Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA PARU

A. Pengertian
Kanker paru-paru berasal dari jaringan tipis paru-paru, pada umumnya
berupa lapisan sel yang terletak pada saluran udara. Dua tipe utama kanker
ini adalah kanker paru-paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru-paru non-sel
kecil (NSCLC). Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan bentuk sel yang
terlihat di bawah mikroskop. Lebih dari 80% kanker paru-paru merupakan
tipe kanker paru-paru non-sel kecil. Tiga sub-tipe utama dari kanker paru-
paru non-sel kecil adalah adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa dan
karsinoma sel besar.
Keganasan di rongga torak mencakup kanker paru, tumor
mediastinum, metastasis tumor di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan
di pleura). Kasus keganasan rongga toraks terbanyak adalah kanker paru.
Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama
di antara kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok
kasus terbanyak meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung
meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya hidup (merokok).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan
metastasis tumor di paru. Metastasis tumor di paru adalah tumor yang
tumbuh sebagai akibat  penyebaran (metastasis) dari tumor primer organ
lain.  Definisi khusus untuk  kanker paru primer yakni tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang dapat ditemukan kanker paru
primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland
tumor. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma.
Kanker paru-paru merupakan kanker paling umum kedua yang diidap
pria dan kanker paling umum ketiga yang diidap wanita di Singapura. Pria
memiliki resiko kanker paru-paru 3 kali lebih tinggi dari wanita. Dari 3
kelompok etnis utama, etnis Cina memiliki resiko tertinggi, yang diikuti
oleh etnis Melayu dan India.
Kanker paru-paru terbagi atas 2 tipe utama:
Kanker Paru-paru Non-Sel Kecil (NSCLC). NSCLC merupakan tipe
paling umum dari kanker paru-paru, dan tidak seagresif dibandingkan
dengan SCLC. NSCLC cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat.
Bila didiagnosa secara dini, pembedahan dan/atau radioterapi, kemoterapi,
dapat memberikan harapan akan kesembuhan.
Kanker Paru-paru sel kecil (SCLC).  SCLC merupakan kanker yang
memiliki tingkat pertumbuhan pesat dan menyebar cepat ke pembuluh
darah menuju anggota tubuh lainnya. Seringkali, kanker ini dikategorikan
sebagai penyakit kompleks saat terdiagnosa. Kanker ini biasanya diobati
melalui kemoterapi dan bukan melalui prosedur pembedahan.
B. Etiologi
Para dokter tidak selalu dapat menjelaskan mengapa seseorang dapat
terkena kanker paru-paru sedangkan orang lain tidak. Akan tetapi, kita
mengetahui bahwa seseorang yang memiliki faktor resiko tertentu bisa
saja dan kemungkinan besar akan terkena kanker paru-paru.
Rokok tembakau adalah hal yang paling penting dan merupakan
faktor resiko utama dari kanker paru-paru. Tembakau bertanggung jawab
atas lebih dari 80% penyebab kanker paru-paru di seluruh dunia. Bahan-
bahan berbahaya dalam rokok merusak sel paru-paru. Lama kelamaan, sel
yang rusak tersebut bisa menjadi kanker. Inilah sebabnya merokok, rokok
pipa, atau cerutu dapat menyebabkan kanker paru-paru. Menjadi perokok
pasif pun bisa menyebabkan kanker paru-paru bagi orang yang tidak
merokok. Semakin banyak seseorang terpapar asap rokok, semakin besar
resiko terkena kanker paru-paru.
Faktor resiko lain penyebab kanker paru-paru termasuk radon (gas
radioaktif), asbestos, arsenik, kromium, nikel, dan polusi udara. Mereka
dengan anggota keluarga yang pernah mengidap kanker paru-paru
kemungkinan memiliki peningkatan resiko terkena kanker. Mereka yang
terkena kanker paru-paru juga memiliki peningkatan resiko untuk terkena
tumor paru yang kedua. Kebanyakan orang berusia lebih dari 65 tahun saat
terdiagnosa kanker paru-paru.

C. Faktor Risiko

 Laki-laki,
 Usia lebih dari 40 tahun
 Perokok
 Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau
polusi
 Paparan industri / lingkungan kerja tertentu
 Perempuan perokok pasif
 Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga
dekat yang menderita kanker paru (masih dalam penelitian).
 uberkulosis paru (scar cancer), angka kejadiannya sangat kecil.
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor
risiko di atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu batuk,
sesak napas, nyeri dada disebut golongan risiko tinggi (GRT) maka
sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis paru. 

D. Tanda dan Gejala

Keluhan utama:
 Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
lebih dari 3 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Suara serak
 Nyeri dada yang persisten
 Sulit/sakit menelan
 Benjolan di pangkal leher
 Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi
hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Ada pula gejala dan
keluhan tidak khas seperti :
 Berat badan berkurang
 Nafsu makan hilang
 Demam hilang timbul
 Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropatia.

E. Pendeteksian
Pengenalan awal penyakit ini sulit dilakukan bila hanya berdasarkan
keluhan saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih
dalam stage dini yaitu  stage I dan II. Data di Indonesia maupun laporan
negara maju kebanyakan kasus kanker paru  terdiagnosis ketika penyakit
telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV).
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain
pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan
sitologi sputum. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan
tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang
dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif
sehingga tumor tidak terlihat. Sitologi  sputum akan memberikan hasil
positif jika tumor ada dibagian sentral atau intrabronkus. 
Kemajuan di bidang teknologi endoskopi autoflouresensi telah
terbukti dapat mendeteksi lesi prakanker maupun lesi kanker yang
berlokasi sentral. Perubahan yang ditemukan pada mukosa bronkus pada
lesi keganasan stadium dini sulit dilihat dengan bronkoskop konvensional.
Hal itu dapat diatasi dengan bronkoskop autoflouresensi karena dapat
mendeteksi lesi karsinoma in situ yang mungkin terlihat normal dengan
bronkoskop biasa.

F. Diagnosis Kanker Paru 


Prosedur diagnosis untuk kanker paru dilakukan hingga didapat
diagnosis pasti (jenis histologis) dan dapat ditentukan stage penyakit
hingga dapat dipikirkan modaliti  terapi  yang tepat. Selain itu harus
dipertimbangkan keadan umum pasien (performance status) dan
kemampuan keuangan.
Prosedur diagnostik untuk mendapatkan sel kanker dapat dilakukan
dari cara paling sederhana hingga tindakan invasif tergantung kondisi
pasien. Pilihan itu antara lain biopsi jarum halus jika ada massa superfisial,
pungsi dan biopsi pleura jika ada efusi pleura, bronkoskopi disertai dengan
bilasan, sikatan, kuretase, biopsi massa intrabronkus, dll sebagai  usaha
untuk mendapatkan jenis histologis.
Prosedur diagnostik untuk menentukan stage penyakit antara lain, foto
toraks, CT-scan toraks sampai kelenjar suprarenal dan  bronkoskopi.
Pemeriksaan CT-scan (MRI) kepala dan bone scan dilakukan jika ada
keluhan (atas indikasi) atau pasien yang akan dibedah.
Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru tetapi
hanya bermanfaat untuk evalausi hasil terapi.
Sitologi dahak: Cairan kental (dahak) yang dibatukkan dari paru-
paru. Laboratorium kemudian akan memeriksa sampel dahak untuk
mencari sel kanker.
Thoracentesis: Dokter menggunakan jarum panjang untuk
mengambil cairan (cairan pleura) dari dada. Laboratorium kemudian
melakukan tes pada cairan tersebut untuk mencari sel kanker.
Bronkoskopi: Dokter memasukkan selang ringan yang tipis
(bronkoskop) melalui hidung atau mulut menuju paru-paru. Dokter akan
mengambil sampel sel dengan jarum, kuas, atau alat lain. Dokter juga
mungkin akan membasuh area tersebut dengan air untuk mengambil
sampel sel dalam air.
Aspirasi jarum halus: Dokter menggunakan jarum halus untuk
mengambil sampel jaringan atau cairan dari paru-paru atau kelenjar getah
bening.
Biopsi terbuka: Dalam beberapa kasus di mana jaringan tumor sulit
untuk diperoleh, biopsi langsung terhadap tumor paru atau kelenjar getah
bening melalui pembedahan dinding dada bisa dilakukan bilamana
diperlukan.
Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah
dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi eksplorasi dapat
dilakukan.
Jenis Histologis Kanker Paru
Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu :
1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell
lung cancer (SCLC)
2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau
non-small cell lung cancer (NSCLC), mencakup
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar
(large cell ca) dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun
kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi  yang sangat
jarang misal karsinoid dll.
Staging Kanker Paru
Staging (penderajatan) untuk kanker paru berdasarkan tumor (T)
dan penyebarannya ke getah bening (N) dan organ lain (M). 
Stage  kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) terdiri dari : 
Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru
(hemitoraks)
Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau
menyebar ke organ lain.
Stage kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dibagi
atas : 
Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan
menurut International Staging System for Lung Cancer 1997, berdasarkan
sistem TNM.

STAGE
 Stadium  TNM
Occult Tx  N0  M0
carcinoma Tis  N0  M0
0 T1  N0  M0
IA T2  N0  M0
IB T1  N1  M0
IIA T2  N1  M0, T3 N0  M0
IIB T1  N2  M0, T2 N2  M0, T3  N1 M0, T3
IIIA N2  M0
IIIB Sebarang T  N3  M0, T4  sebarang N  M0
IV Sebarang T  sebarang N  M1
Kategori TNM untuk Kanker Paru :
T :  Tumor Primer
To :  Tidak ada bukti ada tumor primer 
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari
penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak
tampak secara radiologis atau bronkoskopis.
Tis :  Karsinoma in situ 
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara
bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum
sampai ke bronkus utama). Tumor sembarang ukuran dengan
komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke
proksimal bronkus utama.
T2 :  Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :
-    Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
-    Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina,
dapat mengenai pleura viseral
-    Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif  yang
meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru. 
T3 :  Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada
dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura
mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang
dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4 :  Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau
jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina,
tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N :    Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx :     Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No :    Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 :    Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau
hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 :    Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral
dan/atau KGB subkarina
N3 :    Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M :   Metastasis (anak sebar) jauh
Mx :   Metastasis tak dapat dinilai
Mo :   Tak ditemukan metastasis jauh
M1 :   Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor
primer dianggap sebagai M1

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker paru dilakukan berdasarkan jenis histologis
kanker, stage penyakit, tampilan umum (performance status) dan
keuangan. Secara umum pilihan terapi untuk KPKBSK adalah combined
modality therapy (multi-modality therapy), berupa bedah, radioterapi dan
kemoterapi dan terapi lain. (lihat bagan Penatalaksaan Kanker Paru pada
lampiran).
Pengobatan Bedah
Hanya diindikasikan untuk KPKBSK stage I atau II atau untuk
pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk
darah masif, distres pernapasan karena sindrom vena kava superior, nyeri
hebat pada Pancoast tumor, nyeri hebat pada sindrom pleksus brakialis. 
Jika pada saat bedah didapat pembesaran KGB maka semua harus
diangkat dan pada kasus pasca bedah dengan metastasis KGB mediastinal
(N2)  dipertimbangkan pemberian radioterapi  dan/atau kemoterapi.
Bedah paliatif lain dilakukan oleh dokter bedah syaraf yaitu
membuang tumor metastasis yang berupa soliter nodule di otak dan
menimbulkan gangguan kualitas hidup penderita. Pilihan lain untuk tumor
meta dikepala adalah menggunakan cyber knife yang sudah dapat
dilakukan beberapa senter di Indonesia.
Bedah adalah terapi lokal dan dapat terjadi stage pre-bedah (cTNM)
berbeda  dengan diagnosis pasca-bedah. Jika terjadi perbedaan maka stage
yang digunakan adalah stage pasca-bedah (pTNM) dan pilihan terapi
tergantung pada hasil akhir.
Di RS Persahabatan untuk KPKBSK stage IIIA jika memungkinkan
diberikan neoadjuvan therapy yaitu memberikan kemoterapi 2-3 siklus
dilakukan pemeriksaan ulang untuk re-staging jika terjadi down staging
atau tetap maka bedah dilakukan.
Radioterapi
Radioterapi atau iradiasi diberikan pada kasus stage III dan IV
KPKBSK, dapat diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru
(terapi lokal) atau gabungan dengan kemoterapi. Radioterapi dapat
diberikan jika sistem homeostatik (darah) baik yaitu

 HB > 10 gr%
 Leukosit > 4.000/dl
 Trombosit > 100.000/dl

Dosis untuk kanker primer adalah 5.000 – 6.000 cGy dengan


menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200
cGy/x/hari, 5 hari dalam seminggu. Pemberian radiosensitiser dapat lebih
meningkatkan respons irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat
anti-kanker karboplatin, golongan taxan, gemsitabine, capecitabine dengan
dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai efek sistemik. Radioterapi
dapat diberikan sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi dengan
kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating) meskipun sebagai
konsekuensinya toksisiti menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu.

Evaluasi toksisiti harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika


ditemukan gangguan sistem hemostatik salah satu atau lebih :
 HB  <10 gr%
 Leukosit  < 3.000/dl
 Trombosit < 100.000/dl

Maka pemberian irradiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan koreksi


toksisiti itu dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat.
Toksisiti non-hematologik juga sering timbul dan yang sangat menganggu
pasien adalah esopagitis, batuk akibat pneumonitis radiasi atau fibrosis.
Jika melebihi grade 3 WHO naka irradiasi harus dipertimbangkan untuk
dihentikan.

Evaluasi renspons irradiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x


(1.000 cGy) dengan foto toraks. 

 Respons komplit : tumor menghilang 100%, iradiasi dapat


dilanjutkan sampai selesai
 Respons sebagian/parsial : tumor mengecil < 90% tapi > 50%,
irradiasi dapat dilanjutkan dan nilai kembali setelah 10x pemberian
berikutnya.
 Tumor menetap/stabil : tumor mengecil < 50% atau membesar
<25%, irradiasi dapat diteruskan dengan evalauasi lebih ketat. Jika
respons subyektif memburuk atau bertambah irradiasi harus di
hentikan.
 Progresif : tumor bertambah besar > 25% atau tumbuh tumor baru
maka irradiasi harus dihentikan.
Pemberian irradiasi untuk KPKSK harus diberikan setelah pasien
mendapat kemoterapi 6 siklus. 
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker paru. 

 Kemoterapi untuk KPKSK


 Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK stage terbatas atau
stage luas.     Tambahan radiasi kepala dilakukan setelah
kemoterapi 6 siklus.
 Kemoterapi untuk  KPKBSK berdasarkan stage.  Kemoterapi 
dapat diberikan pada semua stage tetapi pada stage I dan II
pascabedah kemoterapi ditentukan berdasarkan stage pascabedah.
Kemoterapi untuk KPKBS stage III dan IV  merupakan terapi
paliatif. Stage I dan II yang inoperable cases ( PS buruk atau tidak
bersedia di operasi atau ada kontraindikasi untuk operasi)  dapat
dianjurkan kemoterapi dan sebaiknya dipertimbangkan pula
radioterapi.
Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain:  keadaan
umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem
homeostatik (darah) baik dan masalah finasial dapat diatasi. Syarat untuk
hemostatik yang memenuhi syarat adalah ;
 HB > 10 gr%
 Leukosit > 4.000/dl
 Trombosit > 100.000/dl

Tampilan umum berdasarkan Skala karnofsky  dan WHO

 Skala   Pengertian 
 90 –
 0  dapat beraktifiti normal, tanpa keluhan yang menetap
100  
 dapat beraktifiti normal tetapi ada keluhan berhubungan
 70 - 80     1
dengan sakitnya
 membutuhkan  bantuan orang lain untuk melakukan aktifiti
 50 – 70    2
yang spesifik
 sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifiti
 30 – 50    3
rutin
 10  - 30    4  Tidak dapat bangkit dari tempat tidur

Toksisiti kemoterapi
Evaluasi toksisiti non-hematologik segera setelah pemberian
kemoterapi dimulai, toksisiti itu dinilai tingat keparahannya berdasarkan
skala toksisiti WHO sedangkan toksisiti hematologik sebaiknya dilakukan
setiap 1 minggu. Berat ringannya toksisiti akan mempengaruhi jadwal
pemberian kemoterapi berikutnya. Toksisiti non-hematologik yang paling
sering timbul 

 Mual dan muntah


 Diare
 Neuropati
 Alopesia

Toksisiti hematologi grade III/IV harus segera dikoreksi untuk


menghindarkan terjadinya neutropenia fever yaitu demam pada pasien
dengan neutrofil < 1.000/dl. Jadwal kemoterapi akan tertunda jika
ditemukan gangguan sistem hematopoitik 
 HB < 10 gr%
 Leukosit < 3.000/dl
 Trombosit < 100.000/dl
Jika setelah dilakukan koreksi nilai batas dapat dicapai maka
kemoterapi dapat segera diberikan. Jadwal kemoterapi sebaiknya jangan
tertunda > 2 minggu.
Rejimen  kemoterapi
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri
dari lebih dari 1 obat anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28
hari setiap siklusnya. 
Kemoterapi untuk KPKSK diberikan sampai 6 siklus dengan
”cisplatin based” rejimen yang diberikan :

 Sisplatin + etoposid
 Sisplatin + irinotekan (CPT-11)
 Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan
karboplatin dan irinotekan digantikan dengan dosetaksel.
Kemoterapi untuk KPKBSK dapat 6 siklus (pada kasus tertentu
diberikan sampai lebih dari 6 siklus) dengan ”platinum based”
rejimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama (first line)
adalah :
Karboplatin/sisplatin + etoposid
Karboplatin/sisplatin + gemsitabin
Karboplatin/sisplatin + paklitaksel
Karboplatin/sisplatin + dosetaksel
Respons kemoterapi
Respons kemoterapi dapat dinilai dari 2 sisi, dari pasien
disebut dengan respons subyektif dan dari penyakitnya atau
tumornya disebut dengan respons obyektif.
Respons subyektif yaitu menilai respons pada subyektif 
Penilaian respons subyektif dilakukan setiap akan
memberikan siklus kemoterapi berikutnya. Respons yang dinilai
adalah apakah terjadi pertambahan berat badan dan/atau penurunan
keluhan akibat tumornya. 
Respons obyektif yaitu menilai respons pada tumor primernya
Respons obyektif  kemoterapi dilakukan minimal setelah
pemberian 2 siklus ( H -1 siklus ke 3) dengan foto toraks. CT-scan
dilakukan untuk menilai respons objektif setelah 3 siklus ( H -1
siklus ke 4).
Respons obyektif menggunakan kriteria
Respons komplit (CR = complete response) jika tumor hilang
100% dan menetap dalam 3 minggu
Respons sebagian (PR = partial response) jika tumor mengecil <
90% tetapi > 50% dan menetap dalam 3 minggu
Menetap (SD = stable diseases) jika tumor mengecil < 50% atau
membesar < 25% dan menetap dalam 3 minggu
Progresif (PD = progressive diseases) jika tumor membesar > 25%
atau tumbul tumor atau metastasis baru.
Sikap Untuk Evaluasi Kemoterapi
Penilaian dari evalausi respons kemoterapi harus mewakili
respons subyektif dan obyektif. Pada KPKSK jika pada evaluasi
pertama (setelah pemberian 3 siklus menjelang pemberian siklus
ke-4) terdapat CR/PR kemoterapi dilanjutkan sampai 6 siklus, jika
terdapat SD/PD evaluasi ulang hasil pemeriksan patologi anatomi,
apakah benar KPKSK ??
Pada KPKBSK jika pada evaluasi pertama (setelah
pemberian 3 siklus menjelang pemberian siklus ke-4) terdapat
CR/PR atau SD tetapi respons subyektif baik maka kemoterapi
dapat dilanjutkan sampai 6 siklus. Jika respons kemoterapi PR
meskipun respons subyektif baik maka kemoterapi tetap dapat
diberikan dengan memberikan rejimen yang berbeda atau lini
kedua (second line).
Targeted Therapy.
Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan
reseptor untuk membunuh sel kanker, yang telah digunakan luas
saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI (tirosin kinase
inhibitor). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih
sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi
pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama  (first line) masih perlu
pembuktian lebih lanjut.
Penggunaan obat obat lain misal imunoterapi, herbal
medicine, chinese traditional medicine, dll masih dalam penelitian
dan belum menjadi standar pengobatan kanker paru.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
  Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan kanker paru akan didapatkan
se         Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan.
Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat
membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien.
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran
tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Dan perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu
dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning
(ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis),
dan lain-lain.
         Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera
peraba. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif
digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang :
temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama
palpasi :
· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang),
dan lain-lain.
         Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian
tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk
dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya
sebagai alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di
daerah paru-paru pada pneumonia.
Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi
daerah jantung, perkusi daerah hepar.
Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih
berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma
kronik.
         Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada
nafas adalah :
 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-
saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales
halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan
hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis
akut, asma.
 Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti
suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan
peradangan pleura.
Aktivitas/ istirahat
  Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut)
Sirkulasi.
  Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial
(menunjukkan efusi), Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
Integritas ego.
  Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi yang
berat/ potensi keganasan.
  Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
Nyeri/ kenyamanan.
GEJALA : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan
posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu
industri, Serak, paralysis pita suara. Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil
(menunjukkan konsolidasi). Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi
(gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea
( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar) Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil)
Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis,
Kegagalan untuk membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang berlebih
2) Nyeri akut b.d agen cedera
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
4) Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen

3. Intevensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC:
efektifan - respiratory status: 1. Pastikan kebutuhan
bersihan ventilation oral/tracheal
jalan nafas - respiratory status: airway suctioning
b.d produksi patency 2. Berikan
sputum yang - aspiration control O2....l/menit,
berlebih Setelah dilakukan asuhan metode.....
keperawatan 1x24 jam 3. Anjurkan pasien
pasien menunjukkan untuk istirahat dan
keefektifan jalan nafas nafas dalam
dengan kriteria hasil: 4. Posisikan pasien
- mendemonstrasikan batuk untuk
efektif dan suara nafas memaksimalkan
yang bersih, tidak ada vantilasi
sianosis dan dyspneu 5. Lakukan fisioterapi

- menunjukkan jalan nafas dada jika perlu

yang paten 6. Keluarkan sekret

- saturasi O2 dalam batas dengan batuk atau

normal suction
7. Auskultasi suara
nafas. Catat adanya
suara tambahan
8. Berikan
bronkodilator
9. Monitor status
dinamik
10. Berikan pelembab
udara kassa basah
NaCl lembab
11. Atur intake untuk
ciran
mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasu
dan status O2
13. Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan
sekret
14. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan
peralata: suction, o2,
inhalasi

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Nyeri akut NOC : NIC : PAIN
b.d agen - Pain Level, MANAGEMENT
injury - pain control, 1. Lakukan pengkajian
(fisik) - comfort level nyeri secara

Setelah dilakukan tindakan komprehensif termasuk

keperawatan selama 1 x 24 lokasi, karakteristik,

jam nyeri dapat berkurang, durasi, frekuensi,

dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor

- Mampu mengontrol presipitasi

nyeri (tahu 2. Observasi reaksi

- penyebab nyeri, nonverbal dari

mampu menggunakan ketidaknyamanan

tehnik 3. Bantu pasien dan

nonfarmakologi keluarga untuk mencari

untuk mengurangi dan menemukan

nyeri, mencari dukungan

bantuan) 4. Kontrol lingkungan yang

- Tanda vital dalam dapat mempengaruhi


nyeri seperti suhu
rentang normal
ruangan, pencahayaan
- Tidak mengalami dan kebisingan
gangguan tidur 5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dalam, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Tingkatkan istirahat
9. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri
Kolaborasi :
1. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri bila
perlu

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC: NUTRITION
seimbangan - Nutritional MANAGEMENT
nutrisi kurang status: adequacy 1. Kolaborasi dengan ahli
dari of nutrient gizi untuk menentukan
kebutuhan - Nutrional status: jumlah kalori yang di
tubuh food and fluaid butuhkan pasien
b.d faktor intake 2. Monitor adanya
biologis - Weight control penurunan berat badan
Setelah dilakukan 3. Monitor kekeringan,
tindakan rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
keperawatan 4. Monitor mual dan
selama.... nutrisi muntah
kuran teratasi 5. Monitor pucat,
dengan kriteria kemerahan, dan
hasil: kekeringan jaringan
- Albumin serum konjungtiva
- Albumin serum 6. Monitor intake nutrisi
- Hematokrit 7. Atur posisi semi fowler
- Hemoglobin atau fowler selama
- Total iron makan
binding capasity 8. Anjurkan banyak
- Jumlah limfosit minum
- Tidak terjadi 9. Pertahankan terapi iv
penurunan berat line
badan 10. Beri makan sedikit tapi
sering
11. Kolaborasi pemberian
antiemetik: Ranitidin

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Intoleran aktivitas NOC: NIC:
b.d - Self care: ADLs 1. Observasi
ketidaksimbangan - Toleransi aktivitas adanya
antara suplai dan - Konservasi energi pembatasan klien
kebutuhan oksigen Setelah dilakukan dalam

asuhan keperawatan melakukan

selama 3x24 jam. aktivitas

Pasien bertoleransi 2. Kaji adanya

terhadap aktivitas faktor yang

dengan kriteria hasil: menyebabkan

- Berpartisipasi dalam kelelahan


3. Monitor nutrisi
aktivitas fisik tanpa dan sumber
disertai peningkatan energi yang
tekanan darah, nadi, adekuat
dan RR 4. Monitor pasien
- Mampu melakukan akan adanya
aktivitas sehari-hari kelelahan fisik
secara mandiri 5. Monitor respon
- Keseimbangan kardiovaskuler
aktivitas dengan terhadap
istirahat aktivitas
6. Monitor pola
tidur dan
lamanya
tidur/istirahat
pasien
7. Bantu klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu
dilakukan
8. Bantu untuk
memiih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik
9. Bantu
kien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam aktivitas
10. Monitor respon
fisik, emosi,
sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2009-2011.Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made
Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC


Davey, Patrick. 2005. At A glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series
Herdman, Heather T. 2010.Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009- 2011. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Aziz alimul. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan jilid 2. Jakarta: Salemba Medika

Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta:


EGC

Anda mungkin juga menyukai