Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PEMBAGIAN PERAN DALAM KELUARGA

Dibuat untuk memenuhi mata kuliah Bimbingan Konseling Keluarga yang


diampuh oleh ibu Titik

Disusun oleh kelompok 4:


Balqis Azzahra Kemala / 1801015126
Nabilah Ramadhita / 1801015040
One Maoera Aziza / 1801015080

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAL ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pembagian
Peran Dalam Keluarga.
Dalam penulisan makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Titik M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah BK Keluarga yang telah
memberikan pengarahan, penjelasan serta petunjuk dalam pembuatan makalah ini.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik berupa materi
maupun doa restu sehingga kelompok 4 dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.
3. Teman-teman serta rekan kelompok yang telah saling membantu dalam mengerjakan
makalah ini. Dalam mencari buku dan materi dalam penyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para
pembaca sekalian. Kritik dan saran senantiasa penulis harapkan sebagai masukan positif guna
perbaikan di masa yang akan datang

Jakarta,   12 Oktober 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Ayah/Suami/Kepala Keluarga................................................................................................5
B. Ibu/Istri/Ratu Rumah Tangga..............................................................................................10
C. Anak........................................................................................................................................16
D. Hak dan Kewajiban Anggota Keluarga...............................................................................18
E. Kesetaraan Gander Dalam Pengasuhan..............................................................................20
BAB III...............................................................................................................................................26
PENUTUP..........................................................................................................................................26
A. Kesimpulan............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang di hubungkan oleh perkawinan,
adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari
individu-individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling
ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama (friedman, 1998).
Keluarga sebagai perkumpulan dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan. (Effendy, 1998).
“Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi
satu dengan lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978) , dikutip dari Setyowati,
2008).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Ayah/Suami/Kepala Keluarga
2. Bagaimana peran Ibu/Istri/Ratu Rumah Tangga
3. Bagaimana peran Anak
4. Apa saja Hak dan kewajiban anggota keluarga
5. Apa saja Kesetaraan gander dalam pengasuhan

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana peran ayah/suami/kepala keluarga
2. Mengetahui bagaimana peran ibu/istri/ratu rumah tangga
3. Mengetahui bagaimana peran anak
4. Mengetahui apa saja hak dan kewajiban anggota keluarga
5. Mengetahui apa saja kesetaraan gander dalam pengasuhan
BAB II

PEMBAHASAN
A. Ayah/Suami/Kepala Keluarga
Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai
suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami
mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai
pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang
akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga.
Secara umum seorang suami berperan sebagai kepala keluarga yang bertugas
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Suami juga
berperan sebagai mitra istri yaitu menjadi teman setia yang menyenangkan dan selalu
ada di saat suka maupun duka dengan selalu menyediakan waktu untuk berbincang
dan menghabiskan waktu senggang dengan sang istri. Sebagai suami juga harus
berperan untuk mengayomi atau membimbing istri agar selalu tetap berada di jalan
yang benar. Selain menjadi rekan yang baik untuk istri, suami juga dapat membantu
meringankan tugas istri, seperti mengajak anak-anak bermain atau berekreasi serta
memberikan waktu-waktu luang yang berkualitas untuk anak di sela-sela kesibukan
suami dalam mencari nafkah. Selain peran suami, istri juga mempunyai peran yang
sangat penting, yaitu sebagai pendamping suami di setiap saat dan ibu yang siap
menjaga dan membimbing anak-anaknya. Sama seperti suami, istri juga berperan
sebagai mitra atau rekan yang baik dan menyenangkan bagi pasangan hidupnya. Istri
dapat diajak untuk berdiskusi mengenai berbagai macam permasalahan yang terjadi
dan juga berbincang tentang hal-hal yang ringan. Istri sebagai pendorong dan
penyemangat demi kemajuan suami di bidang pekerjaannya (Dewi, 2011).
Ayah memiliki status sebagai kepala keluarga, maka ayah berperan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi dan rasa aman di keluarga. Di samping itu, ayah juga
berhak memperoleh pelayanan dari anggota keluarga lainnya. Kemudian ibu memiliki
status sebagai ibu rumah tangga yang berperan melakukan kerja-kerja di lingkungan
domestik.
Tentang kewajiban suami terhadap isterinya diatur dalam Kompilasi Hukum
Islam pasal 80:
(1) Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi
tentang hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami
isteri bersama.
(2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(3) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (3) Suami wajib memberi
pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan
yang berguna dan bermanfaat bagi agama, dan bangsa.
(4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung; nafkah, kiswah dan tempat
kediaman bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan
bagi isteri dan anak, biaya pendidikan bagi anak.
(5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) di atas mulai
berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
(6) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimaa
tersebut pada ayat (4).
(7) Kewajiban suami seperti dimaksud ayat (2) gugur apabila isteri nusyurz.
1. Sebagai Pemimpin
Untuk mewujudkan keinginannya dalam membentuk keluarga sakinah kedua
subjek berusaha menjadikan suasana dalam keluarga bahagia dan tentram lahir
dan batin, yang ditunjukkan dangan dengan sikapnya:
a) Selalu berusaha melindungi keluarga
Beberapa Fuqaha’ (Ahli Fiqih) berpendapat bahwa salah satu
kewajiban seorang suami terhadap istri dan anak-anaknya adalah melindungi
mereka dengan memberi nafkah bagi mereka. Sejalan dengan itu Ibnu Rusd
dalam kitab Bidayatul Mujtahid bahwa imam Malik mengatakan suami wajib
memberi nafkah kepada istri apabila seorang suami telah menggauli istrinya
(Ibnu Rusd, 519).
Memenuhi kebutuhan materi dan non materi, kebutuhan materi berupa
kebutuhan pokok setiap hari sedangkan non materi berupa cinta dan perhatian.
Sebeb dengan demikian istri akan merasa dihargai, selain itu beliau juga
memperhatikan pendidikan anak sebagai wujud perlindungan terhaap
keluarganya sebab menurut beliau anak adalah anugrah dari Allah, sebagai
mana yang dikatakan Jalaluddin bin Kamaluddin As;Shuyuti dalam kitab Al-
Baabul Hadits Lil ‘Aalim al-Fadhil bahwa anak merupakan anugrah yang
terbesar dalam keluara yang harus dijaga dan di mulyakan serta diberi
pendidikan yang bagus agar mempunyai budi pekerti yang baik yang bisa
memulyakan orangtua. (Jalaluddin bin Kamaluddin As;Shuyuti:72).
b) Mencarikan Sandang Pangan dan Papan Bagi Keluarga
Kebutuhan sandang, pangan, papan merupakan kebutuhan lahiriah
yang menjadi tugas seorang suami sebagai pemimpin dalam keluarga.Dalam
hal ini tidak ada standarisasi dalam menentukan jumlah atau kuantitas dalam
realisasinya. Kebutuhan sandang, pangan, papan ini menjadi cukup atau
tidaknya tergantung kepada pelakunya. Salah satu konsepnya adalah rasa
besyukur sejauh mana mensyukuri yang dimiliki oleh masingmasing anggota
keluarga. Jika mampu mensyukuri maka seseorang akan merasa cukup akan
kebutuhannya jika tidak maka akan selalu merasa kurang yang menjadikan
hidupnya tidak bahagia. Sebagaimana firman Allah artinya “dan (ingatlah
juga) tatkala tuhanmu memaklumkan sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti
kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat
niscaya siksa yang pedih bagimu (Q.S. Ibrahim :7).
Dalam hal ini subjek sangat menjaga kebaikan bagi keluarganya.
Seperti masalah sandang atau berpakaian, beliau sangat menjaga anggota
keluarganya dari model-model pakaian yang tidak sopan dan tidak pantas di
pandang.(pakaian yang terbuka auratnya). Beliau selalu memberi nasehat pada
istri dan anaknya agar tidak memakai pakaian yang tidak mencerminkan
budaya ketimuran(menjaga sopan santun), hal tersebut dilakukan mengacu
pada firman Allah yang artinya : dan kewajiban ayah(suami) memberi makan
dan pakaian kepada ibu (Istri) dengan cara yang baik (Q.S. Al-Baqarah: 233).
Sedangkan yang dilakukan bapak KH adalah beliau selalu menganjurkan
anaknya harus berpakaian sopan. Yang dimaksud sopan disini adalah tidak
harus pakaian yang tertutup dengan kerudung atau jilbab, tetapi adalah
pakaian yang bila dipakai tidak mengundang orang yang melihat untuk
berbuat jahat dan menimbulkan fitnah bila memakainya. Kemudian masalah
pangan beliau termasuk orang yang pekerja keras dalam mencari nafkah bagi
keluarganya, beliau juga berusaha agar nafkah yang diberikan termasuk
nafkah yang halal, sebab nafkah halal menurut beliau akan menjadikan anak-
anaknya menjadi anak baik sebab yang dimakan juga baik. Hal tersebut
didasari firman Allah dalam yang artinya : hai orang-orang yang beriman,
makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepadanya kamu menyembah
(Q.S. al-Baqarah: 172).
c) Memberi Kelonggaran atau Kesempatan Pada Istri dan Anak Untuk
Melakukan Kebaikan
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang butuh interaksi
dengan orang lain sebagai fitrahnya. Suami yang baik tidak mengekang anak
dan istrinya berinteraksi dengan warga yang lain, yang memang itu juga
menjadi karater beliau sebagai seorang yang bermasyarakat yang senang
berkumpul dengan banyak orang tetapi juga tidak mengurangi intensitas dan
keakraban bersama keluarga.
d) Tidak menyakiti istri dan Anak

Dalam membina keluarga sakinah tentulah tidak akan mudah untuk


dicapai, selalu ada masalah dalam membangun keluarga, baik masalah yang
kecil maupun yang besar, diharapkan setiap anggota keluarga untuk senantiasa
mampu menyelesaikan dengan baik tanpa ada rasa saling menyakiti satu
dengan lainya. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Siti Aisyah ra yang
diriwayatkan oleh abu dawud bahwa rosul tidak pernah berbicara seperti yang
biasa kalian lakukan (berbicara dengan nada cepat) namun beliau berbicara
dengan nada perlahan, serta perkataan yang jelas, terang dan mudah dihafal
oleh orang yang mendengarnya ( Nurla Isna Aaunillah:2011,54-56).

2. Sebagai Teladan
Keutuhan dan kesuksesan dalam berumah tangga akan menjadi cerminan bagi
anak-anak yang dilahirkan ketika mereka berkeluarga nantinya, oleh sebab itu
suami memberikan teladan bagi istri dan anak merupakan hal yang sangat penting
bagi kerukunan keluarga, berikut yang dilakukan suami agarmenjadi tauladan
keluarga:
a. Memperlakukan istri dengan baik Istri merupakan pasangan dalam mengarungi
bahtera rumah tangga, yang mana merupaka orang yang sama besar tugasnya
dengan suami. Jika suami cenderung kepada tugas yang bersifat materi istri lebih
bersifat kepada urusan dalam rumah.
b. Membentuk keluarga sakinah dalam rumah tangganya tidak meluapakan akan
tanggungjawabnya terhadap tuhan, dan berusaha mendidik istri dan anak-anaknya
serta memberi teladan yang baik dalam urusan agama tanpa meninggalkan
perannya sebagai seorang yang mencari nafkah bagi keluarganya. Tidak lupa
selalu mengingatkan kepada anggota keluarga agar tidak meninggalkan shalat,
sebab seorang suami dan istri yang muslim jika ingin kehidupan dalam
keluarganya tenang makadianjurkan bagi mereka untuk menegakkan shalat,
karena denag shalat akan mencegah perbuatan keji lagi mungkar.
c. Sebagai penanggung jawab Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki
keterlibatan dengan manusia yang lain, manusia tidak bisa hidup secara
individual, tetapi salaing tergantung satu sama lain. Keterlibatan itu diantaranya
adalah bentuk tanggung jawab terhadap diri dan masyarakat sekitarnya. Adapun
tanggungjwab yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
1) Tanggungjawab terhadap Allah Sebagaimana hadits Rasul SAW yang
diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasul SAW bersabda : setiap
orang dari kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinan. Seorang penguasa adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinanya,
seorang pria adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang wanita adalah
pemimpin terhadap rumah suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, pembantu adalah pemimpin
terhadap harta tuanya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya (HR. Bukhari Muslim). Hadits di atas menjelaskan
tentang tanggungjawab pemimpin terhadap yang dipimpin, baik keluarga
maupun masyarakat bahkan terhadap dirinya sendiri. (Sugiono, Mukarom
Faisal Rosidin:2010/2011, 135-136).
2) Tanggungjawab terhadap keluarga Suami dan istri memiliki
tanggungjawab masing-masing dalam keluarga, istri bertanggungjawab
atas rumah, seperti kebersihan, ketertiban, kesejahteraan, pendidikan dan
lainlain. Sedangkan suami harus bertanggungjwab tentang nafkah
keluarganya.
3) Tanggungjawab terhadap profesinya Dalam dunia ini apa saja yang ada
pada diri manusia akan dimintai pertanggungjawaban bahkan raga pun
demikian, sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 36
yang artinya : “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati semua itu dimintai pertanggungjawaban”. Jika
dikaitkan dengan pekerjaan tentu hal ini akan berkaitan dengan cara yang
dilakukan sehingga mendapatkan hasi, atau bisa dimasukan dalam hukum
sebab akibat, dengan kata lain setiap profesi mempunyai tanggungjawab
sendiri, misalnya dalam hal kejujuran.

B. Ibu/Istri/Ratu Rumah Tangga


Keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi
kesejahteraan sosial dan kelestarian anggota-anggotanya terutama anak-anaknya.
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terpenting bagi perkembangan dan
pembentukan pribadi anak. Keluarga merupakan wadah tempat bimbingan dan latihan
anak sejak kehidupan mereka yang sangat muda. Dan diharapkan dari keluargalah
seseorang dapat menempuh kehidupannya dengan masak dan dewasa. Berbicara
mengenai pendidikan anak, maka yang paling besar pengaruhnya adalah ibu.
Ditangan ibu keberhasilan pendidikan anak-anaknya walaupun tentunya keikutsertaan
bapak tidak dapat diabaikan begitu saja. Ibu memainkan peran yang penting di dalam
mendidik anak-anaknya, terutama pada masa balita. Pendidikan di sini tidak hanya
dalam pengertian yang sempit. Pendidikan dalam keluarga dapat berarti luas, yaitu
pendidikan iman, moral, fisik/jasmani, intelektual, psikologis, sosial, dan pendidikan
seksual. Peranan ibu di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi tiga tugas
penting, yaitu:
a) Ibu yang selalu menyediakankebutuhan anak-anak;
b) Ibu sebagai teladan atau “model”peniruan anak
c) Ibu sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan anak

Tugas perempuan sebagai ibu dalam keluarga, sebagai istri dan anggota
masyarakat dalam hal membina kesehatan mental bagi dirinya, keluarganya maupun
masyarakatnya. Agar dapat melakukan peran atau tugasnya dengan baik, maka perlu
dihayati benar mengenai sasaran dan tujuan dari peran itu. Di samping itu, perempuan
harus menguasai cara atau teknik memainkan peran atau melaksanakan tugasnya,
disesuaikan dengan setiap situasi yang dihadapinya.

Sebagai ibu, pendidik anak-anak perempuan harus mengetahui porsi yang


tepat dalam memberikan kebutuhan-kebutuhan anaknya, yang disesuaikan dengan
tahap perkembangannya. Sikap maupun perilakunya harus dapat dijadikan contoh
bagi anakanaknya. Sebagai seorang istri, wanita harus menumbuhkan suasana yang
harmonis, tampil bersih, memikat dan mampu mendorong suami untuk hal-hal yang
positif. Sebagai anggota masyarakat, wanita diharapkan peran sertanya dalam
masyarakat. Keberhasilan melakukan peran di atas, tentunya bukan merupakan hal
yang mudah, yang penting adalah kemauan dan usaha untuk selalu belajar. Dalam
memenuhi kebutuhan psikis anak, seorang ibu harus mampu menciptakan situasi yang
aman bagi putra-putrinya. Ibu diharapkan dapat membantu anak apabila mereka
menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman anak yang diperoleh dari rumah akan
dibawa keluar rumah, artinya anak akan tidak mudah cemas dalam menghadapi
masalah-masalah yang timbul.

Seorang wanita harus dapat dan mampu untuk mempunyai peran ganda dalam
keluarga untuk mensukseskan pendidikan adalah keluarga merupakan tempat
pendidikan pertama dari anak. Dimana anak mendapatkan pendidikan sejak dalam
kandungan sampai dengan mendapatkan pendidikan formal. Keluarga berperan dalam
memberikan pendampingan dan memberikan pilihan kepada anaknya untuk masalah
pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dari anak. Di samping itu,
penciptaan suasana yang nyaman dan aman dari keluarga kepada anaknya akan
memberikan motivasi keluarga kepada anak dalam menempuh pendidikannya

Istri dalam segala sendi kehidupan ini sudah tidak diragukan lagi dalam
eksistensinya. Kehidupan yang berlangsung secara dinamis ini tidak akan pernah
terlepaskan dari peran seorang istri. Dalam hal apa pun, istri pasti ikut andil walaupun
hanya menjadi orang yang selalu menyemangati dari dalam. Dalam kehidupan
keluarga pun, seorang istri juga sangat berperan aktif dalam membentuk keluarga
yang harmonis secara lahir maupun batin, atau yang sering kita ucapkan menjadi
keluarga yang sakinah. Sebagai agama yang melengkapi ajaran-ajaran sebelumnya
Islam datang sebagai rahmatan lil ‘alamin untuk sekalian alam. Penghormatan agama
Islam terhadap para istri sangat tinggi. Terbukti sebelum Islam datang, para istri
hanya sebagai barang warisan yang bisa ditukarkan kapan saja.
Peran yang sangat penting dalam menjaga suatu kehidupan keluarga dimulai
dari sosok wanita, yang nantinya akan menjadi guru pertama bagi putra-putrinya. Istri
itulah yang merupakan sumber budi pekerti, karena wanita yang telah menerima
adanya jenis manusia ini, semenjak muncul di dalam rahim, sampai akhirnya manusia
itu besar dipangkuan dan ayunan. Eksistensi istri diakui oleh al-Qur’an adalah suatu
kenyataan yang tak dapat dibantah.
Keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi
kesejahteraan sosial dan kelestarian anggota-anggotanya terutama anak-anaknya.
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terpenting bagi perkembangan dan
pembentukan pribadi anak. Keluarga merupakan wadah tempat bimbingan dan latihan
anak sejak kehidupan mereka yang sangat muda. Dan diharapkan dari keluargalah
seseorang dapat menempuh kehidupannya dengan masak dan dewasa. Berbicara
mengenai pendidikan anak, maka yang paling besar pengaruhnya adalah ibu. Di
tangan ibu keberhasilan pendidikan anakanaknya walaupun tentunya keikut-sertaan
bapak tidak dapat diabaikan begitu saja. Ibu memainkan peran yang penting di dalam
mendidik anak-anaknya, terutama pada masa balita. Pendidikan di sini tidak hanya
dalam pengertian yang sempit. Pendidikan dalam keluarga dapat berarti luas, yaitu
pendidikan iman, moral, fisik/jasmani, intelektual, psikologis, sosial, dan pendidikan
seksual. Kedudukan seorang istri di dalam keluaga sakinah dibedakan menjadi tiga
tugas penting, yaitu ibu sebagai pemuas kebutuhan anak; ibu sebagai teladan atau
“model” peniruan anak dan ibu sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan anak.
Istri.
1. Sebagai Seorang Ibu
a. Ibu sebagai sumber pemenuhan kebutuhan anak
Fungsi ibu sebagai pemenuhan kebutuhan ini sangat besar artinya bagi anak,
terutama pada saat anak di dalam ketergantungan total terhadap ibunya, yang akan
tetap berlangsung sampai periode anak sekolah, bahkan sampai menjelang dewasa.
Ibu perlu menyediakan waktu bukan saja untuk selalu bersama tetapi untuk selalu
berinteraksi maupun berkomunikasi secara terbuka dengan anaknya. Pada dasarnya
kebutuhan seseorang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual.
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat
tinggal, dan lain sebagainya. Kebutuhan psikis meliputi kebutuhan akan kasih sayang,
rasa aman, diterima dan dihargai. Sedang kebutuhan sosial akan diperoleh anak dari
kelompok di luar lingkungan keluarganya. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu
hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi dengan teman
sebayanya. Kebutuhan spiritual, adalah pendidikan yang menjadikan anak mengerti
kewajiban kepada Allah, kepada rasulNya, orang tuanya dan sesama saudaranya.
Dalam pendidikan spiritual, juga mencakup mendidik anak berakhlak mulia, mengerti
agama, bergaul dengan teman-temannya dan menyayangi sesama saudaranya, menjadi
tanggung jawab ayah dan ibu. Karena memberikan pelajaran agama sejak dini
merupakan kewajiban orang tua kepada anaknya dan merupakan hak untuk anak atas
orang tuanya, maka jika orang tuanya tidak menjalankan kewajiban ini berarti
menyia-nyiakan hak anak
Seorang ibu harus mampu menciptakan hubungan atau ikatan emosional
dengan anaknya. Kasih sayang yang diberikan ibu terhadap anaknya akan
menimbulkan berbagai perasaan yang dapat menunjang kehidupannya dengan orang
lain. Cinta kasih yang diberikan ibu pada anak akan mendasari bagaimana sikap anak
terhadap orang lain. Seorang ibu yang tidak mampu memberikan cinta kasih pada
anak-anaknya akan menimbulkan perasaan ditolak, perasaan ditolak ini akan
berkembang menjadi perasaan dimusuhi. Anak dalam perkembangannya akan
menganggap bahwa orang lainpun seperti ibu atau orang tuanya. Sehingga tanggapan
anak terhadap orang lain juga akan bersifat memusuhi, menentang atau agresi.
Seorang ibu yang mau mendengarkan apa yang dikemukakan anaknya, menerima
pendapatnya dan mampu menciptakan komunikasi secara terbuka dengan anak, dapat
mengembangkan perasaan dihargai, diterima dan diakui keberadaanya. Untuk
selanjutnya anak akan mengenal apa arti hubungan di antara mereka dan akan
mewarnai hubungan anak dengan lingkungannya. Anak akan tahu bagaimana cara
menghargai orang lain, tenggang rasa dan komunikasi, sehingga dalam kehidupan
dewasanya dia tidak akan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain.

b. Ibu Sebagai Teladan atau Model Bagi Anaknya.


Dalam mendidik anak seorang ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-
anaknya. Mengingat bahwa perilaku orangtua khususnya ibu akan ditiru yang
kemudian akan dijadikan panduan dalam perilaku anak, maka ibu harus mampu
menjadi teladan bagi anak-anaknya. Seperti yang difirmankan Allah dalam: Surat al-
Furqan [25] ayat 74, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
golongan orang-orang yang bertaqwa.” Kalau kita perhatikan naluri orang tua seperti
yang Allah firmankan dalam Al Qur’an ini, maka kita harus sadar bahwa orang tua
senantiasa dituntut untuk menjadi teladan yang baik di hadapan anaknya.
Sejak anak lahir dari rahim seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai
dan mempengaruhi perkembangan pribadi, perilaku dan akhlaq anak. Untuk
membentuk perilaku anak yang baik tidak hanya melalui bil lisan tetapi juga dengan
bil hal yaitu mendidik anak lewat tingkah laku. Sejak anak lahir ia akan selalu melihat
dan mengamati gerak gerik atau tingkah laku ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah
anak akan senantiasa melihat dan meniru yang kemudian diambil, dimiliki dan
diterapkan dalam kehidupannya. Dalam perkembangan anak proses identifikasi sudah
mulai timbul berusia 3–5 tahun. Pada saat ini anak cenderung menjadikan ibu yang
merupakan orang yang dapat memenuhi segala kebutuhannya maupun orang yang
paling dekat dengan dirinya, sebagai “model” atau teladan bagi sikap maupun
perilakunya. Anak akan mengambil, kemudian memiliki nilainilai, sikap maupun
perilaku ibu. Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak bermula dari
keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan orang tua baik
secara sadar maupun tidak sadar. Jadi, untuk melakukan peran sebagai model, maka
ibu sendiri harus sudah memiliki nilai-nilai itu sebagai milik pribadinya yang
tercermin dalam sikap dan perilakunya. Hal ini penting artinya bagi proses belajar
anak-anak dalam usaha untuk menyerap apa yang ditanamkan.

c. Ibu Sebagi Pemberi Stimulus Bagi Perkembangan Anaknya.


Perlu diketahui bahwa pada waktu kelahirannya, pertumbuhan berbagai organ
belum sepenuhnya lengkap. Perkembangan dari organorgan ini sangat ditentukan oleh
rangsang yang diterima anak dari ibunya. Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan
memperkaya pengalaman dan mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan
kognitif anak. Bila pada bulan-bulan pertama anak kurang mendapatkan stimulasi
visual maka perhatian terhadap lingkungan sekitar kurang. Stimulasi verbal dari ibu
akan sangat memperkaya kemampuan bahasa anak. Kesediaan ibu untuk berbicara
dengan anaknya akan mengembangkan proses bicara anak. Jadi perkembangan mental
anak akan sangat ditentukan oleh seberapa rangsang yang diberikan ibu terhadap
anaknya. Rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan yang
edukatif maupun kesempatan untuk rekreasi yang dapat memperkaya pengalamannya.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa kunci keberhasilan seorang
anak di kehidupannya sangat bergantung pada ibu. Sikap ibu yang penuh kasih
sayang, memberi kesempatan pada anak untuk memperkaya pengalaman, menerima,
menghargai dan dapat menjadi teladan yang positif bagi anaknya, akan besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak. Jadi dapat dikatakan bahwa
bagaimana gambaran anak akan dirinya ditentukan oleh interaksi yang dilakukan ibu
dengan anak. Konsep diri anak akan dirinya positif, apabila ibu dapat menerima anak
sebagaimana adanya, sehingga anak akan mengerti kekurangan maupun kelebihannya.
Kemampuan seorang anak untuk mengerti kekurangan maupun kelebihannya akan
merupakan dasar bagi keseimbangan mentalnya.

2. Istri Sebagai Pendamping Suami


Berbicara masalah peran istri sebagai pendamping suami tentunya tidak lepas
dari peran ibu sebagai ibu rumah tangga. Tetapi ada baiknya dilihat beberapa peran
yang pokok seorang wanita sebagai pendamping suami.
a. Istri Sebagai Teman/Partner Hidup.
Pengertian teman di sini mempunyai arti adanya kedudukan yang sama. Istri
dapat menjadi teman yang dapat diajak berdiskusi tentang masalah yang dihadapi
suami. Sehingga apabila suami mempunyai masalah yang cukup berat, tapi istri
mampu memberikan suatu sumbangan pemecahannya maka beban yang dirasakan
suami berkurang. Disamping itu sebagai teman mengandung pengertian jadi
pendengar yang baik. Selama di kantor suami kadang mengalami ketidakpuasan atau
perlakuan yang kurang mengenakkan, kejengkelan-kejengkelan ini dibawanya pulang.
Di sini istri dapat mengurangi beban suami dengan cara mendengarkan apa yang
dirasakan suami, sikap seperti ini dapat memberi ketenangan pada suami.

b. Istri Sebagai Penasehat yang Bijaksana.


Sebagai manusia biasa suami tidak dapat luput dari kesalahan yang kadang
tidak disadarinya. Nah, di sini istri sebaiknya memberikan bimbingan agar suami
dapat berjalan di jalan yang benar. Selain itu suami kadang menghadapi masalah yang
pelik, nasehat istri sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalahnya.

c. Istri Sebagai Pendorong Suami.


Sebagai manusia, suami juga masih selalu membutuhkan kemajuan di bidang
pekerjaannya. Di sini peran istri dapat memberikan dorongan atau motivasi pada
suami. Suami diberi semangat agar dapat mencapai jenjang karier yang diinginkan,
tentunya harus diingat keterbatasanketerbatasannya. Artinya istri tidak boleh yang
terlalu ambisi terhadap karir atau kedudukan suami, kalau suami tidak mampu jangan
dipaksakan, hal ini akan menimbulkan hal-hal yang negatif. Pada prinsipnya dari apa
yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa peran istri sebagai pendamping
suami dapat sebagai teman, pendorong dan penasehat yang bijaksana. Dan yang
paling penting bahwa semua peran itu dapat dilakukan dengan baik apabila ada
keterbukaan satu sama lain, kerjasama yang baik dan saling pengertian.
Perempuan sebagai istri memiliki peran yang amat penting dalam keluarga,
tidak saja sebagai pendamping suami yang bertugas melayani dan membantu
suaminya dalam mengelola keluarga, tetapi juga berperan sebagai seorang pendidik
yang menentukan masa depan keluarga. Di samping itu istri juga memegang amanat
untuk selalu menciptakan rasa aman, nyaman dan tentram bagi setiap anggota
keluarga (suami dan anak-anaknnya). Namun demikian, isteri sebagai bagian dari
masyarakat juga memiliki hak untuk melakukan aktifitas dan bekerja diluar rumah
sepanjang tidak melalaikan peran dan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga dan
menjadikan rumah itu sebagai keluarga yang sakinah.

C. Anak
Anak dalam KBBI diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung
pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya
seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi
untuk menjadi dewasa.
Marsaid mengutip pengertian Anak dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
adalah sebagai manusia yang masih kecil. Marsaid juga mengutip dari Soedjono
Dirjisisworo yang menyatakan bahwa menurut hukum adat, anak di bawah umur
adalah mereka yang belum menentukan tanda-tanda fisik yang konkret bahwa ia telah
dewasa.
Peran anak dalam keluarga, yaitu:
1. Mengikuti Kepemimpinan Orangtua
Peran alami anak dalam keluarga adalah mengikuti kepemimpinan orangtua,
baik ayah atau ibu. Semua keputusan penting bagi anak akan ditentukan oleh
orangtua.Gaya kepemimpinan dalam keluarga juga dapat berpengaruh pada peran
anak dalam keluarga. Sebagian orangtua mungkin tetap membuat keputusan bagi
anaknya hingga mencapai usia dewasa atau bahkan setelah dewasa. Sebagian
lainnya mungkin sedikit demi sedikit memberikan kebebasan dan peran lebih
besar pada anak di dalam keluarga sejak usia muda.

2. Perubahan Peran Seiring Waktu


Peran anak dalam keluarga dapat bertambah besar seiring bertambahnya usia.
Anak akan dapat mengajukan pendapat, memberikan usulan, atau mengungkapkan
apa yang mereka inginkan.Setelah anak-anak mampu berpendapat, menyatakan
ketidaksetujuan, atau berargumen untuk mempertahankan keinginan mereka,
mungkin akan sering terjadi ketegangan antargenerasi (orangtua dan
anak).Kondisi ini harus disikapi dengan bijak. Biarkan anak mengutarakan
pendapatnya, Anda pun harus mempertimbangkannya sebagai orangtua yang baik.
Namun demikian, keputusan terakhir harus berada di tangan orangtua. Tentunya
dengan pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal.

3. Perubahan Peran Anak Dipengaruhi Kondisi Keluarga


Perubahan kondisi juga dapat memengaruhi peran anak dalam keluarga. Saat
seorang anak memiliki adik, maka pada saat-saat tertentu, anak juga mengambil
peran orangtua untuk adiknya. Misalnya, mengasuh dan merawat adik.Bahkan,
tidak sedikit anak yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga saat orangtua
tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.

4. Jenis Peran Anak Dalam Keluarga


Peran setiap anak dapat berbeda sesuai wewenang yang orangtua berikan.
Anak yang tertua biasanya menjadi peran pengganti orangtua bagi adik-adiknya.
Anak juga dapat berperan sebagai asisten orangtuanya dengan membantu
memasak di dapur atau mengurus rumah.Peran anak dalam keluarga juga dapat
terbentuk secara alami berdasarkan tabiat anak. Misalnya, anak yang berperan
sebagai penghibur karena sifatnya yang lucu, sebagai penengah yang sering
mendamaikan saudara-saudaranya yang bertengkar dan lebih bijak, atau Si Kecil
yang selalu dimanja semua orang.
Seorang anak memiliki peranan tersendiri dalam keluarga, sebagai komponen
yang sedang bertumbuh, memiliki tugas utama belajar. Belajar bukan hanya mengenai
ilmu pengetahuan di sekolah (formal), melainkan juga belajar mengenai nilai moral,
kehidupan, sopan santun, agama, dan pengetahuan umum (informal). Dengan hak dan
tanggungjawabnya, sudah sepantasnyalah dia taat. Kita perlu mengerti bahwa main itu
penting bagi anak-anak namun jangan lupa bahwa ada tanggung jawab untuk belajar.
Disadari atau tidak, semua aktifitas  formal dan informal adalah proses pembelajaran.
selain itu anak mempunyai peran sebagai anggota keluarga. Tugas seorang anak yaitu
belajar dan menghormati orangtua. Anak juga mempunyai ha katas perlindungan dan
Pendidikan dari orangtua.

D. Hak dan Kewajiban Anggota Keluarga


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata hak memiliki
pengertian arti milik dan kepunyaan, sedangkan kata kewajiban memiliki pengertian
sesuatu yang harus dilakukan dan merupakan suatu keharusan. Sedangkan yang
dimaksud dengan hak disini adalah hal-hal yang diterima seseorang dari orang lain,
sedangkan kewajiban yang dimaksud disini adalah apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain.
Peran dan fungsi antara suami dan istri ini dikonstruksikan dalam bentuk hak
dan kewajiban yang melekat pada diri kedua belah pihak. Hak adalah yang sesuatu
yang melekat dan mesti diterima atau dimiliki oleh seseorang, sedangkan kewajiban
adalah sesuatu yang harus diberikan dan dipenuhi oleh seseorang kepada orang lain.
Rumusan dari hak dan kewajiban inilah yang kemudian akan dijadikan barometer
untuk menilai apakah suami dan istri sudah menjalankan fungsi dan perannya secara
benar.
Pernikahan dalam Islam pada dasarnya mempunyai tujuan untuk membentuk
keluarga yang harmonis (sakinah) yang dilandasi dengan perasaan kasih dan sayang
(mawaddah wa rahmah). Salah satu cara supaya keharmonisan tersebut dapat
terbangun dan tetap terjaga adalah dengan adanya hak dan kewajiban diantara
masing-masing anggota keluarga. Adanya hak dan kewajiban dalam keluarga ini
bertujuan supaya masing-masing anggota sadar akan kewajibannya kepada yang lain,
sehingga dengan pelaksanaan kewajiban tersebut hak anggota keluarga yang lain pun
dapat terpenuhi sebagaimana mestinya. Dengan demikian, adanya hak dan kewajiban
tersebut, pada dasarnya adalah untuk menjaga keharmonisan hubungan antar anggota
keluarga, karena masing-masing anggota keluarga memiliki kewajiban yang harus
dilaksanakan demi untuk menghormati dan memberikan kasih sayang kepada anggota
keluarga yang lainnya. Islam, melalui al-Qur’an dan sunah, menyatakan bahwa dalam
keluarga, yaitu antara suami dan istri, masing-masing memiliki hak dan kewajibannya
tersendiri.

1. Hak ayah dalam keluarga antara lain:


a. Mendapatkan kasih sayang dari anak dan ibu.
b. Dihormati oleh anak-anaknya.
c. Dibantu anak-anak jika ada kesulitan.
d. Mendapatkan dukungan, serta didengarkan arahan dan nasihatnya untuk
kebaikan oleh ibu dan anak.

2. Kewajiban ayah dalam keluarga antara lain:


a. Mencari nafkah.
b. Melindungi anggota keluarga lainnya.
c. Menjadi pemimpin keluarga.
d. Menjadi panutan anggota keluarga lainnya.

3. Hak ibu dalam keluarga antara lain:


a. Mendapatkan kasih sayang dari anak dan ayah.
b. Dihormati oleh anak-anak.
c. Mendapatkan bantuan dari anak saat kesulitan.
d. Mendapatkan nafkah dan rasa aman dari ayah.

4. Kewajiban ibu dalam keluarga antara lain:


a. Menjadi teladan bagi anak-anaknya.
b. Mengurus keperluan anggota keluarga.
c. Mengatur rumah agar bersih dan nyaman.
d. Mendukung ayah dalam hal yang baik.

5. Hak anak dalam keluarga antara lain:


a. Mendapatkan kasih sayang dari orang tua.
b. Mendapatkan pendidikan yang layak.
c. Memiliki kebebasan belajar, bermain, dan beristirahat.
d. Mendapatkan kebutuhan pokok yang cukup.

6. Kewajiban anak dalam keluarga antara lain:


a. Menyayangi dan menghormati orang tua.
b. Rukun dengan kakak dan adik, serta saling menjaga satu sama lain.
c. Belajar dengan giat.
d. Membantu pekerjaan ibu dan ayah di rumah.
e. Mematuhi nasihat orang tua.

E. Kesetaraan Gander Dalam Pengasuhan


Islam meletakkan nilai-nilai moral pada kedudukan yang sangat tinggi
sehingga dapat dilihat nilai-nilai tersebut mempengaruhi setiap peraturan dan
ketentuan. Wanita diberikan peranan khas dan lebih eksklusif dalam membesarkan
anak, hal ini karena wanita dikaruniakan keistimewaan dan keunikan yang tidak
dimiliki oleh kaum laki-laki dari segi biologis, mental dan emosi. Ketika Islam
menempatkan wanita sebagai pengurus domestik dan lelaki sebagai pemimpin dalam
rumah tangga, itu bukan berarti bertujuan untuk merendahkan martabat wanita, lebih
jelasnya lagi ketika peran dan tugas yang diemban tesebut dilaksanakan dengan penuh
keikhlasan dan tanpa ada perasaan hendak menginjak-injak hak asasi yang ada pada
kaum wanita.
Salah satu ajaran penting dalam Islam dalam hal mendidik anak adalah
mendidik tanpa membedakan jenis kelamin. Sebagai makhluk Allah, yang
memiliki kandungan potensi insan yang sama, anak laki-laki dan perempuan
perlu dididik tanpa perbedaan perlakuan. Dengan perlakuan yang relatif sama,
potensi anak laki-laki dan perempuan sebagai manusia muslim dan muslimah
dapat berkembang optimal tanpa terhambat oleh perbedaan jenis kelamin.
Al Qur’an menggambarkan anak sebagai perhiasan dunia, sebagaimana harta.
Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Kahfi ayat 46, Allah berfirman yang
artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” Keberadaan
anak yang digambarkan dalam Al Qur’an tersebut dapat terwujud jika
dipersiapkan sejak dini oleh orang tuanya. Pendidikan dan pembentukan
kepribadian anak harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya (Anisah, 2011).
Dalam kenyataan, muncul berbagai hambatan pendidikan ideal karena
perbedaan jenis kelamin, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya, hambatan
kultur. Sejak lahir anak mulai dituntut untuk mempunyai sikap dan perilaku yang
sesuai dengan jenis kelamin. Tampaknya tuntutan tersebut merupakan hal yang
wajar dalam pola asuh kita di Indonesia, atau bahkan orang tua seringkali tidak
menyadari bahwa akibat dari pengaruh yang tidak adil (disebut bias gender)
akan merugikan perkembangan anak sampai dia menjadi dewasa.
Salah satu indikator bias gender di Indonesia dapat dilihat dari Gender
Related Development Index (GDI). Peringkat GDI Indonesia berada pada
peringkat 92 dari 162 negara pada tahun 2002. Pada tahun 2003 berada pada
peringkat 91 dari 146 negara. Pada tahun 2004 GDI Indonesia berada pada
peringkat 90 dari 177 negara. Dibanding dengan Negara-negara ASEAN,
peringkat Indonesia berada pada peringkat bawah, Singapura peringkat 28,
Malaysia 52, Thailand 61, Philipina 66 dan Vietnam 87. Bahkan pada tahun
2014 GDI Indonesia merosot jatuh menjadi peringkat 110 dari 188 negara. Indonesia
berada di bawah Singapura peringkat 11, Brunai Darussalam 31, Malaysia 62 dan
bahkan Thailand 93 (United Nation Development Programme, (“Hum. Dev. Rep.
2015,” 2016), p.4).
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti "jenis kelamin". Dalam
Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di
dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep
kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat (Gonibala, 2007).
Pengertian bias dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 146) adalah:
simpangan atau belokan arah dari garis tempuhan yang menembus benda bening
yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada di air)
(Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional, 2008).
Selanjutnya Ensiklopedi Nasional Indonesia, cet. III Jakarta: Delta
Pamungkas, 1997, h. 351 kata bias adalah semacam prasangka yakni pendapat yang
terbentuk sebelum adanya alasan untuk itu, dalam penelitian ilmiah bias dapat
menyelinap ke dalam pengamatan atau penafsiran data eksperimen (Abdul Gani
Jamora Nasution, 2015). Bias ini dapat mengakibatkan kurangnya validitas dan
nilai ilmiah dari hasil yang di peroleh. Jadi pengertian bias dapat terjadi karena
faktor-faktor yang ada pada diri pengamat itu sendiri usaha untuk mencegahnya
terjadi itu sendiri, usaha untuk mencegahnya terjadi bias dapat dilakukan latihan
pada mereka yang akan bertindak. Dari pengertian bias apabila dihubungkan
dengan gender dan pendidikan akan memberikan pemahaman bahwa dalam
pendidikan terjadi penyimpangan atau ketimpangan terhadap jenis kelamin
perempuan. Ketimpangan yang terjadi terutama untuk memberikan kesempatan
mendapatkan pendidikan kepada perempuan, Isi materi pelajaran terutama di
tingkat pendidikan dasar ditemukan bias gender. Karena tingkat pendidikan
perempuan masih rendah maka, untuk pengambilan keputusan di bidang pendidikan
terutama perumusan kurikulum, pengambil kebijakan, dan kepala sekolah secara
umum masih dipegang oleh laki-laki, kecuali di tingkat taman kanak-kanak yang
didominasi oleh perempuan. (Gonibala, 2007)
Isu kesetaraan gender dalam proses pendidikan menjadi bahasan yang
sangat penting, sebab isu ketidakadilan gender yang selalu berpijak pada
persoalan hegemoni kekuasaan jenis kelamin tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
kekuasaan, atau lingkungan, tetapi agama juga ikut menjustifikasi hal tersebut
(Tengah, 2015).
Pola asuh adalah cara yang digunakan dalam usaha membantu anak untuk
tumbuh dan berkembang dengan merawat, membimbing dan mendidik, agar
anak mencapai kemandiriannya (Kamus Bahasa Indonesia, 2000). Pada dasarnya
pola asuh adalah suatu sikap dan praktek yang dilakukan oleh orang meliputi
cara memberi makan pada anak, memberikan stimulasi, memberi kasih sayang agar
anak dapat tumbuh kembang dengan baik (Padjrin, 2016)
Pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua
dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah
tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang
tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal
(Hidayati, 2014).
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak,
para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, antara satu sama lain namun
pada prinsipnya sama. Oleh karena itu dari beberapa teori yang ada penulis lebih
cenderung menggunakan dasar teori Hurlock 1993, 37-41, sebagai landasan d
alam membuat konsep operasional.
Hurlock membedakan pola asuh menjadi tiga, yaitu sebagai berikut (Ismail,
Sumarni, & Sofiani, 2019):
1. Authoritative Parenting (Pola Asuh Demokratis)
Authoritative Parenting atau pola asuh demokratis adalah salah satu
bentuk perlakuan yang dapat diterapkan orang tua dalam rangka membentuk
kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang
bersikap rasional atau pemikiran-pemikiran (Suteja, 2017). Pola asuh
Authoritative mempunyai ciri-ciri, yaitu: anak diberi kesempatan untuk
mandiri dan mengembangkan kontrol internal, anak diakui sebagai pribadi
oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan,
menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Orang tua menggunakan
hukuman fisik, yang diberikan jika terbukti anak secara sadar menolak
melakukan apa yang telah disetujui bersama, sehingga lebih bersikap edukatif.
Pola asuh authoritative memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak
ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran.
Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak
berharap berlebihan yang melampaui kemampuan anak, memberikan
kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan
pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pola asuh authoritative mempunyai karakteristik orang tua bersikap acceptance
dan mengontrol tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak,
mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan
penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk, bersikap
realistis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan, menjadikan dirinya sebagai model
panutan bagi anak, hangat dan berupaya membimbing anak, melibatkan anak
dalam membuat keputusan, berwenang untuk mengambil keputusan akhir dalam
keluarga, dan menghargai disiplin anak.
Sehingga dengan karakteristik pola asuh ini akan membentuk profil
perilaku anak seperti anak memiliki rasa percaya diri, bersikap bersahabat,
mampu mengendalikan diri (selfcontrol), bersikap sopan, mau bekerja sama,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan atau arah hidup yang
jelas, berorientasi terhadap prestasi.

2. Authoritarian Parenting (Pola Asuh Otoriter)


Authoritarian parenting atau pola asuh otoriter adalah salah satu bentuk
perlakuan yang diterapkan orang tua pada anak dalam rangka membentuk
kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman- ancaman. Pola asuh authoritarian
mempunyai ciri-ciri, yaitu: anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang
tua, pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak sangat ketat, hampir
tidak pernah memberi pujian, sering memberikan hukuman fisik jika terjadi
kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua. Pengendalian
tingkah laku melalui kontrol eksternal. Pola asuh ini cenderung menetapkan
standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-
ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan
menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh
orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe
ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu
arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk
mengerti mengenai anaknya.
Pola asuh authoritarian menerapkan pola asuhnya dengan indikator orang
tua mengekang anak untuk bergaul dan memilih-milih orang yang menjadi
teman anaknya, memberikan kesempatan pada anaknya untuk berdialog,
mengeluh dan mengemukakan pendapat, menuruti kehendak orang tua tanpa
peduli keinginan dan kemampuan anak, menentukan aturan bagi anak dalam
berinteraksi baik di rumah maupun di luar rumah aturan tersebut harus
ditaati oleh anak walaupun tidak sesuai dengan keinginan anak,
memberikan kesempatan pada anak untuk berinisiatif dalam bertindak dan
menyelesaikan masalah, melarang anaknya untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok, dan menuntut anaknya untuk bertanggungjawab terhadap tindakan
yang dilakukannya tetapi tidak menjelaskan kepada anak mengapa anak harus
bertanggung jawab.
Sehingga dengan karakteristik pola asuh ini akan membentuk profil
perilaku anak seperti: (a) mudah tersinggung, (b) penakut, (c) pemurung dan
merasa tidak bahagia, (d) mudah terpengaruh, (e) mudah stress, (f) tidak
mempunyai arah masa depan yang jelas, dan (g) tidak bersahabat.

3. Permissive Parenting (Pola Asuh Permisif)


Permissive Parenting atau pola asuh permisif adalah salah satu bentuk
perlakuan yang dapat diterapkan orang tua pada anak dalam rangka
membentuk kepribadian anak dengan cara memberikan pengawasan yang
sangat longgar serta memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak
menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe
ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola asuh permisif memiliki karakteistik sebagai berikut: (1) orang tua
bersikap acceptance tinggi namun kontrolnya rendah, anak diijinkan membuat
keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri, (2) orang tua
memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya,
(3) orang tua kurang menerapkan hukuman pada anak, hampir tidak menggunakan
hukuman.
Pola asuh permisif menerapkan pola asuhnya dengan indikator orang tua
tidak peduli terhadap pertemanan atau persahabatan anaknya, kurang
memberikan perhatian terhadap kebutuhan anaknya. Jarang sekali melakukan
dialog terlebih untuk mengeluh dan meminta pertimbangan, tidak peduli
terhadap pergaulan anaknya dan tidak pernah menentukan norma-norma yang
harus diperhatikan dalam bertindak, tidak perduli dengan masalah yang dihadapi
oleh anaknya, tua tidak peduli terhadap kegiatan kelompok yang diikuti
anaknya, dan tidak peduli anaknya bertanggung jawab atau tidak atas tindakan
yang dilakukannya.
Sehingga dengan karakteristik pola asuh ini akan membentuk profil
perilaku anak seperti anak bersikap impulsif dan agresif, anak suka memberontak,
anak Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri, suka
mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasinya rendah.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena
adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu
dengan lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978).

Dalam keluarga juga memiliki peran masing-masing, seperti halnya


ayah/suami/kepala keluarga memiliki peran yang penting, dimana suami sangat
dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator
dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga.
Ibu/istri/ratu rumah tangga juga memiliki peran yang penting di dalam mendidik
anak-anaknya, terutama pada masa balita. Pendidikan di sini tidak hanya dalam
pengertian yang sempit. Peranan ibu di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi
tiga tugas penting, yaitu:
a) Ibu yang selalu menyediakankebutuhan anak-anak;
b) Ibu sebagai teladan atau “model”peniruan anak
c) Ibu sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan anak

Begitu juga dengan anak yang memiliki peran:

1. Mengikuti Kepemimpinan Orangtua


2. Perubahan Peran Seiring Waktu
3. Perubahan Peran Anak Dipengaruhi Kondisi Keluarga
4. Jenis Peran Anak Dalam Keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Ali Abdul Wafi Wahid, Prinsip Hak Asasi Dalam Islam, (Solo: Pustaka Mantiq, 1991),
hlm.62.
Azis, Mohamad. 2018. Peran Suami Dalam Membentuk Keluarga Sakinah (Studi Kasus Dua
Keluarga Di Padukuhan Papringan, Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta). Jurnal
Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam Vol. 15, No. 2. Diunduh Pada 13 Oktober
2021
Dimyati, Azima. 2018. Peran Dan Tugas Perempuan Dalam Keluarga. Dapat diunduh
file:///C:/Users/user/Downloads/1120-2739-1-PB.pdf. Diunduh pada 13 Oktober
2021
Hamzani, Achmad Irwan. Pembagian Peran Suami Isteri Dalam Keluarga Islam Indonesia
(Analisis Gender terhadap Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam). Dapat diunduh file:///C:/Users/user/Downloads/67- Article%20Text-136-1-
10-20120312.pdf diunduh Pada 13 Oktober 2021
Khalif Muammar, Wacana Kesetaraan Gender. Islamis Versus Feminis Muslim, Islamia,
Volume III, No. 5, 2010, hlm. 46.
Kurnia Sofiani, Ika dkk. February 2020 Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
4(2):766
Mardiyana, Alfa. 2017. Peran Istri Dalam Pembentukan Keluarga Sakinah Menurut Al-
Qur’an
Perspektif Tafsir Al-Misbah dan Tafsir Al-Azhar. Vol 05 Nomor 01. Diunduh pada 13
Oktober 2021
Marsaid. Perlindungan Hukum Anak Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam (Maqasid Asy-
Syari’ah). (Palembang: NoerFikri, 2015) hlm. 56-58.
Munawaroh, Siti. "Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Keluarga Menurut Perspektif M.
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah." (2018).
Putri Dyah Purbasari Kusumaning, Sri Lestari. 2015. Pembagian Peran Dalam Rumah
Tangga
Pada Pasangan Suami Istri Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No.1,
Februari 2015: 72-85 diunduh Pada 13 Oktober 2021
Utari, Reni.2021. Membedah Peran Anak Dalam Keluarga Yang Perlu Dijalankan. Dapat
Diunduh https://www.sehatq.com/artikel/membedah-peran-anak-dalam-keluarga-
yang-perlu-dijalankan. Pada 12 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai