Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


1. Definisi Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Wahit, Lilis, & Joko 2015 mengatakan bahwa manusia
mengalami perkembangan yang dimulai dari proses tumbuh kembang dalam
rentang kehidupan (life span). Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu
memulainya dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri
melalui sebuah proses yang disebut pendewasaan. Proses tersebut dipengaruhi
oleh pola asuh, lingkungan sekitar, dan status kesehatan individu. Dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, individu dapat dikelompokan ke dalam tiga
kategori yaitu:
a. Terlambat dalam melakukan aktifitas,
b. Belum mampu melakukan aktifitas, dan
c. Tidak dapat melakukan aktifitas

Virginia Henderson dalam Potter dan Perry (1997) dalam buku “Ilmu
Keperawatan Dasar” 2015, membagi kebutuhan dasar manusia membagi
kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen sebagai berikut.
a. Bernafas secara normal.
b. Makan dan minum yang cukup
c. Eliminasi (buang air besar dan kecil).
d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan.
e. Tidur dan istirahat.
f. Memilih pakaian yang tepat.
g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan
menyesuaikan pakaian yang digunakan dan memodifikasi lingkungan.
h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan.
i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan
orang lain.

6
7

j. berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,


kebutuhan, kekhwatiran, dan opini.
k. Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.
m. Bermain atau berpartisipasindalam berbagai bentuk rekreasi.
n. Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada
perkembangan yang normal,kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan
yang tersedia.

2. Kebutuhan Oksigenasi
a. Pengertian Oksigenasi
Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen
sangat diperlukan dalam proses metabolism tubuh. Masalah kebutuhan
oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigem
akan mengalami hipoksia dan bisa mengalami kematian (Andin & Yuni,
2017).
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilaakukan dengan cara
pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, memulihkan dan memperbaiki
organ pernafasan agar berfungsi secara normal serta membebaskan saluran
pernafasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen.
Adina mengatakan bahwa Oksigenasi merupakan proses penambah O 2
ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan
tidak berbau, yang mutlak dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Akibat
oksigenisasi terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Walaupun begitu,
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh, akan memberikan
dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.

b. Fisiologi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metanolisme sel – sel tubuh dan pertukaran gas.
8

Melalui peran sistem respirasi oksigen di ambil dari atmosfir, ditransfor


masuk ke paru – paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon
dioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusikan untuk masuk ke
kapiler darah untuk di manfaatkan oleh sel sel dalam proses metabolisme.
Proses oksigenasi dibumai dari pengambilan oksigen dari atmosfir,
kemudian oksigen masuk melalui organ pernafasan bagian atas seperti,
hidung atau mulit, faring laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernafasan
bagian bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus
tersier (segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli.
Pernafasan (respiratori) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara
yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi).
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu
ventilasi, difusi gas, dan transfortasi oksigen.
1) Ventilasi
Ventilasi adalah proses untuk menggerakan gas ke dalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru thoraks yang elastic
dan persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis
pada vertebra servikal keempat.
2) Difusi gas
Difusi gas adalah bergeraknya gas O2 dan CO2atau partikel lain dari
area yang bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Di dalam
alveoli ,O2 melintasi membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke darah karena
adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli dan tekanan pada
kapiler yang lebih rendah.
3) Transfortasi oksigen
Transfortasi oksigen adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan
dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah. Transportasi oksigen
di pengaruhi oleh beberapa factor , yaitu curah jantung (kardiak output),
9

kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan


darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen


Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, dalam waktu tertentu
membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak karena suatu sebab. Faktor –
faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam tubuh antara lain
lingkungan, latihan fisik, emosi, gaya hidup, dan status kesehatan.
1) Lingkungan
Saat berada dilingkungan yang panas, tubuh akan merespon dan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer, akibatnya
darah banyak mengalir ke kulit.keadaan tersebut mengakibatkan panas
banyak dikeluarkan melalui pori – pori kulit. Respon tersebut mengakibatkan
curah jantung meningat dan kebutuhan oksigen juga menningkat. Sebaliknya
pada lingkungan dingin, pembuluh darag mengalami kontraksi dan terjadi
penurunan tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan
oksigen juga menurun.
Selain itu, tempat yang tinggi juga mempengaruhi kebutuhan
oksigen. Semakin tinggi tempat, maka semakin sedikit kandunngan
oksigennya. Sehingga, jika seseorang berada pada tempat yang tinggi,
misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka tekanan
alveoli berkurang. Hal tersebut mengindikasikan kandungan oksigen dalam
paru – paru sedikit, sehingga rawan kekurangan oksigen.
2) Latihan Fisik
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut
jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakain
tinggi.
3) Emosi
Emosi merupakan gejolak dalam jiwa yang biasanya diluapkan
melalui bentuk perbuatan yang tidak terkendali. Saat seseorang mengalami
10

emosi, misalnya timbul rasa takut, cemas dan marah, akan mempercepat
denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
4) Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi status oksigenasi, misalnya pada
seseorang perokok daoat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh
darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan
vasokontraksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner.
Akibatnya, suplai darah kejaringan menurun.
5) Status Kesehatan
Pada orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit
pernafasan, dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen
manunisa. Sebaliknya, pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem
pernafasan berfungsi dengan baik dengingga dapat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh secara adekuat.

d. Tipe Kekurangan Oksigen dalam Tubuh


Menurut Bararah & Jauhar (2013), terdapat beberapa komplikasi dari
pola napas tidak efektif antara lain :
1) Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal
(normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau
SaO2 < 88%, sedangkan dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2
< 90%. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau
(shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Keadaan hipoksemia,
tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,
meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan
nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi napas
cepat, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
11

2) Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen
yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab
lain hipoksia antara lain :
a) Menuruunya hemoglobin
b) Berkurangnya konsentrasi oksigen.
c) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen
d) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti pada
pneumonia
e) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok
f) Kerusakan atau gangguan ventilasi
Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya
kemampuan konsentrasi. nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam,
sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing fugur).
3) Gagal napas
Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat
sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Gagal
napas ditandai oleh adanya peningkatan karbondioksida dan penurunan
oksigen dalam darah secara signifikan. Gagal napas disebabkan oleh
gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol pernapasan, kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot
pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

e. Perubahan Fungsi Nafas


1) Hiperventilasi, merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih,
yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di
vena, yang diproduksi melalui metabolism seluler. Hiperventilasi
dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi obat-obatan,
12

ketidakseimbangan asam-basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan


embolus paru atau syok.
2) Hipoventilasi, terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh mengeliminasi karbondioksida
secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO 2
akan meningkat dan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.

3. Konsep Pola Nafas Tidak Efektif


a. Pengertian pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau pertukaran udara inspirasi
dan atau ekspirasi tidak adekuat (Santoso, 2006).
Pola napas tidak efektif suatu keadaan dimana inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).

b. Etiologi pola nafas tidak efektif


Menurut buku Standar Diagnosos Keperawatan Indonesia (SDKIP)
tahun 2017, penyebab pola nafas tidak efektif antara lain sebagai berikut :
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya nafas (misalnya, nyeri saat bernafas,
kellemahan otot pernafasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas dinding dada
5) Gangguan neuromuskular
6) Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram (EEG)
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13

13) Cedera pada medulla spinalis


14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan

c. Manifestasi klinis pola nafas tidak efektif


Menurut PPNI (2016), data minor untuk masalah pola napas tidak
efektif yaitu : pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter
thoraks anterior–posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas
vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun dan
ekskursi dada berubah. Sedangkan , data mayor untuk masalah pola nafas
tidak efektif antara lain ;
1) Penggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi yang memanjang
3) Pola napas abnormal
Menurut Tarwoto dan Wartonah 2010, Manifestasi klinis pola nafas
tidak efektif antara lain :
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernafasan, misalnya pada pasien
dengan asma,
2) Apnea, yaitu tidak bernafas, berhenti bernafas.
3) Takipnea. Yaitu pernafasan lebih depat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernafasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan frekuensi kurang dari 16 x/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan
inspirasi sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam,
misalnya pada penyakit diabetes militus dan uremia.
6) Cheyne-stoke, merupakan pernafasan cepat dan dalamkemudian
berangsur-angsur dangkal dan diikuti priode apnea yang
berlubang secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,
penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
14

7) Biot, adalah pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apnea


dengan priode yang tidak teratur, misalnya pada penyakit
meningitis.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Data
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan.
Kegiatan yang dilakukan saat pengkajian adalah mengumpulkan data,
memvalidasi data, pengorganisasian data dan mencatat data yang diperoleh.
Langkah ini merupakan dasar untuk perumusan Diagnosis keperawatan dan
mengembangkan rencana keperawatan sesuai kebutuhan pasien serta melakukan
implementasi keperawatan (Dinarti, dkk. 2009)
Informasi yang didapat dari pasien di rumah sakit dikategorikan menjadi
data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan
melalui wawancara dimana wawancara itu sendiri bisa melalui 2 cara, pertama
autoanamnesa, yaitu wawancara dengan pasien langsung. Kedua, alloanamnese
yaitu wawancara dengan keluarga/orang terdekat. Data yang didapatkan berupa:
identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, keluhan pasien, pola koping, aktivitas
sehari-hari pasien, serta masalah psikososial pasien.
Data objektif merupakan data yang diperoleh melalui hasil observasi atau
pemeriksaan.Dapat dilihat, dirasa, didengar atau dicium.Disebut juga sebagai
tanda atau gejala (Deswani, 2009).
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan pola nafas tidak
efektif meliputi:
a. Identitas pasien
Mulai dari nama klien, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status
kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no MR dan Diagnosis medis.
Pada pasien kanker paru dengan gangguan pola nafas tidak efektif biasanya
terjadi pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki dengan usia lebih dari 40
tahun atau bisa dikategorikan dewasa.
15

b. Keluhan utama
Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji keluhan pasien tentang
kondisi saat ini untuk menentukan prioritas masalah dan intervensi
keperawatan. Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien kanker paru
dengan gangguan pola nafas tidak efektif adalah sesak napas dan nyeri dada.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang di mulai dengan perawat
menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga pasien
meminta pertolongan dan dilakukannya pengkajian saat itu. Misalnya, sejak
kapan keluhan di rasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut
terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan
timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan terjadi, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut dan
sebagainya.
Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada pasien sedetail-detailnya,
dan semuanya diterangkan pada riwayat penyakit sekarang. Pada umumnya,
beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala adalah lama
timbulnya (durasi), lokasi penjalarannya, sifat keluhan, berat ringannya,
mulai timbulnya, serta faktor-faktor yang memperingan atau memperberat,
dan gejala yang menyertainya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu pada pasien kanker paru dengan gangguan pola
nafas tidak efektif adalah pasien memiliki riwayat penyakit Tuberkulosis.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah pola nafas meliputi empat teknik , yaitu
inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1) Inspeksi
a) Kondisi kulit dan membran mukosa
b) Bagian dada (misalnya kontur rongga interkosta, diameter
antero posterior, struktur toraks, dan pergerakan dinding dada)
16

c) Pola napas, meliputi:


(1) Tipe jalan napas, meliputi napas spontan melalui hidung/
mulut atau menggunakan selang
(2) Frekuensi dan kedalaman pernapasan, pernapasan cuping
hidung
(3) Sifat pernapasan, yaitu pernapasan torakal, abdominal,
atau kombinasi keduanya
(4) Irama pernapasan, meliputi durasi inspirasi dan ekspirasi
(5) Ekspansi dada secara umum
(6) Adanya sianosis, deformitas, atau jaringan parut pada dada
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
menurun.selain itu, palpasi dilakukan untuk mengetahui suhu kulit,
pengembangan dada, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi
perifer, denyut nadi serta pengisian kapiler.
3) Perkusi
Perkusi bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ
dalam serta untuk mengkaji keberadaan abnormalitas cairan atau
udara di dalam paru-paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi
sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.
Suara perkusi yang redup terdapat pada penderita infiltrate,
konsolidasi, dan efusi pleura. Suara perkusi yang pekak atau kempis
(suara seperti ketika kita memperkusi paha) terdengar apabila
perkusi dilakuan di atas daerah yang mengalami atelectasis, atau
dapat juga terdengar pada rongga pleura yang terisi oleh nanah,
tumor pada permukaan paru, atau fibrosis paru dengan penebalan
pleura. Hipersonan atau bunyi drum dapat ditemukan pada penyakit
tertentu, misalnya pneumonia dan emfisema.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan
di dalam tubuh. Bagian yang diperhatikan adalah nada, intensitas,
17

durasi, dan kualitas bunyi. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui


apakah terdapat suara napas yang tidak normal.
Suara napas dasar adalah suara napas pada orang dengan paru
yang sehat. Suara napas ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu bunyi
napas vesikular, bronkial, dan bronkovesikular. Bunyi napas
vesikular bernada rendah, terdengar di sebagian besar area paru,
serta suara pada saat inspirasi lebih keras dan lebih panjang daripada
saat ekspirasi. Bunyi napas bronkial hanya terdengar di daerah
trakea, bernada tinggi, serta keras dan panjang pada saat ekspirasi.
Bunyi napas bronkovesikular terdengar pada area utama bronkus dan
area paru bagian kanan atas posterior, bernada sedang, serta bunyi
pada saat ekspirasi dan inspirasi seimbang.
Suara napas tambahan adalah suara yang terdengar pada dinding
toraks yang disebabkan oleh kelainan dalam paru, termasuk bronkus,
alveoli dan pleura. Contoh suara napas tambahan adalah rales dan
ronkhi. Bunyi rales bernada pendek, kasar, dan terputus-putus
karena jeratan udara secret selama fase inhalasi, ekhalasi, atau batuk.
Suara ronkhi adalah suara yang berasal dari brokhi yang disebabkan
oleh penyempitan lumen bronkus. Suara mengi (wheezing)
merupakan ronkhi kering yang tinggi, dengan nada yang terputus-
putus.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Macam macam pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien
yang mengalami masalah oksigenasi, yaitu:
1) Penilaian ventilasi dan oksigenasi, contohnya uji fungsi paru,
pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan darah
lengkap.
2) Tes struktur sistem pernapasan, contohnya rontgen dada,
bronkoskopi, dan scan paru. Rontgen dada dilakukan untuk melihat
lesi paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi keberadaan tumor
18

atau benda asing, pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk


melihat struktur yang tidak normal.

2. Diagnosa Keperawatan
Di dalam buku “Diagnosis Keperawatan” 2015 menjelaskan bahwa,
diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan.
Perumusan diagnose keperawatan biasanya terdiri dari respon manusia
(masalah/problem) atau disingkat “P”, faktor yang berhubungan (etiologi) atau
disingkat “E”, dan tanda dan gejala (symptom) atau yang disingkat “S” (Setiadi,
2012).
Menurut Amin & Hardhi 2016, diagnosa yang muncul pada pasien
Kanker Paru antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pola nafas tidak efektif
c. Nyeri akut

3. Perencanaan Keperawatan
Menurut buku “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)” 2018,
Intervensi pada pasien Kanker Paru sebagai berikut :.
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluraan pernafasan untuk mempertahankan kebersihan
jalan nafas.
2) Penyebab
a) Fisiologis
(1) Spasme jalan nafas
(2) Hipersekresi jalan nafas
(3) Disfungsi neuromuskuler
19

(4) Benda asing dalam jalan nafas


(5) Adanya jalan nafas buatan
(6) Sekresi yang tertahan
(7) Hiperplasia dinding jalan nafas
(8) Proses infeksi
(9) Respon alergi
(10) Efek agen farmakologi (misalnya anastesi)
b) Situasional
(1) Merokok aktif
(2) Merokok pasif
(3) Terpajan polutan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Batuk tidak efektif
(2) Tidak mampu batuk
(3) Sputum berlebih
(4) Mengi, wheezing dan/atau ronchi kering
(5) Mekonium dijalan nafas (pada neonatus)
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Dispnea
(2) Sulit bicara
(3) Ortopnea
b) Objektif
(1) Gelisah
(2) Sianosis
(3) Bunyi nafas menurun
(4) Frekuensi nafas berubah
(5) Pola nafas berubah
20

Table 2.1 intervensi masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan nafas tidak Latihan batuk efektif 1. Dukung kepatuhan
efektif 1. Observasi program pengobatan
Tujuan : - Identifikasi 2. Edukasi fisioterapi dada
Setelah dilakukan asuhan kemampuan batuk 3. Edukasi pengukuran
keperawatan diharapkan jalan - Monitor adanya retensi respirasi
nafas pasien bersih dengan sputum 4. Fisioterapi dada
kriteria hasil : - Monitor tanda dan 5. Konsultasi via telepon
1. Tanda – tanda vital gejala infeksi sputum 6. Manajemen asma
pasien dalam rentang - Monitor input dan 7. Manajemen alergi
normal output cairan (misalnya 8. Manajemen anafilakasi
2. Pasien mampu jumlah dan 9. Manajemen isolasi
melakukan nafas dalam karakteristik sputum) 10. Manajemen ventilasi
3. Pasien mampu 2. Terapeutik mekanik
mengeluarkan dahak - Atur posisi semi fowler 11. Manajemen jalan napas
4. Menunjukan jalan nafas atau fowler buatan
yang paten (pasien tidak - Pasang perlak dan 12. Pemberian obat inhalasi
merasa tercekik, irama bengkok dipangkuan 13. Pemberian obat
nafas, frekuensi pasien intrapleura
pernafasan dalam - Buang sekret pada 14. Pemberian obat
rentang normal, tidak tempat sputum intraadermal
ada suara tambahan) 3. Edukasi 15. Pemberian obat nasal
- Elaskan tujuan dan 16. Pengaturan posisi
prosedur batuk efektif 17. Penghisapan jalan napas
- Anjurkan pasien napas 18. Penyapihan ventilasi
dalam melalui hidung mekanik
selama 4 detik, ditahan 19. Perawatan trakheostomi
selama 2 detik, 20. Skrining tuberkulosis
kemudian keluarkan 21. Stabilisasi jalan napas
dari mulut dengan bibir 22. Terapi oksigen
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang
ke-3
4. Kolaborasi
- Kalaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

Manajemen jalan napas


1. Observasi
- Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
- Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
whezzing, ronki kering)
21

- Monitor sputup (jumlah,


warna, aroma)
2. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt, dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
- Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Berikan oksigen jika
perlu
3. Edukasi
- Anjarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
ekspektoran, jika perlu

Pemantauan respirasi
1. Observasi
- Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya napas
- Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Boit, atasksik)
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray
toraks
2. Teraupetik :
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantuan
22

b. Gangguan pola nafas tidak efektif


1) Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi yang adekuat
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskuler
f) Gangguan neurologis
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma
m) Cedera pada medulla spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Dispnea
b) Objektif
(1) Penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Fase ekspirasi memanjang
(3) Pola napas abnormal
4) Gejala dan tanda minor
a) Sebjektif
Ortopnea
b) Objektif
(1) Pernapasan pursed-lip
23

(2) Pernapasan cuping hidung


(3) Diameter toraks anterior-posterior meningkat
(4) Ventilasi semenit menurun
(5) Tekanan ekspirasi menurun
(6) Tekanan inspirasi menurun
(7) Ekskursi dada berubah

Table 2.2 Intervensi Gangguan Pola Nafas Tidak Efektif


Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Gangguan pola nafas tidak Manajemen Jalan Napas 1. Dukungan emosional
efektif 1. Observasi 2. Dukungan kepatuhan
Tujuan : - Monitor pola napas program pengobatan
Setelah dilakukan Asuhan (frekuensi, kedalaman, 3. Dukungan ventilasi
Keperawatan diharapkan usaha napas) 4. Eduksi pengukuran
pola nafas efektif kembali - Monitor bunyi napas respirasi
dengan kriteria hasil : tambahan (mis. 5. Kunsultasi via telepon
Gurgling, mengi, 6. Manajemen energi
1. Status pernafasan : whezzing, ronki kering) 7. Manajemen jalan napas
kepatenan jalan nafas - Monitor sputup (jumlah, buatan
2. Ventilasi warna, aroma) 8. Manajemen medikasi
3. Tanda – tanda vital 2. Terapeutik 9. Pemberian obat inhalasi
- Pertahankan kepatenan 10. Pemberian obat oral
jalan napas dengan 11. Pencegahan aspirasi
head-tilt, dan chin-lift 12. Pengaturan posisi
(jaw-thrust jika curiga 13. Pemantuan neurologis
trauma servikal) 14. Pemberian analgesik
- Posisikan semi-Fowler 15. Pemberian obat
atau Fowler 16. Perawatan trakheostomi
- Berikan minum hangat 17. Reduksi ansietas
- Lakukan fisioterapi 18. Stabilisasi jalan napas
dada, jika perlu 19. Terapi relaksasi otot
progresif
- Berikan oksigen jika
perlu
3. Edukasi
- Anjarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
ekspektoran, jika perlu
Pemantauan Respirasi
1. Observasi
- Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya napas
- Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Boit, atasksik)
24

- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray
toraks
2. Teraupetik :
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantuan

c. Nyeri akut
1) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsun
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (misalnya tebakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbaar,
terpotong, mengangkat benda berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Mengeluh nyeri
b) Objektif
(1) Tampak meringis
25

(2) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari


nyeri
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
Tidak tersedia
b) Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola nafas berubah
(3) Nafsu makan bertambah
(4) Proses berfikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaforesis
Table 2.3 : Intervensi Masalah Nyeri Akut
Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Nyeri akut Manajemen nyeri 1. Aromaterapi
Tujuan : 1. Observasi 2. Dukungan hipnotis diri
Setelah dilakukan asuhan - Identifikasi lokasi, 3. Dukungan pengungkapan
keperawatan diharapkan karakteristik, durasi, kebutuhan
nyeri berkurang atau bahkan frekuensi, kualitas, 4. Edukasi efek samping
hilang dengan kriteria hasil : intensitas nyeri obat
1. Mampu mengontrol - Identifikasi skala nyeri 5. Edukasi manajemen
nyeri - Identifikasi respons nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri non verbal 6. Edukasi proses penyakit
nyeri berkurang dengan - Identifikasi faktor yang 7. Edukasi teknik napas
manajemen nyeri memperberat dan 8. Kompres dingin
3. Mampu mengenali nyeri memperingan nyeri 9. Kompres panas
(skala, intensitas, - Identifikasi pengaruh 10. Konsultasi
frekuensi dan tanda budaya terhadap respon 11. Latihan pernapasan
nyeri) nyeri 12. Manajemen efek samping
4. Menyatakan rasa - Identifikasi pengaruh obat
nyaman setelah nyeri nyeri pada kualitas 13. Mananjemen
berkurang hidup kenyamanan lingkungan
- Monitor kebersihan 14. Manajemen medikasi
terapi komplementer 15. Manajemen sedasi
yang sudah diberikan 16. Manajemen terappi
- Menotor efek samping radiasi
penggunaan analgetik 17. Pemantauan nyeri
18. Pemberian obat
26

2. Terapetik 19. Pemberian obat intravena


- Berikan teknik non 20. Pemberian obat oral
farmakologis untuk 21. Pemberian obat topikal
mengurangi rasa nyeri 22. Pengaturan posisi
(misalnya TENS, 23. Perawatan amputasi
hipnotis, akupresur, 24. Perawatan kenyamanan
terapi musik, 25. Teknik distraksi
biofeedback, terapi pijat, 26. Teknik imajinasi
aromaterapi, teknik terbimbing
imajinasi terbimbing, 27. Terapi akupresur
kompres hangat atau 28. Terapi akupuntur
dingin, dan terapi 29. Terapi bantuan hewan
bermain) 30. Terapi humor
- Kontrol lingkungan 31. Terapi musik
yang memperberat rasa 32. Terapi pemijatan
nyeri (misalnya suhu 33. Terapi relaksasi
ruangan, pencahayaan, 34. Terapi sentuhan
dan kebisingan) 35. Transcutaneous
- Fasilitasi istirahat dan Electricial Nerve
tidur Stimulation (TENS)
- Perimbangkat jenis dan
sumber nyeri dalam
memilih strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab,
preode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara tepat
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika
diperlukan

Pemberian analgesik
1. Observasi
- Identifikasi karakteristik
nyeri (misalnya
pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
dan durasi)
- Identifikasi riwayat
alergi obat
- Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik
(misalnya narkotika,
27

non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
- Monitor efektifitas
analgesik
2. Terapetik
- Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
- Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
- Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
3. Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
4. Kolabrorasi
- Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Kozier & Snyder (2010), implementasi keperawatan merupakan
sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri
atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang
digunakan untuk melaksanakan intervensi.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari
pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai
28

intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien


terhadap tindakan yang telah dilakukan (Debora, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany (2013), evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif,
obyektif, assessment, planing). Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana
perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan
tindakan. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan
keperawatan. A (assesment) adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif
(biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan). P (planning ) adalah
perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau
ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

C. Konsep Penyakit Kanker Paru


1. Definisi Kanker Paru
Menurut Maya tahun 2009, Kanker paru tergolong dalam penyakit
kanker yang mematikan, baik pria atau wanita. Dibandingkan dengan jenis
kanker lainnya, seperti kanker prostat, kanker usus, dan kanker payudara,
penyakit kanker paru tahun ini cenderung lebi cepat meningkat
perkembangannya.
Kanker paru sering disebut karsinoma bronkogenik merupakan tumor
ganas primer sistem pernafasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan
berasal dari mukosa percabangan bronkus. Penyakit ini jarang terjadi dan paling
sering terjadi di daerah industry (Amin & Hardhi, 2016).

2. Klasifikasi Kanker Paru


Menurut Amin & Hardhi 2016, mengklasifikasikan kanker paru
berdasarkan TNM : Tumor, Nodul, dan Metastase.
T : T0 : tidak Nampak tumor primer
29

T1 : diameter tumor <3 cm, tanpa invasi ke bronkus


T2 : diameter >3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun
berjarak lebih 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar disertai dengan tanda invasi ke sekitar atau
sudah dekat karina fan atau disertai efusi pleura.
N : N0 : tidak didapatkan penjalaran kekelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
M : M0 : tidak terdapat mestastase jauh
M1 : sudah terdapat mestastase jauh ke organ – organ lain.

Menurut Maya 2009, ada pengklasifikasisan kanker paru, dilihat dari


tingkat penyebarannya baik dijaringan paru itu sendiri maupun terhadap organ
tubuh lainnya. Namun pada dasarnya penyakit kanker paru terbagi dalam dua
kriteria berdasarkan level penyebarannya, yaitu kanker paru primer dan kanker
paru sekunder.
a. Kanker paru primer
Kanker paru primer memiliki dua tipe utama, yaitu Small cell lung
cancer (SCLC) dan Non-small cell lung cancer (NSCLC), SCLC adalah jenis sel
kecil – kecil (banyak) dimana memiliki daya pertumbuan yang sangat cepat
hingga membesar. Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok. Penanganan
cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan terapi radiasi.
Sedangkan NSCLC adalah pertumbuhan sel tunggal, terapi seringkali
menyerang lebih dari saru daerah paru – paru. Misalnya Adenomia, Hamartoma
kondromatous dan Sarkoma.
b. Kanker paru sekunder
Kanker paru sekunder merupakan penyakit kanker paru yang timbul
sebagai dampak penyerangan kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang
paling sering adalah kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar
melalui darah, sistem limpa atau karena kedekatan organ.
30

3. Etiologi Kanker Paru


Penyebab dari kanker paru masih belum diketahui, namun diperkirakan
inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan karsiogenik merupakan faktor utama,
ranpa mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa serta status imunologi seperti kekebalan tubuh. Dari
beberapa kepustakaan menyebutkan penyebab utama terjadinya kanker paru
adalah kebiasan merokok, dan penyebab lainnya seperti, polusi udara, diet
kurang mengandung vitamin A, infeksi saluran pernafasan kronik, dan keturunan
(Amin & Hardhi, 2016).
Menurut Maya 2009, penyebab terbesar dari kanker paru adalah
merokok, sedangkan penyebab lainnya adalah adanya kontaminasi udara sekitar
oleh zat asbes, polusi udara oleh asap kendaraan ataupun kebakaran termasuk
asap rokok. Ada beberapa kasus yang memicu terjadainya penyakit kanker paru
yaitu, penyakit Tubercolosis (TBC) dan Pneumonia. Kedua penyakit ini dapat
menimbulkan terjadinya pertumbuhan sel abnormal di dalam rongga paru.
Biasanya kanker paru berkembang dari kasus ini adalah jenis adenocarcinoma
(adenoma).
Jadi dari pemaparan beberapa penulis buku dapat disimpulkan bahwa,
penyebab utama terjadinya kanker paru merokok. Selain itu, polusi udara dan
kebakaran juga dapat menimbulkan penyakit kanker paru.

4. Manifestasi Klinis Kanker Paru


Menurut Amin & Hardhi 2016, Pada fase awal kebanyakan kanker paru
tidak menunjukan gejala klinis. Bila sudah menunjukan gejala berarti pasien
dalam stadium lanjut.
a. Gejala dapat bersifat lokal (tumor tumbuh setempat)
1) Batuk baru atau batu lebih hebat pada batuk kronis
2) Hemoptisis
3) Mangi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
4) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
5) Atelektasis
31

b. Invasi lokal
1) Nyeri dada
2) Dispnea karena ada efusi pleura
3) Invasi ke pericardium, terjadi tamponade atau aritmia
4) Sindrom vena cava superior
5) Sindrom Horoner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
6) Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
7) Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis setvikalis
c. Gejala penyakit metastasis
1) Pada otak, tulang, hati, adrenal
2) Limfadenopati serikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
d. Sindrom praneoplastik (terdapat pad 100% kanker paru), dengan gejala :
1) Sistematik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
2) Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
3) Hipertrofi osteoartopi
4) Neurologic : demential, ataksia, tremor, neuropati perifer
5) Neuromiopati
6) Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalasemia)
7) Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis,jari tubuh
8) Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
1) Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
2) Kelainan berupa nodul soliter

5. Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan kanker paru sangat bergantung pada kecekatan ahli paru
untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini
akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu lebih
32

cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik


dalam perjalanan penyakit meskipun tidak dapat menyembuhkan penyakit
tersebut.
Pilihan terapi harus segera dilakukan, mengingat buruknya respons
kanker paru terhadap jenis pengobatan. Bahkan, dalam beberapa kasus penderita
kanker paru membutuhkan penanganan sesegera mungkin meskipun diagnosis
pasti belum apat ditegakkan.
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk penderita kanker paru
menurut Sofi Ariani tahun 2015, yaitu sebagai beriikut :
a. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk stadium I dan N.
indikasi dari pembedahan adalah bila ada kegawatan yang memerlukan
intervensi pembedahan, seperti kanker paru dengan sindrom vena kava
superior berat.
b. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif dan paliatif.
Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjiuvati
untuk penderita Stadium IIIA. Dalam kondisi tertentu, radioterapi saja tidak
jarang digunakkan untuk alternative terapi kuratif. Radiasi merupakan
tindakan darurat yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan penderita,
seperti sindrom vena kava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke
dinding dada dan meabolis tumor di tulang atau otak.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian kemoterapi adalah
timbulnya efek samping (toksisitas). Efek samping yang akan muncul akibat
radioterapi antara lain batuk hingga mengeluarkan dahak, sakit pada dada,
kesulitan dalam menelan, kulit terasa perih, rontok pada bulu bagian dada,
dan sering merasa kelelahan.
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru. Syarat
utamanya adalah penentuan jenis histologist tumor dan tampilan
33

(Performance status) yang harus lebih dari 60 menurut skala Karnosfk atau 2
menurut skala WHO.
Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker
dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan
satu jenis obat antikanker dapat dilakukan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian kemoterapi adalah
timbulnya efek samping (toksisitas). Efek samping yang akan muncul akibat
kemoterapi antara lain kelelahan fisik, mual, muntah, sariawan, kerontokan
rambut, serta munculnya tukak pada perut. Kemoterapi juga bisa membuat
tubuh menjadi lebih rentan untuk terkena infeksi.
d. Terapi oksigen
Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen via masker
atau nasal kanul sesuai dengan permintaan. Bahkan jika pasien tidak terlalu
jelas hipoksemianya, dokter dapat memberikan oksigen sesuai yang
dibutuhkan untuk memperbaiki dyspnea dan kecemasan.

6. Pencegahan Kanker Paru


Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan
yang terkandung pada asap rokok bersifat karsinogenik. Secara epidemiologik
juga terlihat kaitan yang kuat antara kebiasaan merokok dengan banyaknnya
penderita kanker. Oleh sebab itu, menghindari asap rokok adalah salah satu
kunci keberhasilan pencegahan terhadap mengurangi penderita kanker paru yang
bisa dilakukan oleh semua masyarakat.
Keterkaitan asap rokkok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data
bahwa resiko seorang perempuan perokok pasaif akan terkena kanker lebih
tinggi daripada mereka yang tidak terpajan utama oleh asap rokok. Dengan
penelitian tersebut maka wajar jika pencegahan utama kanker paru berupa upaya
memberantas kebiasaan merokok. Menghentikan seorang perokok aktif bisa
sekaligus menyelamatkan banyak dari perokok pasif dari kasus kanker paru.
34

7. Patofisiologi dan Pathway Kanker Paru


Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
35

Sumber, Fitri 2015

Anda mungkin juga menyukai