (1987) penentuan debit andalan dapat dilakukan dengan cara
mengumpulkan debit rata-rata setengah bulanan, diurutkan dari terbesar keterkecil
kemudian dihitung besarnya Q 80 dengan persamaan sebagai berikut :
N = ((80/100) n )
Dimana : N = urutan Q yang akan diambil sebagai Debit andalan (Dependeble flow), dan
n adalah banyaknya pengamatan debit air sungai. Untuk perhitungan debit andalan
gunakan data debit terlampir.
Jadi Q tersedia dalam lter per detik merupakan penjumlahan dari Curah hujan efektif
dengan debit andalan.
a) Data yang diperlukan untuk analisis ketersediaan air adalah data debit tahunan, bulanan
atau harian dengan periode pencatatan cukup panjang yaitu lebih besar dari 10 tahun
untuk analisis harian, 20 tahun untuk analisis bulanan dan 30 tahun untuk analisis
tahunan.
b) Untuk ketelitian yang lebih tinggi, sangat disarankan menggunakan data observasi
harian dengan panjang data lebih besar dari 30 tahun. Data harus merupakan hasil
rekaman pos duga air di lokasi bendungan atau dekat di sebelah hulu atau hilirnya.
c) Bilamana data yang tersedia sangat pendek lebih kecil dari 10 tahun, dan data curah
hujan tidak tersedia atau perioda pengamatannya mendekati perioda pengamatan debit
maka metoda yang dapat digunakan adalah metoda stohastik.
d) Bila data debit tersedia dalam perioda yang tidak panjang sedangkan data curah hujan
yang ada pada DPS tersebut cukup panjang maka dapat digunakan metoda deterministic
dengan model rainfall-runoff dimana data hujan yang panjang dikonversikan ke data
debit dengan menggunakan model tersebut setelah melewati tahapan kalibrasi.
Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu (Anonim,1994):
▪ Pengukuran volume air sungai
▪ Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
penampang melintang sungai.
▪ Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia yang dialirkan dalam sungai.
▪ Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit.
Metode ini berhubungan dengan basis tahun normal, tahun kering dan tahun basah.
Yang dimaksud debit berbasis tahun normal adalah jika debit rata-rata tahunannya
kurang lebih sama dengan debit rata-rata keseluruhan tahun. Untuk debit berbasis tahun
kering adalah jika debit rata-rata tahunannya lebih kecil dari debit rata-rata keseluruhan
tahun. Sedangkan untuk debit berbasis tahun basah adalah jika debit rata-rata
tahunannya lebih kecil dari debit rata-rata keseluruhan tahun.
2.12.1.3Metode Tahun Dasar Perencanaan
Metode ini biasanya digunakan dalam perencanaan atau pengelolaan irigasi. Umumnya
di bidang irigasi dipakai debit dengan keandalan 80 %, sehingga rumus untuk
menentukan tahun dasar perencanaan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
n = Kala ulang pengamatan yang diinginkan.
R80 = Debit yang terjadi < R80 adalah 20%.
Persamaan:
Bf= I-Vn……………………………………………………………....(2.105)
Ws= R – Etp…………………………………………………………..(2.106)
Et= Ep – E (mm/hari)………………………………..………………..(2.107)
Run Off= Dro + Bf …………………………………………………...(2.108)
Keterangan :
Bf = Base flow
A = Catcment area (km2 )
Ws = Water surplus
Et = Evapotranspirasi
I = Inflitrasi (mm/hr)
Vn = Stroage Volume
R = Curah hujan (mm/hr)
Ep = Limit evapotranspirasi
E = Evapotraspirasi terbuka (mm/hr)
Kriteria dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan metode FJ. Mock ini adalah :
Disarankan:
I = > 0,5 untuk pengunungan
K x Vn – 1 ……………………………………………………….…….(2.112)
K = factor resesi air tanah, antara k = 0,60 (pegunungan), k = 0,50 (dataran rendah)
Volume tampungan air tanah (Vn) = 13 +14
Debit Efektif = (19) x (CA/1000 x 106 )/(86400 x jumlah hari dalam sebulan)
Volume aliran sungai dalam 1 bulan = (20) X 86400 x jumlah hari dalam sebulan.