Alfred
e-Mail : alfredpemikir@gmail.com
Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi UNAND Padang
65
66 Jurnal Al-Aqidah, Volume 10, Edisi 2, Desember 2018
dengan Islamisasi tersebut akan model pengetahuan baru yang utuh dan
terlahirlah keamanan, kebaikan, integral tanpa pemisahan di antaranya.8
6
keadilan dan kekuatan iman. Dalam beberapa hal, antara Al-
Al-Faruqi menjelaskan bahwa Attas dengan Al-Faruqi mempunyai
Islamisasi Sains Pengetahuan baginya kesamaan pandangan, seperti pada
adalah usaha "untuk mendefinisikan tataran epistemologi mereka sepakat
kembali, menyusun ulang data, bahwa sains tidak bebas nilai (value
memikirkan kembali argumen dan free) tetapi terikat (value
rasionalisasi yang berkaitan dengan bound) dengan nilai-nilai yang diyakini
data itu, menilai kembali kesimpulan kebenarannya.9 Mereka juga
dan tafsiran, memproyeksikan kembali sependapat bahwa sains mempunyai
tujuan-tujuan dan melakukan semua itu
sedemikian rupa sehingga disiplin- 8
Al-Faruqi dalam Rosnani Hashim,
disiplin ini memperkaya wawasan Ibid, h. 98.
9
Sampai saat ini masih menjadi
Islam dan bermanfaat bagi cause (cita- perdebatan hangat di kalangan para sainswan
cita).7 Untuk mendaratkan gagasannya tentang netralitas sains, satu pihak
tentang Islamisasi Sains, Al-Faruqi berpandangan bahwa sains itu netral dengan
pengertian ia tidak memihak pada kebaikan dan
meletakkan "prinsip tauhid" sebagai juga tidak pada kejahatan karena itulah sering
kerangka pemikiran, dan cara hidup juga disebut bebas nilai (value
free), pandangan yang demikian berkembang
Islam. Prinsip tauhid ini dikembangkan
luas di Barat dan sebagian dunia Islam. Di
oleh Al-Faruqi menjadi lima macam pihak lain berpandangan bahwa sains itu tidak
kesatuan, yaitu, kesatuan Tuhan, bebas nilai (value bound), ia terikat dengan
nilai-nilai, baik itu dari budaya maupun agama.
kesatuan ciptaan, kesatuan kebenaran Perbedaan pandangan ini akan membawa
dan Pengetahuan, kesatuan kehidupan, implikasi yang luas terhadap kehidupan umat
dan kesatuan kemanusiaan. Secara manusia, jika sains itu netral, maka tidak akan
ada hambatan bagi peneliti dalam memilih dan
umum, Islamisasi tersebut menetapkan objek tulisan, cara meneliti
dimaksudkan untuk memberikan maupun tatkala menggunakan produk tulisan.
Jika tidak netral, maka peneliti akan dibatasi
respon positif terhadap realitas sains oleh nilai dalam hal-hal tersebut. Jika
pengetahuan modern yang sekularistik berpegang bahwa sains itu netral, bisa saja
dan Islam yang terlalu religius, dalam terjadi penyimpangan dan penyakahgunaan
hasil tulisan yang bisa merugikan umat
manusia, karena itu merupakan hal yang
bijaksana jika kita memihak pada paham
6
Syed Muhammad Naquib al-Attas bahwa sains itu tidak netral, danitu lebih sesuai
dalam Wan Mohd Nor Wan Daud, The dengan ajaran semua agama dan sesuai pula
Educational Philosophy and Practice of Syed dengan niatan para sainswan tatkala
Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan menciptakan teori sains. Hal seperti inilah yang
oleh Hamid Fahmy dkk,Filsafat dan Praktik diinginkan oleh para penggagas Islamisasi
Pendidikan Islam Syed M. Naquib al- sains pengetahuan agar umat Islam tidak
Attas (Bandung: Mizan, 1998), h. 336 terjerumus dalam kesalahan dan membuat
7
Al-Faruqi dalam Rosnani kerusakan di muka bumi ini. Lihat Penjelasan
Hashim, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Ahmad Tafsir, Filsafat Sains: Mengurai
Sejarah Perkembangan dan Arah Tujuan, Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
“Pemikiran dan Peradaban Islam” INSIST: Pengetahuan (Bandung: PT.Remaja Rosda
Jakarta, (Juli-September 2005), h. 36. karya, 2004), h. 46-49.
68 Jurnal Al-Aqidah, Volume 10, Edisi 2, Desember 2018
16
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Sains,
Ibid.
17 19
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Sains, Kuntowijoyo, Islam Sebagai Sains,(
Ibid. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006) Op. Cit. h.
18
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 11
20
2015, http://kbbi.web.id/paradigma diakses Kuntowijoyo, Islam Sebagai Sains,
pada 2 Juni 2015 Ibid. h, 12
72 Jurnal Al-Aqidah, Volume 10, Edisi 2, Desember 2018
tidak perlu gegabah memandang agama akan lenyap dan hanya menjadi
rendah dan menistakan sains-sains ritual semata.36
yang lahir dari pandangan hidup Barat. Sebagai contohnya, Kuntowijoyo
Kuntowijoyo ingin mengajak untuk mengambil ilustrasi dari Pragmatisme
menghormatinya dengan cara Amerika. Perkembangan sains dan
mengkritisi dan meneruskan perkembangan filosofisnya. Aliran
perjalanannya. Kuntowijoyo pragmatisme dalam sejarah filsafat
menganggap bahwa sains-sains yang Barat menganggap bahwa yang benar
lahir dari pandangan hidup Barat itu adalah what works yang dengan
sekarang ini sedang terjangkit krisis ( sendirinya bersifat antroposentris.
tidak dapat memecahkan banyak soal), Dalam sains-sains pragmatis,
mengalami kemandekan (tertutup pertimbangan benar dan salah secara
untuk alternatif-alternatif), dan penuh etis dan agama tidak ada, semuanya
bias sana-sini (filosofis, keagamaan, benar, asal jalan. Maka, pragmatisme
peradaban, etnis, ekonomis, politis, bukan saja menghendaki pemisahan
gender). Dengan tekad seperti itu perilaku dari agama tapi lebih jauh dari
Kuntowijoyo berketetapan hati itu. Pragmatisme berkembang menjadi
memulai gerakan sains-sains suatu keyakinan yaitu sekularisme.37
integralistik. Kuntowijoyo tidak Keterangan Kuntowijoyo
berambisi mengganti sains-sains terhadap alur pertumbuhan sains-sains
sekuler, tapi dengan kerendahan hati seperti berikut :
yang proposional Kuntowijoyo sekedar Filsafat
ingin berada bersama sains sekuler Antroposentrismediferensiasi
(Barat dan Marxistis). 35 sains sekuler 38
Sekularisme muncul karena Filsafat.
klaim yang berlebihan dari sains. Juga Maksud kuntowijoyo disini
muncul karena antroposentrisme dan bukanlah mengklaim
diferensiasi pemikiran dunia sekuler filsafat secara keseluruhan
diramalkan oleh sains sebagai masa dalam menyebabkan
depan manusia. Kalau dahulu terjadinya krisis dalam
antroposentrisme dan diferensiasi peradaban sains. Akan
terbatas dalam sains dan perilaku, tetapi pandangan hidup
sekarang ini sekularisme telah menjadi Barat dengan isme-nya
aliran pemikiran, menggantikan salah satunya yaitu
keyakinan agama. Seluruh kehidupan rasionalisme yang menolak
diyakini menjadi sekuler. Bahkan
36
Kuntowijoyo, Islam Sebagai
Sains,Ibid.
37
Kuntowijoyo, Islam Sebagai
Sains,Ibid, h. 51
35 38
Lihat Kuntowijoyo, Islam Sebagai Kuntowijoyo, Islam Sebagai
Sains, Ibid. h. 50 Sains,Ibid,
76 Jurnal Al-Aqidah, Volume 10, Edisi 2, Desember 2018
Dengan sains sosial profetik, kita juga universalisasi sains pengetahuan dan
melakukan re-orientasi terhadap teknologi seperti yang terjadi dewasa
epistemologi, yaitu reorientasi terhadap ini, kita harus membuka diri terhadap
mode of thought dan mode of inquiry, seluruh warisan peradaban.51
bahwa sumber sains pengetahuan itu Menurut hemat penulis, Sains
tidak hanya dari rasio dan empiri tapi Sosial Profetik Kuntowijoyo memiliki
juga dari wahyu.50 relevansi dan keterkaitan langsung
Dari gagasan Sains Sosial dengan pendidikan Islam. Mengingat
Profetik ini, sesungguhnya tidak perlu nilai humanisasi berusaha untuk
mengidap kekhawatiran yang membentuk pribadi seseorang sebagai
berlebihan terhadap dominasi sains manusia yang sangat dipengaruhi oleh
Barat dewasa ini. Batapapun, dalam bagaimana ia mendapat pendidikan.
proses theory-building, kita memang Maka pendidikan hendaknya
tidak dapat menghindarkan diselenggarakan dalam kondisi yang
peminjaman dari dan sintesis dengan humanis, berkaitan dengan
khazanah sains Barat. Islamisasi sains pembentukan sikap, akhlak dan
pengetahuan dengan proses kepribadian seseorang. Relevansi
peminjaman dan sintesis ini tidak perlu liberasi juga erat kaitannya dengan
dikhawatirkan sebagai westernisasi pendidikan. Karena di dalamnya
Islam, sebagaimana yang secara vokal mengandung pembebasan, sementara
dikemukakan oleh Ziaduddin Sardar. pendidikan-pun menuntut pembebasan
Tanpa harus mengecilkan arti analisis- untuk dapat membuka cakrawala
analisisnya yang fundamental pemikiran.
mengenai imperialisme epistemologi Selanjutnya transendensi dalam
dan subordinasi Islam pada pandangan proses pendidikan, diartikan sebagai
dunia Barat, agaknya sikap terbaik kesadaran diri untuk berusaha
yang dapat kita ambil adalah bahwa mencapai derajat yang lebih tinggi dan
kita hanya boleh menganggap itu lebih baik. Senada dengan itu,
sebagai warning system, Akan sangat pencapaian yang lebih baik juga
tidak realitis jika kita memandang diharapkan dengan penerapan ketiga
pengaruh-pengaruh Barat dalam hal nilai Sains Sosial Profetik ke dalam
Islamisasi Sains ini pada perspektif Pendidikan Islam, yang akan
yang dikotomis. Sekalipun pada tujuan melahirkan pendidikan Islam Profetis.
finalnya kita memang harus terus Melalui Pendidikan Islam Profetik,
berusaha untuk mendekati cita-cita diharapkan pendidikan Islam tidak
yang otentik karena kita yakin bahwa sekedar menekankan pengetahuan
Islam merupakan suatu alternatif, akan tekstual belaka, tetapi kontekstual dan
tetapi dalam proses globalisasi dan transformatif, yang mampu
50 51
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Kuntowijoyo, Islam Sebagai
Sains, Op. Cit. h. 88 Sains, Ibid
Alfred, hubungan Sains dan Agama Prespektif Kuntowijoyo…. 81