Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696

Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

KONSERVASI ENERGI TERMAL DI DAERAH IKLIM TROPIS LEMBAB STUDI


KASUS: GEDUNG C KAMPUS A, UNIVERSITAS TRISAKTI

Lili Kusumawati M1), Erni Setyowati2), Agus Budi Purnomo3)


1)
Dosen pada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Unversitas
Trisakti
1)
Mahasiswa, PDTAP, Universitas Diponegoro
2)
Dosen pada PDTAP, Fakultas Teknik , Universitas Diponegoro
3)
Profesor, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Unversitas Trisakti
E-mail: kusumalilymach@gmail.com

Abstrak
Bangunan di pusat kota memberikan permukaan memantulkan dan menyerap radiasi
panas matahari, yang berdampak pada peningkatan panas terhadap lingkungan yang
beriklim tropis sehingga menambah kebutuhan untuk mendinginkan ruang dalam
gedung. Apabila ventilasi alam tidak mencukupi maka dibutuhkan penghawaan buatan
untuk mendinginkan ruangan supaya nyaman bagi penghuni gedung, berarti menambah
biaya yang harus dikeluarkan untuk AC supaya nyaman beraktifitas.Tulisan ini sebagai
studi awal penelitian yang mengangkat masalah pengaruh iklim tropis terhadap selubung
bangunan dengan batasan penelitian salah satu aspek dari iklim yaitu cahaya matahari,
studi kasus pada Gedung C kampus A Universitas Trisakti Grogol Jakarta. GedungC
diambil untuk mewakili blok bangunan yang ada di Kampus A.Penelitian dilakukan
dengan studi pustaka yang berkaitan dengan iklim dan sinar matahari kemudian berlanjut
dengan studi kasus dengan meninjau posisi dan bentuk masa, pembayangan yang
mengurangi cahaya matahari serta lingkungan sekitar gedung. Tujuan dan manfaat
penulisan ini untuk membuktikan bahwa selubung dan posisi bangunan sangat
dipengaruhi oleh cahaya matahari, serta mengetahui nilai perpindahan panas pada
gedung berdasarkan pada SNI 6389-2011, melalui rumus OTTV. Dari hasil perhitungan,
maka diperlukan disain yang tepat pada bentuk dan jenis selubung, dan perlunya
mempertimbangkan penggunanan material yang tepat untuk mendapatkan nilai transfer
panas kedalam bangunan agar membantu meminimalkan kebutuhan energi
pengkondisian udara buatan.

Kata kunci: iklim tropis, selubung bangunan, nilai transfer panas, kebutuhan energi

Pendahuluan
Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di suatu perkotaan membuat
kawasan kota semakin padat. Semakin banyak gedung dibangun namun kurang
memperhatikan dampak lingkungan maupun penghuni di dalam gedung itu sendiri.
Secara global, bangunan menghabiskan sekitar 40 % energi dari sumber daya dunia.
Karena itu, sudah selayaknya bila penghematan energi dimulai dari gedung. Salah satu
komponen gedung yang paling terpengaruh oleh lingkungan luar adalah selubung
bangunan, yaitu dinding dan atap masif atau transparan dimana sebagian besar energi
termal berpindah melalui elemen tersebut. (SNI,BSN 2011).Permasalahan iklim tropis
dengan suhu luar yang relative tinggi secara mudah diselesaikan dengan penggunaan
penghawaan udara buatan (AC). Banyak dijumpai bangunan dengan bentuk dan estetika
yang baik tetapi di ruang dalam sangat panas akibat tidak tepat menempatkan bidang
kacapada sisi yang langsung berhadapan dengan sinar matahari.(Karyono, 2010).
Tulisan ini sebagai penelitian awalyang mengangkat masalah penggunaan
selubung untuk meminimalisasi penggunaan energy. Beberapa disain fasade yang dapat
kita gunakan adalah dengan penggunaan kulit ganda (double skin), double glass,
absorbing &reflective glass (kaca yang dapat meminimalisasi radiasi panas akibat cahaya
matahari), menambahkan teritis (overhang) horizontal, vertical dan horizontal+vertical
(egg-crate). Untuk mengkaji apakah disain fasade tersebut dapat menghemat energi

435
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

maka kita perlu memperhitungkan kinerja dari material yang digunakan. Salah satu
metoda adalah dengan menghitung beban panas yang diderita oleh gedung akibat
pengaruh radiasi cahaya matahari, yaitu dengan rumus OTTV (Overall Thermal Transfer
Value). Dengan memberikan harga batas tertentu untuk OTTV, maka besarnya beban
eksternal yang masuk kedalam gedung dapat dibatasi. Sehingga penggunaan AC dapat
dikurangi.

Rumusan Masalah Penelitian


Dari uraian tersebut diatas maka timbul beberapa permasalahan yang harus dicari
jalan keluarnya, salah satunya melalui kinerja selubung bangunan. Maka: Jenis dan
bentuk selubung bangunan yang bagaimana yang dapat mempengaruhi pengurangan
penggunanan energi dan juga dapat mencapai kenyamanan termal pada iklim tropis
lembab.

Pertanyaan Penelitian
Dengan mempertimbangkan latar belakang dan permasalahan penelitian, maka
pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mendapatkan bentuk, jenis dan besaran dimensi elemen selubung
bangunan yang dapat mengurangi radiasi panas matahari langsung, sehingga dapat
mengurangi beban panas yang masuk kedalam bangunan?
2. Berapa besar (W/m2 dan prosentase) penghematan energi yang didapat apabila
menggunakan selubung bangunan yang tepat?

Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan bentuk, jenis dan besaran dimensi elemen selubung bangunan yang
dapat mengurangi radiasi panas matahari langsung, sehingga dapat mengurangi
beban panas yang masuk kedalam bangunan
2. Mendapatkan nilai efisiensi energi (W/m2 dan prosentase) dengan menggunakan
selubung bangunan yang tepat.

Studi Pustaka
Bangunan dengan orientasi Timur dan Barat akan lebih banyak mendapatkan
radiasi matahari dibanding Utara dan Selatan. Sehingga bila akan merencanakan bukaan,
maka bukaan pada Timur dan Barat perlu perhatian lebih khusus. Bila bangunan terletak
pada lingkungan padat dan sudah tertata, maka akan tidak mungkin lagi bergantung pada
orientasi ideal yaitu Utara dan Selatan, dan menghindari bagian Timur dan Barat. Maka
perlu ditambahkan elemen lain untuk mengurangi radiasi matahari Timur dan Barat.
(Mediastika, 2013)
Orientasi bangunan yang tepat dapat menghasilkan kinerja termal yang baik.
Demikian juga dengan teritisan bangunan, bila makin lebar maka akan dapat membantu
menurunkan radiasi matahari yang masuk kedalam ruangan, sehingga akan
mendapatkan kinerja termal yang lebih nyaman.(Ardiyanto, 2015). Dari beberapa
penelitian, didapatkan bahwa tidak ada keseragaman pandangan (pakem) dalam menilai
selubung bangunan. (Bellia, Marino, Minichiello, & Pedace, 2014)
Kesesuaian bahan bangunan untuk suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh iklim
tetapi juga oleh kemudahan bahan tersebut didapat dan pengolahan bahan. Pada saat
akan menentukan bahan bangunan , maka perlu dipikirkan: jenis penggunaan yang
umum dari bahan yang dipilih; persediaan bahan yang mumpuni baik di lokasi produksi,
lokasi bangunan dan transportasi; kemudahan kemungkinan penggantian bahan bila
diperlukan; kemudahan pengerjaan oleh tenaga setempat. Disamping itu harus
diperhatikan juga pemilihan warna, sifat dan densitas (kerapatan) bahan. Harus diingat
warna gelap bersifat penyerapan, sedang warna muda kearah putih akan memantulkan
sebagian radiasi cahaya matahari. Demikian juga dengan bahan yang berpori akan lebih
‘bernapas’ dibanding dengan bahan yang solit. (Georg, 1980)

436
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

Dari kegiatan keseharian pada gedung yang digunakan untuk umum (kantor,
sekolah, dan sebagainya) listrik yang terbesar digunakan untuk energy penghawaan
buatan (AC). Karena AC membutuhkan energy listrik yang relative besar, AC berfungsi
untuk menyamankan tubuh manusia agar supaya dapat beraktivitas dengan maksimal.
Dari hasil audit energi pada bangunan yang pernah dilakukan di Indonesia, terdapat
komponen terbesar pada sistem pengkondisian udara (58%) dari seluruh tenaga listrik
yang digunakan, pencahayaan 15%, lift 15%, peralatan kantor 10%, pompa air 2%.
(Soegijanto, 1999). Maka untuk penghematan energi di dalam gedung diutamakan pada
optimasi sistim tata udara.
Apabila bangunan gedung sudah tidak dapat lagi bergantung pada orientasi yang
ideal yaitu Utara dan Selatan, maka dibutuhkan elemen tambahan untuk mengurangi
radiasi cahaya matahari. Elemen tambahan ini dapat berupa elemen berlubang untuk
aliran udara yaitu pintu, jendela dan lubang angin, untuk memasukan cahaya maka
digunakan material transparan (kaca). Kaca bening dapat memasukan cahaya secara
maksimal. Bila kaca buram, cahaya yang masuk akan dipendarkan sehingga cahaya
yang masuk akan lebih rendah (kurang terang). Untuk mengurangi panas cahaya
matahari yang masuk kedalam ruangan, maka dapat menggukan kaca dengan emisi
rendah, yaitu kaca yang mampu menembuskan cahaya dengan baik tetapi juga dapat
menahan panas dengan cara memantulkan kembali cahaya yang datang.(Mediastika,
2013).
Penggunaan selubung bangunan dapat mengurangi kinerja pendinginan dan
mendapatkan kenyamanan termal pada 250C dari 310C di gedung tinggi pada iklim tropis
lembab (Seyedehzahra Mirrahimi; Mohd FaridMohamed; Lim ChinHaw;Nik Lukman
NikIbrahim;Wardah Fatimah MohammadYusoff; ArdalanAflakia, 2016). Disamping itu
kombinasi selubung dan jendela, dapat penurunan kebutuhan energi hingga 20% sampai
40%(Graci, 2016). Selubung bangunan jenis horisontal, vertikal, dan kisi-kisi akan
mengurangi radiasi matahari, berarti mengurangi beban pendingin (Baek & Park, 2016;
Jinkyun Choa; Changwoo Yoob; Yundeok Kim, 2014; Kusumawati M., 2016) pada
orientasi timur, barat dan selatan (Aldawoud, 2013). Selubung jenis egg-crate sebagai
perangkat shading yang paling cocok untuk orientasi bangunan menghadap utara dan
selatan, dan teritis horisontal dengan miring 30° ke bawah untuk orientasi fasad
menghadap timur dan barat (Kian Jon Chua; Siaw Kiang Chou, 2010). Pendapat lain
menyatakan selubung bangunan diagonal lebih baik dari pada vertical dan egg-crate
dalam menurunkan suhu ruangan (Ahmed A. Y Freewan, 2011)

Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan karakter elemen pembayang
(shading device) dan jenis material bangunan yang dapat mempengaruhi terbentuknya
disain selubung bangunan. Untuk mendapatkan bentuk dan jenis selubung bangunan,
maka terlebih dahulu harus mengumpulkan data lapangan misalnya dimensi bangunan
berupa denah, tampak dan potongan, jenis dan material elemen yang terdapat pada
bangunan tersebut dan karakter material tersebut. Pada penelitian kali ini menggunkan
studi kasus salah satu gedung di Kampus A Universitas Trisakti.
Untuk mendapatkan bentuk dan jenis selubung bangunan, terlebih dahulu harus
menghitung nilai besaran energy dengan rumus Nilai Perpindahan Termal Menyeluruh –
Overall Thermal Transfer Value (OTTV) untuk setiap bidang dinding luar gedung dengan
pertimbangan orientasi tertentu, harus dihitung dengan persamaan sebagai berikut:(BSN,
2011).

437
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

OTTV= α[(Uwx(1-WWR)xTDek]+(UfxWWRx∆T)+(SCxWWRxSF)

Nilai konduksi melalui dinding massif, dengan rumus:α[(Uwx(1-WWR)xTDek]


Nilai konduksi melalui jendela, dengan rumus:(UfxWWRx∆T)
Nilai radiasi panas matahari melalui jendela, dengan rumus:(SCxWWRxSF)

OTTV = nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki orientasi
tertentu (W/M2)
Α = abstortans radiasi matahari
Uw = transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/M2.K)
WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi
tertentu
TDek = beda temperature ekuivalen (K)
SF = factor radiasi matahari (W/M2)
SC = koefisien peneduh dari system fenetrasi
Uf = transmitans termal fenetrasi (W/M2.K)
∆T = beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam (5K)

Untuk menghitung OTTV seluruh dinding luar, digunakan persamaan :


OTTV= (A01xOTTV1)+(A02xOTTV2)+……..+(A0ixOTTVi)
A01+A02+…A0i

Hasil
Kompleks gedung kampus Universitas Trisakti terdiri dari gedung A, B, C, D, E, F,
G, H, I, K, L, M, N, O, P dan masa bangunan penunjang terdiri dari: mesjid, koperasi
mahasiswa, kantor pos, tugu, dan fasilitas parkir, plaza, taman serta ruang aktifitas
luar.Gedung C diambil sebagai sampel untuk mewakili blok bangunan yang lain. Gedung
tersebut berbentuk segi empat dengan ketinggian 9 lantai dan satu lantai basement,
tinggi perlantai 4.00 meter, luas perlantai 35.00Mx36.00M. Gedung HREM terdiri dari
ruang perkuliahan, laboratorium, studio, ruang administrasi, ruang sekretariat jurusan,
ruang dosen, ruang-ruang kantor pimpinan, perpustakaan, ruang kemahasiswaan FTSP,
beserta ruang-ruang pelengkap. Orientasi gedung menurut bukaan adalah Barat - Timur,
posisi blok bangunan ini sejajar dengan sumbu mata angin. Bidang bukaan bangunan
berada pada keempat sisi, sisi utara, selatan, barat dan timur, dengan penyelesaian
(finishing) bahan jendela kaca yang dapat dibukadan kaca mati. Selain bukaan keempat
sisi dikomposisikan dengan bidang massif dan struktur bracingyang diperlihatkan sebagai
elemen estetika. Bukaan dilengkapi dengan shading device (berupa kisi-kisi) terbuat dari
aluminium berwarna abu-abu, dan teritis horizontal terbuat dari dak beton dengan lebar
1.30 meter. Gedung ini menggunakan pengkondisian udara buatan untuk seluruh
ruangan.

Data gedung C, Kampus A Universitas Trisakti

Gambar 1. Denah perimeter Gedung C


Gambar 2. Selubung tanpa &
dengan lamela

438
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

Gedung C berlantai sembilan, tinggi lantai ke lantai 4.00 M, tinggi lantai ke plafon
2.85 M, lebar bukaan lebih beragam berkisar 28.25 M sampai 39.00 M, kecuali pada
lantai satusisi Utara lebar bukaan hanya 8.25 M. Luas bukaan berkisar 80.51 M2 sampai
dengan 111.15 M2, hanya bagian Utara yang paling sempit 23.51 M2. Luas selubung kaca
40.50 M2 sampai dengan 56.70 M2, selubung masif 38.00 M2 sampai dengan 54.45M2.

Data dasar untuk menghitung OTTV gedung C, menggunakan ketentuan SNI


6389: 2011 Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung’. Indonesia.I
(BSN, 2011):
Sebelum menghitung OTTV, harus memperhatikan jenis bahan bangunan yang
digunakan (eksisting), kemudian beberapa jenis material yang akan digunakan untuk
mendapatkan nilai OTTV maksimal 35 Watt/M2. Kemudian berturut-turut siapkan referensi
berupa beberapa tabel dari SNI 6389:2011:
Untuk menghitung harga transmitan termal (U) dibutuhkan
 Tabel nilai R lapisan udara permukaan dinding dan atap.
 Tabel nilai R lapisan rongga udara
 Tabel nilai thermal conductivity values (K values) yang tergantung dari densitas bahan
bangunan
Untuk menghitung OTTV dibutuhkan tabel:
 Tabel α absorbtansi matahari untuk bahan dinding luar dan cat permukaan
 ΔT beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan dalam (SNI-ditentukan 5 K)
 Tabel Tdek (beda temperatur ekuivalen untuk dinding) tergantung dari berat/satuan
luas
 Shading Coefficient (SC=SCk x SCeff), dimana SC adalah koefisien peneduh
fenetrasi; SCk= koefisien peneduh kaca (dari pabrik); Sceff= koefisien peneduh efektif
alat peneduh
 Tabel SF (solar factor) faktor radiasi matahari untuk berbagai orientasi
 Tabel shading coefficient horizontal/ vertical/ eggcrate

Material yang digunakan di gedung C adalah sebagai berikut:


Untuk dinding massif dengan batu bata diplester dan dicat warna putih agak mengkilat;
dinding transparan (kaca) menggunakan kaca bening tunggal (clear glass) 5 Mm #1.
Menggunakan beberapa alternatif kaca :al.1.Stopsol Supersilver Green SSGN 8mm (#1);
al.2. Stopsol Classic Green(CGN) 5mm (#1); al.3. Stopsol Classic Green(CGN) 8mm (#1)

Pembahasan
Dari Soegijanto,1999. Sistem pengkondisian udara buatan merupakan beban yang
terbesar (58%) menggunakan energy listrik. Dapat dilihat pada perhitungan OTTV
penggunaan listrik berkisar 1,068.84 W/M2 sampai dengan 2,597.54W/M2, padahal
gedung sudah dilengkapi dengan teritis horizontal sepanjang 1,30 M.(Ardiyanto, 2015)
Bangunan dengan orientasi Timur dan Barat akan lebih banyak mendapatkan
radiasi matahari dibanding Utara dan Selatan, bila tidak mungkin lagi bergantung pada
orientasi ideal yaitu Utara dan Selatan, maka perlu ditambahkan elemen lain untuk
mengurangi radiasi matahari Timur dan Barat. (Georg, 1980)(Mediastika, 2013). Gedun
C, hanya bagian Timur dan Barat yang menggunakan tambahan lamella (lihat gambar 1-
dan gambar 2 ) ternyata tidak hanya bagian timur- barat yang harus dapat perhatian
khusus, dari perhitungan OTTV masih lebih dari persyaratan SNI 35W/M2. Bahkan
kemudian diganti jenis kacanya dengan stopsol classic green 5mm#1, nilai OTTV tetap
masih tinggi.
Perbandingan dinding transparan (kaca) dengan dinding massif berkisar 50%
sampai dengan 54%. Hal tersebut menjadi riskan pada masalah radiasi panas cahaya
matahari yang masuk ke dalam gedung. Dari hasil perhitungan OTTV, didapat bahwa
apabila gedung C (lihat gambar 1) tidak menggunakan tambahan teritis lamella (lihat
gambar 2), maka menghasilkan nilai OTTV yang sangat tinggi, setiap lantai memiliki nilai

439
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

jauh lebih besar dari 35 W/M2 syarat dari SNI (BSN, 2011). Jumlah OTTV sisi menghadap
Utara sebesar 639.73 W/M2, Selatan 507.41 W/M2, Timur 553.76 W/M2, Barat 896 W/M2.
Total nilai OTTV gedung 2,597.54 W/M2.
Apabila menggunakan tambahan teritis lamella di sisi Timur dan Barat (lihat
gambar 2), maka nilai OTTV didapat masih lebih tinggi dari 35 W/M2. Yang tertinggi
dicapai pada sisi Selatan di lantai satu (73.20 W/M2), dan disemua sisi Utara (71 W/M2).
Jumlah OTTV sisi menghadap Utara sebesar 639.73 W/M2, Selatan 507.41 W/M2, Timur
339.26 W/M2, Barat 482.95 W/M2. Total nilai OTTV gedung 1,969.35 W/M2
Dicoba lagi dengan menggunakan tambahan teritis lamella di sisi Timur dan Barat
(lihat gambar 2) dengan mengganti jenis kaca alternative 1, maka nilai OTTV didapat
masih lebih tinggi dari 35 W/M2, kecuali pada sisi Timur 28.20 W/M2. Yang tertinggi
dicapai pada sisi Selatan di lantai satu (48.20 W/M2), dan disemua sisi Utara (45.90
W/M2). Jumlah OTTV sisi menghadap Utara 409.50 W/M2, Selatan 340.95 W/M2, Timur
254.53 W/M2, Barat 321.99 W/M2. Total nilai OTTV gedung 1,326.97 W/M2
Bila menggunakan tambahan teritis lamella di sisi Timur dan Barat (lihat gambar 2)
dengan mengganti jenis kaca alternative 2- stopsol classic green 5mm#1, maka nilai
OTTV didapat masih lebih tinggi dari 35 W/M2, kecuali pada sisi Timur 27.90 W/M2. Yang
tertinggi dicapai pada sisi Selatan di lantai satu (47.00 W/M2), dan disemua sisi Utara
(44.50 W/M2). Jumlah OTTV sisi menghadap Utara 397.48 W/M2, Selatan 332.90 W/M2,
Timur 251.62 W/M2, Barat 313.94 W/M2. Total nilai OTTV gedung 1,295.94 W/M2
Dengan menggunakan tambahan teritis lamella pada keempat sisi Utara,
Selatan,Timur dan Barat (lihat gambar 2) dengan jenis kaca alternative 2- stopsol classic
green 5mm#1, maka nilai OTTV didapat masih lebih tinggi sedikit dari 35 W/M2, pada
lantai satu sisi Selatan 35.63 W/M2, dan hampir disemua sisi Barat (38.20 W/M2). Jumlah
OTTV sisi menghadap Utara 293.96 W/M2, Selatan 258.28 W/M2, Timur 251.62 W/M2,
Barat 313.94 W/M2. Total nilai OTTV gedung 1,117.79 W/M2
Karena belum didapat nilai OTTV yang dipersyaratkan maksimum 35 W/M2,
jikamenggunakan tambahan teritis lamella (lihat gambar 2) pada keempat sisi Utara,
Selatan,Timur dan Barat dengan jenis kaca alternative 3- stopsol classic green 8mm#1,
maka nilai OTTV didapat pada lantai satu sisi Selatan 33.38 W/M2, dan hampir disemua
sisi Barat (35.00 W/M2). Jumlah OTTV sisi menghadap Utara 289.54 W/M2, Selatan
254.01 W/M2, Timur 237.06 W/M2, Barat 288.23 W/M2. Total nilai OTTV gedung 1,068.84
W/M2. Dari percobaan awal yaitu selubung tanpa peneduh sampai dengan selubung
dengan peneduh horizontal dan lamella pada keempat sisinya, maka energy yang dapat
dihemat sebesar 59%.

Kesimpulan
Apabila sudah mendapatkan nilai transfer panas yang diinginkan ≤ 35 W/m2, perlu
juga mempertimbangkan material kaca yang digunakan karena pada percobaan
penggunaan kaca alternative 3 (tiga)-stopsol classic green 8mm#, artinya tebal kaca
mencapai 8.00 mm relative tebal/berat digunakan pada daun jendela di gedung C. Kaca
dengan ketebalan 8.00 mm digunakan jika ditanam sebagai kaca mati atau dijepit dengan
logam. Tetapi pada penelitian ini, aspek stuktur kostruksi tidak dibahas.
Dari hasil perhitungan maka jelaslah bahwa diperlukan disain yang tepat pada
bentuk dan jenis selubung, dan perlunya mempertimbangkan penggunanan material yang
tepat untuk mendapatkan nilai transfer panas kedalam bangunan (OTTV) agar membantu
meminimalkan kebutuhan energi pengkondisian udara buatan (AC). Diperlukan penelitian
yang lebih mendalam untuk mengetahui dan mendapatkan disain selubung bangunan
yang tepat pada iklim tropis lembab.

Ucapan Terima Kasih


Kami ucapkan terima kasih kepada Universitas Trisakti, yang telah memberikan
kesempatan untuk menempuh program studi S3 pada Program Doktor Teknik Arsitektur
dan Perkotaan di Universitas Diponegoro – Semarang.

440
Seminar Nasional Cendekiawan ke 4 Tahun 2018 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1: ”Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap“ ISSN (E) : 2540 - 7589

Daftar Pustaka
Ahmed A. Y Freewan. (2011). Improving Thermal Performance Of Offices In JUST Using
Fixed Shading Device.
Aldawoud, A. (2013). Conventional fixed shading devices in comparison to an
electrochromic glazing system in hot, dry climate. Energy and Buildings, 59, 104–
110. https://doi.org/10.1016/j.enbuild.2012.12.031
Ardiyanto, A. (2015). Strategi Arsitektural Dalam Penentuan Kinerja Termal Paoa
Bangunan Kantor Kolonial Semarang. UGM.
Baek, S., & Park, J. C. (2016). Fundamental Study on the Optimal Design of a Folding
Shading Device : Solar Radiation Model & Potential Cooling Load Saving focusing
on analyzing the effects of cooling load reduction through computer simulation for
the system, (May), 335–341.
Bellia, L., Marino, C., Minichiello, F., & Pedace, A. (2014). An overview on solar shading
systems for buildings. Energy Procedia, 62, 309–317.
https://doi.org/10.1016/j.egypro.2014.12.392
BSN. (2011). SNI 6389: 2011- Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan
Gedung. Indonesia.
Georg, L. (1980). Bangunan Tropis (edisi ke 2). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Graci, S. (2016). Innovative Integrated Solutions For The Reduction Of The Energy
Demand And For The Development Of The Renewable Resources In Residential
Buildings. Università Degli Studi Di Padova.
Jinkyun Choa; Changwoo Yoob; Yundeok Kim. (2014). Viability of exterior shading
devices for high-rise residential buildings: Case study for cooling energy saving and
economic feasibility analysis. Energy and Buildings, 82, 771–785.
Karyono, T. H. (2010). Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau Di
Indonesia. Rajawali Pers.
Kian Jon Chua; Siaw Kiang Chou. (2010). Evaluating the performance of shading devices
and glazing types to promote energy efficiency of residential buildings. Building
Simulation, 3, 181–194.
Kusumawati M., L. (2016). Shading Device Design Based On Sun Potition And Indoor
Lighting Requirements. In International Seminar Livable Space Applying Local
Knowledge for Livable Space (pp. 193–198). Jakarta: Dept.of Architecture, Faculty
of Civil Engineering and Planing, Trisakti University. https://doi.org/isbn: 978-602-
9462-82-8
Mediastika, C. E. (2013). Hemat Energi & Lestari Lingkungan melalui Bangunan (ed. 1).
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Seyedehzahra Mirrahimi; Mohd FaridMohamed; Lim ChinHaw;Nik Lukman
NikIbrahim;Wardah Fatimah MohammadYusoff; ArdalanAflakia. (2016). The effect
of building envelope on the thermal comfort and energy saving for high-rise
buildings in hot–humid climate. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 53,
1508–1519.
Soegijanto. (1999). Bangunan di Indonesia Dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari
Aspek Fisika Bangunan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

441

Anda mungkin juga menyukai