Anda di halaman 1dari 38

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 UMUM
Secara umum hidrologi merupakan cabang ilmu Geografi yang mempelajari
pergerakan, distribusi, dan kualitas air di seluruh bumi, termasuk siklus hidrologi dan
sumber daya air. Orang yang ahli dalam bidang hidrologi disebut hidrolog, bekerja dalam
bidang ilmu bumi dan ilmu lingkungan, serta teknik sipil dan teknik lingkungan.

Hidrologi memiliki ruang lingkup atau cakupan yang luas. Secara substansial, cakupan
bidang ilmu itu meliputi: asal mula dan proses terjadinya air, pergerakan dan penyebaran
air, sifat-sifat air, serta keterkaitan air dengan lingkungan dan kehidupan. Hidrologi
merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Studi
hidrologi meliputi berbagai bentuk air serta menyangkut perubahan-perubahannya, antara
lain dalam keadaan cair, padat, gas, dalam atmosfer, di atas dan di bawah permukaan tanah,
distribusinya, penyebarannya, gerakannya dan lain sebagainya.

Hidrologi merupakan ilmu yang penting. Permasalahan sumber daya air yang saat ini
sering muncul membutuhkan analisis hidrologi dalam mengatasinya. Asesmen,
pengembangan, utilisasi dan manajemen sumberdaya air diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam
menyelesaikan problem berupa kekeringan, banjir, perencanaan sumberdaya air seperti
dalam desain irigasi/ bendungan, pengelolaan daerah aliran sungai, degradasi lahan,
sedimentasi dan problem lain yang terkait dengan kasus keairan. Ruang lingkup ilmu
hidrologi meliputi hidrometeorologi, hidrologi air permukaan (limnologi), hidrogeologi,
manajemen limbah dan kualitas air. Cabang ilmu ini menempatkan air sebagai fokus dan
memiliki peranan penting.

2.1.1 Definisi Hidrologi


Hidrologi berasal dari bahasa Yunani, Hydro artinya “Air”, Logia artinya “Ilmu” yang
berarti Ilmu Air. Hidrologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang pergerakan air,
dan distribusi air di bumi, baik di atas, maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat
fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan gabungannya dengan kehidupan.
Dalam kajian hidrologi meliputi potamalog (aliran permukaan), geohidrologi (air tanah),
hidrometeorologi (air yang ada diudara dan berwujud gas), limnology (air permukaan yang
relative tenang seperti danau, dan waduk), kriologi (air berwujud padat seperti es dan salju).
Selain beberapa hal diatas hidrologi juga mempelajari perilaku hujan terutama meliputi
periode ulang curah hujan karena bersesuaian dengan aturan banjir serta rencana untuk
setiap konstruksi Teknik Sipil diantaranya bendungan dan jembatan.

Beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian hidrologi. Menurut Asdak (1995),


hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas, padat)
pada, dalam, dan di atas permukaan tanah. Sedangkan Arsyad (2009) berpendapat bahwa
hidrologi adalah ilmu yang mempelajari proses penambahan, penampungan, dan
kehilangan air di bumi. Singh (1992), menjelaskan pengertian hidrologi adalah ilmu yang
membahas karakteristik kuantitas dan kualitas air di bumi menurut ruang serta waktu,
termasuk proses hidrologi, pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi,
pengembangan maupun manajemen. Serta Linsley (1986) mengatakan bahwa hidrologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang air di bumi baik 2 Pengantar Hidrologi itu
mengenai kejadiannya, jenis-jenis, sirkulasi, sifat kimia dan fisika serta reaksinya terhadap
lingkungan maupun kehidupan
2.1.2 Siklus Hidrologi

Hidrologi erat hubungannya dengan siklus hidrologi yang merupakan sirkulasi air yang
tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

• Kondensasi
Kondensasi merupakan suatu proses berubahnya uap air menjadi partikel- partikel es.
Ketika uap air dari suatu proses evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan sublimasi
sudah mencapai ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi suatu
partikel-partikel es yang berukuran sangat kecil melalui proses konsendasi.
Perubahan wujud ini terjadi karena adanya pengaruh suhu udara yang sangat rendah
saat berada di ketinggian tersebut. Suatu partikel- partikel es yang terbentuk tersebut
akan saling mendekati satu sama lain dan bersatu hingga membentuk sebuah awan.
Semakin banyak partikel es yang bersatu, maka akan semakin tebal juga hitam awan
yang akan terbentuk. Inilah hasil dari suatu proses kondensasi.
• Presipitasi
Awan yang telah mengalami suatu proses adveksi tersebut selanjutnya akan mengalami
presipitasi. Presipitasi merupakan suatu proses mencairnya awan hitam akibat adanya
pengaruh suhu udara yang tinggi. Pada tahapan inilah akan terjadinya hujan.
Sehingga awan hitam yang dapat tebentuk dari partikel es tersebut mencair dan air
tersebut jatuh ke Bumi manjadi sebuah hujan. Namun, tidak semua presipitasi akan
menghasilkan air.
Apabila presipitasi ini terjadi di daerah yang mempunyai suhu terlalu rendah, yakni
sekitar kurang dari 0ᵒ Celcius, maka suatu prepitisasi akan menghasilkan hujan salju.
Awan yang banyak mengandung air tersebut akan turun ke litosfer dalam bentuk yang
berupa butiran- butiran salju tipis. Hal ini juga dapat kita temui di daerah yang
mempunyai iklim sub tropis, dimana suhu yang dimiliki tidak akan terlalu panas seperti
di daerah yang mempunyai iklim tropis.
• Evaporasi
Tahapan pertama dalam siklus hidrologi ini ialah evaporasi. Evaporasi merupakan
suatu istilah lain dari penguapan. Siklus hidrologi akan dimulai dari adanya penguapan.
Penguapan yang mengawali terjadinya siklus hidrologi yaitu penguapan dari air yang
ada di Bumi, seperti samudera, laut, danau, rawa, sungai , bendungan, bahkan di areal
persawahan. Semua air tersebut akan berubah dan menjadi uap air karena adanya
pemanasan dari sinar matahari. Hal inilah juga disebut dengan evaporasi atau
penguapan.
Evaporasi ini akan mengubah bentuk air yang semula cair akan menjadi uap air yang
berwujud gas. Karena menjadi wujud gas, hal ini dapat memungkinkan bahwa gas
tersebut dapat naik ke atas (ke atmosfer) karena terbawa oleh angin.
Semakin panas sinar matahari yang diterima, maka akan semakin banyak air yang dapat
berubah menjadi uap air, dan semakin banyak pula yang terbawa ke lapisan atmosfer
Bumi.
• Transpirasi
Selain evaporasi, ada juga bentuk penguapan lainnya yakni penguapan yang berasal
dari suatu jaringan makhluk hidup. Penguapan yang terjadi pada jaringan makhluk
hidup ini disebut sebagai transpirasi. Transpirasi ini akan terjadi di jaringan hewan
maupun tumbuhan.
Sama halnya dengan evaporasi, proses transpirasi ini juga mengubah air yang berwujud
cair dari jaringan makhluk hidup tersebut menjadi uap air.
Uap air ini juga akan terbawa ke atas, yaitu ke atmosfer. Namun, biasanya penguapan
yang terjadi juga karena transpirasi ini jumlahnya lebih sedikit atau lebih kecil daripada
penguapan yang terjadi karena evaporasi.

Siklus hidrologi dapat juga berarti lebih sederhana yaitu peredaran air dari laut ke
atmosfer melalui penguapan, kemudian akan jatuh pada permukaan bumi dalam bentuk
hujan, yang mengalir didalam tanah sebagai sungai yang menuju ke laut. Panasnya air laut
didukung oleh sinar matahari karena matahari merupakan kunci sukses dari siklus hidrologi
sehingga mampu berja lan secara terus menerus kemudian dalam terjadinya air
berevoporasi, lalu akan jatuh kebumi sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis, atau
kabut, huja, hujan es dan salju. Melalui siklus hidroligi inilah terbentuk hujan.
Siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda, yaitu: Siklus
hidrologi, digambarkan dalam dua daur, yang pertama adalah daur pendek, yaitu hujan
yang jatuh dari langit langsung ke permukaan laut, danau, sungai yang kemudian langsung
mengalir kembali ke laut. Siklus yang kedua adalah siklus panjang, ditandai dengan tidak
adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus kedua ini memiliki
rute perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama.

2.1.3. Beberapa istilah dalam Hidrologi


Beberapa istilah dalam hidrologi yang berkaitan dengan proses terjadinya limpasan
permukaan (surface run off):
1. Interception yaitu bagian air yang tertahan sebelum mencapai tanah oleh bangunan,
pohon dan sebagainya.
2. Surface detention yaitu tampungan air yang membentuk lapisan air di permukaan
tanah
3. Depression storage yaitu tampungan air yang disebabkan oleh cekungan saluran, rawa
dan sebagainya.
4. Infiltrasi yaitu bagian air yang meresap kedalam tanah.
5. Kapasitas infiltrasi (fp) yaitu kapasitas maximum dari suatu jenis tanah dimana air
masih dapat meresap melalui permukaan, selebihnya akan menjadi run off.
6. Field capacity (kapasitas lapangan) yaitu jumlah air maximum yang dapat tinggal
dalam massa tanah terhadap pengaruh gravitasi.
7. Soil maisture yaitu air dalam pori-pori tanah dan merupakan bagian dari tanah.

2.1.4. Penentuan Luas DAS( Daerah Aliran Sungai )


Daerah Aliran Sungai adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh
titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam
sistem tersebut.Semua bagian aliran air di sekitar sungai yang mengalir menuju alur
sungai, aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur
sungai, tetapi termasuk juga aliran air dipunggung bukit yang mengalir menuju alur sungai
sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.Komponen utama yang menjadi
ciri khasdalam penentuan DAS adalah: 1. Suatu wilayah yang dibatasi oleh puncak
gunungatau bukit dan pungung. 2. Hujan yang jatuh di atasnya diterima, disimpan, dan
dialirkan oleh system sungai. 3. Sistem sungai itu keluar melalui satu outlet tunggal.
Cakupan luas DAS dibumi ini bervariasi, mulai dari puluhan meter persegi hingga ratusan
ribu hektar. Pengembangan Wilayah Sungai dalam rangka peningkatan kemampuan
penyediaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat, sehingga meliputi
beberapa ketentuan antara lain: 1) Luas DAS mengikuti pola bentuk aliran sungai dengan
mempertimbangkan aspek geografis di sekitar Daerah Aliran Sungai yang mencakup
daerah tangkapan (cathment area) untuk perencanaan tersebut. 2) Luas DAS dapat
diketahui dari gambaran (deskripsi) yang diantaranya meliputi peta atau foto udara, dan
pembedaan skala serta standar pemetaan sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai yang
sebenarnya
2.2 DATA HUJAN DAN KLIMATOLOGI
2.2.1 Data Hujan
Data hujan merupakan salah satu data yang diperlukan dalam analisa hidrologi dan
merupakan hal yang penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan rasional. Data
hujan diperoleh dari penakar Curah Hujan yang dipasang pada suatu tempat disebut Pos
Hujan dengan persyaratan dan keratapan antar pos memenuhi kebutuhan keterwakilan
suatu wilayah. Apabila intensitasnya tinggi berarti hujan lebat, dan intensitasnya juga
dapat menjadi dasar dalam memperkirakan dampak hujan seperti banjir, longsor dan
efeknya terhadap makhluk hidup.
Data curah hujan yang didapat tidak sepenuhnya lengkap. Ada data – data yang
hilang atau tidak tercatat oleh petugas pencatat curah hujan BBWSMS. Untuk data curah
hujan yang tidak lengkap tiap bulannya tentunya tidak dapat dipakai dan tidak
diikutsertakan dalam mengklasifikasikan data curah hujan tahunan dan dianggap pada
tahun itu data curah hujan cacat atau tidak tercatat.Dalam perhitungan data yang
digunakan ada tiga, yaitu data hujan harian dalam satu tahun, data hujan kumulatif
bulanan, dan data hujan rata – rata bulanan.
• Pengolahan Data
- Normalisasi Data
Hal yang pertama kali dilakukan yaitu mengumpulkan data curah hujan yang akan
dihitung dalam satu tahun dan menyajikannya dalam bentuk tabel dan memberikan
angka 0 pada hari dimana tidak terjadi hujan. Dalam tabel tersebut terdapat bulan
dan tanggal terjadinya hujan yang dicatat pada stasiun hujan tersebut,kemudian
pengolahan data yang berupa data curah hujan harian dalam bentuk digital (tabel
excel) dari beberapa stasiun curah hujan yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung.
Data tersebut diolah diurutkan terlebih dahulu menjadi data dalam bentuk time
series, menyusun data curah hujan tersebut kedalam dua kolom, kolom pertama
adalah tanggal dan kolom kedua adalah curah hujan harian. Data curah hujan
tersebut disusun dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember sehingga
didapatkan sebanyak 365 hari untuk tahun biasa dan 366 hari untuk tahun kabisat.

- Uji Validasi Data


Menguji data hujan harian tiap stasiun untuk mengetahui data mana yang nantinya
dipakai dengan cara membandingkan curah hujan maksimum harian dari 1 stasiun
dengan curah hujan maksimum harian yang pernah terjadi di Provinsi Lampung, bila
mengalami perbedaan yang terlalu jauh dengan curah hujan maksimum harian yang
pernah terjadi di Provinsi Lampung maka data tersebut dianggap tidak valid.

- Pemodelan Data Hilang


Pada proses ini data hujan terukur dibuat seolah-olah terjadi data curah hujan yang
hilang, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari curah hujan yang hilang
menggunakan metode normal ratio, metode inversed square distance, dan metode
rata-rata aljabar dengan masing-masing metode menggunakan jumlah stasiun yang
berbeda yaitu tiga stasiun, empat stasiun, dan lima stasiun. Kemudian dilakukan
perhitungan korelasi antara data Curah hujan yang hilang hasil perhitungan dengan
data curah hujan terukur
Data hujan harian banyak bermanfaat untuk sektor pertanian dan perkebunan, namun
kurang bermanfaat untuk desain saluran. Hujan yang mengakibatkan banjir di perkotaan
biasanya berdurasi pendek, maka diperlukan data hujan dengan durasi waktu pendek,
misalnya 5 menit, 15 menit, dan seterusnya yang dapat diperoleh dari alat pencatat hujan
otomatis (ARR= Automatic Rainfall Recorder). Alat ini dilengkapi dengan pencatat
jumlah akumulasi hujan terhadap waktu dalam bentuk grafik. Ada tiga jenis alat pencatat
hujan otomatis yaitu weighing bucket, tipping bucket, dan float. Jenis ARR dengan float
(pelampung) dilengkapi dengan pelampung dalam suatu bejana yang dihubungkan dengan
corong penangkap hujan melalui pipa. Gerakan naik pelampung akibat pertambahan air
dalam tabung diteruskan dengan mekanisme khusus yang dapat menggerakan pena di atas
kertas perekam. Alat ini dilengkapi dengan alat penguras. Pada waktu pelampung
mencapai posisi tertinggi, maka air akan terbuang secara otomatis melalui pembuang dan
pelampung kembali pada posisi paling bawah (Gambar 2.2).

(a) (b)

Gambar 2.2

(a) Bentuk skematik Pancatat pelampung tipe Hellman


(b) Penakar hujan jenis Hellman

Hubungan Tebal Hujan Terhadap Durasi Hujan Data curah hujan diperlukan sebagai
masukan pada analisis hidrologi. Data yang diperlukan dapat berupa :

1. Tebal hujan yang terakumulasi selama selang waktu tertentu (a given time interval)
pada peluang ( probability ) atau periode ulang ( return period ) tertentu.
2. Hubungan antara tebal hujan dan durasi hujan. Kedua parameter tersebut ditentukan
dari hasil pengukuran data curah hujan yang cukup lama. Pada durasi yang sama dapat
terjadi hujan dengan intensitas yang berbeda– beda, dalam satu kejadian hujan pun
intensitas setiap selang waktu dapat berbeda–beda. Tebal hujan dan durasi umumnya
mempunyai hubungan langsung, tebal hujan akan bertambah jika durasi bertambah.
Persamaan umum untuk menyatakan hubungan tebal hujan terhadap durasi (
Soewarno, 2000 : 210 ) adalah :

H = k 𝑡 𝑛 ……………………………………………..………………………. (2.1)

Dimana :
H = tebal hujan ( mm )

t = durasi hujan ( menit )


k = koefisien

n = eksponen yang bernilai sebagai bilangan riel positif dan nilainya kurang dari 1
(satu).umumnya 0.20-0.50

Persamaan (2.1) dapat diubah menjadi :


log H =log k + n log t ………………………...………………...…………………. (2.2)
Atau dapat diubah menjadi persamaan regresi linier sederhana :

Y = A + B X ………………………………………...………...…………. (2.3)
Dimana Y = log H, A = log k dan BX = n log t serta untuk X = log t maka B = n. Bila i =
1,2,3,…n adalah banyaknya data maka nilai A dan B dapat ditentukan dengan cara kuadrat
terkecil :
𝑛Ʃ𝑋𝑖 𝑌𝑖 −Ʃ𝑋𝑖 Ʃ𝑌𝑖
B= ………………………………………...……..……. (2.4)
𝑛Ʃ𝑋𝑖2 − (Ʃ𝑋𝑖 )²

Ʃ𝑋𝑖 −𝐵Ʃ𝑋𝑖
A= ………………………………………………...……..……. (2.5)
𝑛

Dengan persamaan korelasi (r)


𝑛Ʃ𝑋 𝑌 −Ʃ𝑋 Ʃ𝑌
r= [|𝑛Ʃ𝑋 2−(Ʃ𝑋𝑖 )2𝑖||𝑛Ʃ𝑋𝑖 2−(Ʃ𝑌𝑖)
𝑖
2 |] ……….……………………..……. (2.6)
𝑖 𝑖 𝑖

Proses analisis data untuk menentukan tebal hujan rata – rata (pada periode tertentu : setiap
jam, harian, bulanan, tahunan) dapat dilakukan dengan menggunakan metode rata – rata
aritmatik, metode ini merupakan metode yang paling sederhana, tebal hujan dapat dihitung
dengan rumus :

Hr = 1/n ( H1 + H2 + H3 + …+ Hn ) ………………………………....……..……. (2.7)


Dimana :

Hr = tebal hujan rata – rata (mm)


H1, H2, H3, …Hn = tebal hujan (mm)

n = jumlah data
Analisis Chi - Kuadrat
Dalam mendapatkan data yang diprakirakan besarnya melalui model persamaan regresi,
tidak diperlukan adanya asumsi tentang bentuk penyebaran kesalahan. Selain itu juga
untuk menguji apakah persamaan itu cocok dengan data pengamatan maka perlu diuji,
pengujian dilakukan dengan uji chi- kuadrat yang dirumuskan sebagai berikut :

dk = ( B-1 )(K-1) ……………………………………....……..……. (2.8)


(𝑂−𝐸)²
𝑥 2 =Ʃ[ ]……………………………………....……..……. (2.9)
𝐸

Dimana :

dk = derajat kebebasan
B = banyak baris

K = banyak kolom

𝑥 2 = nilai chi – kuadrat terhitung

O = nilai pengukuran

E = nilai dari persamaan

2.2.2 KLIMATOLOGI
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang iklim, meliputi variasi dan
penyimpangannya serta mencakup pengaruh iklim terhadap manusia. Asal kata
klimatologi yaitu dari bahasa Yunani, terdiri dari klima yang berarti lereng, zona atau
wilayah dan logia yang berarti ilmu. Klima sendiri kemudian berarti iklim, merupakan
gamabaran tentang pola cuaca pada suatu tempat dalam waktu yang lama.Beda iklim
dengan cuaca adalah pada skala waktu dan tempatnya. Cuaca merujuk pada kondisi
atmosfer dalam jangka pendek dan pada tempat ang lebih sempit.
Klimatologi merupakan cabang dari sains atmosfer dimana semua studi tentang iklim
juga akan berkaitan dengan setiap sistem lainnnya dibumi mekiputi geosfer dan hidrosfer.
Tentunya ini karena iklim memengaruhi seluruh aspek di permukaan bumi. Mengacu pada
UU 31 tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika disebutkan juga
bahwa klimatologi mencakup iklim dan kualitas udara. Hal inii tak lepas karena terdapat
pengaruh timbale balik antara kondisi kualitas udara dan dinamika iklim yang dalam
jangka panjang berkaitan dengan variabilitas dan perubahan iklim.
Umumya skala waktu untuk iklim adalah rata – rata data selama 30 tahun dengan
criteria tertentu akan disebut sebagai normal iklim. Dengan adanya normal iklim maka
kita dapat menyatakan musim panas pada suatu waktu lebih kering atau lebih lembab,
musim hujan lebih basah dari biasanya atau juga mendapatkan infomasi hari dengan suhu
tertinggi dalam satu tahun dan sebagainya.
Gambar 2.3 Suhu Udara Rata – Rata

Peta temperature rata – rata selama 30 tahun. Rangkaian data yang dibentuk dengan
menggunakan parameter cuaca yang direkam dalam jangka waktu yang lama adalah hal
yang umum dilakukan dalam klimatologi.

Gambar 2.4 Peta Temperatur Rata – Rata


2.3 CURAH HUJAN RERATA DAERAH (AREA RAINFALL)
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar
tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan selalu dinyatakan
dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di indonesia satuan curah hujan yang
digunakan adalah dalam satuan milimeter (mm). Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter
memiliki arti dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air
setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan pemanfaatan air adalah
curah hujan rata-rata di daerah yang bersangkutan, bukan hanya pada satu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm.
Metode yang digunakan untuk menentukan hujan rerata daerah adalah sebagai berikut :

2.3.1 Metode Aritmatik (Cara Rata rata Aljabar)


Metode ini adalah metode yang paling praktis digunakan untuk mencari data curah
hujan yang hilang. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang
bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun, stasiun yang
digunakan dalam hitungan biasanya masih saling berdekatan (Saputro, 2011).
𝑃1+𝑃2+𝑃3+⋯𝑃𝑛
P= ………………….....................................(2.10)
𝑛

Keterangan:
p = Curah hujan yang hilang

p1 , p2 ... pn = Hujan di stasiun 1,2,3,…,n


n = Jumlah stasiun hujan

Rata-rata dari penjumlahan seluruh alat pengukur curah hujan dalam periode waktu hujan
tertentu dan dibagi dengan jumlah alat pengukur yang digunakan. Teknik pengukuran ini
dianggap sebagai teknik pengukuran yang paling mudah. Namun, pengukuran rata-rata
aritmatik ini perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu lokasi alat pengukur curah
hujan harus tersebar merata dan daerah pengamatan harus seragam terutama dalam hal
ketiggian.
Gambar 2.5 Metode Aritmatik(Aljabar)

2.3.2 Metode Poligon Thiessen


Teknik poligon; menghubungkan satu alat pengukur curah hujan terpasang dengan alat
pengukur lainnya (interpolasi). Poligon Thiessen merupakan salah satu metode interpolasi
yang paling banyak dipakai. Teknik poligon dapat digunakan untuk menentukan curah
hujan suatu daerah. Teknik ini tidak cocok digunakan di daerah bergunung dan daerah
dengan intensitas curah hujan yang tinggi (Shaw, 1985). Stasiun terdekat terhadap setiap
titik di dalam DAS dapat dicari dengan menghubungkan stasiun-stasiun yang ada secara
grafis, kemudian dibuat garis tegak lurus yang membagi dua stasiun terdekat, dan
membentuk poligon yang mengelilingi tiap stasiun. Luasan di dalam poligon
menunjukkan wilayah yang paling dekat dengan stasiun di dalamnya sehingga pemberatan
yang dilakukan terhadap stasiun tersebut adalah perbandingan antara luas poligon terdekat
dengan luas total DAS.
𝐴1 .𝑃1 +𝐴2 .𝑃2 + …+𝐴𝑛 .𝑃𝑛
P= ……………………………………(2.11)
𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝐴1 .𝑃1 +𝐴2 .𝑃2 +𝐴3 .𝑃3 +⋯+𝐴𝑛 .𝑃𝑛


P= …………………………….(2.12)
𝐴1 +𝐴2 +𝐴3 +⋯𝐴𝑛

Keterangan:
P = curah hujan rata – rata

P₁,…Pn = curah hujan pada setiap stasiun

A₁,…An = luas yang dibatasi tiap poligon


Gambar 2.6 Metode Poligon Thiessen

2.3.3 Metode Isohiet


Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat – tempat yang mempunyai tinggi
hujan yang sama. Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis – garis yang membagi
daerah aliran sungai menjadi daerah – daerah yang diwakili oleh stasiun – stasiun yang
bersangkutan, yang luasnya dipakai sebagai faktor koreksi dalam perhitungan hujan rata
– rata.
Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode Poligon Thiessed, hanya saja luasanna
diperoleh dengan cara membentuk garis garis hasil interpolasi nilai kedalaman hujan antar
stasiun. Kelemahannya , kalau dalam satu DAS, jumlah stasiun hujan terlalu sedikit,
interpolasinya susah.

𝐼 +𝐼 𝐼 +𝐼 𝐼 +𝐼
𝐴1 1 2 2 +𝐴2 2 2 3 +⋯+𝐴𝑛 𝑛 2𝑛+1
P= ……………………………(2.13)
𝐴1 +𝐴2 +⋯𝐴𝑛
Keterangan:
P = hujan rerata kawasan

𝐴𝑖 = luasan daro titik i

𝐼𝑖 = garis isohiet ke i

Gambar 2.7 Metode Isohiet

2.4 CURAH HUJAN MAKSIMUM


Curah hujan maksimum merupakan curah hujan tertinggi yang terjadi pada perode
tertentu. Periode curah hujan bisa dari periode jaman, harian, bulanan, dan tahunan. Nilai
curah hujan maksimum harian diperlukan untuk menganalisis debit banjir suatu DAS. Nilai
curah hujan maksimum bulanan diperlukan untuk merencanakan debit andalan. Nilai curah
hujan maksimum tahunan diperlukan untuk menganalisis karakteristik hidrologi umum.
Dalam melakukan analisis curah hujan harian maksimum, ada empat metode yang bisa
digunakan: normal, log normal, log Pearson III, dan Gumbel.
2.4.1 Metode Perhitungan

2.4.1.1 Metode Normal


Distribusi normal adalah distribusi simetri yang berbentuk seperti lonceng. Distribusi
ini digunakan dalam pendekatan distribusi fenomena alam. Fungsi kerapatan
probabilitas distribusi normal dapat dirumuskan sebagai berikut:
1 1 𝑥−𝜇
𝑓(𝑥) = 𝜎 𝑒𝑥𝑝 [− 2 ( ) ²]…………………………………..(2.14)
√2𝜋 𝜎

μ dan σ adalah parameter statistik: nilai rata-rata dan standar deviasi data. Persamaan
di atas dapat disederhanakan dengan dengan menggunakan bentuk yang dilinearisasi
sebagai berikut.
̅ + 𝐾𝑇 𝑆……………………………………………………….(2.15)
𝒙𝑻 = 𝒙
𝑥𝑇 +𝜇
𝐾𝑇 = = 𝑧…………………………………………………….(2.16)
𝜎

Keterangan:

𝑥 𝑇 : hujan rencana untuk periode ulang T


x : rata-rata dari data pengamatan

K : faktor frekuensi
S : standar deviasi data

Z : variable standar normal


Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.

1. Menghitung nilai rata-rata curah hujan harian maksimum.


2. Menghitung nilai simpangan baku S.

∑𝑛 ̅
𝑖=1(𝑅𝑖 −𝑅)²
𝑆=√ …………………………………………………(2.17)
𝑛−1

3. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1…………………………………………………..………(2.18)

4. Menghitung nilai w.

1 0,5
[𝐼𝑛 𝑝2 ] , 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑊={ 0,5 ……………...…………….……(2.19)
1
[𝐼𝑛 (1−𝑃)2] , 0,5 < 𝑃 ≤ 1

5. Menghitung nilai z.
2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤 2
𝑧 = 𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤 2 +0,001308𝑤 3 …………….(2.20)

6. Menghitung nilai 𝐾𝑇 .
𝑧, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝐾𝑇 { …………………………………..................(2.21)
−𝑧, 0,5 < 𝑃 ≤ 1
7. Menghitung nilai RT.

𝑅𝑇 = 𝑅+𝐾𝑇 𝑆 ……………………………………………………...(2.22)

2.4.1.2 Metode Log Normal

Metode Log Normal adalah metode yang cukup merepresentasikan distribusi curah
hujan maksimum pada periode tertentu. Persamaan fungsinya ialah sebagai berikut.

1 1 𝑥−𝜇 2
𝑛
𝑓(𝑥) = 𝜎 𝑒𝑥𝑝 [− ( 2 ) ] …………………………………(2.23)
√ 2𝜋 2 𝜎 𝑛

𝜇𝑛 adalah rata-rata untuk y = log x dan 𝜎𝑛 adalah nilai standar deviasi untuk y = log
x. Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.
1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian maksimum rata-rata R
per tahun.
2. Menghitung nilai rata-rata semua log R.

3. Menghitung nilai simpangan baku 𝑆𝑙𝑜𝑔 R.

2
∑𝑛
𝑖=1(log 𝑅𝑖 − 𝑙𝑜𝑔𝑅)
𝑆𝑙𝑜𝑔 = √ ………………………………...……(2.24)
𝑛−1

4. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai log R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 ……………………………..…………………...…….(2.25)

5. Menghitung nilai w.

1 0,5
[𝐼𝑛 𝑝2 ]
, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑊={ 0,5 ……………………….. ….(2.26)
1
[𝐼𝑛 (1−𝑃)2] , 0,5 < 𝑃 ≤ 1

6. Menghitung nilai z.
2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤 2
𝑧 = 𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤 2 +0,001308𝑤 3 ……… …(2.27)

7. Menghitung nilai 𝐾𝑇 .
𝑧, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝐾𝑇 { …………………………………….……(2.28)
−𝑧, 0,5 < 𝑃 ≤ 1
8. Menghitung nilai log 𝑅𝑇

𝑙𝑜𝑔𝑅𝑇 = 𝑙𝑜𝑔𝑅 + 𝐾𝑇 𝑆log 𝑅 …………………………………...(2.29)

9. Menghitung nilai 𝑅𝑇

𝑅𝑇 = 10log 𝑅𝑇 ………………………………………………..(2.30)

2.4.1.3 Metode Log Pearson III

Metode Log Pearson III dinyatakan dalam fungsi berikut.


𝑥 𝑐 𝑐𝑥
𝑓(𝑥) = 𝑃0 (1 − 𝛼) 𝑒 − 2 …………………………..………...(2.31)

Keterangan:
4
𝑐 =𝛽 −1
1

𝑐𝜇
𝛼 = 2𝜇3𝑐 − 1
3𝑐

𝜇 ²
𝛽 = 𝜇3 ³ − 1 …………………………………………..………..(2.32)
2

𝜇2 adalah varian dan 𝜇 3 adalah momen ketiga.


Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.

1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian maksimum rata-rata R
per tahun.

2. Menghitung nilai rata-rata semua log R.

3. Menghitung nilai simpangan baku 𝑆𝑙𝑜𝑔 R.

𝑛 2

𝑆𝑙𝑜𝑔 = √∑𝑖=1(𝑙𝑜𝑔𝑅𝑖 −log 𝑅) ………………………………(2.33)


𝑛−1

4. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai log R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 ……………………………..……………………..(2.34)

5. Menghitung nilai w.

1 0,5
[𝐼𝑛 2 ]
, 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑝
𝑆={ 0,5
………………………….(2.35)
1
[𝐼𝑛 (1−𝑃)2] , 0,5 < 𝑃 ≤ 1
6. Menghitung nilai z
2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤²
𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤²+0,001308𝑤³ , 0 < 𝑃 ≤ 0,5
𝑧={ 2,515517+0,802853𝑤+0,010328𝑤²
…….(2.36)
− (𝑤 − 1+1,432788𝑤+0,189269𝑤²+0,001308𝑤³) , 0,5 < 𝑃 ≤ 1

7. Menghitung nilai k. Cs adalah skewness coefficient.


𝐶𝑠
𝑘= …………………………………………………………………...(2.37)
6
𝑁
𝐶𝑠 = (𝑁−1)(𝑁−2) ∑𝑁
𝑖=1(log 𝑅𝑖 − log 𝑅)³…………………………….(2.38)

8. Menghitung nilai KT.


1 1
𝐾𝑇 = 𝑧 + (𝑧 2 − 1)𝑘 + 3 (𝑧 3 − 6𝑧)𝑘 2 − (𝑧 2 − 1)𝑘 3 + 𝑧𝑘 4 + 5 𝑘 5 ……..(2.39)

9. Menghitung nilai log RT.

log 𝑅 𝑇 = log 𝑅 + 𝐾𝑇 𝑆log 𝑅 ………………………………………………(2.40)

10. Menghitung nilai RT.

𝑅𝑇 = 10log 𝑅𝑇 …………………………………………………….…..(2.41)

2.4.1.4 Metode Gumbel


Metode Gumbel merupakan metode yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
Metode Gumbel dinyatakan dalam fungsi berikut.

𝑓(𝑥) = 𝑒𝑥𝑝[−𝑒𝑥𝑝(−𝑦)]
𝑥−𝜇
𝑦= 𝛼

√6
𝛼= 𝑠
𝜋

𝜇 = 𝑥 − 0,5772𝛼

Jika x=𝑥 𝑇 :
1
𝑦𝑇 = −𝑙𝑛 [ln (𝑓(𝑥 ))]
𝑇

(𝑇𝑟 −1)
𝑓(𝑥 𝑇 ) = 𝑇𝑟

𝑟 𝑇
𝑦𝑇 = 𝑙𝑛 [𝑙𝑛 (𝑇 −1 )]
𝑟

𝑥 𝑇 = 𝑥 + 𝐾𝑇 𝑆
𝑦𝑇−𝑦𝑁
𝑥𝑇 = 𝑥 + 𝑆
𝑆𝑁

√6 𝑇𝑟
𝐾𝑇 = − {0,5772 + 𝑙𝑛 [ln ]}
𝜋 𝑇𝑟 −1

𝑟 𝑇
𝑦𝑇 = −𝑙𝑛 [𝑙𝑛 (𝑇 −1 )] ………………………………………………………(2.42)
𝑟

𝑦𝑇 adalah reduced variate, 𝑦𝑁 adalah reduced mean, dan SN adalah standar deviasi.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.
1. Menghitung nilai rata-rata dari curah hujan harian maksimum.

2. Menghitung nilai simpangan baku S.

∑𝑛
𝑖=1(𝑅𝑖 −𝑅)²
𝑆=√ ……………………..………………………………(2.43)
𝑛−1

3. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai R. Data diurutkan dari yang
terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1, sedangkan data
terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah data.
𝑚
𝑃 = 𝑛+1 ……………………………..………………………….…….(2.44)

4. Menghitung nilai 𝑇𝑟 .
1
𝑇𝑟 = 𝑃 ………………………………………………………………...(2.45)

5. Menghitung nilai 𝐾𝑇 .
√6 𝑟 𝑇
𝐾𝑇 = − {0,5772 + 𝑙𝑛 [ln 𝑇 −1 ]} ………………………………....….(2.46)
𝜋 𝑟

6. Menghitung nilai 𝑅𝑇 .

𝑅𝑇 = 𝑅 + 𝐾𝑇 𝑆 ………………………………..………………..………(2.47)

2.5 HUJAN RANCANGAN


Hujan rancangan adalah berapa besarnya kedalaman hujan di suatu titik yang akan
digunakan sebagai dasar perancangan bangunan keairan, atau hyetograph berupa distribusi
hujan sebagai fungsi waktu selama hujan deras. Analisis curah hujan rancangan bertujuan
untuk mengetahui besarnya curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu yang
nantinya dipergunakan untuk perhitungan debit banjir rencana. Metode-metode untuk
perhitungan hujan rencana sebagai berikut :
2.5.1 Metode Gumbel
Hujan maksimum rencana untuk menentukan debit banjir rencana adalah curahhujan
maksimum dengan periode ulang tertentu berdasarkan data hujan selama 24jam
maksimum. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

𝑋𝑇 = 𝑥 + 𝑆. 𝐾 ………………………………………………………….(2.48)
1
𝑥 = 2 ∑𝛼𝑖=1 𝑋𝑖 …………………………………………….……………(2.49)

∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 ²−𝑥 ∑𝑖=1 𝑥𝑖
𝑆=√ …………………………………….………….(2.50)
𝑛−1

𝑦𝑇−𝑦𝑛
𝐾= ……………………………..………………………………(2.51)
𝑆𝑛

𝑇−1
𝑦𝑇 = −𝑙𝑛 {−𝑙𝑛 ( )} ………………………………………………(2.52)
𝑇

Dimana:
XT = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun (mm)

𝑥 = Besarnya curah hujan rata-rata (mm)

S = Standard deviasi
K = Faktor frekwensi
YT = Reduced variate

Yn = Reduce mean
Sn = Reduce standard deviation

n = Jumlah data

2.5.2 Metode Haspers


Persamaan yang digunakan dalam perhitungan curah hujan masimum dengan
menggunakan metode Haspers adalah sebagai berikut :
RT = RA + SUT …..………………………………….....................….. (2.53)

Dimana ;
RT : Hujan maksimum dengan periode ulang T tahun

RA : Hujan maksimum rata - rata


S : Standar deviasi
SUT : Standart variable untuk periode ulang T tahun
Persamaan yang digunakan untuk menghitung standar deviasi adalah:
1 𝑅1 −𝑅𝑎 𝑅2 −𝑅𝑎
S=2( + ) ……………………………………………….…(2.54)
𝑈1 𝑈2

Dimana:
R1 = hujan absolut maksimum ke 1

R2 = hujan absolut maksimum ke 2


Um = standar variabel untuk periode ulang tm tahun
𝑛+1
tm =
𝑚

n = jumlah tahun pengamatan

m = rank (m = 1, 2)

2.5.2 Metode Log person tipe III


Persamaan rumus yang digunakan untuk distribusi Log Pearson Tipe III adalah:

1. Harga rata-rata (Log x)


∑𝑛
𝑖=1 log 𝑋𝑖
log 𝑥 = ………………………………………………….(2.55)
𝑛
2. Standar Deviasi (𝑆𝑥 )
√∑𝑛
𝑖=1(𝑙𝑜𝑔)²
𝑆log 𝑋 = …..………..………………………...………….(2.56)
𝑛−1

3. Koefisien kemiringan sample (Cs)


∑𝑛
𝑖=1(log 𝑋𝑖−log 𝑋)³
𝐶𝑠 = (𝑛−1).(𝑛−2).(𝑆𝑥)³
……………………………………………(2.57)

4. Logaritma curah hujan (Log Xt)


̇
𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖 = log 𝑋 + 𝐺𝑥𝑆𝑙𝑜𝑔 𝑥 ……………………………………….(2.58)

5. Hujan rencana (Xt)


Hujan rencana dengan periode ulang (T) tahun (Xt) diperoleh dengan mencari antilog
dari nilai Log Xt.
Keterangan:

Cs = koefisien kemiringan sample


K = faktor frekuensi dimana nilai K tergantung dari nilai (Cs)
log X = hujan rata-rata (mm)
Log Xt = logaritma curah hujan (mm)

Log Xi = hujan maksimum (mm)


Xt = hujan rencana (mm)

n = jumlah tahun pengamatan


Sx = standar deviasi

2.6 UJI PEMILIHAN DISTRIBUSI FREKUENSI

Untuk mengetahui apakah pemilihan distribusi yang digunakan dalam perhitungan


curah hujan rancangan diterima atau ditolak, maka perlu dilakukan uji kesesuaian
distribusi. Uji ini dilakukan secara horisontal dengan menggunakan Metode Smirnov
Kolmogorof dan vertical dengan menggunakan Metode Chi Square:
2.6.1Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara horizontal, yaitu merupakan
selisih simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris (DO). Dengan
pemeriksaan uji ini akan diketahui:
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau
yang diperoleh secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak.

Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik
(no parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
2.6.2Uji Chi-Square

Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertical apakah distribusi
pegamatan dapat diterima secara teoritis. Pada penggunaan Uji Smirnov-Kolmogorov,
meskipun menggunakan perhitungan matematis namun kesimpulan hanya
berdasarkan bagian tertentu yang mempunyai penyimpangan terbesar, sedangkan Uji
Che-Square menguji penyimoangan distribusi data pengamatan dengan mengukur
secara maematis kedekatan antara data pengamatan dan seluruh bagian garis
persaman distribusi teoritisnya. Uji Che-Square diturunkan menjadi oersamaan
sebagai berikut:
(𝑒𝑓−𝑜𝑓)²
𝑥2 = ∑ .....................................................................................(2.59)
𝑒𝑓

Keterangan:
𝑋 2 = Chi-Square.
𝑒𝑓 = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan pembagian
kelasnya.
𝑜𝑓= frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

Derajat kebebasan:
𝑫𝑲 = 𝑲 – (𝑷 + 𝟏) …………………………………………………….…(2.60)

Keteranagan :
𝑫𝑲 = Derajat kebebasan.
𝑲 = Banyaknya kelas.
𝑷 = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter; P=2

2.7 DISTRIBUSI CURAH HUJAN JAM – JAMAN

Distribusi hujan jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data
pencatat hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada daerah pengaliran
sungai (DAS). Dalam perhitungan banjir rancangan atau perencanaan sungai, untuk
memperkirakan hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf satuan (unit hydrograph)
perlu diketahui duluan sabaran hujan jam-jaman pada (DAS), dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu cara empiris dan observed. Cara observed dengan menggunakan data hujan
otomatis, sedangkan cara empiris dengan data hujan harian dari stasiun hujan manual.
Perhitungannya menggunakan rumus mononobe sebagai berikut:

𝑅24 𝑡 2/3
𝑅𝑇 = × (𝑇) ……………………………..…………………(2.61)
𝑡

Keterangan :

𝑹𝑻 = intensitas curah hujan merata dalam T jam

𝑹𝟐𝟒= curah hujan dalam 1 hari

𝑻 = waktu konsentrasi hujan

Atau untuk memperkirakan banyaknya aliran atau debit yang tertinggi yang mendekati
kenyataan perlu didasrkan pada curah hujan jam – jaman. Maka perlu ditaksirkan pola
hujan tiap jam dari data curah hujan harian tersebut. Dalam beberapa penelitian Indonesia
biasanya diambil selang waktu antara 5 s/d 7 jam.
Cara diatas dapat dilakukan apabila tersedia data hujan otomatis.Apabila yang tersedia
adalah data hujan harian,untuk mendaptkan kedalaman hujan jamjaman dari hujan
rancangan dapat menggunakan model distribusi hujan.Model distribusi hujn yang telah
dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian ke hujan jam-jaman antara lain :
1. Metode distribusi hujan seragam
2. Model distribusi hujan segitiga

3. Alternating Block Method

2.8 KOEFISIEN PENGALIRAN


Koefisien pengaliran adalah variabel untuk menentukan besarnya limpasan permukaan
tersebut dimana penentuannya didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik
hujan yang jatuh di daerah tersebut. disajikan pula nilai koefisien pengaliran untuk
perhitungan debit banjir rancangan berdasarkan kondisi tata guna lahan (land use). Hal ini
dimaksudkan supaya dalam menentukan nilai koefisian limpasan perlu dipertimbangkan
pula factor tata guna lahan. Untuk menentukan harga koefisien pengaliran adalah:
∑𝒏
𝒊=𝟏 𝑨𝟏 .𝑨𝟐
𝑪𝒏 = ∑𝒏
.....................................................................................(2.62)
𝒊=𝟏 𝑨𝟏

Keterangan :

𝑪𝒏 = koefisien pengaliran rata-rata

𝑨𝒊 = luas masing – masing tata guna lahan

𝑪𝒊 = koefisien pengaliran masing-masing tata guna lahan

𝒏 = banyaknya jenis penggunaan tanah dalam suatu pengaliran

Adapun kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah:


a. Keadaan hujan

b. Luas dan daerah aliran


c. Kemiringan daerah alirandan kemiringan dasar sungai

d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah


e. Kelembaban tanah

f. Suhu udara, angin dan evaporasi


g. Tata guna lahan

Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan mempunyai 2 definisi yaitu:


𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝐿𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛
𝑓1 = 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑢𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑅𝑎𝑡𝑎 𝑆𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑇𝑖𝑏𝑎 𝐵𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟 ……………….(2.63)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑖𝑚𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛
𝑓1 = …………………………………………………….(2.64)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑢𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛

Rumus (1) disebut koefisien pengaliran puncak untuk membedakan dari rumus (2). Bagi
sungai-sungai biasa, digunakan rumus (2). Tabel dari Dr. Mononobe, mencantumkan
koefisien pengaliran sungai di Jepang. Harga f berbeda-beda yang disebabkan oleh
topografi daerah pengaliran, perbedaan penggunaan tanah dan lain-lain. Jika pembangunan
dikemudian hari di daerah pengaliran itu harus turut dipertimbangkan, maka pada
perhitungan banjir lebih baik digunakan koefisien yang lebih besar dari 0,70 dan koefisien
yang kurang dari 0,50 harus ditiadakan.
Koefisien pengaliran merupakan nilai bangding antara bagian hujan yang membentuk
limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini di pengaruhi oleh tata guna
lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus
memperhitungkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Nilai
koefisien pengaliran seperti pada tabel berikut ini.

Gambar 2.8 Contoh Tabel Koefisisen Pengaliran

Koefisien pengaliran dalam tabel di atas telah didasarkan pada pertimbangan bahwa
koefisien itu terutama tergantung dari faktor-faktor fisik. Dr. Kawakami menyusun
sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk sungai tertentu, koefisien itu tidak tetap,
tetapi berbeda-beda yang tergantung dari curah hujan.
𝑅,
𝑓 = 1 − 𝑅 = 1 − 𝑓 , ………………………………………………………(2.65)
𝑡

Keterangan

𝑓 = Koefisien pengaliran

𝑓 ´ = Laju kehilangan

𝑅𝑡 = Jumlah curah hujan (mm)


𝑅´ = Kehilangan curah hujan (mm)

Dalam perencanaan sistem drainase dibutuhkan suatu nilai koefisien aliran (c).
Koefisien aliran adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa persen air yang
mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadi hujan pada suatu wilayah, atau
perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi hujan yang ada:
𝑎𝑖𝑟 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑙𝑖𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 (𝑐) = ……(2.66)
𝑎𝑖𝑟 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑡𝑢ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛

2.9 ANALISA CURAH HUJAN NETTO JAM – JAMAN

Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct
run-off). Dengan asumsi bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung
mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linear and time invariant process),
maka hujan netto (𝑅𝑒𝑓𝑓) dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝑅𝑒𝑓𝑓=𝑓 . 𝑅24..................................................................................................(2.67)
Keterangan:

𝑅𝑒𝑓𝑓 = hujan netto (mm)

𝐹 = koefisien pengaliran
R24 = intensitas curah hujan (mm)

2.10 DEBIT BANJIR RANCANGAN

Debit banjir rancangan adalah debit besar tahunan yang diperkirakan dengan suatu
proses kemungkinan ulang yang tertentu. Penentuan banjir rancangan dapat memberikan
hasil yang bermanfaat bila disajikan dalam bentuk hidrografi banjir.
Debit banjir rancangan adalah besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai dasar
penentuan kapasitas dalam mendimensi bangunan – bangunan hidraulik (termasuk
bangunan disungai ), sedemikian hingga kerusakan yang dapat ditimbulkan baik langsung
maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh tejadi selama besaran banjir tidak
terlampaui.

Dalam praktek analisis hidrologi terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh untuk
menetapkan debit banjir rancangan. Masing-masing cara akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut: a) ketersediaan data, b) tingkat kesulitan yang dikehendaki, c)
kesesuaian cara dengan DAS yang ditinjau.
Gambar 2.9 Hidrografi Aliran

2.10.1. Debit Banjir Rancangan Non-Hidrograf


2.10.1.1Metode Rasional

Metode Rasional dapat dipandang sebagai cara perkiraan limpasan yang paling populer,
karena kesederhanaannya. Mengandung arti penyederhanaan berbagai proses alami,
menjadi proses sederhana, dengan demikian cara ini mempunyai banyak kendala dan
keterbatasan pemakaian. Hanya digunakan pada DAS dengan ukuran kecil, kurang dari
300 Ha.
Cara rasional ini bertujuan untuk memperkirakan debit puncak dengan persamaan:

𝑄 = 0,278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴 ………………………………………………….(2.68)
Dengan:

Q = debit puncak, dalam m³/dt

C = koefisien limpasan (runoff coefficient) dengan range 0≤ 𝐶 ≤ 1


I = intensitas hujan, dalam mm/jam
A = luas DAS, dalam km²
2
𝑋24 243
𝐼= × ……………………………….……………………….(2.69)
4 𝑡
1
𝑇= …………………………………………………………………(2.70)
𝑤
20𝐻 0,6
𝑤= ………………..……………………(2.71)
𝐻0,6
1 (𝑚/ det 2=72 𝑘𝑚 )
1( )
𝑗𝑎𝑚

Keterangan :
w = waktu kecepatan perlambatan (m/det atau km/jam)

𝑙 = jarak dari ujung daerah hulu sampai titik yang ditinjau (km)

A = luas DAS (km2 )


H = beda tinggi ujung hulu dengan titik tinggi yang ditinjau (m)

2.10.1.2 Metode Weduwen


Rumus dari Metode Weduwen adalah sebagai berikut:

𝑄𝑡 = 𝛼 × 𝛽 × 𝑞𝑛 × 𝐴 ……………………………………………………(2.72)

𝑡 = 0,25 𝐿𝑄−0,125 𝐼 −0,25……………………………………………...….(2.73)


120+[(𝑡+1)(𝑡+9)]𝐴
𝛽= …………………………………………………..(2.74)
120+𝐴

𝑅 ×67,65
𝑛
𝑞𝑛 = 240𝑡+1,45 …………………………………………………………(2.75)

4,1
𝛼 =1− …………………………………………………………(2.76)
𝛽𝑞𝑛 +7

Keterangan :

𝑄𝑡 = debit banjir rencana (m 3 /det)

𝑅𝑛 = curah hujan maksimum (mm/hari)

𝑞𝑛 = debit persatuan luas (m3 /det.km2)

𝛼 = koefisien pengaliran

𝛽 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS

𝑡 = waktu konsentrasi (jam)

A = luas daerah pengaliran (km2)


2.10.1.3 Metode Haspers

Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen, yaitu rumus
Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :

𝑄 = 𝛼. 𝛽. 𝑞. 𝑓 …………………………………………………………..(2.77)
1+0.012.𝑓 0.70
𝛼 = 1+0.075.𝑓𝑜,70 ……………………...…………………………(2.78)

𝑡 = 0.10. 𝐿0,80 . 𝑖 −0.30 ……………….……………………………..(2.79)


1 𝑡+(3.7×10−0.4𝑡 ) 𝑓 3/4
=1+ (𝑡 2 +15)
× ……………...…………..……(2.80)
𝛽 12

𝑅𝑡
𝑞= ………………….………………………………………...(2.81)
36𝑡
𝑅𝑡 = 𝑅 + 𝑅𝑥 𝑈 ………………..……………………………………….(2.82)

Untuk t kurang dari 2 jam:


𝑡𝑥𝑅
24
𝑅𝑡 = 𝑡+1−[0.0008(260−𝑅 …………………....………….(2.83)
24 )(2−𝑡)²]

Untuk t antara dari 2 sampai 19 jam:


𝑡𝑥𝑅24
𝑅𝑡 = …………………………………..……………….……..(2.84)
𝑡+1

Untuk t antara 19 sampai 30 hari:

𝑅𝑡 = 0.707𝑅24(𝑡 + 1)0.5 ………………………..……………………(2.85)

Keterangan :
Q = Debit banjir maksimum (m3 /dt)

 = Koefisien aliran

 = Koefisien reduksi

q = Curah hujan maksimum (mm/jam)


L = panjang sungai (km)

i = kemiringan sungai
Rt = Curah hujan dalam t jam (mm)

𝑅24= Curah hujan dalan 24 jam (mm)

R = Hujan maksimum rata-rata (mm)


U = Variabel simpangan baku pada kala ulang T tahun
Sx = Simpangan baku

t= Waktu curah hujan (jam)


f = Luas daerah pengaliran (km2 )
2.10.2 Debit Banjir Rancangan Hidrograf
2.10.2.1 Metode Snyder

Metode Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetis yang dihitung
berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris yang menghubungkan komponen
hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Parameter yang menentukan hidrograf
satuan adalah luas DAS, panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur
dari tempat pengamatan sampai dengan titik pada sungai utama yang berjarak paling
dekat dengan titik berat DAS. Hidrograf Satuan Sintetis metode Snyder
mempertimbangkan karakteristik DAS yang mempengaruhi bentuk hidrograf satuan,
seperti luas dan bentuk DAS, topografi, kemiringan sungai, kerapatan sungai dan
simpanan air (Wilson, 1993).
Adapun persamaan yang dibuat oleh Snyder adalah sebagai berikut: Gupta pada tahun
1989 (dalam Triatmodjo 2006) empat parameter yaitu waktu kelambatan, aliran
puncak, waktu dasar, dan durasi standar dari hujan efektif untuk hidrograf satuan
dikaitkan dengan geometri fisik dari DAS dengan hubungan berikut:

𝑇𝑝 = 𝐶𝑡 (𝐿 𝐿𝑐)0.3 ……………………………………………………………(2.86)

𝑄𝑝 = 𝐶𝑝 𝐴/𝑡𝑝 ……………………………………………………………….(2.87)

𝑇 = 3 + (𝑡𝑝 /8) …………………………………………………………….(2.88)

𝑇𝐷 = 𝑡𝑝 /5,5 ……………………………………………..…………………(2.89)

Apabila durasi hujan efektif 𝑡𝑟 tidak sama dengan durasi standar 𝑡𝐷 , maka:

𝑇𝑝 𝑅 = 𝑡𝑝 + 0,25(𝑡𝑟 − 𝑡𝐷 ) ………………………………………………….(2.90)

𝑄𝑝 𝑅 = 𝑄𝑝 𝑡𝑝 /𝑡𝑝 𝑅 ………………………………...………………………...(2.91)

Keterangan :

𝑡𝐷 =durasi standar dari hujan efektif (jam)

𝑡𝑟 = durasi hujan efektif (jam)

𝑡𝑝 = waktu dari titik berat durasi hujan efektif tD ke puncakhidrograf satuan (jam)

𝑡𝑝 𝑅= waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf satuan (jam)

T = waktu dasar hidrograf satuan (hari)

𝑄𝑝 = debit puncak untuk durasi tD

𝑄𝑝 𝑅 = debit puncak untuk durasi tr

L =panjang sungai utama terhadap titik kontrol yang ditinjau (km)


Lc =jarak antara titik kontrol ke titik yang terdekat dengan titik berat DAS (km)
A = luas DAS (km2 )

Ct = koefisien yang tergantung kemiringan DAS, yang bervariasi dari 1,4 sampai 1,7
Cp = koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS, yang bervariasi antara 0,15
sampai 0,19
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas dapat digambarkan
hidrograf satuan. Untuk memudahkan penggambaran, berikut ini diberikan beberapa
rumus:
0,23 𝐴1,08
𝑤50 = 𝑄𝑝 𝑅1,08
……………………………………………………….(2.92)

0,13 𝐴1,08
𝑤75 = ……………………………………………………….(2.93)
𝑄𝑝 𝑅1,08

Dengan 𝑤50 dan 𝑤75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan 75% dari debit
puncak, yang dinyatakan dalam jam. Sebagai acuan, 𝑤50 lebar dan 𝑤75 dibuat dengan
perbandingan 1:2; dengan sisi pendek di sebelah kiri dari hidrograf satuan (Trianmodjo, 2006).

2.10.2.2 Metode Nakayasu


Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di
Jepang (Soemarto, 1987). Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik
parameter daerah alirannya, seperti :

a) Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf (time of peak)
b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)

c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)


d) Luas daerah aliran sungai

e) Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)


Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah sebagai berikut:
𝐶𝐴.𝑅𝑜
𝑄𝑝 = 3,6 …………………………………….……………….(2.94)
(0,3𝑇𝑝 +𝑇0,3 )

Keterangan :

𝑄𝑝 = debit puncak banjir (m3 /dt)


𝑅𝑜 = hujan satuan (mm)
𝑇𝑝 = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir(jam)
𝑇0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari punca sampai30%dari debit
puncak(jam)
𝐶𝐴 = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2 )

Untuk menentukan 𝑇𝑝 dan 𝑇0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :

𝑇𝑝 = tg + 0,8 trl……………………………………………………………(2.95)

𝑇0,3 = 𝛼 tg………………...……………………………………………….(2.96)
𝑇𝑟 = 0,5 sampai tg ………………………………………………………...(2.97)

tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam).
tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
• sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg =0,4 + 0,058 L
• sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7
Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:
α = 2 pada daerah pengaliran biasa
α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

2.11 EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air
(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (biotik) akibat
proses respirasi dan fotosistesis. Transpirasi pada dasarnya merupakan proses dimana air
menguap dari tanaman melalui daun ke atmosfer. Sistem perakaran tanaman mengadopsi
air dalam jumlah yang berbeda-beda dan ditransmisikan melalui tumbuhan dan melalui
mulut daun. Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari
permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses
transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET). Faktor-faktor yang mempengaruhi
evaporasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfir), kelembaban, kecepatan angin, tekanan
udara, sinar matahari. Pada waktu pengukuran evaporasi, kondisi/keadaan iklim ketika itu
harus diperhatikan, mengingatfaktor itu Sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan
(Sosrodarsono dan Takeda,1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses transpirasi
adalah suhu, kecepatanangin, kelembaban tanah, sinar matahari, gradien tekanan uap. Juga
dipengaruhi olehfaktor karakteristik tanaman dan kerapatan tanaman (Kartasapoetra dan
Sutedjo,1994).
Proses Evaporasi dimulai saat energi dibutuhkan untuk merubah bentuk molekul air
dari fase cair ke faseuap. Radiasi matahari langsung dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi suhu udara merupakan sumber energi. Gaya penggerak untuk
memindahkan uap air dari permukaan penguapan adalah perbedaan tekanan antara uap air
di permukaan penguapan dan tekanan udara atmosfir. Selama berlangsungya proses, udara
sekitar menjadi jenuh secara perlahan dan selanjutnya proses akan melambat dan
kemungkinan akan berhenti jika udara basah tidak dipindahkan ke atmosfir.Pergantian
udara jenuh dengan udara kering sangat tergantung pada kecepatan angin.Oleh karena itu,
radiasi surya, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatanangin merupakan
parameter iklim yang dipertimbangkan dalam penentuan proses evaporasi. Jika
permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat penutupantanaman
pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia pada permukaan penguapan juga menjadi
faktor yang mempengaruhi proses evaporasi.Ada beberapa metode untuk pengukuran
evaporasi,yaitu: dengan panci eva porasi, lisimeter,pengukuran meteorologis.

Proses transpirasi meliputi penguapan cairan (air) yang terkandung pada


jaringantanaman dan pemindahan uap ke atmosfir. Tanaman umumnya kehilangan air
melalui stomata. Stomata merupakan saluran terbuka pada permukaan daun tanaman
melalui proses penguapan dan perubahan wujud menjadi gas. Air bersama beberapa
nutrisi lain diserap oleh akar dan ditransportasikan keseluruh tanaman. Proses penguapan
terjadi dalam daun, yang disebut ruang intercellular, dan pertukaran uap ke atmossfir 30
Pengantar Hidrologi dikontrol oleh celah stomata. Hampir semua air yang diserap oleh
akar keluar melalui proses transpirasi dan hanya sebahagian kecil saja yang digunakan
dalam tanaman.

2.11.1 Proses dan Parameter Evapotranspirasi


Evapotranspirasi (ETc) adalah proses dimana air berpindah dari permukaan bumi ke
atmosfer termasuk evaporasi air dari tanah dan transpirasi dari tanamanmelalui jaringan
tanaman melalui transfer panas laten persatuan area (Hillel, 1983).Ada 3 faktor yang
mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu (1) faktor iklim mikro, mencakup radiasi
netto, suhu, kelembaban dan angin, (2) faktor tanaman,mencakup jenis tanaman, derajat
penutupannya, struktur tanaman, stadia perkembangan sampai masak, keteraturan dan
banyaknya stomata, mekanisme menutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah,
mencakup kondisi tanah, aerasitanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak
ke akar tanaman (Linsleydkk., 1979).

2.11.2 Jenis-Jenis Evapotranspirasi


1. Evapotranspirasi potensial

Evapotranspirasi potensial Adalah yang munkin terjadi pada kondisi air yang tersedia
berlebihan.Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah tersedianya air
yang cukup banyak.Evapotranspirasi potensial akan terjadi jika evapotranspirasi pada
suatu daerah sempit di tengah-tengah daerah yang luas,tidak terpisah,seluruh
permukaan tertutup vegetasi seragam. Dan terjadi jika dalam kondisi kelembaban tanah
tidak terbatas.
2. Evapotranspirasi Aktual
Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan oleh
tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam evapotranspirasi aktual ini
jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah
evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi
aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau
(exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap
daerah berbeda – beda.

3. Evaporasi standar (ETo)


ETO adalah evaporasi pada suatu permukaan standar yang dapat diperoleh dari lahan
dengan lahan tajuk penuh oleh rerumputan hijau yang ditanam pada lahan subur
berkadar air tanah cukup tinggi antara 8- 15 cm.

4. Evapotranspirasi tanaman (ETc)


ETC pada kondisi standar adalah ET dari suatu lahan luas dengan tanaman sehat
berkecukupan hara dan bebas hama penyakit, yang ditanam pada kondisi air tanah
optimum dan mencapai produksi penuh

2.11.3Pengukuran dan Perhitungan Evapotranspirasi


Ada beberapa metode dalam penetapan nilai/besarnya evapotranspirasi,antara lain:

2.11.3.1 Metode Thornthwaite:


Thornthwaite telah mengembangkan suatu metode untuk memperkirakan besarnya
evapotranspirsai potensial dari data klimatologi.Evapotranspirasi potensial (PET)
berdasarkan suhu udara rerata bulanan dengan standar 1 bulan 30 hari dan lama
penyinaran matahari 12 jam sehari. Metode ini memanfaatkan suhu udara sebagai
indeks ketersediaan energi panas untuk berlangsungnya proses ET dengan asumsi suhu
udara tersebut berkorelasi dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang
mengendalikan proses ET. Evapotranspirasi potensial tersebut berdasarkan suhu udara
rata-rata bulanan dengan standar 1 bulan (30 hari) dan lama penyinaran 12 jam sehari.
Rumus dasar dari metode ini adalah:
𝑡
𝐽 = ∑12 𝑖
𝑖=1 ( 5 ) ¹⁵¹⁴………………….……………………………….(2.98)

10𝑡
𝑃𝐸𝑥 = 16 ( ) ᵅ…………………………………………………...(2.99)
𝐽

𝛼 = (675 𝑥 10−9 )𝐽3 − (771 𝑥 10−7 )𝐽2 + (179 𝑥 10−4 )𝐽 + 0.492

Keterangan:
PET = evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan) dengan asumsi 30 jumlah hari
dalam 1 bulan dan penyinaran ratarata 12 jam/hari

T = temperatur udara rata-rata bulan ke-n (°C)


J = index panas tahunan

a = koefisien yang tergantung dari tempat


Apabila diinginkan nilai evapotranspirasi potensial untuk suatu bulan dengan jumlah
hari = D hari dan waktu penyinaran rata-rata = T jam, maka besarnya evapotranspirasi
potensial menjadi:
𝐷𝐸𝑇
PE = PET x
360
………………………………………………(2.100)

2.11.3.2Metode Blaney-Criddle
Metode ini digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi dari tumbuhan
yang pengembangannya didasarkan pada kenyataan bahwa evapotranspirasi bervariasi
sesuai dengan keadaan temperatur, lamanya penyinaran matahari, dan kebutuhan
tanaman. Rumus dari metode ini adalah:

𝐸𝑇𝑜 = 𝑐{𝑝(0.46𝑡 + 8)}……………………………………………..(2.101)

Keterangan:
c = faktor koreksi yang tergantung (n/N) dan RH
p = persentase penyinaran matahari
t = temperatur udara bulanan rata-rata (°C)

2.11.3.3Metode Modifikasi
Metode ini adalah metode yang bervariasi tergantung dari temperatur, lama penyinaran
matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan angin. Rumus dari metode ini adalah:

𝐸𝑇𝑜 = 𝑐 (𝑊. 𝑅𝑛 + (1 − 𝑊)𝑓 (𝑢)(𝑒𝑎 − 𝑒𝑑)……………………….(2.102)

Keterangan:
c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang atau malam
W = Faktor bobot
Rn = Radiasi netto
F(u) = Fungsi kecepatan angina
ea = Tekanan uap jenuh
ed = Tekanan uap aktual

2.12 DEBIT ANDALAN


Debit andalan (Dependeble flow) adalah debit minimum sungai pada tingkat peluang
tertentu yang dapat dipakai untuk keperluan penyediaan air. Perhitungan debit andalan
dimaksudkan untuk mencari besarnya debit yang tersedia untuk kebutuhan air irigasi
dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan dengan kata lain debit andalan adalah
besarnya debit yang tersedia untuk kebutuhan air irigasi dengan resiko kegagalan yang
telah diperhitungkan. Adapun kriteria debit yang dipakai sebagai berikut :

1. Debit air tahun kering adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 355 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=97 %)
2. Debit air tahun rendah adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 275 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=75 %).
3. Debit air tahun normal adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 185 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=51 %).
4. Debit air tahun basah adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 95 hari dalam
setahun sebesar debit perencanaan (P=26 %).
5. Debit Andalan adalah besarnya debit yang terjadi sebanyak 292 hari dalam setahun
sebesar debit perencanaan (P=80 %).
Menurut Soeseno (1987) penentuan debit andalan dapat dilakukan dengan cara
mengumpulkan debit rata-rata setengah bulanan, diurutkan dari terbesar keterkecil
kemudian dihitung besarnya Q 80 dengan persamaan sebagai berikut :
N = ((80/100) n )
Dimana : N = urutan Q yang akan diambil sebagai Debit andalan (Dependeble flow), dan
n adalah banyaknya pengamatan debit air sungai. Untuk perhitungan debit andalan
gunakan data debit terlampir.

Jadi Q tersedia dalam lter per detik merupakan penjumlahan dari Curah hujan efektif
dengan debit andalan.

Debit andalan sangat tergantung pada ketersediaan data:

a) Data yang diperlukan untuk analisis ketersediaan air adalah data debit tahunan, bulanan
atau harian dengan periode pencatatan cukup panjang yaitu lebih besar dari 10 tahun
untuk analisis harian, 20 tahun untuk analisis bulanan dan 30 tahun untuk analisis
tahunan.
b) Untuk ketelitian yang lebih tinggi, sangat disarankan menggunakan data observasi
harian dengan panjang data lebih besar dari 30 tahun. Data harus merupakan hasil
rekaman pos duga air di lokasi bendungan atau dekat di sebelah hulu atau hilirnya.
c) Bilamana data yang tersedia sangat pendek lebih kecil dari 10 tahun, dan data curah
hujan tidak tersedia atau perioda pengamatannya mendekati perioda pengamatan debit
maka metoda yang dapat digunakan adalah metoda stohastik.
d) Bila data debit tersedia dalam perioda yang tidak panjang sedangkan data curah hujan
yang ada pada DPS tersebut cukup panjang maka dapat digunakan metoda deterministic
dengan model rainfall-runoff dimana data hujan yang panjang dikonversikan ke data
debit dengan menggunakan model tersebut setelah melewati tahapan kalibrasi.

Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu (Anonim,1994):
▪ Pengukuran volume air sungai
▪ Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
penampang melintang sungai.
▪ Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia yang dialirkan dalam sungai.
▪ Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit.

2.12.1 METODE DEBIT ANDALAN


Terdapat empat metode untuk analisa debit andalan (Limantara, L.M., 2009) antara lain :

2.12.1.1Metode Debit Rata–Rata Minimum


Karakteristiknya antara lain dalam satu tahun hanya diambil satu data (data debit rata-
rata harian dalam satu tahun). Metode ini sesuai untuk daerah aliran sungai dengan
fluktuasi debit maksimum dan debit minimum tidak terlalu besar dari tahun ke tahun
serta kebutuhan relatif konstan sepanjang tahun.
2.12.1.2Metode Flow Characteristic

Metode ini berhubungan dengan basis tahun normal, tahun kering dan tahun basah.
Yang dimaksud debit berbasis tahun normal adalah jika debit rata-rata tahunannya
kurang lebih sama dengan debit rata-rata keseluruhan tahun. Untuk debit berbasis tahun
kering adalah jika debit rata-rata tahunannya lebih kecil dari debit rata-rata keseluruhan
tahun. Sedangkan untuk debit berbasis tahun basah adalah jika debit rata-rata
tahunannya lebih kecil dari debit rata-rata keseluruhan tahun.
2.12.1.3Metode Tahun Dasar Perencanaan

Metode ini biasanya digunakan dalam perencanaan atau pengelolaan irigasi. Umumnya
di bidang irigasi dipakai debit dengan keandalan 80 %, sehingga rumus untuk
menentukan tahun dasar perencanaan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
n = Kala ulang pengamatan yang diinginkan.
R80 = Debit yang terjadi < R80 adalah 20%.

2.12.1.4Metode Bulan Dasar Perencanaan


Metode ini hampir sama dengan Metode Flow Characteristic yang dianalisa untuk
bulanbulan tertentu. Metode ini paling sering dipakai karena keandalan debit dihitung
bulan Jabuari sampai dengan Bulan Desember, jadi lebih bisa menggambarkan keadaan
pada musim kemarau dan penghujan.
Analisa debit andalan dilakukan untuk memperkirakan ketersedian air dari suatu
pengambilan bebas (bending, waduk, embung, bendungan) untuk air irigasi dengan
menggunakan metode FJ. Mock. Metode ini didasarkan pada referensi data hujan,
evapotrasnspirasi dan karateristik daerah aliran sungai (DAS) setempat.

Persamaan:

Q= (Dro + Bf) x A (m3 /dt) ……………………………………….... (2.103)


Dro= Ws – I………………………………………………………..….(2.104)

Bf= I-Vn……………………………………………………………....(2.105)
Ws= R – Etp…………………………………………………………..(2.106)

Et= Ep – E (mm/hari)………………………………..………………..(2.107)
Run Off= Dro + Bf …………………………………………………...(2.108)

Keterangan :

Q = Debit andalan (m3 /det)


Dro = Limpasan langsung

Bf = Base flow
A = Catcment area (km2 )

Ws = Water surplus
Et = Evapotranspirasi

I = Inflitrasi (mm/hr)
Vn = Stroage Volume
R = Curah hujan (mm/hr)

Ep = Limit evapotranspirasi
E = Evapotraspirasi terbuka (mm/hr)

Kriteria dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan metode FJ. Mock ini adalah :

P = Presipitasi, curah hujan bulanan (mm/hr)


N = Number, jumlah hari hujan pada bulan yang brsangkutan

Ep = Evopotranspirasi potensial hasil modifikasi penman


m = Lahan yang tidak tertutup vegetasi dalam % di tentukan dari peta tata guna lahan
tanah sebagai berikut :
m = 0% lahan dengan hutan lebat
m = 10-40% lahan tererosi

m = 30-50% lahan pertanian diolah


E/Ep = (m/20)(18-n)……………………………………………………(2.109)

E = 5 x 3, Evapotranspirasi air terbuka


Et = Ep – E, Evapotransprasi terbatas

S = Ep – Et, Evapotranspirasi air permukaan


Is = Initial Storage biasanya volume air saat permulaan diasumsikan 50% dari S, antara
50-100 mm
Kelembapan tanah berkisar antara 50 – 250 mm porositas tanah dari catchment area
Koefisien inflitrasi (I) ditaksir berdasarkan porositas tanah dan kemiringan daerah
pengaliran dimana
I = (11) x I,I = 0 – 1…………………………………………………….(2.110)

Disarankan:
I = > 0,5 untuk pengunungan

I = 0,3 untuk daerah rendah


0,5 (1 + k) ……………………………………………………………...(2.111)

K x Vn – 1 ……………………………………………………….…….(2.112)

K = factor resesi air tanah, antara k = 0,60 (pegunungan), k = 0,50 (dataran rendah)
Volume tampungan air tanah (Vn) = 13 +14

∆ 𝑉𝑛 = 𝑉𝑛 − (𝑉𝑛 − 1), perubahan volume air tanah

Aliran dasar, I – ∆𝑉𝑛 atau ( 12 – 16)


Aliran permukaan, (11) – (12)
Aliran sungai, (17 + 18)

Debit Efektif = (19) x (CA/1000 x 106 )/(86400 x jumlah hari dalam sebulan)
Volume aliran sungai dalam 1 bulan = (20) X 86400 x jumlah hari dalam sebulan.

Anda mungkin juga menyukai