Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Teori Belajar Kontruktivistik

Disusun oleh:

Intan Permata (2020912600)

Hosnawiyah (202091260029)

Sovia Shinta (2020912600)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

STAI AT-TAQWA BONDOWOSO

2020-2021
Kata Pengantar

Puji Syukur atas nikmat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dan ihsan
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Teori Belajar
Konstruktivistik“.

Penulisan makalah ini digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar
.Kami berharap dengan adanya makalah ini kita bisa termotifasi untuk lebih dalam
mempelajari Psikologi Belajar.

Makalah ini membahas tentang apa Teori Belajar Kontuktivisme. Kami ucapkan terima
kasih banyak kepada ibu . sebagai dosen pengampu kami yang telah menuntun kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Atas kekurangan dari makalah yang kami tulis, kami ucapkan
mohon maaf dan semoga bermanfaat.

Bondowoso, Oktober 2021

Penulis
Daftar isi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
D. Manfaat Makalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian teori belajar konstruktivisme


B. Prinsip Konstruktivisme
C. Ciri ciri dan Tujuan Konstruktivisme
D. Konstruktivistik dalam Pembelajaran
E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Psikologi Belajar Konstruktivisme
F. Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas.
Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan materi,
media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses
belajar yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu
sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar
yang baik tersebut.

Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa
menuju target yang diinginkan secara tepat.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar
dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan serta menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang
diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik
belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan
guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas
minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam mengevaluasi kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya
dijadikan umpan balik untuk kepentingan kegiatan pembelajaran.

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan


pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan
yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi
makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata.
Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentranformasikan situasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu
menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruk”


bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa
menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student
center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru
tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah
yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.

B. RumusanMasalah

A. Apa pengertian teori belajar konstruktivistik?


B. Apa saja prinsip prinsip kontruktivistik?
C. Apa saja ciri-ciri dan tujuan konstruktivisme?
D. Bagaimana Konstruktivistik dalam pembelajaran?
E. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori psikologi?
F. Bagaimana LingkunganPembelajaran Konstruktivistik?

C. Tujuan
A. Untuk mengetahui pengertian kontruktivisme
B. Untuk mengetahui prinsip prinsip kontruktivisme
C. Untuk mengetahui ciri ciri dan tujuan konstruktivisme
D. Untuk mengetahui Konstruktivistik dalam pembelajaran.
E. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
teori psikologi belajar Konstruktivistik
F. Untuk mengetahui lingkungan pembelajaran Konstruktivistik.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian teori belajar konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga
dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya. Menurut
konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri
seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang
melihat dan mengkontruksikanya.
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih
memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Demikian ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori
belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Pieget dan vigotsky.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan
kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar
siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan
catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.

Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana
membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari
jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan
sehingga diperoleh konstruksi yang baru.

Dalam hubungannya dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan
oleh Jean Piaget dan Vygotsky yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan
teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas
lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:

a) Skemata

Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema
terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-
sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa
kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur
kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin
dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema
dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

b) Asimilasi

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang
sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru
dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses
individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang
itu berkembang.

c) Akomodasi

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan
pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan
akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru
atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

d) Keseimbangan

Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan
dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

2. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya perkembangan intelektual anak
terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pengalaman baru,
Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan
membangun pengertian baru.

a. Pengelolaan pembelajaran

Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi perkembangan belajar seseorang,
sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut.
Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi
dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan

Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum
dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka
(Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky,
pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas
yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan
orang lain.

Teori konstruktivis sosial Vygotsky sangat relevan untuk pembahasan ini. Model Vygotsky adalah
seorang anak yang secara sosial dimasukkan dalam konteks sosiohistoris. Peralihan dari Piaget ke
Vygotsky merupakan peralihan konseptual dari individual menuju kolaborasi, interaksi sosial, dan
aktivitas sosiokultural. Dalam pendekatan konstruktivis kognitif Piaget, siswa membangun pengetahuan
melalui transformasi, organisasi, serta reorganisasi pengetahuan dan informasi sebelumnya. Pendekatan
konstruktivis sosial Vygotsky menekankan bahwa siswa-siswa membangun pengetahuan melalui
interaksi sosial dengan orang lain. Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur tempat dimana siswa
itu tinggal, yang berhubungan dengan bahasa, keyakinan, dan keterampilan.[4]

Piaget menekankan bahwa Guru harus memberikan dukungan bagi siswa-siswa untuk mengeksplorasi
dan mengembangkan pemahaman. Vygotsky menekankan bahwa Guru harus menciptakan banyak
peluang bagi siswa-siswa untuk belajar, dengan membangun pengetahuan secara bersama-sama, baik
dengan Guru maupun teman-teman sebaya. Dalam Model Piaget dan Vygotsky, guru lebih berfungsi
sebagai fasilitator dan pembimbing daripada sebagai pemimpin dan pembentuk pembelajaran anak-
anak.

Dalam sebuah analisis pendekatan konstruktivis sosial, seorang guru digambarkan sebagai orang yang
tertarik untuk memperhatikan pembelajaran melalui kacamata anak-anak. Analisis yang sama juga
memperhatikan karakteristik kelas konstruktivis sosial ini:

· Tujuan kelas yang utama adalah pembangunan makna yang kolaboratif.

· Guru memantau perspektif, pemikiran, dan perasaan siswa.

· Guru dan siswa sama-sama belajar dan mengajar.

· Interaksi sosial menyebar ke seluruh kelas.

· Kurikulum dan materi fisik kelas mencerminkan minat siswa dan digabung dengan kultur mereka.

Upaya yang telah dilakukan untuk menggabungkan pembelajaran yang kolaboratif dengan teknologi di
dalam kelas semakin banyak. Sebagai contoh, sebuah program, Computer-Supported Collaborative
Learning (CSCL), berusaha untuk meningkatkan interaksi teman sebaya dan konstruksi pengetahuan
bersama melalui teknologi.[6]
B. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik

Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar


mengajar adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri


2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna
dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari
dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan
tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka
mencapai tingkat penemuan.

C. Ciri Ciri dan Tujuan Konstruktivisme

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:

a. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada


sebelumnya.
b. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
c. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan
pengalaman.
d. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui
berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau
bekerja sama dengan orang lain.
e. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus
terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
(Yulaelawati, 2004: 54)

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan
atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

D. Konstruktivistik dalam Pembelajaran

Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses
menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan
guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan
pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal
yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar.

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki


kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru (Budiningsih, 2005: 59).

Kegiatan belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru tidak mengajarkan
kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan
meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam
menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak
mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk
setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai
persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.

Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran


kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk saling membantu
memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial
dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan
sesuai dan saling mengemukakan dan meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-
miskonsepsi diantara mereka sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir
teman sebaya mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh
siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk seluruh siswa.

Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi antara dua
orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling membutuhkan dalam
menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul, sehingga mereka yang terlibat
didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan suatu permasalahan bahkan akan
lebih muda dipecahkan.

Pembelajaran konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:


1. Apersepsi.

Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan


pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya:
mengapa baling-baling dapat berputar?

2. Eksplorasi.

Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau
dipelajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai
jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui
manipulasi benda langsung.

3. Diskusi dan Penjelasan Konsep.

Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap
ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat
kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotivasi
siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.

4. Pengembangan dan Aplikasi.

Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian
siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman
konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Psikologi Belajar Konstruktivistik

Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang
paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi
pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan
menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab
setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan
kekurangan.
1. Kelebihan

Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit


dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan
mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
b. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau
rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang
fenomena yang menantang siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong
siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai
strategi belajar.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka.
f. Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan
gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

2. Kekurangan

Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai


berikut:

a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa
tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-
beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
b. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri pengajaran
berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai pengalaman yang
sama, masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran menjadi tidak bermakna bagi
siswa.

F. Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik

Dalam konstruktivistik, terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajarannya,


yaitu:

1. Memperhatikan dan Memanfaatkan Pengetahuan Awal Siswa

Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstrukti


pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran
harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

2. Pengalaman Belajar yang Bermakna

Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa


sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa
benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran.
Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-
hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.

3. Adanya Lingkungan Sosial yang Kondusif


Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa
maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam
berbagai konteks sosial.

4. Adanya Dorongan Agar Siswa Bisa Mandiri

Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena
itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.

5. Adanya Usaha Untuk Mengenalkan Siswa Tentang Dunia Ilmiah

Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses
dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan
siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan


pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan
yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada
siswa (student center).

Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik adalah guru
tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan
sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar.
Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1)
memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa, (2) pengalaman belajar yang
bermakna, (3) adanya lingkungan sosial yang kondusif, (4) adanya dorongan agar siswa bisa
mandiri, dan (5) adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media Group.

Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pak

Anda mungkin juga menyukai