PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Postur tubuh adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari. Postur tubuh tidak hanya berguna untuk keindahan, namun juga untuk
memenuhi aktivitas sehari-hari. Postur tubuh yang baik akan memudahkan untuk
melakukan aktivitas dengan baik. Dengan memiliki postur tubuh yang baik,
normal, dan sehat maka seseorang akan meningkatkan rasa percaya dirinya dan
bebas untuk bersosialisasi dengan siapapun. Salah satu yang membentuk postur
tubuh adalah bentuk dan sususnan tulang belakang. Tulang belakang sangat
berperan penting untuk pembentukan postur tubuh. Tulang belakang yang normal
akan membentuk postur tubuh yang normal, begitu pula sebaliknya. Namun,
dalam kenyataannya terdapat gangguan pada tulang belakang yang membuat
perubahan pada postur tubuh.Salah satu kelainan pada tulang belakang yang
sering ditemui adalah skoliosis (Corwin, 2009).
skoliosis idiopatik adalah bentuk skoliosis yang paling lazim. Skoliosis ini
terjadi pada anak seha, secara neurologis normal, tetapi yang pasti penyebabnya
belum diketahui. Insidennya hanya sedikit lebih sedikit pada perempuan daripada
laki-laki, tetapi skoliosis lebih mungkin memburuk dan memerlukan pengobatan
pada perempuan daripada laki-laki. Ini menunjukan bahwa faktor-faktor hormonal
penting. Kecenderungan herediter juga terjadi karena sekitar 20% anak dengan
skoliosis mempunyai anggota keluarga lain dengan kondisi yang sama. Baik ciri
autosom maupun multifaktoral telah terbukti. Walaupun anak perempuan dari ibu
yang terkena lebih mungkin mengalami skoliosis daripada anak lain, besar
kurvatura dalam sanak keluarga. Anak yang terlibat juga cenderung menunjukan
sedikit perubahan pada kemampuan sensasi propriosepsi dan getaran. Ini
menunjukkan kelainan fungsi kolumna posterior medula spinalis. Disfungsi
serebelum dapat juga menyebabkan ketidakseimbangan spinal (Behrman,1996).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memehami gangguan sistem muskuloskeletal dengan
penyakit tulang belakang , gambaran penyakit dan asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis skoliosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan anatomi fisiologi Muskuloskeletal
b. Mendeskripsikan definisi Skoliosis
c. Mendeskripsikan faktor risiko Skoliosis
d. Mendeskripsikan manifestasi klinis Skoliosis
e. Mendeskripsikan patofisiologi Skoliosis
f. Mendeskripsikan pemeriksaan diagnostik Skoliosis
2
g. Mendeskripsikan penatalaksanaan medis Skoliosis
h. Mendeskripsikan komplikasi Skoliosis
i. Mendeskripsikan asuhan keperawatan Skoliosis
1) Pengkajian keperawatan pada pasien Skoliosis
2) Diagnosa keperawatan pada pasien Skoliosis
3) Intervensi dan rasional keperawatan pada pasien Skoliosis
4) Evaluasi keperawatan pada pasien Skolios
3
BAB II
KONSEP DASAR SKOLIOSIS
2. Definisi
Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok
kesamping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok
benjolanyang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini
5
juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi
dewasa (Guyton,2007).
6
a. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan
dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatuh
b. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit:
1) Cerebral palsv
2) Distrofi otot
3) Polio
4) Osteoporosis iuvenil
c. Idiopatik, jenis ini lebih umum biasanya berkembang pada remaja
d. Factor genetic
Dilaporkan bahwa factor genetic mempunyai komponen pada
perkembangan skoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga
pasien dengan skoliosis idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak
mempunyai riwayat penyakit skoliosis.
e. Factor hormonal
Difisiensi melatonin diajukan sebagai penyebab skoliosis. Skresi
melatonin pada malam hari menyebabkan penurunan progesivitas
skoliosis dibandingkan pada pasien tanpa progesivitas. Hormone
pertumbuhan juga diduga mempunyai peranan pada perkembangan
skoliosis. Kecepatan progrsivitas skoliosis pada umumnya dilaporkan
pada pasien dengan growth hormone.
f. Perkembangan spinal dan teori biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuan spinal juga menunjukan
penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana
dihubungkan dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja.
g. Abnomalitas jaringan
Beberapa teori diajukan sebagai komponen structural pada
komponen tulang belakang (otot, tulang, ligamentum, dan atau discus)
7
sebagai penyebab skoliosis.Beberapa teori didasari atas observasi pada
kondisi seperti syndrome Martan (gangguan fibrillin), duchenne
muscular dvstrophv (gangguan otot) dan dysplasia fibrosa pada tulang.
4. Patofisiologi
Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi, berupa
pelengkungan lateral tulang belakang dengan suatu sudut Cobb lebih dari
10 derajat disertai dengan rotasi vertebra. Skoliosis terjadi di sepanjang
tulang belakang. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang
paling sering terjadi meskipun pelengkungan pada area servikal dan area
lumbal adalah scoliosis yang paling parah. Dua bentuk dasar scoliosis yaitu
fungsional dan structural (Betz C, 2009).
Skoliosis fungsional terjadi akibat masalah yang sudah ada
sebelumnya, seperti postur yang buruk atau panjang kedua tungkai yang
tidak sama. Bentuk scoliosis dapat dikoreksi dengan latihan atau
penggunaan shoe lifts. Skoliosis structural terjadi akibat deformitas
kongenital pada kolumna spinalis. Kondisi ini sering terjadi pada anak-
anak dengan mielomeningokel dan distrofi otot. Skoliosis terlihat pada
anak yang mengalami paralisis serebral dan osteogenesis imperfekta.
Bentuk structural scoliosis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis dasar,
yaitu :
a.Infantil: yang terjadi pada tahun pertama kehidupan (lebih dari 20% anak
yang terkena jenis ini mengalami penyembuhan spontan).
b. Juvenil: yang terjadi antara usia 5 dan 6 tahun.
c.Remaja: yang tidak terlihat sampai usia 11 tahun (ketika maturasi skeletal
terjadi) (Betz C, 2009).
8
Gambar 2.1 Patofisiologi Skoliosis
9
5. Manifestasi Klinis
Lodosis yang terlokalisasi, rotasi aksial, dan pelengkungan lateral pada
tulang belakang adalah manifestasi klinis mayor dari skoliosis:
1. Pinggul asimetris
2. Bahu asimetris
3. Badan memendek
4. Perubahan kulit dan jaringan lunak yang berhubungan
5. Adanya rambut yang menempel pada area sacrum
6. Tungkai yang tidak sama panjang
7. Skapula asimetris
8. Ketidaksejajaran badan dan pelvis
9. Panggul asimetris
10. Payudara asimetris (Betz, 2009).
6. Pemeriksaan Menunjang
a.Uji membungkuk ke depan- untuk mengkaji ketidakseimbangan panggul
dan tulang rusuk (uji tapis)
b. Metode diagnostik Cobb- untuk mengkaji sudut lengkungan pada
pemeriksaan radiografi
c.Studi radiografis terhadap tulang belakang dari anteroposterior dan lateral
untuk-mengevaluasi lengkungan spinal.
d. CT tiga dimensi
e.MRI (Betz, 2009).
8. Komplikasi
a.Masalah perkemihan (paling sering terjadi)
b. Masalah neurologis
11
c.Gangguan kardiopulmonal (Betz, 2009).
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Fungsi motoric kasar
1) Ukuran otot: adanya atrofi atau hipertrofi otot; kesimetrisan massa
otot.
2) Tonus otot: spastisitas, kelemahan, rentang gerak terbatas.
3) Kekuatan
4) Gerakan abnormal
b. Fungsi motoric halus
1) Manipulasi mainan
2) Menggambar
c. Gaya berjalan: ayunan lengan dan kaki, gaya tumit-jari.
d. Pengendalian postur
1) Mempertahankan posisi tegak
2) Adanya ataksia
3) Bergoyang-goyang
e. Persendian
1) Rentang gerak
2) Kemerahan, edema, nyeri
3) Tonjolan abnormal
4) Fraktur
5) Lokasi fraktur
f. Tulang belakang
1) Lengkung tulang belakang kelainan struktur tulang belakang:
scoliosis ( ), kifosis ( ) , lordosis ( )
2) Adanya lesung pilonidal (Betz, 2009).
12
2. Diagosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi
memanjang dan pola napas yang abnormal (takipnea, bardipnea,
hiperventilasi)
b. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan prosedur pembedahan
mayor
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun,
nyeri saat bergerak, gerakan terbatas dan fisik lemah
d. nyeri kronis berhubungan dengan kondisi mukuloskeletal kronis ditandai
dengan mengeluh nyeri, tampat meringis, gelisah, tidak mampu
menuntaskan aktifitas
e. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
ditandai dengan mengungkapkan kecatatan, struktur tubuh berubah,
mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
f. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
ditandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan
perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah (SDKI, 2016).
3. Intervensi Keperawatan
No Dignosa Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
Hasil
13
1 Pola napas tidak setelah dilakukan 1. Ukur TTV klien R/ Mengetahui
adanya
efektif berhubungan proses tindakan setiap 4jam
perubahan
dengan gangguan keperawatan 3 x 24 sekali pada tanda
vital klien
neuromuskuler jam diharapkan pola 2. Pantau adanya
R/ Mengetahui
ditandai dengan napas yang efektif. pucat dan adanya sianosis
pada pasien
dispnea, penggunaan sianosis
R/ Mengetahui
otot bantu napas, Kriteria hasil: 3. Pantau kecepatan,
irama,
fase ekspirasi 1. TTV klien dalam kecepatan,
kedalaman dan
memanjang dan pola rentan normal irama, upaya
pernafasan
napas yang abnormal 2. tidak tampak kedalaman dan
R/ Retraksi
(takipnea, bardipnea, adanya alat bantu upaya dada
mengindikasik
hiperventilasi) napas pernafasan
an kelainan
3. irama dan 4. Perhatikan pada paru-paru
lobus tertentu
kecepatan napas pergerakan
R/ Mengetahui
dalam batas normal dada, amati hambatan jalan
napas.
4. ekspansi paru dalam kesimetrisan,
R/ Mengetahui
batas normal penggunaan pola nafas
pasien
5. tidak ada sianosis otot-otot bantu
R/ mengetahui
6. tidak terdengar 5. Pantau adanya
kelaianan pada
suara napas tambahan pernafasan yang
suara napas
7. pasien tidak berbunyi seperti klien
R/
mengeluh sesak napas mendengkur
Meringankan
6. Pantau pola rasa nyeri yang
timbul akibat
pernafasan
sesak
7. Auskultasi suara R/Duduk tinggi
memungkinkan
nafas
ekspansi paru
8. Ajarkan klien
melakukan
14
teknik relaksasi
napas dalam
9. Atur posisi tidur
semi fowler
untuk
meningkatkan
ekspansi paru
2. Risiko Setelah dilakukan 1. Ukur TTV klien R/ Memantau
ketidakseimbangan proses tindakan setiap 4jam sekali perubahan
cairan ditandai keperawatan selama 3 2. Kaji risiko TTV karena
dengan prosedur x 24jam diharapkan ketidakseimbangan perubahan
pembedahan mayor balance cairan dalam cairan jumlah cairan
batas normal 3. Monitor intake R/ Menentukan
dan output cairan, intervensi
Kriteria Hasil: catat cairan masuk berikutnya
1. TTV dalam batas dan cairan keluar R/ Mengetahui
normal 4. Monitor turgor jumlah cairan
2. tidak ada tanda- kulit, membran yang masuk
tanda dehidrasi mukosa dan keluar,
3. turgor kulit baik 5. Timbang berat sehingga dapat
4. membran mukosa badan pasien 7 x menghitung
lembab 24jam dan catat jika jumlah
5. intake – output ditemukan berat kebutuhan
klien dalam batas badan yang cairan
normal berkurang terpenuhi
6. hematokrit dalam 6. Monitor hasil lab R/ Perubahan
rentan normal yang berkaitan jumlah cairan
dengan retensi cairan akan
mengubah
15
tekanan
hemodinamik
R/ Untuk
mengidentifika
si adanya
penysutan
berat badan
berlebihan
karena
kehilangan
cairan
R/ Agar bisa
mempersiapka
n resusitasi
sesuai dengan
hasil lab yang
abnormal
18
dirasakan.
R/ Posisi yang
nyaman akan
membantu
memberikan
kesempatan
pada otot untuk
relaksasi
seoptimal
mungkin.
4. Evaluasi Keperawatan
1. DX 1: Masalah Pola napas tidak efektif teratasi dengan hasil sesuai
kriteria yang diharapkan
2. DX 2: Masalah resiko ketidakseimbangan cairan dapat teratasi dengan
hasil sesuai kriteria
3. DX 3: Masalah gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan hasil
sesuai kriteria
4. DX 4: Masalah nyeri kronis dapat teratasi dengan hasil sesuai kriteria
BAB III
PENUTUP
19
Kesimpulan
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah atau
terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral. Banyak
penyebab yang menyebabkan gangguan ini sangat umum ditemukan, salah
satunya adalah posisi duduk yang salah, kongenital, neuromuskuler, dan
sebagainya.
Skoliosis merupakan penyakit yang dapat terjadi hanya pada daerah tulang
spinal atau termasuk rongga tulang spinal. Lengkungan dapat berbentuk S atau
C. Derajat lengkungan penting untuk diketahui karena hal ini dapat menentukan
jumalah tulang rusuk yang mengalami pengeseran. Pada tingkat rotasi
lengkungan yang cukup besar mungkin dapat menekan dan menimbulkan
keterbatasan pada organ penting; paru-paru dan jantung. Keseimbangan
lengkungan juga penting karena ini mempengaruhi stabilitas dari tulang
belakang dan pengerakan pinggul serta dapat mempengaruhi gaya berjalan.
Penangan yang tepat dan sesuai untuk menangani skoliosis adalah pembedahan
pada tulang belakang. Pembedahan dilakukan apabila lengkungan skoliosis
telah mencapai >40%. Masalah keperawatan yang muncul karena skoliosis
praoperatif diantaranya adalah: pola napas tidak efektif, nyeri kronis, serta
gangguan mobilitas fisik, cemas, dan gangguan citra tubuh, sedangkan masalah
keperawatan yang akan muncul pasca operatif diantaranya; nyeri akut, resiko
kekurangan cairan, dan intoleransi aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 3. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman & Arvin. 1996., Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Vol 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
20
Betz C. Lynn, Sowden A. Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E. 2002. Nursing Care Planning: Guidelines for Individualizing Client
Care Across The Life Span. Philadelphia: Davis Pub.
Evelyn, C. Pearce. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia.
Gibson, J. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi 2, Penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Long, BC. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: yayasan IAPK Pajajaran
Bandung.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta :
Sagung Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;
Defenisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
21