Anda di halaman 1dari 19

PEMIKIRAN POLITIK JAMALUDDIN AL-

AFGHANI

Makalah ini disusun dan dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian
Politik Timur Tengah

Dengan dosen pengampu Moh. Iqbal Bulgini, SS, M.Si.

Disusun Oleh :

1. Aziz Muslim (U20183035)


2. Dinda Ariza Hariyanti ( U20183049)
3. M. Ihsan Jaya (U20183051)
4. Rika Fithratul Ulyah (U20183056)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

BAHASA DAN SASTRA ARAB

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
Hidayah yang diberikan-Nya sehingga tugas makalah yang berjudul
Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani ini dapat kami selesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata
kuliah Kajian Politik Timur Tengah.

Sholawat dan Salam semoga selalu tercurah atas Baginda Nabi


Muhammad SAW, dan atas keluarga dan sahabat beliau serta orang-orang
yang mengikuti jejak langkah mereka hingga akhir zaman.

Jamaluddin Al-Afghani adalah seorang pembaharu islam yang ingin


mengembalikan kejayaan islam dengan memajukan berpikir dalam
masyarakat dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga masyarakat
bisa masuk ke dalam aspek kehidupan yang lebih maju terutama dalam hal
politik.

Dalam kesempatan ini, penyusun menghaturkan terimakasih yang


dalam kepada semua pihak yang telah membantu demi terwujudnya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah sumber-sumber
pengetahuan. Kami sadar penyusunan makalah ini masih belum mencapai
tingkat kesempurnaan untuk itu saran dan kritik kami butuhkan dari
pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini
penyusun sangat hargai dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Jember, 20 September 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar
DaftarIsi
Bab I: Pendahuluan

A. Latar
Belakang………………………………………………………….4
B. Rumusan
Masalah………………………………………………………......5
C. Tujuan……………………………………………………….5
Bab II: Pembahasan

A. Biografi Jamaluddin Al
Afghani…………………………………….....................6
B. Pemikiran Politik Jamaluddin Al-
Afghani……….…………………………………..........9
C. Pengaruh Pemikiran Jamaluddin Al-
Afghani………………….......................................................1
3

Bab III: Penutup


A. Kesimpulan………………………………………………….1
7
B. Saran………………………………………………………...1
8
Daftar Pustaka

3
BAB I : PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kehidupan baru dalam kemajuan berpikir yang di capai oleh umat


manusia adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan itu umat
manusia dapat memasuki segala aspek dalam kehidupan termasuk dalam hal
pemikiran politik. Hal ini tidak terjadi di dunia Barat saja yang berperan
sebagai basis modernisme tetapi sudah merambah ke dalam dunia Timur
termasuk dunia Islam.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern merambah


masuk ke dunia Islam, terutama sesudah awal abad kesembilan belas,
sekaligus oleh sejarawan dipandang sebagai awal periode modern dalam
Islam. Kontak dunia Islam dengan Barat, membawa ide-ide baru ke dunia
Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, sekularisme, demokrasi, namun
juga membawa dampak negatif dalam kehidupan sosial politik dan
ekonomi, Bahkan dalam kehidupan keberagamaan.1

Pada tahun 1800 M, Mesir dan Negara-negara Islam lainnya jatuh ke


tangan Barat, peristiwa inilah yang menyadarkan dan membuka mata
pemimpin dan masyarakat dunia Islam bahwa peradaban barat sangat maju
dan kelemahan pertahanan yang di miliki. Tergerak dalam pikiran dunia
Islam untuk bangkit dan mengembalikan masa kejayaannya dengan
menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dan perkembangan baru
yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Karena
hanya dengan jalan demikian para pemimpin Islam modern mengharapkan
akan dapat melepaskan umat Islam dari kemunduran dan
ketertinggalannya, untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuannya.

Jamaluddin Al-Afghani sebagai salah seorang pimpinan


pembaharuan dalam Islam, dengan pemikiran pembaharuan yang meyakini

1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah dan Gerakan (Jakarta : Bulan
Bintang , 1984)., 11

4
bahwa Islam adalah sesuai dengan semua bangsa, semua zaman, dan semua
keadaan. Jika muncul pertentangan antara ajaran islam dengan kondisi
perubahan zaman, maka dapat di sesuaikan dengan mengadakan interpretasi
baru tentang ajaran Islam seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an dan
Hadits.

Berdasarkan penjelasan di atas maka kita fokus pada pokok


pembahasan tentang biografi Jamaluddin Al-Afghani, latar belakang
pemikiran sosial politiknya, dan apa yang menjadi ide-ide dasar politik
Jamaluddin Al-Afghani.

1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Jamaluddin Al-Afghani?
2. Apa Pokok Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani?
3. Bagaimana Pengaruh Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Biografi Jamaluddin Al-Afghani
2. Untuk mengetahui tentang Pokok Pemikiran Politik Jamaluddin Al-
Afghani
3. Untuk mengetahui tentang Pengaruh Pemikiran Jamaluddin Al-
Afghani

5
BAB II : PEMBAHASAN

A. Biografi Jamaluddin Al-Afghani

Jamaluddin dilahirkan pada tahun 1838 M. Nama lengkapnya


adalah Jamaluddin al-Afghani as-Sayid Muhammad bin Shafdar Al-
Husaini. Namun, ia lebih dikenal dengan Jamaluddin al-Afghani. Gelar
sayid padanya menunjukkan bahwa ia berasal dari keturunan Husein bin
Ali bin Abi Talib. Ayahnya bernama Sayyid Syafdar, seorang penganut
mazhab Hanafi. Sebagian orang mengklaim bahwa beliau adalah orang
Iran, namun beliau menyembunyikan ke-syi’ahannya (taqiyah)
ditengah-tengah penguasa dan masyarakat muslim yang mayoritas
menganut Sunni. Sebagian yang lain menyatakan bahwa Ia adalah
orang Afghanistan, sebagaimana yang tercantum di belakang namanya. 2

Menurut pengakuannya bahwa ia dilahirkan di As’adabad dekat


kanar wilayah kabul Afghanistan. Menurut pendapat yang lain bahwa ia
lahir di As’adabad dekat hamadan wilayah persia. Al-Afghani mengaku
orang Afghanistan untuk menyelamatkan diri dari kesewenang-
wenangan penguasa Persia.3

Menurut versi peneliti sejarah , Jamaluddin Al-Afghani lahir di


kota Asadabad, tapi bukan kota Asadabad, Afghanistan melainkan di
Iran pada tahun 1255 H/1897 M. dan berpulang ke rahmatullah pada
tahun 1315 H/1897 M. Itu pulalah sebabnya banyak orang, khususnya
orang Iran lebih suka menyebut Jamaluddin dengan nama tambahan Al-
Asadabadi, bukan Al-Afghani walaupun dunia telah terlanjur

2
Muhammad Iqbal, Pemikiran Politik dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer
Cet I (Jakarta: Kencana, 2010)., 58.
3
Noorthaibah, “Pemikiran Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani; Studi Pemikiran Kalam
Tentang Takdir”, FENOMENA, Vol. 7, No 2, 2015., 261

6
mengenalnya, sebagaimana juga yang dikehendaki yang bersangkutan
yang bersangkutan sendiri dengan sebutan al-Afghani.4

Sejak kecil Jamaluddin telah menekuni berbagai cabang ilmu


keislaman, seperti tafsir, hadis, tasawuf, dan filsafat islam. Ia juga
belajar bahasa Arab dan Persia. Sejak remaja ia mulai menekuni filsafat
dan ilmu eksakta menurut sistem pelajaran Eropa modern. Tentang
filsafat, ia belajar dari tokoh-tokoh ulama Syi’ah seperti Syekh
Murtadha Anshari, Mulla Husein Al-Hamadi, Sayyid Ahmad Teherani,
dan Sayyid Habbubi.5

Jamaluddin Al-Afghani bersama keluarganya pernah


meninggalkan kota kelahirannya dan menetap di Taheran untuk
menuntut ilmu pada seorang alim Syi‟ah yaitu Aqashid Shadiq,
kemudian ia belajar ke An-Najaf di Iraq, pusat perguruan Syi‟ah, dan
selama beberapa tahun menjadi murid seorang sarjana Syi‟ah yaitu
Murtadha Al-Anshori.6 Jamaluddin Al-Afghani seorang yang sangat
cerdas, jauh melampaui remaja-remaja seusianya. Setelah menguasai
berbagai disiplin ilmu, ia berkelana ke India. Kemampuannya berbicara
dan pengetahuannya yang dalam membuatnya memukau banyak orang.
Ia orator yang tangguh, mendorong rakyat India untuk bangkit melawan
kekuasaan Inggris. Hasilnya, pada tahun 1857 muncul kesadaran baru di
kalangan pribumi India dalam melawan penjajah.7

Ketika berusia 20 tahun ia telah menjadi pembantu Pangeran


Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi
penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat oleh
4
Nur chalis Majid, Khazanah Intelektual Islam Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984).,
567.
5
Murtada Muthahhari, Islamic Movement in the Twenticth Century terj oleh M. Hashem
Gerakan Islam Abad XX.( Jakarta: Beunebi Cipta, 1986)., 64.
6
Abdul Hamid dan Yaya, Pemikiran modern dalam Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2010)., 244
7
Kahar Masyhur, Pemikiran dan modernism dalam Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1989).,
213

7
Muhammad Azam Khan menjadi Perdana Menteri Afghanistan. Pada
masa itu Inggris telah mencampuri hal-hal politik dalam negeri
Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi ia memilih pihak yang
melawan golongan Inggris. Pihak pertama kalah dan al-Afghani merasa
lebih aman meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke India
di tahun 1869.8

Jamaluddin Al-Afghani pernah menetap di Mesir dari tahun


1871-1879 dengan bantuan Riyad Pasha, di Mesir ia mengajar di
universitas Al-Azhar dan memperkenakan penafsiran filsafat kalam.
Pada tahun 1870 kondisi Mesir mengalami krisis politik dan keuangan,
kemudian Jamaluddin Al-Afghani mendorong para pengikutnya untuk
menerbitkan surat kabar politik. Ia banyak memberikan ceramah dan
aktivitas politik sebagai pemimpin gerakan bawah tanah. Para
pengikutnya antara lain, Muhammad Abduh, Abdullah Nadim, Sa‟ad
Zaghlul, dan Ya‟kub Sannu. Pada 1889 ia membentuk partai Hizbul
Wathani dan berhasil menggulingkan Raja Mesir Khedewi Ismail,
meskipun kemudian ia diusir oleh penguasa baru Taufik. Kemudian,
Jamaluddin Al-Afghani pergi ke Paris bersama muridnya yang bernama
Muhammad Abduh dan di sana ia menerbitkan majalah al-‘Urwah al
Wutsqa.9

Jamaluddin Al-Afghani masih terus melakukan jihad dalam


bidangnya yaitu, pembaruan pemikiran, kebangkitan Islam, menghadapi
imperialismedan memecah belenggu otoriterianisme sampai Jamaluddin
Al-Afghani meninggal. Salah satu muridnya yaitu Muhammad Abduh
orang yang tahu tentang Jamaluddin Al-Afghani dan juga menulis
sebuah buku tentang riwayat dan biografi Jamaluddin Al-Afghani.10

Perjuangan dan pengembaraan Jamaluddin Al-Afghani berhenti


sampai menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1897 M. Ia

8
Ris’an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Depok: Kencana, 2018)., 2
9
Muhammad Imarah, 45 Tokoh Pengukir Sejarah, (Surakarta: Era Intermedia, 2009)., 208.
10
Ibid., 210

8
dimakamkan di Nishanta di Istanbul, pada tahun 1945 M, jenazahnya
dipindahkan ke Afghanistan dan dimakamkan berdekatan dengan Ai
Abad di Kabul.

B. Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani

Al-Afghani berpendapat bahwa kemunduran umat Islam


disebabkan antara lain karena umat telah meninggalkan ajaran-ajaran
Islam yang sebenarnya. Ajaran qada dan qadar telah berubah menjadi
ajaran fatalisme yang menjadikan umat menjadi statis. Sebab-sebab lain
lagi adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, lemahnya
persaudaraan antara umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi semua
hal itu Jamaluddin menyatakan bahwa umat Islam harus kembali
kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan akhlak,
berkorban untuk kepentingan umat, pemerintah otokratis harus diubah
menjadi demokratis, dan persatuan umat Islam harus diwujudkan
sehingga umat akan maju sesuai dengan tuntutan zaman.

Al-Afghani juga menganjurkan umat Islam untuk


mengembangkan pendidikan secara umum, dengan tujuan untuk
memperkuat dunia Islam secara politis dalam menghadapi dominasi
dunia barat. Ia juga berpendapat bahwa tidak ada sesuatu dalam ajaran
Islam yang tidak sesuai dengan akal/ilmu pengetahuan, atau dengan kata
lain Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan.11

Ide-ide pembaharuan dan pemikiran politik Al-Afghani tentang


negara dan sistem pemerintahan antara lain sebagai berikut :

1. Bentuk negara dan pemerintahan

Menurut Al-Afghani, Islam menghendaki bahwa bentuk


pemerintahan adalah republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan

11
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos, 1997)., 157-158

9
berpendapat dan kepala negara harus tunduk kepada Undang-Undang
Dasar.12 Pendapat seperti ini baru dalam sejarah politik Islam yang
selama ini pemikirnya hanya mengenal bentuk khalifah yang
mempunyai kekuasaan absolut. Pendapat ini tampak dipengaruhi oleh
pemikiran barat, sebab barat lebih dahulu mengenal pemerintahan
republik, meskipun pemahaman Al-Afghani tidak lepas terhadap
prinsip-prinsip ajaran Islam yang berkaitan dengan dengan
kemasyarakatan dan kenegaraan. Penafsiran atau pendapat tersebut lebih
maju dari Muhammad Abduh yaitu Islam tidak menetapkan suatu
bentuk pemerintahan , maka bentuk demikian pun harus mengikuti
masyarakat dalam kehidupan materi dan kebebasan berpikir. Ini
mengandung makna, bahwa apapun bentuk pemerintahan, Abduh
menghendaki suatu pemerintahan yang dinamis. Pemunculan ide Al-
Afghani tersebut sebagai reaksi kepada salah satu sebab
kemunduran politis yaitu pemerintah absolut.

2. Sistem Demokrasi

Di dalam pemerintahan yang absolut dan otokratis tidak ada


kebebasan berpendapat, kebebasan hanya ada pada raja/kepala
gegara untuk bertindak yang tidak diatur oleh Undang-undang. Karena
itu Al-Afghani menghendaki agar corak pemerintahan absolut diganti
dengan dengan corak pemerintahan demokrasi.

Pemerintahan demokratis merupakan salah satu identitas yang


paling khas dari dari pemerintahan yang berbentuk republik. Demokrasi
adalah pasangan pemerintahan republik sebagaimana berkembang di
barat dan diterapkan oleh Mustafa Kemal Attaturk di Turki sebagai ganti
pemerintahan khalifah. Dalam pemerintahan negara yang demokratis,
kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin
masyarakat yang berpengalaman karena pengetahuan manusia secara

12
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : Grafindo
Persada, 1994)., 281.

10
individual terbatas sekali dan syura diperintahkan oleh Allah dalam Al-
Qur’an agar dapat di praktekkan dalam berbagai urusan.13

Selanjutnya ia berpendapat pemerintahan otokrasi yang


cenderung meniadakan hak-hak individu tidak sesuai dengan ajaran
Islamyang sangat menghargai hak-hak individu. Maka pemerintahan
otokrasi harus diganti dengan pemerintahan yang bercorak demokrasi
yang menjunjung tinggi hak-hak individu. Menurut Al-Afghani,
pemerintahan yang demokrasi menghendaki adanya majelis perwakilan
rakyat. Lembaga ini bertugas memberikan usul dan pendapat kepada
pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan negara. Urgensi lembaga
ini untuk menghindari agar tidak muncul pemerintahan yang absulot. Ide
atau usul para wakil rakyat yan berpengalaman merupakan sumbangan
yang berharga bagi pemerintah. Karena itu para wakil rakyat harus yang
berpengetahuan dan berwawasan luas serta bermoral baik. Wakil-wakil
rakyat yang demikian membawa dampak positif terhadap pemerintah
sehingga akan melahirkan undang-undang dan peraturan atau keputusan
yang baik bagi rakyat.14

Selanjutnya, para pemegang kekuasaan haruslah orang-orang


yang paling taat kepada undang-undang. Kekuasaan yang diperoleh
tidak lantaran kehebatan suku, ras, kekuatan material dan kekayaan.
Baginya kekuasaan itu harus diperoleh melalui pemilihan dan disepakati
oleh rakyat. Dengan demikian orang yang terpilih memiliki dasar hukum
untuk melaksanakan kekuasaan itu.

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa sumber


kekuasaan menurut Al-Afghani adalah rakyat, karena dalam
pemerintahan republik, kekuasaan atau kedaulatan rakyat terlembaga
dalam perwakilan rakyat yang anggotanya dipilih oleh rakyat.

13
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : Grafindo
Persada, 1994)., 294.
14
Ibid., 287.

11
3. Pan Islamisme / Solidaritas Islam

Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik


yang sudah merdeka maupun masih jajahan. Gagasannya ini terkenal
dengan Pan Islamisme. Ide besar ini menghendaki terjalinnya kerjasama
antara negara-negara Islam dalam masalah keagamaan, kerjasama antara
kepala negara Islam. Kerjasama itu menuntut adanya rasa
tanggungjawab bersama dari tiap negara terhadap umat Islam dimana
saja mereka berada, dan menumbuhkan keinginan hidup bersama dalam
suatu komunitas serta mewujudkan kesejahteraan umat Islam. 15

Kesatuan benar-benar menjadi tema pokok pada tulisan Al-


Afghani. Ia menginginkan agar umat Islam harus mengatasi perbedaan
doktrin dan kebiasaan permusuhan. Perbedaan sekte tidak perlu menjadi
hambatan dalam politik, dan kaum muslimin harus mengambil pelajaran
dari contoh Jerman, yang kehilangan kesatuan nasionalnya karena
terlalu memandang penting perbedaan agama. Bahkan perbedaan besar
dalam doktrin wilayah teluk, antara sunni dan syi’ah, dapat dijembatani
sehingga ia menyerukan kepada bangsa Persia dan Afghan supaya
bersatu, meskipun yang pertama adalah syi’ah dan yang kedua adalah
bukan, dan selama masa-masa akhir hidupnya ia melontarkan ide
rekonsiliasi umum dari kedua sekte tersebut.

Meskipun semua ide Al-Afghani bertujuan untuk


mempersatukan umat Islam guna menanggulangi penetrasi barat dan
kekuasaan Turki Usmani yang dipandangnya menyimpang dari Islam,
tapi ide Pan-Islamnya itu tidak jelas. Apakah bentuk-bentuk kerjasama
tersebut dalam rangka mempersatukan umat Islam dalam bentuk
asosiasi, atau bentuk federasi yang dipimpin oleh seseorang atau badan
yang mengkoordinasi kerjasama tersebut, dan atau seperti negara
makmur di bawah negara Inggris. Sebab ia mengetahui adanya kepala
negara di setiap negara Islam. Tapi, menurut Munawwir Sjadzali, Pan-

15
Ibid., 294.

12
Islamismenya Al-Afghani itu adalah suatu asosiasi antar negara-negara
Islam dan umat Islam di wilayah jajahan untuk menentang kezaliman
interen, para pengusaha muslim yang lalim, menentang kolonialisme
dan imperialisme barat serta mewujudkan keadilan.

Al-Afghani menekankan solidaritas sesama muslim karena


ikatan agama, bukan ikatan teknik atau rasial. Seorang penguasa muslim
entah dari bangsa mana datangnya, walau pada mulanya kecil, akan
berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain seagama selagi ia
masih menegakkan hukum agama. Penguasa itu hendaknya dipilih dari
orang-orang yang paling taat dalam agamanya, bukan karena pewarisan,
kehebatan sukunya atau kekayaan materialnya, dan disepakati oleh
anggota masyarakatnya. 16

Inilah ide pemikir orisinil yang merupakan solidaritas umat yang


dikenal dengan Pan-Islamisme atau Al-Jamiah al Islamiyah
(Persaudaraan sesama umat Islam sedunia. Namun usaha Al-Afghani
tentang Pan-Islamismenya ini tidak berhasil.

C. Pengaruh Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani

Seperti sudah disebutkan, Al-Afghani menyuarakan gagasan


seperti Pan-Islamisme. Sebenarnya gagasan seperti itu juga pernah
disuarakan oleh Usmaniah Muda, tetapi sangat kurang pengaruhnya
terhadap bangsa-bangsa yang bahasanya bukan turki. Sedangkan Al-
Afghani mempublikasikan tulisan dalam bahasa Arab dan Persia
sehingga penulis-penulis terkemudian banyak menyebutkan bahwa Al-
Afghani merupakan pembaharu internal.

Ide pembebasan dari kendali barat, merupakan tujuan perjuangan


politik Al-Afghani yang paling populer. Ucapan-ucapan Al-Afghani
banyak dikutip oleh kaum modernis Islam, nasionalis, maupun Islam
kontemporer yang mendukung kebebasan seperti itu. Al-Afghani juga

16
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos, 1997)., 159.

13
menarik bagi aktivis terkemudian karena kehidupan politiknya yang
luar biasa. Muslim maupun barat pernah memiliki kontak dengan Al-
Afghani. Penulis Barat seperti E.G. Brown dan Wilfred Blunt membuat
tulisan yang isinya membuat pengakuan dan memuji Al-Afghani
semakin memperkuat posisi Al-Afghani di dunia muslim. Fakta bahwa
Al-Afghani telah mempesona dan bahkan berdebat dengan orang-orang
barat terkemuka membuat sosok Al-Afghani semakin penting di mata
intelektual muslim. Akhirnya popularitas Al-Afghani yang berkelanjutan
terjadi karena dia dipandang berbahaya oleh orang-orang barat. Namun
ada penilaian bahwa pengaruh Al-Afghani lebih berdasarkan pada
biografi yang pada umumnya mitos dan interpretasi atas gagasan-
gagasannya.

Letak kebesaran Al-Afghani bukanlah dia sebagai pemikir,


meskipun dalam pemikiran itu ia tetap sangat penting karena ia
menunjukkan pandangan masa depan yang jauh dan daya baca zaman
yang tajam. Kebesarannya terletak terutama dalam peranannya sebagai
pembangkit kesadaran politik umat Islam menghadapi barat, dan
pemberi jalan bagaimana menghadapi arus modernisasi dunia ini.

Ide-ide Al-Afghani masih memberikan warna pada gerakan


kontemporer Islam, seperti Gerakan Kiri Islam yang dimotori oleh
Hassan Hanafi. Pada tahun 1981, Hanafi menerbitkan Jurnalnya, Al-
Yasar al-Islamy (Kiri Islam), sebagai tanda awal gerakannya.
Menurutnya jurnal tersebut adalah kelanjutan dari Al-Urwah al Wutsqa
yang pernah diterbitkan oleh Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Tujuan jurnal tersebut menurut Hanafi , adalah berjuang melawan
kolonialisme dan keterbelakangan, berjuang untuk mewujudkan
kebebasan, keadilan sosial dan menyatukan dunia Islam.

Dengan demikian jelas sekali bahwa ide-ide Al-Afghani masih


menginspirasi pemikir-pemikir Islam kontemporer dalam menghadapi

14
tantangan umat Islam meskipun dalam konteks dan situasi zaman yang
telah berbeda.

Sebagai seorang aktivis politik, nampaknya Al-Afghani lebih


mantap dalam karya-karya lisan (pidato) daripada dalam tulisan,
sekalipun begitu, karya tulisnya yang tidak terlalu banyak tetap
mempunyai nilai besar dalam sejarah umat di zaman modern. Beberapa
tulisannya bernada pidato yang amat bersemangat, menggambarkan
penilaiannya tentang betapa mundurnya umat islam dibanding dengan
bangsa eropa yang telah ia saksikan. Tulisan-tulisannya yang tersebar
dalam bahasa Arab dan persia telah mengilhami berbagai gerakan
revolusioner Islam melawan penjajahan dan penindasan barat. Karena
pada dasarnya Al-Afghani adalah seorang revolusioner politik, ia
mengemukakan ide-idenya hanya dalam garis besar, berupa kalimat-
kalimat yang bersemangat dan ungkapan-ungkapan kunci, tanpa
elaborasi intelektual yang lebih jauh.

Muhammad Abduh adalah, muridnya yang paling utama yang


menjabarkan pemikiran-pemikiran kunci Al-Afghani setelah Abduh
berpisah dari gurunya itu karena hendak meninggalkan dunia
politik dan lebih mencurahkan diri kepada bidang keilmuan dan
pendidikan. Dari Muhammad Abduh-lah substansi pemikiran Al-
Afghani menemukan formulasi intelektual yang lebih jauh. Melalui
Abduh gagasan pembaharuan pemikiran keagamaan menyebar di dunia
Islam. Abduh mengajukan argumentasi tentang keharusan membuka
kembali pintu ijtihad untuk selamanya, dan dengan keras menentang
sistem penganutan tanpa kritik (taqlid). Substansi ide-ide itu sebelumnya
juga pernah dikemukakan oleh Al-Afghani dalam makalahnya. 17
Karenanya tidak berlebihan jika dikatakan apa yang dikemukakan oleh

17
Nur chalis Majid, Khazanah Intelektual Islam Cet. III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984).,
332.

15
Abduh, kemudian Rasyid Ridha dan para pemikir modernis lainnya
memiliki benang merah pemikiran pembaharuan Al-Afghani.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kehidupan baru dalam kemajuan berpikir yang di capai


oleh umat manusia adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan itu umat manusia dapat memasuki segala
aspek dalam kehidupan termasuk dalam hal pemikiran politik.

Salah satu tokoh pemikir adalah Jamaluddin yang


dilahirkan pada tahun 1838 M. Nama lengkapnya adalah
Jamaluddin al-Afghani as-Sayid Muhammad bin Shafdar Al-
Husaini. Namun, ia lebih dikenal dengan Jamaluddin al-
Afghani.

Al-Afghani berpendapat bahwa kemunduran umat Islam


disebabkan antara lain karena umat telah meninggalkan ajaran-
ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran qada dan qadar telah
berubah menjadi ajaran fatalisme yang menjadikan umat
menjadi statis. Sebab-sebab lain lagi adalah perpecahan di
kalangan umat Islam sendiri, lemahnya persaudaraan antara
umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi semua hal itu
Jamaluddin menyatakan bahwa umat Islam harus kembali
kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan
akhlak, berkorban untuk kepentingan umat, pemerintah
otokratis harus diubah menjadi demokratis, dan persatuan umat
Islam harus diwujudkan, sehingga umat akan maju sesuai
dengan tuntutan zaman.

17
B. SARAN

Demikian makalah ini penyusun buat. Semoga dapat


bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca pada
umumnya. Makalah ini mungkin belum sempurna. Untuk itu
penyusun menyarankan agar para pembaca dapat mencari
sumber referensi terkait agar memudahkan dalam memahami
materi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1984. Pembaharuan dalam Islam Sejarah dan


Gerakan Jakarta: Bulan Bintang.
Iqbal, Muhammad. 2010. Pemikiran Politik dari Masa Klasik Hingga
Indonesia Kontemporer Cet I. Jakarta: Kencana.
Noorthaibah, “Pemikiran Pembaharuan Jamaluddin Al-Afghani; Studi
Pemikiran Kalam Tentang Takdir”, FENOMENA, Vol. 7, No 2, 2015.,
261
Majid, Nurchalis. 1984. Khazanah Intelektual Islam Cet. III. Jakarta:
Bulan Bintang.
Muthahhari, Murtada. 1986. Islamic Movement in the Twenticth
Century terj oleh M. Hashem Gerakan Islam Abad XX. Jakarta:
Beunebi Cipta.
Hamid, Abdul dan Yaya. 2010. Pemikiran modern dalam Islam.
Bandung: Pustaka Setia.
Masyhur, Kahar. 1989. Pemikiran dan modernism dalam Islam. Jakarta:
Kalam Mulia.
Rusli,Ris’an. 2018. Pemikiran Teologi Islam Modern. Depok: Kencana.
Imarah, Muhammad. 2009. 45 Tokoh Pengukir Sejarah. Surakarta: Era
Intermedia.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta :
Logos.
Pulungan, J. Suyuthi.1994 . Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah dan
Pemikiran. Jakarta : Grafindo Persada.

19

Anda mungkin juga menyukai