Anda di halaman 1dari 28

adriana ners

Jumat, 30 Desember 2011

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

I.    KONSEP DASAR

A.    Defenisi 

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan

(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya

obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat

melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas

dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini

diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,

dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)

Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara

anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian

bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.

Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory

tract)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

B.     Klasifikasi

Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:

1.      Infeksi saluran pernafasan bagian atas.

Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.

2.      Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.

Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan

alveolus paru-paru.

Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga

golongan yaitu (Suyudi, 2002) :

1.      ISPA Ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai

berikut:

a.       Batuk.

b.      Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada

waktu berbicara atau menangis).

c.       Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d.      Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan

punggung tangan terasa panas.

2.      Gejala ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA

ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :


a.       Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau

lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.

b.      Suhu lebih dari 390C.

c.       Tenggorokan berwarna merah

d.      Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak

e.       Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f.       Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.

g.      Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

3.      Gejala ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau

sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:

a.       Bibir atau kulit membiru

b.      Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas

c.       Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun

d.      Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah

e.       Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah

f.       Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas

g.      Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba

h.      Tenggorokan berwarna merah

C.     Etiologi 

1.      Virus Utama :
         ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus

         ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus

2.      Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus

aureus
3.      Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :

Mycoplasma pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah

sebagai berikut:

1.      Faktor host (diri)

a.       Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah

3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang

lebih lanjut (Koch et al, 2003).

b.      Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang

menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin

tertentu.

Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka

kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark

(Koch et al, 2003)

c.       Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal,

kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan

predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun

dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang

terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam

mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

d.      Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan

dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai

dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat

memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et

al, 2003).

e.       Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya,

daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi

mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

f.       Pemberian air susu ibu (ASI) 

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan

pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi

tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya

beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. 

ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel

imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan,

1994).

2.      Faktor lingkungan

a.       Rumah 

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat

berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,

perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan

sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989). 

Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi

menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark

(Koch et al, 2003).

b.      Kepadatan hunian (crowded)


Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan

masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et

al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara

bermakna prevalensi ISPA berat.

c.       Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang

rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi

status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden

ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat

dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).

d.      Kebiasaan merokok 

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan

terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak

merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2

kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)

e.       Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan

lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik

secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek

pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah

dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah

pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara

rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan

kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa

SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran


tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak

menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara

sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah

yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di

Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).

D.    Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan

tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia

yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke

arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks

tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering

(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan

menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada

dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi

noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk

(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang

paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.

Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang

merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi

bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran

pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan

staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,

1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah

banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya

fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian

menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran

nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang

lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa

menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder

bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang

biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya

infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia

bakteri (Shann, 1985).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek

imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas

yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik

pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan

limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas

berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas

sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA

(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas

(Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi

empat tahap, yaitu:

1.      Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan

reaksi apa-apa.

2.      Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi

lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah

rendah.
3.      Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala

demam dan batuk.

4.      Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,

sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat

pneumonia.

E.     Manifestasi Klinik

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya

obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran

pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau

minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

Tanda dan gejala yang muncul ialah:

1.      Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi.

Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2.      Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,

biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri

kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan

brudzinski.

3.      Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan

menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.

4.      Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi

tersebut mengalami sakit.

5.      Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran

pernafasan akibat infeksi virus.

6.      Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya

lymphadenitis mesenteric.

7.      Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih

mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.


8.      Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,

mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran

pernafasan.

9.      Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya

suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)

F.      Pemeriksaan Diagnostik

Pengkajian terutama pada jalan nafas:

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta

irama dari pernafasan.

1.      Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2.      Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita

amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3.      Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya

bersin.

4.      Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5.      Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati

adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

1.      pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan

kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,

2.      Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai

dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya

thrombositopenia, dan

3.      Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

G.    Diagnosis Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding

yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit

diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana.

Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan

darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus

manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akut yang sering disertai

dengan muntah.

H.    Pencegahan ISPA

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:

1.      Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik

a.       Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang

paling baik untuk bayi.

b.      Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.

c.       Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung

cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.

d.      Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat

di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari

kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.

e.       Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah

beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang

menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)

2.      Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi

Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan

imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya

dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah

infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).


3.      Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan

penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan

menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya

memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).

4.      Pengobatan Segera

Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan

makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman

dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna,

pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus

segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)

I.       Pengobatan Pada Ispa

1.      ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di

beri oksigen dan sebagainya

2.      ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol,

jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin

3.      ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,

untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak

mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu

parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan

tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah

bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss

dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Perawatan Dirumah 

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang

menderita ISPA.
1.      Mengatasi panas (demam) 

Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan

parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus

segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan

diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan

pada air (tidak perlu air es). 

2.      Mengatasi batuk 

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk

nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan

tiga kali sehari.

3.      Pemberian makanan 

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu

lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang

menyusu tetap diteruskan.

4.      Pemberian minuman 

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari

biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan

menambah parah sakit yang diderita. 

5.      Lain-lainnya 

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,

lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung , yang berguna

untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.

Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan

tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka

dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. 


J.       Pemberantasan Ispa

Yang Dilakukan Adalah :

1.      Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.

2.      Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

3.       Immunisasi

4.      Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA

K.    Komplikasi 

Adapun komplikasinya adalah 

1.      Meningitis 

2.      OMA

3.      Mastoiditis 

4.      Kematian 

L.     Prognosis 

Jika penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun, jika

penanganan lambat dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi yang

menyebabkan prognosis buruk

II.    KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian 

1.      Aktivitas/istirahat 

Gejala :
         Kelemahan, kelelelahan 

         Insomnia 

Tanda ;
         Letargi

         Penurunan toleransi terhadap aktivitas

2.      Sirkulasi 

Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis


Tanda :takikardia 

Penampilan kemerahan atau pucat 

3.      Integritas Ego

Gejala :
         Banyakya stressor, masalah finansial

4.      Makanan/Cairan 

Gejala :
         Kehilangan nafsu makan,mual/muntah

Tanda :
         ]Distensi abdomen

         Hiperaktif bunyi usus

         Kulit kering dengan turgor buruk

         Penampilan kakeksia(malnutrisi)

5.      Neurosensori

Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)

Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )

6.      Nyeri/kenyamanan 

Gejala : 
        sakit kepala 

        Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada

subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan

7.      Pernafasan 

Gejala :
         Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.

Tanda :
         Adanya sputum atau sekret

         Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi 


         Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang

bronkhial
         Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku

8.      Keamanan  

Gejala :
         Demam (mis :38,5-39,76oC)

Tanda :
         Berkeringat 

         Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau

varisela

9.      Penyuluhan/Pembelajaran

Tanda :
         Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah

         Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus 

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran

pernafasan, aadanya sekret 

2.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari

jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret

3.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi 

4.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,

hospitalisasi pada anak

5.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

6.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan

cairan 

7.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk


8.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake

inadekuat

9.      Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang

informasi

C.     Patofisiologi penyimpangan KDM


D.    Intervensi keperawatan

1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran

pernafasan, aadanya sekret 

Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan 

Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.

Intervensi:

a.       Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan

Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya

b.      Berikan posisi yang nyaman pada pasien

Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi

c.       Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.

Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi 

d.      Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.

Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi

e.       Kolaborasi 
         Pemberian oksigen

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen 


         Nebulizer 

Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret


         Pemberian obat bronchodilator

Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan


2.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari

jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.

Tujuan                     :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret 

Kriteria Hasil          : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara

napas bersih

Intervensi:

a.       Kaji bersihan jalan napas klien

Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya

b.      Auskultasi bunyi napas

Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas

c.       Berikan posisi yang nyaman 

Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying

position).

d.      Lakukan suction sesuai indikasi

Rasional: membantu mengeluarkan sekret

e.       Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat 

Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan

f.       Kolaborasi 
         Pemberian ekspectorant

Rasional : Untuk mengencerkan dahak


         Pemberian antibiotic

Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret

3.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi 

Tujuan                   :Nyeri terkontrol atau menghilang

Kriteria Hasil          :Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi

wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel

Intervensi                : 
a.       Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal

Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya

b.      Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat

Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan

c.       Berikan lingkungan yang nyaman 

Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat

d.      Kolaborasi 
         Pemberian antibiotik

Rasional: Mengobati infeksi


         Pemberian ekspectoran

Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk

4.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,

hospitalisasi pada anak

Tujuan                      :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping 

Kriteria Hasil          :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan

perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak 

Intervensi:

a.       Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan 

Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya

b.      Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi 

Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat

mengurangi kecemasan

c.       Berikan dukungan sesuai kebutuhan


Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif

d.      Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam

perawatan anaknya.

Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau langsung perkembangan

anaknya

e.       Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.

Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi kecemasan

5.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan       : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

KH              : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang

Intervensi :

a.       Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien

Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya

b.      Observasi tanda-tanda vital

Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan

selanjutnya.

c.       Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi

dan ketiak

Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi / perpindahan

panas dengan bahan perantara .

d.      Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral

sesuai indikasi

Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

e.       Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan

menyerap keringat.

f.       Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik

Rasional: Untuk mengontrol panas

6.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan

cairan 

Tujuan                   :Volume cairan tetap seimbang 

Kriteria Hasil         :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane

mukosa lembab, TTV dalam batas normal

Intervensi              : 

a.       Kaji tanda-tanda dehidrasi

Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya

b.      Observasi TTV

Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi

c.       Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral

Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang

d.      Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh 

Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang tua dalam tindakan

keperawatan

e.       Kolaborasi pemberian cairan parenteral 

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien

7.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk

Tujuan                    : Pola tidur kembali optimal 

Kriteria Hasil               :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat

tidur, klien nampak segar

Intervensi                   : 

a.       Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien


Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya

b.      Ciptakan lingkungan yang tenang

Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan klien tidak

nyaman untuk tidur

c.       Berikan bantal dan seprei yang bersih

Rasional: meningkatkan kenyamanan

d.      Kolaborasi 
         Pemberian obat sedatif

Rasional :membantu klien untuk istirahat


         Pemberian antibiotic

Rasional: Mengobati infeksi 

8.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake

inadekuat

Tujuan                   : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan

Kriteria Hasil            : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan

yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%

Intervensi                 :

a.       Kaji status nutrisi klien

Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya

b.      Timbang berat badan setiap hari

Rasional: Mengetahui perkembangan terapi

c.       Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering


Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

d.      Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat

Rasional: Meningkatkan nafsu makan

e.       Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses

kesembuhan

Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif keluarga dalam pemberian

tindakan

f.       Kolaborasi dengan bagian gizi

Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan

9.      Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang

informasi

Tujuan                      : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah

dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria Hasil          :Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti

tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam

proses perawatan

Intervensi : 

a.       Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya

Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya

b.      Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,

pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga

c.       Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah

sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai

Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat meningkatkan pemahaman keluarga


d.      Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum

dimengertinya

Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak  dijelaskan dan belum dimengerti oleh keluarga

E.     Evaluasi 

1.      Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal dan

meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.

2.      Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas yang

bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih

3.      Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi

wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel

4.      Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping

ditandai dengan orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan

kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam

perawatan anak 

5.      Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh dalam batan norma,

keluarga melaporkan anaknya tidak demam

6.      Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa

lembab, TTV dalam batas normal

7.      Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat tidur,

klien nampak segar

8.      Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang

diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%

9.      Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti tentang

penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan
DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.

yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II   book 1.

USA: CV. Mosby-Year book. Inc

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta


Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif

Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Diposkan oleh Adriana di 20.53 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog

 ►  2012 (10)
 ▼  2011 (20)
o ▼  Desember (20)
 PROPOSAL TAK STIMULASI SENSORI : MENDENGAR MUSIK
 SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT
 LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP DASAR 1. Defenisi ...
 PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KDM OSTEOMIELITIS<!--
[i...
 COMBUSTIO
 ABSES HEPAR
 ASKEP HEPATITIS
 ASKEP TUBERCULOSIS
 OSTEOMIELITIS
 LAPORAN PENDAHULUAN ENDOFTALMITIS
 MORBILI
 MORBILI
 LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI SALURAN KEMIH
 LAPORAN PENDAHULUAN MALARIA
 LAPORAN PENDAHULUAN CHEFALGIA
 LAPORAN PENDAHULUAN ISPA
 ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM THYPOID
 Harapan
 Terjadi Lagi
 Pelangi yang indah setelah hujan

Mengenai Saya
Adriana
hai teman-teman selamat datang di blog ku ini,,,,banyak kalimat-kalimat yang
coba saya tulis dan saya berharap setelah kalian membacanya ada hal positif
yang dapat kalian petik,,,,,
Lihat profil lengkapku
Template Kelembutan. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai