Anda di halaman 1dari 30

Hubungan Antara Intensitas Menonton Drama Korea Dengan Motivasi

Belajar Siswa Kelas 11 IPA 4 SMAN 54 Jakarta

Tujuan penyusunan proposal penelitian kuantitatif ini untuk memenuhi tugas


mata kuliah Metodologi Penelitian
Dosen pengampu : Dr. Siti Hajar, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :
One Maoera Aziza / 1801015080
6E

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA TIMUR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin dengan segala puji bagi Allah SWT. Atas segala karunia
nikmat Nya sehingga kami bisa menyusun proposal ini dengan sebaik-baiknya. Proposal yang
berjudul “Hubungan Antara Intensitas Menonton Drama Korea Dengan Motivasi Belajar
Siswa Kelas 11 IPA 4 SMAN 54 Jakarta” di susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Metotologi Penelitian yang di ampu oleh Ibu Dr. Siti Hajar, S.Pd, M.Pd.

Meski telah di susun secara maksimal namun kami sebagai manusia biasa, menyadari
bahwa proposal ini jauh dari sempurna. Baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun
isi. Oleh karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sekalian untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.

Kami telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan proposal ini. Namun tak
ada gading yang tak retak, maka saran yang konstruktif senantiasa kami harapkan. Demikian apa
yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah yang telah
kami susun ini.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 14 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................................5
C. Pembatasan Masalah.....................................................................................................6
D. Rumusan Masalah.........................................................................................................6
E. Manfaat Penelitian........................................................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA.........................................................................................................7
A. Motivasi Belajar............................................................................................................7
B. Intensitas Menonton Drama Korea.............................................................................12
C. Penelitian yang Relevan .............................................................................................15
D. Kerangka Berpikir......................................................................................................15
E. Hipotesis.....................................................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................................18
A. Tujuan Penelitian........................................................................................................18
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................................18
C. Metode Penelitian.......................................................................................................18
D. Subjek Penelitian........................................................................................................18
E. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................................19
F. Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ............................................................................20
G. Teknik Analisis Data..................................................................................................20
H. Hipotesis Statistik.......................................................................................................22

ii
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini memberikan kemudahan untuk
masuknya budaya asing di Indonesia. Salah satunya yang sangat siminati yaitu budaya
Korea. Pada awal 2000-an, drama Korea mulai masuk ke Indonesia melalui penayangan
di televise-televisi swasta. Salah satu drama yang paling fenomenal kala itu yaitu Endless
Love. Drama yang sangat menguras air mata ini memperkenalkan masyarakat terutama
remaja pada Song Hye Kyo, Song Seung Hoon, dan Won Bin. 1 Drama Korea termasuk
dalam kategori sinetron, karena memiliki ciri-ciri yang sama yaitu memiliki episode. Di
Negara Korea juga menyebutnya sebagai miniseri.
Miniseri merupakan sebuah program televise yang menceritakan kisah dalam
waktu yang telah ditentukan, dengan sejumlah episode yang dibatasi. Drama korea
berlatar belakang Negara Korea seperti tempat-tempat wisata Korea, menggunakan
bahasa Korea, dam memperlihatkan kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang Korea.
Menurut Rizki (2016) drama Korea merupakan cerita fiksi yang menggambarkan
kehidupan masyarakat Korea yang diproduksi oleh orang-orang Korea Selatan yang
ditayangkan di televisi Korea Selatan. Drama Korea ini berbentuk cerita bersambung
yang biasanya terdiri dari 16 episode hingga 32 episode. Setiap episode berdurasi 40
menit sampai 1 jam. Hal ini sejalan dengan penjelasan Frulyndese (2016) bahwa drama
Korea banyak dibuat dalam format miniseri yang terdapat 16-32 episode dengan durasi
dari masing-masing episode sekitar 60-70 menit. Dalam drama Korea setiap cerita
memiliki konflik atau kejadian-kejadian yang menegangkan. Melalui konflik yang terjadi
didalam drama dianggap sebagai salah satu elemen yang harus ada didalam setiap cerita.
Hal inilah yang dapat membuat perbedaan jalan cerita antara drama yang satu dengan
drama yang lain.

1
OKEZONE WEEK-END: Drama Korea, Pintu Masuk K-Pop ke Indonesia,
https://celebrity.okezone.com/read/2017/09/22/205/1781162/okezone-week-end-drama-korea-pintu-masuk-k-pop-
ke-indonesia, diunduh pada 14 Juli 2021.

1
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa drama Korea mengacu
pada drama televisi di Korea yang menggambarkan kehidupan masyarakat Korea dengan
cerita yang melibatkan berbagai konflik dan ditayangkan dalam jarak waktu tertentu.
Menurut penjelasan Olivia (2013) Secara umum drama Korea memiliki dua genre
utama yaitu genre sejarah dan modern dengan acting actor atau aktris yang berbakat,
pemandangan lokasi shooting yang indah, matangnya ide cerita yang dibuat oleh penulis
skenario dan sutradara dalam setiap episodenya. Drama Korea memiliki bermacam-
macam tema yang diangkat dan dikemas dengan menarik mulai seputar dunia hukum,
medis, psikologis, pendidikan, dan politik. Didalam drama Korea juga sering
menyisipkan kalimat-kalimat quote tentang motivasi kehidupan yang sangat menggugah
hati dan pikiran. Drama Korea yang bergenre modern biasanya melibatkan berbagai
konflik yang terkait kesalahpahaman yang besar, rintangan mengejar impian, hubungan
yang tidak harmonis, dan cinta segitiga yang berlangsung 16-21 episode. Adapun untuk
pakaian yang digunakan disesuaikan dengan musim contohnya menggunakan coat, syal,
jacket parka, tunic dress, oversead sweater, hoodie, dan mini skirt yang identik dengan
warna pakaian yang cerah. Genre utama lainnya adalah drama sejarah Korea atau dikenal
sebagai “sageuk” yang didasarkan pada tokoh sejarah, menggabungkan kejadian sejarah,
atau menggunakan latar belakang historis. Drama sejarah Korea biasanya melibatkan alur
cerita yang kompleks dengan kostum, setting dan efek khusus. Seni bela diri, pertarungan
pedang, perebutan tahta, pemimpin militer, persaingan, pencarian bakat, pencarian jodoh
dan intrik politik sering menjadi komponen besar dalam drama sejarah Korea. Drama
Korea baik drama sejarah atau modern biasanya ditandai dengan kualitas produksi yang
baik.
Menurut penjelasan Noor (2013) drama Korea banyak didasarkan pada genre
romantis, faktah sejarah yang menggambarkan kisah-kisah nyata dari masa lalu, komedi,
fantasi, keluarga, action, thiler, serta drama yang menggabungkan dua atau lebih kategori.
Drama Korea mempunyai tema yang kuat, pesan yang disampaikan jelas sehingga para
pemirsa yang menontonnya dibuat penasaran dan ingin terus menerus menonton drama
Korea. Ciri-ciri dasar fashion dalam drama Korea yaitu mini dress dan celana pendek
yang mendominasi, perpaduan warna yang cerah dan simple sedangkan untuk musim
dingin menggunakan syal atau jaket-jaket yang berukuran tebal dengan warna-warna

2
cerah dan nuansa ceria yang membuat mereka tampil modis. Sebagaimana Diana (2019)
juga menjelaskan bahwa Drama Korea yang disiarkan berbasis pada romantisme dan
historis. Drama Korea membawa tontonan ringan yang bertemakan keluarga serta
seringkali terdapat adegan lucu yang mewarnai sebagian besar drama Korea.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa drama Korea memiliki
berbagai genre atau bahkan menggabungkan dua atau lebih genre tersebut didalam drama
dengan berbagai tema dan konflik. Secara umum Drama Korea dengan genre modern
menggambarkan cerita masyarakat yang modern sedangkan drama sejarah merupakan
cerita yang diambil dari masyarakat zaman kuno Korea Selatan.
Wabah global yang terjadi sekarang ini yang dikenal dengan covid-19 membawa
berbagai perubahan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam
proses pembelajaran selama masa pandemi covid19 ini diarahkan pada kegiatan belajar
yang dilakukan di rumah atau sekarang dikenal dengan istilah learning from home. Hal
tersebut sesuai dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah yaitu pembatasan aktivitas
di luar rumah dan aktivitas lain yang melibatkan banyak orang (social and physical
distancing) untuk menekan penyebaran virus covid-19. Pembatasan aktivitas ini
berimplikasi kepada perubahan yang sebelumnya juga dilakukan di sekolah dan
lingkungan sekitar tempat tinggal anak menjadi harus dilakukan di rumah saja. Orang tua
dan guru harus berada pada situasi new normal dalam memberikan pendidikan kepada
anak. Pada masa pandemi covid-19 ini istilah new normal pada bidang pendidikan
mengacu pada kegiatan belajar mengajar yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka
secara langsung, yaitu antara pendidik dan peserta didik hadir secara fisik di ruang kelas
sekarang digantikan dengan kegiatan pembelajaran melalui media (e-learning)
(Simanihuruk et al., 2019).
Pembelajaran daring (online) sebagai strategi pembelajaran yang menyenangkan
bagi pelajar karena dapat menyimaknya dengan melalui android seperti handphone,
laptop, maupun komputer bukan hanya sekedar menyimak buku (Sobron A.N, dkk.,
2019). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era revolusi industri 4.0
telah memberikan pengaruh signifikan terhadap pembelajaran yang harus menyesuaikan
dan menggunakan teknologi di era ini (Ghiffar, dkk., 2018). Hal ini tentu saja berimbas
pada perilaku anak di mana yang sebelumnya mereka bisa dengan riang gembira bebas

3
bermain apa saja dengan teman sekelas nya kini harus berdiam diri di dalam rumah
bermain dengan keterbatasan ruang dan permainan. Kegiatan harian akhirnya hanya diisi
dengan makan, tidur, belajar jika ada tugas dari sekolah, menonton tv dan bermain gadget
begitu seterusnya dan akhirnya timbul rasa bosan. Anak-anak kemudian mulai bersikap
emosional, menghadapi hal tersebut tidak jarang beberapa orang tua bersikap kasar
kepada anak untuk membuat keadaan rumah terkontrol sesuai keinginan orang tua, ada
pula orang tua yang pada akhirnya memberikan gadget supaya anaknya tenang dan tidak
mengganggu karena orang tua memiliki kesibukan yang lain. Hal ini tentu saja
mengganggu perkembangan anak karena jika hal tersebut dibiarkan selama jangka waktu
yang tidak bisa ditentukan maka anak akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi
yang tidak baik.
Motivasi belajar sangat di perlukan siswa agar mencapai hasil belajar yang
maksimal. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Siswa
akan giat belajar jika ia mempunyai motivasi untuk belajar. Belajar sebagai proses
interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan
respon. Belajar merupakan suatau proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam
memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari
pengalaman belajar (Kompri, 2017). Motivasi belajar merupakan dorongan yang
menggerakan individu untuk bertingkah laku, melakukan kegiatan belajar dan
kelangsungan dari kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Motivasi belajar
merupakan faktor penting yang harus dimiliki siswa. Siswa yang menyadari pentingnya
motivasi belajar dapat memperlancar tercapainya tujuan dalam pembelajaran. Apabila
motivasi belajar sudah tertanam dalam diri siswa akan memudahkan siswa dalam belajar
secara terarah dan teratur serta dapat menunjang keberlangsungan proses pembelajaran,
motivasi belajar yang tinggi dapat berdampak terhadap hasil belajar siswa. Peran
motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai
bahan bakar untuk menggerakkan mesin. Motivasi belajar yang memadai akan
mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa perkembangan teknologi di zaman
ini sangatlah berpengaruh terutama ditambah lagi saat ini kita sedang dihadapi oleh virus
Covid-19 yang dimana mengharuskan kita untuk stay at home bahkan belajar, mengajar,

4
kerja dan sebagainya dilakukan di rumah. Terutama bagi pelajar yang belajar
menggunakan HP bahkan laptop untuk mendapatkan materi pembelajaran dari guru. Ada
kalanya siswa yang belajar menggunakan HP atau laptop sering merasa bosan dan
mengakibatkan siswa mengalihkan kebosanan belajarnya dengan cara menonton, bermain
games, dan sebagainya. Terkhusus untuk siswa remaja yang suka menonton drama
Korea, dimana sekarang ini sedang banyak-banyaknya drama Korea yang sedang tayang
yang membuat remaja sekarang banyak menonton drama tersebut hingga kadang
mungkin ada yang hampir lupa waktu dan bahkan ada juga yang menjadwalkan kapan dia
harus menonton dan kapan dia harus belajar. Sebenarnya ada dua kemungkinan tipe
belajar remaja guna meningkatkan motivasi belajarnya, yaitu belajar sebelum memulai
menonton drama da nada juga yang menonton drama dahulu baru belajar. Remaja yang
belajar terlebih dahulu sebelum menonton drama yaitu remaja yang bisa dikatakan tidak
ingin terlewatkan waktu belajarnya dan setelahnya dia meringankan pikirannya dengan
melihat drama kesukaannya. Dan remaja yang menonton drama terlebih dahulu baru
belajar, yaitu remaja yang dapat dikatakan bahwa dia mendapatkan semangat belajar jika
dia telah menonton drama yang disukainya akan tetapi tetap tidak melupakan waktu
belajarnya.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fenomena permasalahan yang telah di uraikan di
atas bahwa banyak siswa terutama remaja yang menonton drama Korea dengan intensitas
yang cenderung tinggi guna mendorong motivasi untuk belajar.
Hal ini berkaitan dengan pendapat Oemar Hamalik (2001:161) mengenai fungsi
motivasi belajar, yaitu:
a. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau suatu perbuatan.
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian banyak siswa terutama di SMA yang


menonton drama Korea guna memotivasi mereka untuk belajar. Dengan menonton drama

5
yang disukai dan melihat para pemain drama yang dapat terbilang sangat menarik
perhatian, maka hal itulah yang dapat membuat siswa terdorong untuk bisa menjadi
seperti tokoh yang ada di dalam drama tersebut entah tokoh tersebut berperan sebagai
pengusaha, detektif, angkatan bersenjata, doctor, dan sebagainya itulah yang membuat
siswa termotivasi bahwa mereka juga ingin menjadi seperti pemain yang ada di drama
yang mereka lihat.

C. Pembatasan Masalah

Dalam sebuah penelitian, permasalahan yang akan diteliti perlu dibatasi agar
sebuah penelitian menjadi lebih terfokus dan diharapkan dapat menjawab permasalahan
dengan lebih efektif dan efisien. Pada penelitian ini, fokus permasalahan yang ingin
diteliti adalah membahas tetang hubungan intensitas menonton drama Korea dengan
motivasi belajar siswa dengan menjelaskan motivasi seperti apa yang di dapat oleh siswa
setelah menonton drama Korea.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan dalam penelitian ini
adalah untuk melihat apakah ada “Hubungan Intensitas Menonton Drama Korea Dengan
Motivasi Belajar Siswa Kelas 11 IPA 4 SMAN 54 Jakarta”.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khusunya
bimbingan konseling sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi remaja

6
terutama permasalahan motivasi belajar dan untuk memperkaya sumber kepustakaan
yang dapat dijadikan penunjang bagi peneliti selanjutnya.

2. Praktis
a. Bagi remaja putri, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi
mengenai dampak hallyu wave salah satunya intensitas menonton drama Korea
terhadap motivasi belajar.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi merupakan dorongan untuk seseorang melakukan sesuatu untuk
mencapai tujuan tertentu. Menurut Mc.Donald “Motivasi adalah perubahan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan” (Sardimaan, 2014:73). Dapat disimpulkan
bahwa motivasi merupakan sebuah dorongan yang dialami oleh seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja untuk mencapai
tujuan tertentu.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar
merupakan perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial
terjadi sebagai hasil praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai
tujuan tertentu. “Motivasi belajar dapat timbu karena faktor intrinsik, berupa hasrat
dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.

7
Sedangkan faktor ektrinsiknya adanya penghargaan, lingkungan belajar yang
kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik” (Uno, 2016: 23). “Motivasi belajar
merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar” (Khodijah,
2014: 150).
Motivasi adalah segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya
terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematanagan psikologis siswa. Dimyati dan
Mudjiyono (2009: 96), mengemukakan beberapa unsur yang memepengaruhi
motivasi dalam belajar, yakni:
a. Cita-cita dan aspirasi siswa. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa
baik intrinsik maupun ekstrinsik.
b. Kemampuan siswa. Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan
atau kecakapan dalam pencapaiannya.
c. Kondisi siswa. Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani
mempengaruhi motivasi belajar.
d. Kondisi lingkungan siswa. Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam,
lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupn bermasyarakat
(kompri, 2015: 231).
Didalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun
ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan
aktivitas dan inisatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar disekolah” (Sardiman, 2014: 91) yaitu: memberi
angka, hadiah, kompetensi, Ego-Invholvement, memberi ulangan, meberitahu hasil,
pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat dan tujuan yang diakui.

2. Fungsi Motivasi Belajar


Menurut Oemar Hamalik (2001:161) fungsi motivasi belajar adalah sebagai berikut:
d. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau suatu perbuatan.

8
Siswa yang awalnya tidak mempunyai keinginan untuk belajar. Kemudian
terdorong oleh rasa ingin tahu siswa tentang berbagai macam ilmu pengetahuan.
Dengan rasa ingin tahunya ini siswa terdorong untuk belajar.
e. Motivasi berfungsi sebagai pengarah.
Motivasi mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan. Motivasi
akan mengarahkan siswa pada perbuatanperbuatan yang mendukung pada
pencapaian tujuan siswa sedanagkan perbuatan-perbuatan yang kurang
mendukung akan dikesampingkan.
f. Motivasi berfungsi sebagai penggerak.
Motivasi diibaratkan sebagai sebuah mesin pada suatu mobil. Jika mesin baik
maka mobil akan melaju dengan cepat. Jika motivasi belajar siswa besar maka
hasil belajar yang didapat pun akan baik dan maksimal.

Menurut Rosjidan (2001:50) memaparkan tiga fungsi motivasi yang hampir sama,
yaitu :

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi berfungsi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah yang hendak dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu, dengan mengenyampingkan
perbuatan-perbuatan yang tidak berguna bagi tujuan itu.

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi
dalam belajar adalah sebagai berikut:

a. Motivasi sebagai mendorong timbulnya suatu perbuatan/kegiatan.


b. Motivasi mengarahkan seseorang untuk berbuat.
c. Motivasi akan membantu seseorang untuk mencapai tujuannya.

Ketiadaan minat terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal kenapa anak
didik tidak bergeming untuk mencatat apa – apa yang telah disampaikan oleh guru.
Itulah sebagai pertanda bahwa anak didik tidak mempunyai motivasi untuk belajar.

9
Kemiskinan motivasi instrinsik ini merupakan masalah yang memerlukan bantuan
yang tidak bisa ditunda – tunda. Guru harus memberikan suntikan dalam bentuk
motivasi ekstrinsik. Sehingga dengan bantuan ini anak didik dapat keluar dari
kesulitan belajar.

Baik motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik sama berfungsi sebagai


pendorong, penggerak, dan penyeleksi perbuatan. Ketiganya menyatu dalam sikap
terimplikasi dalam perbuatan. Dorongan adalah fenomena psikologi dari dalam yang
melahirkan hasrat untuk bergerak dalam menyeleksi perbuatan yang akan dilakukan.
Karena itulah baik dorongan atau penggerak maupun penyeleksi merupakan kata
kunci dari motivasi dalam setiap perbuatan dalam belajar.

Lebih jelasnya fungsi motivasi dalam belajar tersebut di atas, akan diuraikan
dalam pembahasan sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai pendorong perbuatan


Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada
sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang akan dicari
itu dalam rangka untuk memuaskan rasa ingin tahunya dari sesuatu yang akan
dipelajari. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik
untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Anak didik pun mengambil sikap
seiring dengan minat terhadap suatu objek. Disini, anak didik mempunyai
keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk mencari
tahu tentang sesuatu. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong ke arah
sejumlah perbuatan dalam belajar. Jadi, motivasi yang berfungsi sebagai
pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam
rangka belajar.
b. Motivasi sebagai penggerak perbuatan
Dorongan psikologi yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu
merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam
bentuk gerakan psikofisik. Di sini anak didik sudah melakukan aktivitas belajar
dengan segenap jiwa dan raga. Akal pikiran berproses dengan dengan sikap raga

10
yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam
kepastian perbuatan adn akal pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri
dalam wacana, prinsip, adil, dan hukum, sehingga mengerti betul isi yang
dikandungnya.
c. Motivasi sebagai pengarah perbuatan
Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan
yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik
yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, tidak mungkin
dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan
mempelajari mata pelajaran di mana tersimpan sesuatu yang akan dicari itu.
Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan
dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi
kepada anak didik dalam belajar. Anak didik belajar dengan tekun. Anak didik
belajar dengan penuh konsentrasi agar tujuannya mencari sesutau yang ingin
diketahui/dimengerti itu cepat tercapai. Segala sesuatu yang menggangu
pikirannya dan dapat membuyarkan konsentrasinya diusahakan disingkirkan jauh-
jauh. Itulah peran motivasi yang dapat mengarahkan perbuatan anak didik dalam
belajar.

3. Macam-macam Motivasi
Ada 2 macam motivasi, yaitu:
a. Motivasi Instrinsik
Motivasi yang datangnya secaea alamiah atau murni dari diri peserta didik itu
sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri dari lubuk hati yang paling dalam.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi yang datangnya disebabkan faktor-faktor dari luar diri peserta didik,
seperti adanya pemberian nasihat dari gurunya, hadiah (reward), kompetensi
sehat antar peserta didik, hukuman, dan sebagainya.

4. Ciri-ciri Motivasi Belajar

11
Menurut Sardiman (2011: 83) ciri-ciri motivasi belajar, yaitu:
a. Tekun menghadapi tugas.
b. Ulet menghadapi kesulitan.
c. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah.
d. Lebih senang bekerja sendiri.
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.
f. Dapat mempertahankan pendapatnya.
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini.
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

5. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar


Kenneth H. Hover dalam Oemar Hamalik (2003:163) mengemukakan prinsip-
prinsip motivasi adalah sebagai berikut:
a. Pujian akan lebih efektif daripada hukuman.
b. Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang mendasar)
tertentu yang harus mendapat kepuasan.
c. Motivasi yang berasal dari dalam individu akan lebih efektif daripada motivasi
yang dipaksakan dari luar.
d. Terhadap perbuatan yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha
pemantauan.
e. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain.
f. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi.
g. Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang
lebih besar untuk mengerjakannya daripada apabila tugas-tugas itu dipaksakan
oleh guru.
h. Pujian-pujian yang datang dari luar kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif
untuk merangsang minat yang sebenarnya.
i. Tehnik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif untuk
memelihara minat murid.
j. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid adalah bersifat ekonomis.

12
k. Kegiatan-kegiatan yang akan merangsang minat murid-murid yang kurang
mungkin tidak ada artinya (kurang berharga) bagi para siswa yang tergolong
pandai.
l. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar.
m. Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat membantu belajar, dapat juga lebih
baik.
n. Apabila tugas tidak terlalu sukar dan apabila tidak ada makna frustasi secara cepat
menuju ke demoralisasi.
o. Setiap murid mempunyai tingkat-tingkat frustasi toleransi yang berlainan.
p. Tekanan kelompok murid kebanyakan lebih efektif dalam motivasi dari pada
tekanan/paksaan dari orang dewasa.
q. Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid.

B. Intensitas Menonton Drama Korea


1. Pengertian Intensitas Menonton
Vanderwater (2008) menyatakan bahwa intensitas adalah kekuatan atau
kedalaman sikap terhadap sesuatu. Selanjutnya, dalam kamus Bahasa Inggris
intensitas di istilahkan dengan Intensity, diartikan dengan kehebatan atau kekuatan
dan seberapa sering jumlah atau banyaknya individu dalam melakukan kegiatan.
Shore (2005) intensitas menyatakan frekuensi atau angka yang menunjukkan berapa
kali sesuatu kegiatan terjadi. Hukum frekuensi menyatakan bahwa semakin sering
sesuatu perbuatan dilakukan, maka semakin cepat proses belajarnya.
Menurut Echols dan Shadily (Shore, 2008) intensitas dalam kehidupan sehari-hari
menggambarkan tingkat atau ukuran. Intensitas ini merupakan sebuah istilah yang
terkait dengan “pengeluaran energi” atau banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam waktu tertentu. Intensitas berarti kualitas dari tingkat kedalaman:
kemampuan, kekuatan, daya atau konsentrasi terhadap sesuatu atau tingkat
keseringan atau kedalaman cara atau sikap, perilaku seseorang (Saputri, 2009).
Menurut Shore (2005) menonton adalah proses persepsi yang terjadi karena
adanya rangsangan terhadap panca indera. Proses tersebut diawali oleh penafsiran

13
terhadap masukan sensoris yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau
seseorang yang terlibat kecerdasan emosi, dan intensitas konsentrasi berfikir.
Penggabungan dari semua unsur tersebut akan menghasilkan persepsi yang diperoleh
dari objek yang berbentuk film/tayangan di televisi.
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Intensitas
berarti kualitas dari tingkat kedalaman yang meliputi kemampuan, daya konsentrasi
terhadap sesuatu, tingkat keseringan dan kedalaman cara atau sikap seseorang pada
objek tertentu. Jadi, intensitas menonton televisi dapat dipahami sebagai tingkat
keseringan (frekuensi) atau seberapa sering dan seberapa lama kegiatan tersebut
dilakukan, serta meliputi kualitas kedalaman menonton atau durasi dan daya
konsentrasi untuk menonton.

2. Pengertian Drama Korea


Drama Korea (bahasa Korea: 한 국 드 라 마 ) mengacu pada drama televisi di
Korea, dalam sebuah format miniseri, diproduksi dalam bahasa Korea. Banyak dari
drama ini telah menjadi populer di seluruh Asia dan telah memberi kontribusi pada
fenomena umum dari gelombang Korea, dikenal sebagai "Hallyu (bahasa Korea: 한
류 )", dan juga "Demam Drama" di beberapa negara. Drama Korea yang paling
populer juga telah menjadi populer di bagian lain dunia seperti Amerika Latin, Timur
Tengah, dan di tempat lain.
Di Korea, drama didefinisikan sebagai satu genre sastra yang dibuat untuk
dipentask an. Kwon Ohgyong (2013) mendefinisikan drama sebagai 공연을 목적으
로 쓴 연극의 대본. 등장인물들의 행동이나 대화를 기본 수단으로 하여 표현하
는 예술 작품 (skrip pertunjukan yang dit ulis untuk dipentaskan atau karya seni yang
diekspresikan melalui tindakan atau cakapa n para tokohnya). Dalam terminologi
bahasa Korea, “drama” diekspresikan dengan beber apa kosa kata, 희 곡 heuigeuk
play, 희극 , 연극 yeongeuk, 극 geuk, dan 드라마 derama. Isti lah 극 atau 연극
adalah istilah asli bahasa Korea untuk menyebut seni pertunjukan yang t elah
berkembang sejak masa Dinasti Koryo. Istilah 드라마 derama yang diterima sesuai d

14
engan bunyi aslinya, drama, masuk ke Korea sejak aneksasi Jepang pada akhir abad
19. Seperti diketahui bahwa Jepang memperkenalkan budaya modern sebagai strategi
untuk menguasai Korea. Jepang berusaha meyakinkan bahwa kehadiran mereka dapat
membawa kemajuan Korea yang saat itu bersistem tradisional dan berada di bawah
kepempimpinan Dinasti Josoen. Pengaruh Jepang semakin terlihat setelah Korea
resmi takluk dan tunduk di bawah kekuasaan Jepang pada tahun 1910. Dengan
strategi budaya yang dilakukan Jepang, beberapa istilah asing juga masuk ke dalam
kesusastraan Korea, salah satunya adalah istilah drama dan melodrama.2

3. Aspek-aspek Intensitas Menonton Drama Korea


Pada penelitian ini sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (2003) bahwa
menonton ditimbulkan berdasarkan rasa minat. Di mana minat selalu mempunyai dua
aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.
a. Aspek kognitif didasarkan pada keuntungan dan kepuasan pribadi yang dapat
diperoleh dari menonton. Hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi yang
dipelajari di rumah, sekolah, masyarakat, dan media massa.
b. Aspek afektif merupakan konsep emosional yang membangun aspek kognitif.
Hal ini berkembang dari pengalaman pribadi serta sikap yang dianggap
penting terhadap aktivitas menonton. Emosi positif yang didapatkan dari
menonton semakin memperkuat kecenderungan atau intensitas seseorang
dalam menonton.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada dua aspek dalam
menonton drama Korea yaitu aspek kognitif didasarkan pada keuntungan dan
kepuasan pribadi yang dapat diperoleh dari menonton dan aspek afektif yang
merupakan konsep emosional yang membangun aspek kognitif.

4. Ciri-ciri Intensitas Menonton Drama Korea


Vanderwater (2008) membagi intensitas menjadi empat ciri, yaitu:
2
정진영. ‘한류스타들, 산업과 연계한 프로모션 활동 활발’ global hallyu issue 2016, no. 122

15
a. Perhatian dalam menonton drama Korea.
b. Pemahaman terhadap tayangan drama Korea yang disajikan.
c. Durasi dalam menonton.
d. Frekuensi atau tingkat keseringan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka pada penelitian ini untuk mengungkapkan
variabel intensitas menonton drama korea berdasarkan pada perhatian, pemahaman,
durasi serta tingkat keseringan (frekuensi), terhadap tayangan drama Korea yang
disajikan.

C. Penelitian yang Relevan

Kegunaan penelitian relevan di dalam penelitian ini diantaranya untuk mencari


persamaan dan perbedaan antara peelitian orang lain dengan penelitian penulis. Selain itu
juga digunakan unruk membandingkan penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang
akan diteliti oleh penulis. Berikut penelitian yamg relevan terkait dengan penelitian
penulis yang berjudul “Hubungan Intensitas Menonton Drama Korea Dengan Perilaku
Modeling Pada Remaja Putri. Karya Dinda Permatasari Yohanna”.

1. Penelitian dengan judul Hubungan Intensitas Menonton Drama Korea Dengan


Perilaku Modeling Pada Remaja Putri karya Dinda Permatasari Yohanna
Mahasiswa Universitas Medan Area Tahun 2019.
Penelitian yang berjudul Hubungan Intensitas Menonton Drama Korea Dengan
Perilaku Modeling Pada Remaja Putri karya Dinda Permatasari Yohanna ini,
bekenaan dengan intensitas menonton drama Korea. Intensitas berarti kualitas dari
tingkat kedalaman yang meliputi kemampuan, daya konsentrasi terhadap sesuatu,
tingkat keseringan dan kedalaman cara atau sikap seseorang pada objek tertentu. Jadi,
intensitas menonton televisi dapat dipahami sebagai tingkat keseringan (frekuensi)
atau seberapa sering dan seberapa lama kegiatan tersebut dilakukan, serta meliputi
kualitas kedalaman menonton atau durasi dan daya konsentrasi untuk menonton.

16
Persamaan yang ada dari skripsi tersebut terhadap peneltian ini adalah terkait
subjek yang sama-sama menyukai menonton drama Korea. Adapun perbedaan
terletak pada kekhususan subjek yang dimana pada skripsi tersebut subjeknya
merupakan 100 remaja putri anggota Kpopers Medan, sedangkan penelitian ini
subjeknya kelas 11 IPA 4 SMAN 54 Jakarta yang terdiri dari 32 orang, selain itu
pembahasan variabel penelitian terikatnya pun juga berbeda.
Dengan mengkomparasikan yang ada dari hasil penelitian terdahulu tersebut
terhadap penelitian ini sehingga sebuah kesimpulan bahwa penelitian ini memiliki
beberapa perbedaan dibandingkan penelitian terdahulu. Maka penelitian ini layak
untuk dilakukan.

D. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis peraturan antara
variabel yang akan diteliti.3

3
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. 2014. hlm. 60

17
Gambar. 1

Kerangka Pemikiran

SISWA

Intensitas Menonton Drama Korea


Motivasi Belajar Siswa

Ciri-Ciri Intensitas Menonton Ciri-ciri Motivasi Belajar Menurut


Drama Korea Menurut Sardiman (2011: 83), yaitu:
Vanderwater (2008), yaitu: a. Tekun menghadapi tugas.
a. Perhatian dalam menonton b. Ulet menghadapi kesulitan.
drama Korea. c. Menunjukan minat terhadap
b. Pemahaman terhadap bermacam-macam masalah.
tayangan drama Korea d. Lebih senang bekerja sendiri.
yang disajikan. e. Cepat bosan pada tugas-tugas
c. Durasi dalam menonton. yang rutin.
d. Frekuensi atau tingkat f. Dapat mempertahankan
keseringan. pendapatnya.
g. Tidak mudah melepaskan hal
18 yang diyakini.
h. Senang mencari dan
memecahkan masalah soal-soal.
E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara intensitas
menonton drama Korea dengan motivasi belajar siswa. Artinya dengan asumsi semakin
tinggi tingkat intensitas menonton drama Korea maka akan semakin meningkat pula
motivasi siswa untuk belajar, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat intensitas
menonton drama Korea maka akan semakin menurun pula motivasi siswa untuk belajar.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

19
Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui hubunga intensitas
menonton drama Korea dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas 11 IPA 4 SMAN 54
Jakarta. Selain itu juga guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Metodologi Penelitian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan pada siswa kelas 11 IPA 4 dilakukan di SMAN
54 Jakarta. Beralamatkan di Jl. Jatinegara Timur IV No.8, RT.8/RW.7, Rawa Bunga,
Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta,13310.
Waktu pelaksanaan pada Juli 2021.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian korelasi. Korelasi sendiri berasal dari
Bahasa Inggris yaitu Correlation dan dalam Bahasa Indonesia dapat disebut dengan
hubungan atau saling menghubungkan atau dengan kata lain saling timbal-balik.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode Kuantitatif. Dimana hasil dari
penelitiannya berupa angka yang akan diolah melalui rumus-rumus statistika dan
digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu.
Dalam penelitian ini peneliti membahas tentang Hubungan Antara Intensitas
Menonton Drama Korea Dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas 11 IPA 4 SMAN 54
Jakarta. Penelitian ini melibatkan siswa kelas 11 IPA 4 dan materi yang sama terkait
dengan judul penelitian.

D. Subjek Penelitian

Sebelum melakukan penelitian langkah pertama yang harus dilakukan adalah


menentukan subjek yang akan diteliti serta sejauh mana generalisasi itu akan dikenakan.
Hal ini dalam metodologi disebut populasi, sampel, dan teknik sampling.

20
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2010) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kelas
11 IPA 4.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002).
Menurut Sugiyono (2010), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut, sampel harus memiliki ciri dan sifat yang
sama agar hasil penelitian terhadap sampel dapat di generalisasikan kepada
seluruh populasi. Generalisasi adalah kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang
berlaku bagi populasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang.

3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya
sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya,
dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel
yang representative (Margono, 2004). Penelitian ini penulis menggunakan
probability sampling yang dimana semua siswa yang berada di kelas 11 IPA 4
dapat menjadi sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Riduwan (2010:51), Teknik pengumpulan data merupakan salah satu


metode yang ada di dalam pengumpulan data dengan menggunakan teknik atau cara yang
digunakan oleh para peneliti untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini penulis
21
menggunakan teknik sampling kuesioner atau angket. Arikunto (2010: 194) menjelaskan
bahwa kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan pribadinya, atau hal yang diketahui oleh
responden.

F. Validitas dan Reabilitas Alat ukur


Sebelum digunakan pada penelitian, maka alat ukur (skala intensitas menonton
drama Korea dan perilaku modelling) terlebih dahulu harus di uji coba dan memenuhi
syarat valid dan reliabel.
1. Validitas Alat Ukur
Validitas berasal dari kata “validity” yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan (mampu mengukur apa yang hendak diukur) dan kecermatan suatu
instrumen pengukuran melakukan fungsi ukurnya, yaitu dapat memberikan
gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya antara subjek yang lain
(Azwar, 1997). Sebuah alat ukur dapat dinyatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan
hasil ukur yang sesuai dengan maksud dikenakannya alat ukur tersebut. Teknik
yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur (skala) adalah teknik korelasi
product moment dari Karl Pearson, dengan runus sebagai berikut (Hadi, 1996).

2. Reabilitas Alat Ukur

22
Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Reliabel dapat juga dikatakan kepercayaan,
keterasalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya. Hasil pengukuran
dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama dalam diri
subjek yang diukur memang belum berubah (Azwar, 1997). Skala yang akan
diestimasi reliabilitasnya dalam jumlah yang sama banyak. Untuk mengetahui
realibilitas alat ukur maka di gunakan rumus koefisien alpha sebagai berikut :

G. Teknik Analisis Data


Analisis dalam penelitian merupakan bagian penting dalam proses penelitian
karena dengan analisis inilah, data yang ada akan tampak manfaatnya, terutama dalam
memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.4

Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih
mudah dibaca atau diinterpretasikan.5 Maka Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
4
Mahmud. Op. Cit. hlm. 189
5
Marzuki. Metodolog Riset (Panduan dan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial), Ekonisa. Yogyakarta.
2005.
hlm. 90

23
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.6 Pada penelitian ini penulis menganalisis data
menggunakan uji normalitas dengan program SPSS sehingga memungkinkan untuk
menguji data dalam jumlah yang banyak. Model analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah korelasi pearson product moment. Korelasi pearson product
moment merupakan alat uji statustik yang digunakan untuk menguji hipotesis statistik (uji
hubungan) dua variabel bila datanya berskala interval atau rasio.

Dengan keterangan:

rxy = koefisien korelasi

n = jumlah responden uji coba

X = skor tiap item

Y = skor seluruh item responden uji coba

H. Hipotesis Statistik
Sheldon M. Ross (2017), Hipotesis statistic merupakan suatu pernyataan tentang
sifat atau populasi yang sering dinyatakan dalam parameter populasi. John Kitchin
(1994), Hipotesis statistik yaitu suati klaim atau pernyataan formal tentang keadaan alam
yang terstruktur dalam kerangka model statistic. Dictionary of Statistical Terms
menyatakan hipotesis statistic adalah sebuah pernyataan tentang parameter atau distribusi

6
Sugiono. Op.Cit. hlm. 244

24
dari probabilitas untuk suatu populasi yang telah ditentukan, atau dapat dikatakan sebagai
mekanisme probabilistic yang diharapkan untuk menghasilkan pengamatan.
Berdasarkan pernyataan dan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
hiposetis statistic merupakan suatu pernyataan atau dugaan yang belum terbukti tentang
suatu hal, bisa berupaa sifat, fakta atau fenomena, dan dinyatakan dalam bentuk angka-
angka statistic sesuai dengan alat ukur pada penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

정진영. ‘한류스타들, 산업과 연계한 프로모션 활동 활발’ global hallyu issue 2016, no. 122
Marzuki. Metodolog Riset (Panduan dan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial), Ekonisa.
Yogyakarta. 2005. hlm. 90
OKEZONE WEEK-END: Drama Korea, Pintu Masuk K-Pop ke Indonesia,
https://celebrity.okezone.com/read/2017/09/22/205/1781162/okezone-week-end-drama-
korea-pintu-masuk-k-pop-ke-indonesia, diunduh pada 14 Juli 2021.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. 2014. hlm. 60

Wikipedia. 2018. Hallyu atau Korean Wave. Diunduh https://id.wikipedia.org/wiki/Hallyu. Pada

25
14 Juli 2021.

26

Anda mungkin juga menyukai