Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara jamur

dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau

lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan

endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa yang intraseluler yaitu hifa yang

menembus ke dalam korteks dari satu sel kesel yang lain (Manan, 1993). Diantara

sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabang-cabang

yang

disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang berbentuk oval

disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit antara jamur

dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi bahwa

telah terjadi infeksi pada akar tanaman (Scannerini dan Bonfante-Fosolo, 1983

dalam Delvian, 2003), sedangkan vesikula merupakan organ penyimpan makanan

dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif). Selanjutnya dikatakan bahwa

seluruh endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora, Glomus,

Sclerocystis dan Acaulospora mampu membentuk arbuskula. Anatomi sederhana

dapat dilihat pada Gambar 1.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Penampang longitudinal akar yang terinfeksi fungi mikoriza
(Brundrett
et al., 1994)

Vesikula menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk globosa dan

berasal dari menggelembungnya hifa internal dari fungi mikoriza. Vesikula

ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua

fungi mikoriza membentuk vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan

Scutellospora. Banyak pendapat tentang fungsi dari vesikula ini, yaitu sebagai

organ reproduksi atau organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan

makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel (Delvian, 2003).

Ciri utama arbuskula mikoriza adalah terdapatnya arbuskula di dalam

korteks akar. Awalnya fungi tumbuh di antara sel-sel korteks, kemudian

Universitas Sumatera Utara


menembus dinding sel inang dan berkembang di dalam sel (Brundrett et al.,1996).

Perkembangan dan taksonomi mikoriza dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan

klasifikasi fungi mikoriza menurut INVAM (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2. Filogeni perkembangan dan taksonomi ordo Glomeromycota


(INVAM,
2009)

Tabel 1. Klasifikasi fungi mikoriza arbuskula

Ordo Sub Ordo Famili Genus


Glomeromycota Glomineae Glomaceae Glomus
Acaulosporaceae Acaulosporae
Entrophospora
Archaeosporaceae Archaeospora
Paraglomaceae Paraglomus
Gigasporineae Gigasporaceae Gigaspora
Scutellospora
Sumber INVAM 2009

Universitas Sumatera Utara


2.2 Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

Adanya fungi mikoriza sangat penting bagi ketersediaan unsur hara seperti

P, Mg, K, Fe dan Mn untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi melalui

pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar

terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air.

Akar tanaman bermikoriza ternyata meningkatkan penyerapan seng dan sulfur

dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza (Abbot dan

Robson 1984). Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi

tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang

subur peran fungi ini tidak begitu nyata (Setiadi, 2001; Lakitan, 2000).

Menurut Siradz et al., (2007), hampir semua tanaman asli lahan pantai

terinfeksi oleh fungi mikoriza. Hubungan antara jumlah spora dengan

pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan positif dalam hal menyerap unsur

hara. Hubungan yang positif tersebut cukup memberikan indikasi yang jelas

tentang peluang penggunaan fungi mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat

tanah.

Menurut Marx (1982), akar tanaman yang terbungkus oleh fungi mikoriza

menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi

patogen terhambat, disamping itu fungi mikoriza menggunakan semua kelebihan

dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi

pertumbuhan patogen.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Distribusi dan Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif

miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran

pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar

merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan

mentransferkan ke tanaman, sedangkan penyebaran pasif dapat dilakukan oleh

beberapa hewan dan juga angin (Setiadi, 2001). Penyebaran fungi mikoriza

melalui inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi

meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman

spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi

lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus (Baon,

1998), begitu juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan

cenderung liat hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir

genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Sebaran

kedua genus tersebut ternyata berkebalikan apabila ditinjau posisinya dari garis

pantai. Kepadatan populasi Acaulospora meningkat sejalan dengan jarak dari

garis pantai, artinya makin jauh dari garis pantai populasi Acaulospora makin

tinggi. Kecenderungan sebaliknya diperlihatkan oleh Gigaspora yang makin jauh

dari garis pantai populasinya semakin menurun (Siradz et al., 2007).

Menurut Moreira (2007), pada ekosistem hutan asli Acaulospora

mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi, selain itu ditemukan juga

Universitas Sumatera Utara


Glomus macrocarpum yang menunjukkan jumlah spora yang paling banyak,

sedangkan daerah yang dihutankan kembali jenis yang paling banyak adalah

Glomus macrocarpum dan Archeospora gerdemanni. Jenis-jenis ini

menyesuaikan diri pada lingkungan dan menunjukkan toleransi yang tinggi dan

adaptasi yang berbeda.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan spora FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan

seperti :

1. Cahaya

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang

cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon

tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya

hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang

berakibat terbatasnya perkembangan eksternal hifa pada rizosfer (Setiadi, 2001).

2. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora,

penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu

juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin

besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan

Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula

Universitas Sumatera Utara


yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–

34oC, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35oC.

3. Kandungan air tanah

Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak

langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara

langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas

serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal

menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah,

kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama

berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi

yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum

dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air. Glomus

epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air di antara

kapasitas lapang dan kandungan air jenuh.

4. pH Tanah

Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah.

Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH

tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan,

perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan

Nieman, 1978).

pH optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda

tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. pH dapat

Universitas Sumatera Utara


berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam

perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada

tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar

pada pH 6-9. Spora Gigaspora coralloidea

dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah

dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada

pH 6-8.

5. Bahan organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting

disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan

bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah

yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan

organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).

6. Logam berat dan unsur lain

Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi

perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu

beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies

mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain

diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan

Mn, Al, dan Na yang tinggi. (Janouskuva et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula dalam Tanah Salin

Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan

tanaman

adalah salinitas tanah. Tanah bersalinitas tinggi biasanya banyak ditemukan di

daerah mangrove dan hutan pantai. Pengaruh salinitas paling umum adalah

terhambatnya pertumbuhan tanaman. Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah

menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi tanaman dengan

metabolisme yang abnormal akibat kandungan garam di jaringan tanaman, selain

itu terjadi penurunan potensial osmotik tanah sehingga menyulitkan penyerapan

air dan hara bagi tanaman, merusak kloroplas dan mengganggu proses fotosintesis

yang akhirnya menekan pertumbuhan dan produksi tanaman (Khattak et al.,

1991).

Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah di daerah perakaran tanaman

menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan berkurangnya ketersediaan unsur

kalium bagi tanaman (Bernstein, 1981 dalam Delvian, 2003). Untuk mengetahui

bagaimana pengaruh salinitas terhadap pembentukan fungi mikoriza perlu

diketahui bagaimana pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman inang.

Beberapa studi menyimpulkan bahwa pembentukan fungi mikoriza menurun

dengan bertambahnya salinitas tanah. Peningkatan level salinitas tanah

menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan tajuk sehingga mengakibatkan

penurunan area fotosintesis pada tanaman (Hirrel dan Gerderman, 1980 dalam

Delvian, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Ruiz-Lozano dan Azcoon, (2000), dikemukakan bahwa fungi

mikoriza seperti Glomus sp mampu hidup dan berkembang pada kondisi salinitas

yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungi mikoriza dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada habitat salin. Tanaman

bawang merah yang diinokulasikan dengan fungi mikoriza dari spesies Glomus

ternyata memiliki berat bulbus dan bobot kering bawang serta total serapan hara

yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasikan baik

pada tingkat salinitas rendah (-0,06 Mpa), sedang (-0,20 Mpa) dan tinggi (-0,4

Mpa). Namun demikian infeksi fungi mikoriza cenderung menurun secara linier

dengan meningkatnya salinitas (Gusmeizal, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai