Anda di halaman 1dari 20

Mata kuliah : Keperawatan Menjelang Ajal & Paliatif

Dosen pengampu : Anisa Purnamasari S,Kep Ns. M.Kep

PENYAMPAIAN BERITA BURUK PADA PASIEN PALIATIF

Oleh kelompok 3 :

Kelas L2 Keperawatan

EGY FAHRIAR (P201801065)

ASTI NEDILA (P201801064)

DITA RULAN (P201801045)

NURLISA M. (P201801079)

YUSNI (P201801059)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah KEPERAWATAN MENJELANG AJAL & PALIATIF.
Selain itu tujuan penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan mengenai
penyampaian berita buruk.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang di miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat di harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk, sehingga dapat
menyelesaikan tugas ini.

Kendari, 7 MEI 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..........................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................1


B. Rumusan Masalah ..........................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................3
Definisi Berita Buruk ..........................................................................3
Penyampaian berita buruk pada pasien paliatif metode SPIKES............................3
Penyampaian berita buruk pada pasien paliatif metode PACIENTE......................7

Hal-hal yang dianggap penting dalam penyampaian berita buruk..........................13


Kesalahan yang umum dilakukan dalam menyampaikan berita buruk...................14
BAB III PENUTUP .......................................................................15
Kesimpulan .......................................................................15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan paliatif care adalah penedekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi
dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik,
psikososial dan spiritual (WHO, 2011).

Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita
kanker terutama yang tidak mungkin disembuhkan tetapi juga pada penderita yang
mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan tindakan kuratif (menghilangkan
nyeri dan keluhan lain serta perbaikan dalam bidang, psikologis, sosial dan spiritual
(Depkes pedoman kanker terpadu paripurna 1997).

Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini ruang lingkup dari paliatif care yang
dulunya hanya berfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah
meluas menjadi perawatan holistic yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis dan
spiritual. Perubahan pserspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang
menderita penyakit krinis sehingga, tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak
adanya.

Komunikasi kesehatan menjadi semakin popular dalam upaya promosi kesehatan dalam
20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi
kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan dan norma sosial
yang semuanya berperan sebagai precursor pada perubahan perilaku. Komunikasi
kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi
sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan
dan menyapaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan (Riswandi, 2009)
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi berita buruk ?
2. Bagaimana penyampaian berita buruk pada pasien paliatif metode SPIKES?
3. Bagaimana penyampaian berita buruk pada pasien pasliatif metode PACIENTE ?
4. Bagaimana hal–hal yang dianggap penting oleh pasien dalam penyampaian berita
buruk ?
5. Bagaimana kesalahan yang umum dilakukan dalam menyampaikan berita buruk ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi berita buruk
2. Untuk mengetahui penyampaian berita buruk pada pasien paliatif metode SPIKES
3. Untuk mengetahui penyampaian berita buruk pada pasien pasliatif metode
PACIENTE
4. Untuk mengetahui hal–hal yang dianggap penting oleh pasien dalam penyampaian
berita buruk
5. Untuk mengetahui kesalahan yang umum dilakukan dalam menyampaikan berita
buruk
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Berita Buruk


Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan
pandangan buruk bagi kesehatan sesorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan
perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien,
atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien ( Wright,
dkk 2013).

Berita buruk adalah suatu situasi dimana tidak ada harapan lagi, adanya ancaman
terhadap kesejahteraan fisik dan mental seseorang, sesuatu yang menuntut perubahan gaya
hidup yang sudah menjadi kebiasaan, sesuatu yang membuat seseorang memiliki lebih
sedikit pilihan dalam hidupnya (Maramis, 2009)

B. Penyampaian Berita Buruk Pada Pasien Paliatif Metode SPIKES

Setting the patient’s Perception

a. Mempersiapkan ruangan yang dapat menjamin privasi pasien dan keluarganya.


Penyampaian kabar buruk dapat dilakukan di ruang dokter, ruang edukasi
khusus, nurse station atau ruang rawat pasien (bila pasien hanya dirawat 1 orang
satu kamar). Bila kabar buruk harus disampaikan pada ruang rawat yang berisi lebih
dari 1 pasien, berikan privasi dengan memberikan pembatas tirai antara pasein
dengan dengan pasien lainnya. Bila dibutuhkan dapat disediakan tissue.
b. Sebelum menyampaikan kabar tersebut pada pasien, tanyakan apakah dia butuh
ditemani oleh keluarganya atau tidak. Pada pasien geriatri sebaiknya ditemani anak
dan/atau pasangan mereka. Terkadang harus juga melibatkan pihak yang
bertanggung jawab pada pembiayaan perawatan pasien misalnya anak atau
pengurus yayasan sosial.
c. Sebaiknya, penyampaian kabar buruk disampaikan dalam keadaan duduk. Dengan
duduk, pasien dapat lebih tenang. Hal ini juga menunjukkan bahwa perawat tidak
dalam keadaan terburu-buru dan menunjukkan kesediaan untuk berdiskusi dengan
pasien. Bila memungkinkan, duduklah berhadapan langsung dengan pasien, tanpa
penghalang apapun, seperti meja.

d. Bina hubungan baik dengan pasien. Buatlah pasien merasa mendapat perhatian
perawat dengan kontak mata yang cukup. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
menyentuh dan menggenggam tangan pasien. Hindari kemungkinan gangguan yang
ada misalnya, suara telepon.

Passesing The Patient’s perception

a. Sebelum menyampaikan informasi pada pasien, sebaiknya menanyakan pemahaman


pasien terhadap kondisi dan penyakitnya. Tanyakan juga harapan-harapannya
berkaitan dengan penyakitnya.

b. Seringnya pasien akan berkata “Saya ingin yang terbaik, Suster.” Bila pasien
menjawab seperti ini, tanyakan lagi bagaimana persepsi pasien tentang yang terbaik
c. Mulailah dengan pertanyaan terbuka.

d. Hal yang terpenting adalah mendapatkan persepsi pasien tentang harapannya


terhadap penyakitnya. Persepsi pasien bervariasi mulai dengan ingin sembuh
seutuhnya, ini tidak nyeri, ingin tumornya diangkat, tidak ingin dioperasi tidak ingin
minum obat sampai sudah berpasrah.

e. Dapat pula ditemukan kekeliruan pemahaman dan informasi pasein mengenai


penyakitnya. Hal ini perlu dikoreksi perawat agar pasien memiliki pemahaman yang
tepat.

Obtaining the patient’s Invitation

a. Tanyakan keinginan pasien akan keingintahuannya atas informasi akan diagnosis,


prognosis dan pilihan tata laksana yang ada. Ada pasien yang ingin mengetahui
penyakitnya secara mendetail, namun sebagian lagi hanya ingin mengetahui
penyakitnya secara garis besar.

b. Bila pasien menyatakan secara eksplisit bahwa dia ingin mendengar informasinya
secara mendetail, akan lebih mudah untuk dokter menyampaikan kabar buruk
tersebut

c. Beberapa pasien menolak mendengarkan infomasi penyakit secara detail. Hal ini
sering ditemukan pada pasien-pasien dengan sakit berat, sudah tidak memiliki
harapan lagi, cenderung berpasrah diri. Penolakan atas informasi detail tersebut
biasanya merupakan coping.

Giving Knowledge and information to the patient

Pemberian informasi pada pasien harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. Pahami tingkat pengetahuan pasien akan penyakitnya

b. Gunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pasien. Hindari penggunaan jargon-
jargon medis. Hindari pula pemakaian kata-kata yang bersifat ambigu. Kata-kata
yang digunakan harus bersifat tegas, lugas namun tidak mematahkan harapan
pasien.

c. Hindari memberikan ketakutan yang berlebihan misalnya “Anda memiliki kanker


paru yang sangat parah dan harus segera diobati kalau tidak anda akan segera mati”.
Respons yang paling mungkin diterima oleh perawat dari pasien adalah pasien dan
keluarganya tidak terima dan memarahi perawat.

d. Berikan informasi dalam potongan-potongan singkat. Berikan pasien jeda waktu


antara masing-masing potongan untuk dapat mencerna informasi yang diberikan.
Contohnya:
‘’Sayangnya, hasil pemeriksaan saya, ditunjang dengan pemeriksaan lab dan CT
yang kita lakukan kemarin, ibu menderita kanker paru.”
Berikan waktu jeda setelah mengatakan kalimat di atas. Pasien tidak akan mampu
menangkap informasi apapun yang disampaikan setelah mendengar kata “kanker”.
Berikan waktu untuk pasien mencerna informasi tersebut, setelah beberapa saat,
barulah potongan informasi lain disampaikan. Walaupun pasien dalam kondisi
terminal, tidak memiliki kemungkinan untuk sembuh, jangan memutuskan
pengharapan pasien seketika dengan mengatakan “Sudah tidak ada hal yang kita
bisa perbuat’’.

Addressing the patient’s Emotions with empathic responses

Pasien akan memberikan respons terhadap berita buruk yang didengarnya dari
dokter. Respons pasien bervariasi, mulai dari diam, marah, tidak percaya, menangis atau
menolak dan menarik diri. perawat harus mampu menunjukkan sikap empati dalam
merespons emosi pasien tersebut. Perawat harus mampu memberikan dukungan empati
pada pasien dengan cara:

a. Amati secara mendalam emosi pasien. Seringnya pasien hanya diam, menangis atau
mengisolasi diri.

b. Dalami perasaan pasien dengan menanyakan apa yang dirasakan pasien. Bila pasien
hanya diam, gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui apa yang pasien rasakan
dan pikirkan.

c. Dalami apa yang menjadi alasan emosi pasien. Bila pasien berkata dia sedih atas
berita yang didengarnya, dalami bagian mana yang menjadi kesedihannya, apakah
kenyataan tentang diagnosisnya, atau kenyataan bahwa penyakitnya sulit
disembuhkan atau hal lain.

d. Nyatakan dukungan terhadap pasien. Pada tahap ini pasien tidak ingin mengetahui
hal-hal medis akan penyakitnya, dia ingin mendapatkan dukungan dan tidak merasa
sendiri berjuang untuk penyakitnya.

e. Tunda pembicaraan yang bersifat teknis dan medis sampai pasien merasa lebih
tenang atau lebih baik. Ada kemungkinan pasien tidak sanggup sehingga bagian ini
dilanjutkan dengan anak atau keluarganya yang lain. Keluarga juga pasti memiliki
respons terhadap berita buruk tersebut, pastikan keluarga dalam keadaan tenang dan
siap sebelum melanjutkan

Strategy and Summary

a. Pastikan pasien dalam keadaan siap untuk berdiskusi. Menentukan langkah kerja
pada pasien bukan semata-mata keputusan dokter. Pasien dan keluarganya harus
terlibat dalam pengambilan keputusan.

b. Perawat sering sekali merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan pilihan tata
laksana dan prognosis pada pasien bila prognosisnya buruk.

Secara garis besar, penyampaian kabar buruk pada pasien terminal memiliki 4 tujuan,
yakni:

a. Mendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi


tentang penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan kabar buruk.

b. Menyampaikan informasi yang relevan dan benar guna menjawab kebutuhan


pasien.

c. Memberikan dukungan pada pasien secara empatik guna mencegah pasien masuk
dalam fase penolakan dan isolasi diri.

d. Membangun tujuan dan strategi bersama untuk rencana tata laksana pasien.

C. Penyampaian Berita Buruk Pada Pasien Paliatif Metode PACIENTE

Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang traumatik
menunjukkan, bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah attitude (sikap
dan perilaku). Penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan kemampuan penyampai
berita menjawab pertanyaan. Terdapat enam langkah dalam menyampaikan berita buruk:

1. Melakukan persiapan
 Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang akan
disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium atau pun
pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga pengetahuan dasar
tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait penyakit pasien.
 Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman. Pastikan
bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis lain atau pun dering
telepon.
 Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir. Perkenalkan diri
pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan mereka dengan pasien.
 Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah kata2
spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus dihindari dalam
penyampaian.

2. Menanyakan apa yang pasien tahu tentang penyakitnya


Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit parah,
atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya tersebut. Hal ini
bertujuan untuk menjajagi apakah pasien atau keluarganya dapat memahami berita
buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan :
 “Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda?’’
 “Bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda saat ini?”
 “Apakah Anda khawatir mengenai sakit atau kondisi Anda?”
 “Apakah petugas medis Anda sebelumnya mengatakan apa penyakit Anda?
Atau menyarankan Anda melakukan suatu pemeriksaan?’’
 ‘’Dengan gejala2 yang ada, menurut Anda penyakit apa yang mungkin
terjadi?’’
 ‘’Apakah menurut Anda ada hal serius ketika berat badan Anda turun
drastic?’’

3. Menanyakan seberapa besar keinginan tahu pasien tentang penyakitnya


Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien, orang
tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang dapat
berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing. Setiap
orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih lanjut. Jika
pasien menunjukkan tanda tidak menginginkan informasi yang lebih detail, maka
petugas medis harus menghormati keinginannya dan menanyakan pada siapa
informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui
berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa :
 “Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah Anda ingin
mengetahui lebih lanjut ?”
 “Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci mengenai kondisi
Anda ? Jika tidak, apakah Anda ingin saya menyampaikannya pada
seseorang ?”
 “Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang terjadi pada
diri mereka, sementara keluarga justru sebaliknya. Mana yang Anda pilih ?”
 ‘’Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan
menjelaskan dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan ?’’
 ‘’Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini ?’’
Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak menyampaikan pada
pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara petugas medis
mempunyai kewajiban secara hukum untuk memberikan inform consent pada pasien
dan disisi lain hubungan terapetik yang efektif juga membutuhkan kerjasama
dengan keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian, tanyakan mengapa mereka
tidak menginginkan petugas medis memberikan informasi pada pasien, apa yang
mereka takutkan akan apa yang petugas medis sampaikan, dan apa pengalaman
mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa petugas medis bersama keluarga
menemui pasien dan menanyakan apakah pasien ingin informasi mengenai
kesehatannya dan apa pertanyaan yang mungkin diajukan.

4. Menyampaikan berita
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh empati.
Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan. Sampaikan
informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana yang mudah
dipahami. Hindari katakata manis (eufemisme) ataupun istilah-istilah kedokteran.
Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti ‘’meninggal’’ atau ‘’kanker’’. Jangan
meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering memberikan jeda setelah
penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang
disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari
kalimat ‘’Saya minta maaf’’ atau ‘’Maafkan saya’’ karena kalimat tersebut dapat
diniterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang terjadi,
atau bahwa semua ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik gunakan kalimat
‘’Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda mengenai hal ini’’. Beberapa
kalimat lain yang dapat dipilih untuk menyampaikan berita buruk:
 ‘’Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan Anda
terkena kanker leher rahim’’
 ‘’Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah meninggal’’
 ‘’Hasil pemeriksaan laboratorium yag ada tidak sesuai dengan apa yang
kita harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium awal penyakit
kanker’’
 ‘’Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum tulang
belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia.
5. Memberikan respon terhadap perasaan pasien
Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya petugas medis diam untuk memberi
jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi. Respon pasien dan keluarga
dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang menangis, marah, sedih,
cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah, tidak percaya, takut, merasa tidak
berharga, malu, mencari alasan mengapa hal ini terjadi, bahkan bisa jadi pasien
pergi meninggalkan ruangan. Siapkan diri dalam menghadapi berbagai reaksi.
Dengarkan dengan tenang dan perhatian penuh. Pahami emosi pasien dan ajak
pasien untuk menceritakan perasaannya. Contoh kalimat yang dapat digunakan
untuk merespon perasaan pasien:
 ‘’Saya dapat merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit’’
 ‘’Anda terlihat sangat marah. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda
rasakan ?’’
 ‘’Apakah berita ini membuat Anda takut ?’’
 ‘’Sampaikan saja perasaan Anda tentang apa yang baru saya sampaikan’’
 ‘’Saya berharap hasil ini berbeda’’
 ‘’Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?’’
 ‘’Saya akan coba membantu Anda’’
 ‘’Saya akan bantu Anda untuk menyampaikannya pada anak-anak Anda’’
Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal. Sebaiknya sediakan kertas tisu.
Komunikasi non verbal yang akan sangat membantu adalah : Petugas medis
menyodorkan tisu, menawarkan minuman. Gunakan sentuhan jika memang pantas,
karena ada juga pasien atau anggota keluarga tidak suka disentuh, bersikap sensitif
terhadap perbedaan budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau komentar yang
tidak pada tempatnya.
Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka. Jangan
mendesak dengan terburu-buru menyampaikan informasi lebih lanjut. Jika emosi
sudah dikeluarkan, biasanya pasien atau keluarga lebih mudah diajak pada langkah
berikutnya.
6. Merencanakan tindak lanjut
Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa:
 Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi
 Pengobatan gejala-gejala yang ada
 Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang penyakit dan
pengobatannya
 Tawarkan harapan yang realistis. Walaupun tidak ada kemungkinan untuk
sembuh, bangun harapan pasien dan sampaikan tentang pilihan terapi apa
saja yang tersedia.
 Mengatur rujukan yang sesuai
 Menjelaskan rencana untuk terapi lebih lanjut
 Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan dukungan
secara emosi dan praktis, misal keluarga, teman, tokoh yang disegani,
pekerja sosial, konselor spiritual, peer group, atau pun terapis professional.
Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga, bahwa petugas
medis tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka, dan petugas medis akan
terlibat aktif dalam rencana yang akan dijalankan. Katakan mereka dapat
menghubungi petugas medis jika ada pertanyaan lebih lanjut. Tentukan waktu untuk
pertemuan berikutnya.
Petugas medis juga harus memastikan bahwa pasien akan aman dan selamat saat
pulang. Cari tahu:
Apakah pasien dapat mengemudikan sendiri kendaraan saat pulang ?
Apakah pasien sangat cemas atau khawatir, merasa putus asa atau ingin bunuh diri ?
Apakah ada seseorang di rumah yang dapat memberikan dukungan pada pasien?
7. Mengkomunikasikan Prognosis
Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana perjalanan
penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin mempunyai
kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan hidup mereka, atau
pasien merasa ketakutan dan berharap bahwa Petugas medis akan mengatakan
penyakitnya tidak serius. Sebelum langsung menjawab pertanyaan pasien tentang
prognosis, sebaiknya Petugas medis mengumpulkan informasi tentang alasan
mereka menanyakan hal tersebut. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:
 ‘’Apa yang Anda harapkan akan terjadi?’’
 ‘’Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan penyakit
seperti ini?’’
 ‘’Apa yang Anda harapkan terjadi?’’
 ‘’Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan? ‘’
 ‘’Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?’’
Petugas medis harus mempertimbangkan dampak pemberian informasi prognosis.
Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka biasanya mengharapkan informasi
yang lebih rinci. Sedangkan pasien yang sangat khawatir atau cemas, mungkin akan
lebih baik mendapat informasi secara umum saja. Jawaban Petugas medis yang
definitif seperti :
‘’Anda hanya mempunyai usia harapan hidup sampai 1 tahun’’ akan berisiko
menyebabkan kekecewaan jika ternyata terbukti usia harapan hidupnya lebih
singkat. Jawaban seperti ini juga dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustasi
jika dokter merendahkan usia harapan hidup pasien. Kalimat berikut lebih
disarankan dalam menjawab pertanyaan tentang prognosis: ‘’Sekitar sepertiga
pasien dengan kasus seperti ini dapat bertahan hidup sampai satu tahun, separuhnya
bertahan hidup dalam 6 bulan, apa yang akan terjadi sesungguhnya pada diri Anda,
saya sungguh tidak tahu’’.
Setelah jawaban tersebut Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan
menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap
berencana untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke pasien dan keluarga
bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih
mempersiapkan mental untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi penderitaan.
Petugas medis harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas medis akan
siap mendukung dan membantu mereka.
D. Hal–Hal Yang Dianggap Penting Oleh Pasien Dalam Penyampaian Berita
Buruk
a. ISI
Yang dimaksud di sini adalah apa saja yang dibicarakan, dan seberapa banyak
informasi atau keterangan yang diberikan oleh perawat. Item ini sangat
berhubungan 9 dengan angapan/ kepercayaan pasien terhadap kompetensi perawat
di bidangnya, juga tentang pengetahuan perawat mengenai perkembangan terbaru
mengenai penyakit/ kasus mereka.
b. Support
Yang dimaksud di sini adalah aspek supportif dalam komunikasi perawat. Jadi
apakah dalam penyampaian berita buruk ini perawat bersikap baik, memberi
support/ dukungan yang cukup. Termasuk pula di sini apakah perawat bersedia
mengkomunikasikan hal – hal yang menyangkut diagnosis,prognosis, treatment, dan
sebagainya kepada keluarga atau orang lain, dan juga menyediakan berbagai
informasi yang ingin diketahui pasien.
c. Fasilitasi
Yang dimaksud di sini adalah kapan dan di mana informasi diberikan. Apakah
dalam ruangan dengan privacy yang cukup, perawat memperhatikan pasien dengan
sungguh – sungguh (tidak sambil lalu saja). Juga apakah perawat menunggu sampai
seluruh hasil diperoleh, sehingga sudah cukup data untuk menyimpulkan situasi
pasien sebelum akhirnya perawat menyampaikan berita buruk pada pasien.
d. Cara Penyampaian
Dalam berkomunikasi dengan pasien, perawat harus memberikan informasi dengan
singkat, jelas, dan jujur sehingga dapat dimengerti oleh pasien. Perlu
memperhatikan intonasi yang lembut, mendengarkan pasien, memberikan support
dan meyakinkan pasien dalam menjalani terapi, tanpa melakukan kontak fisik

E. Kesalahan Yang Umum Dilakukan Dalam Menyampaikan Berita Buruk


1. Menyampaikan berita buruk bukan di tempat yang menjamin privacy,
misalnya disampaikan di lorong rumah sakit, di pintu IGD.
2. Interupsi / pemberian penjelasan terpotong atau terganggu karena suatu hal
(misalnya menerima atau menjawab telepon, HP berbunyi, ada perawat
meminta tanda tangan, dan sebagainya).
3. Penyampaian kabar buruk melalui telepon. Hindari hal ini karena perawat
tidak tahu bagaimana situasi dan kondisi pasien saat menerima kabar buruk
tersebut.
4. Perawat terlalu banyak bicara (biasanya karena perawat sendiri merasa tidak
nyaman atau nervous).
5. Efek iatrogenik yaitu berita buruk yang disampaikan memperburuk kondisi
pasien baik secara fisik maupun psikologis atau bahkan menimbulkan
gangguan baru secara fisik atau fisiologis (misalnya, pasien pria mendapat
berita buruk tentang mengidap diabetes melitus, penjelasan tentang akibat
diabates yang salah satunya impotensi menyebabkan pasien cemas sehingga
menjadi impotensi psikogenik).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan


pandangan buruk bagi kesehatan sesorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan
perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien,
atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien.

Secara garis besar, penyampaian kabar buruk pada pasien terminal memiliki 4 tujuan,
yakni:

a. Mendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi


tentang penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan kabar buruk.
b. Menyampaikan informasi yang relevan dan benar guna menjawab kebutuhan
pasien.
c. Memberikan dukungan pada pasien secara empatik guna mencegah pasien masuk
dalam fase penolakan dan isolasi diri.
d. Membangun tujuan dan strategi bersama untuk rencana tata laksana pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Maramis W.F 2009 Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga Universitas Press

Wright KB. Dkk, 2013 Healt Communication in the 21 st Century. USA .Wiley Blackwell

Riswandi 2009 Ilmu Komunikasi Terapeutik . Jakarta : Graha Ilmu

Woerd Healt Organization, 2011. Noncommunicable Diseases in the south east asia region.
Di unduh dari http:/apps.searo.who.int/PDS_DOCS/ B4793.pdf

Try Wahyuliati Sp. S., M.Kes 2016 Keterampilan Komunikasi – Menyampaikan Berita
Buruk (Skills Of Communication – Breaking Bad News ). Disampaikan Pada
Seminar Nasional :Maternal Neonatal Healt Care Wonosobo 20 Agustus

Anda mungkin juga menyukai