Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan batuan
sebagai penyusunnya serta sejarah dari fenomena-fenomena tersebut perlu
dilakukan penelitian salah satunya yaitu dengan melakukan pemetaan
geologi.
Pemetaan geologi dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk
mengetahui data geologi yang berada disuatu daaerah yang dituangkan ke
dalam bentuk peta geologi.
Pemetaan geologi yang telah dilakukan di daerah pemetaan Sorong
oleh C.H Amri DKK 1990 tersedia dalam skala pendahuluan ( 1 : 250000 )
yang mana kurang akurat digunakan untuk menggambarkan kondisi geologi
suatu daerah dengan rinci,sehingga perlu dilakukan pemetaan geologi ke
dalam skala besar ( 1 : 25000 ) untuk menggambarkan geologi setempat
secara lebih jelas.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari dilakukannya kuliah lapangan ini adalah untuk
mengetahui kondisi geologi daerah kuliah lapangan dan sebagai salah satu
syarat kelulusan pada mata kuliah Kuliah Lapangan ( KL ).
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya kuliah lapangan ini adalah
sebagai berikut :
1. Dapat menyebutkan dan menganalisa batuan di daerah kuliah
lapangan.
2. Dapat mengetahui kondisi geomorfologi yang berkembang di daerah
kuliah lapangan.
3. Dapat mengetahui struktur geologi yang terdapat di daerah kuliah
lapangan.

1
4. Dapat mengetahu kondisi stratigrafi di daerah kuliah lapangan.
5. Menyusun sejarah geologi di daerah kuliah lapangan.
1.3 Kesampaian Daerah
Secara administratif daerah kuliah lapangan terletak di daerah
Rufei dan sekitarnya,Distrik Sorong Barat,Kota Sorong ,Provinsi Papua
Barat dan secara geografis daerah kuliah lapangan terletak pada koordinat
131⁰14’45” BT - 131⁰16’45” BT dan 00⁰50’45” LS - 00⁰52’45” LS.
Secara umum kesampaian daerah kuliah lapangan dapat dijangkau
dari Kampus UNIPA II Sorong yang berjarak ± 20 km dan dapat ditempuh
menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat selama ±
45 menit dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju lokasi pengamatan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional


2.1.1 Fisiografi Regional
Di Sorong terdapat enam jenis bentangan alam sebagai santiran
geologi yang beraneka ragam yang mengalasinya yaitu Perbukitan Kasar
dari timur-timur laut berkembang di pantai utara daratan Irian Jaya, Pulau
Batanta, dan Sulawesi Utara. Puncak tertingginya berada di bagian utara
pulau salawati dengan ketinggian 931 meter di atas permukaan laut,
dengan timbulan yang kuat. S.Warsamson dengan lembahnya yang lebar
terbentang sejajar dengan perbukitan kasar itu, dan memotong di daratan
timur Irian Jaya, yang secara tiba-tiba 15 km di timur kota sorong bertukar
arah alirannya, dan mengalir ke bagian utara Samudera Pasifik sehingga
menciptakan jurang-jurang yang terjal, dimana di bawah jurang tersebut
berkembang air terjun dan riam.Di pulau batanta, perbukitan kasar
sepanjang pantai utara tercirikan oleh sisi selatan yang curam dan lereng
utara yang landai. Verstapen (1960) menganggap bahwa suak yang banyak
di sepanjang pantai utara dan Batanta dengan kedalaman beberapa puluh
meter, dan kedudukan sejumlah pulau di dekatnya yang teratur,
menunjukan bahwa daerah pantai itu sebelumnya memiliki timbulan yang
menonjol, yang kemudian tertutup akibat pencelusan sampai di bawah
laut.
Lembah Antargunung bersesuaian dengan dua lembangan yang
terpengaruh penyesaran di bagian timurlaut daratan Irian Jaya yaitu
Lembah Warsamson dan Lemba Dore Hum (di barat Teluk Dore Hum).
Lembah warsamson berdampingan dengan system sesar sorong, dan
sebagian mungkin menekupnya. Lembah itu di tempati oleh Sungai
Warsamson yang banyak keloknya, dengan lebar tubuh sungai sekitar 100
m. Di atasnya terdapat penutup endapan danau berupa lumpur, pasir,
kerikil, dan gambut yang terhampar luas. Sedangkan Lembah Dore Hum

3
adalah lembangan yang berbentuk baji yang di bagian utara dan selatan di
batasi oleh sesar mengumpul yang bertemu pada ujung baratnya tertutup
rawa dan payau.
Perbukitan dan Pegunungan Mengkras berkembang pada
batugamping yang tersingkap di pegunungan morait, di Pulau Batanta
bagian tengah dan barat, dan di Pulau Mansuar. Medan itu dikuasai
tonjolan dan luweng, atau lekukan sempit memanjang yang
menggambarkan pola kikisan yang khas terumbu terangkat. Puncak
tertingginya 1183 meter di atas permukaan laut, di Pulau Batanta, dan
timbulan yang ketinggiannya ratusan meter. Meskipun batugamping itu
tak memiliki tata-salir permukaan, tetapi batuan itu menunjang alur anak
air bentaran yang mengalir setelah hujan panjang.
Daerah Perbukitan Rendah meluas ke barat meliputi pulau
salawati (di Pematang Waibu), menempati jalur yang berarah ke barat
sampai barat daya meliputi bagian tengah daratan Irian Jaya di Kampung
Klasaman dan lapangan minyak Klamogun, mencakup gugus Kepulauan
Fam, dan di Pulau Kofiau berkembang berguntung. Puncak tertinggi
berada Pulau Salawati dengan ketinggian 200 meter di atas permukaan
laut. Di sekitar Klasaman terdiri daerah perbukitan yang hamper
menyerupai plato, dengan sejumlah besar guguk dan saliran kerapatan
tinggi tak beraturan, mirip topografi kars.
Dataran dan Rataan Aluvium dan Antar-Pasut memiliki
ketinggian 0-50 meter di atas permukaan laut menutup bagian selatan
daratan Irian Jaya; bagian timur, selatan dan baratdaya, Pulau Salawati;
dan sejumlah pulau di Selat Sele.
Terumbu Koral dan Undak Terangkat membentuk seluruh atau
bagian tertentu pulau yang termasuk Kepulauan Schildpad, Mainsfield,
Boo, Fam, Kofiau, dan Doif.
Berdasarkan keenam fisiografi regional yang telah dijelaskan maka
fisiografi lokasi penelitian tedapat dalam fisiografi berbukitan
bertonjolan yang berada di barat daerah pemetaan dan serta daratan

4
litoral dan alluvium dan rataan yang berkembang di selatan daerah
pemetaan.

Gambar 2.1 Fisiografi Lembar Sorong


( Sumber : Geologi Lembar Sorong,W.Simandjuntak.,DKK,1990 )
2.1.2 Stratigrafi Regional
Berdasarkan corak stratigrafi, Sorong dapat dibagi menjadi empat
mandala geologi (gambar peta). Dari selatan ke utara, mandala itu yaitu
Bongkah Kemum meliputi batuan sedimen klastika, batuan malihan,
batuan terobosan, karbonat dan endapan permukaan yang umurnya
berkisar dari silur-Devon sampai Holosen. Batuan tertua yang tersingkap
adalah formasi kemum (SDk), yang terdiri dari batusabak, filit, kuarsit,
batupasir dan konglomerat malih. Pada singkapan, formasi itu telah
diterobos oleh Granit Melaiurna Karbon Bawah (Cm), yang mungkin
mempunyai hubungan dengan yang dijumpai di dua lobang bor satu di Pulau salawati,
yang satu lagi di daratan Irian Jaya di baratdaya dijumpai di dua lobang bor satu di

5
Pulau Salawati, yang satu lagi di daratan Irian Jaya di baratdaya. Kedua
satuan itu tertindih tak selaras oleh batuan klastika silika dan batugamping
tak murni Kelompok Aifam (CPz) yang berumur Karbon Atas sampai
Perem Atas, yang pada gilirannya tertindih tidak selaras oleh Kelompok
Besar Batugamping New Guinea, yang meliputi Batugamping Fauma
(Tef) yang berumur Eosen Tengah sampai Eosen Atas, batupasir dan
batulumpur Formasi Sirga (Toms) yang berumur Oligosen Atas sampai
Miosen Bawah dan menjemari dengan karbonat dan batuan gampingan
Miosen Batugamping Klamogun dan Batugamping Kais (Tmkl dan Tmka)
dan Formasi Klasafet (Tmk). Formast Klasafet itu tertindih batuan klastika
silikat Formasi Klasaman (TQk) yang berumur Miosen Atas sampai
Plistosen. Konglomerat Sele (Qps) yang berumur Plistosen dan endapan
aluvium dan litoral (Qa) Kuarter menindih tak selaras semua satuan yang
lebih tua.
Sistem Sesar Sorong adalah jalur bancuh (Tjia, 1973b), mencakup
kepingan batuan sedimen klastika, karbonat, granit, dan ultramafik dan
batuan gunungapi, dengan ukuran yang berkisar dari kerakal sampai
bongkah dengan panjang beberapa kilometer. Kepingan itu menempati
kedudukannya yang satu terhadap yang lain yang sekarang ini disebabkan
oleh pergerakan Sistem Sesar Sorong antara Miosen Akhir dan Kuarter.
Beberapa dari bongkah terpetakan pada sckala 1:250.000, dan berasal dari
mandala geologi yang berdampingan di antaranya telah dipetakan bongkah
Formasi Kemum (SDk), Formasi Tamrau (JKt), Formasi Waiyaar (JKwa)
Batugamping Faumai (Tef). Formasi Klasafet (Tmk), Formasi Klasaman
(TQk), Batuan Gunungapi Dore (Tmdo), dan Batugamping Sagewin
(Tmsa). Formasi Waiyaar merupakan Satuan terpadu besar yang
terpetakan dan diperkirakan hanya tersingkap pada Sistem Sesar Sorong,
tetapi diyakini mendasari batuan Miosen yang tersingkap pada Blok
Tamrau di barat daya Pulau Salawati (lihat di bawah). Satuan itu
bersentuhan dengan atau setidaknya sebagian tersesarkan terhadap Breksi
Yefman (Sfy. Batuan yang lain tidaklah berasal setempat dan tersusun dari

6
kalsilutit (SFc) batuan ultramafik dan mafik (SFu). dan Granit Sorong
(SFso).Bagian yang terbesar Sistem Sesar Sorong tersusun dari himpunan
kepingan batuan tak padu dan tak homogen, yang masing-masing terlalu
kecil untuk dipetakan dan secara keseluruhan disebut sebagai bancuh
(SFx).Konglomerat Asbakin (TQas) diendapkan beberapa waktu antara
Miosen Akhir dan Plistosen menindih SFx di pantai sekitar Kampung
Asbakin dan selimut Konglomerat Sele (Qps) pada seluruh lebar Sistem
Sesar Sorong beberapa kilometer di timur sorong. Endapan danau Kuarter
(Ql) tampaknya menutup banyak dari Sistem Sesar Sorong di Lembah
Warsamson.
Didalam Bongkah Tamrau. satuan tertua adalah Formasi Tamrau
(Jkt) yang berumur Jura Tengah sampal Kapur Atas, dan tersusun dari
batuan klastika silika malihan wilayah derajat rendah: sigkapan terdapat di
timurlaut. Satuan itu tertindih tak selaras oleh karbonat Miosen Formasi
Koor (Tmko). Senasabah Formasi Koor lebih ke barat di daratan Irian Jaya
dan di Pulau Salawali. adalah Batugamping Sagewin (Tmsa). Menindih
dan menjemari dengan Batuan Gunungai Dore (Tmdo) yang berumur
Miosen, batuan gunungapi andesit dan basal, batuan eurapi dan sedikit
terobosan Yang menempati bagian utara Pulau Slawati dan bagian utara
daratan lrian Jata (antara Sorong dan Tanjung Dore). Batuan Gunungapi
Dore di Pulau Salawati mungkin menutupi Formasi Waiyaar (JKwa) yang
sama waktu pembentukannya dengan Formasi Tamrau. yang hanya
tersingkap di sekitar Sistem Sesar Sorong mereka juga mungkin menutupi
satu atau beberapa batuan Mesozoikum serupa yang terdapat di
daratan.Endapan sungai, litoral dan pantai Kuarter (Qa) menindih batuan
yang lebih tua.
Mandala Batanta-Waigeo (yang juga mencakup Waigeo dan
kepulauan sekitarnya di utara SORONG) merangkumi pulau dan gugus
pulau di utara dan barat Pulau Salawati dengan dasarnya berupa batuan
gunungapi Tersier atau mungkin batuan ultramafik sampai mafik
Mesozoikum. Batuan Mesozoikum itu diwakili oleh Ofiolit Gag (Mg) di

7
Kepulauan Fam. Boleh jadi batuan yang agak sedikit muda di Pulau
Batanta tergolong Formasi Saranami (MTs), batuan klastika silika malihan
regional derajat-rendah (selama Kala Paleogen) dan batuan gunungapi
adesit yang bersentuhan-sesar dengan Batuan Gunungapi Batanta (Temb)
yang berumur Eosen atas sampai Miosen Bawah. Batuan Gunungapi
Batanta menindih dan menjemari dengan Formasi Yarifi (Tomy) (klastika
gunungapi dan batuan gunung api) dan Batugamping Dayang(Tomd) yang
berumur Oligo-Miosen. Ketiga satuan ini tertindih tak selaras oleh
Batugamping Wageo (Tmpwa) yang berumur Miosen Atas sampai
Pliosen: Formasi Yarifi dan Batuan Gunungapi Batanta tertindih tak
selaras oleh batuan klastika kasar sampai halus Formasi Marchesa (TQm)
di Batanta Timur yang berumur Plio-Plistosen. Salan satu dari Batuan
Gunungai Batanta. Formasi Yarifi, Batugamping Dayang, dan Formasi
Waigeo terSingkap di pulau dan gugus pulau di utara barat Pulau Batanta.
Koral terangkat (Qc) dan endapan pantai dan sungai (Qa) menindih batuan
yang lebih tua.
Berikut adalah susunan formasi yang ada di Sorong yang diurutkan
berdasarkan umur tertua ke umur termuda:
1. Formasi Kemum (SDk)
Formasi Kemum berumur silur-devon dengan ketinggian
beberapa ribu meter serta medan perbukitan curam yang bertimbulan
tinggi sepanjang sisi Pegunungan Morait, dan sistem Sesar Sorong
sampai 20 km dari Kota Sorong (Visser & Hermes, 1962). Tersingkap
secara menyilang batusabak, filit, argalit, kuarsit, batupasir malih litik,
dan sedikit konglomerat dengan struktur sedimen yang terlipatkan.
Bagian bawah tak tersingkap, tak selaras di bawah kel. Aifam dan Bg.
Kais kemudian diterobos oleh Gr.Melaiurna dan bersentuhan dengan
Fm. Klasafet, Bat. Ga. Dore, Kalsilutit (SFc), bancuh tak terpisahkan
(SFx), Bg. Faumai, dan Granit Sorong di Sistem Sesar Sorong. Fosil
yang ditemukan berupa sisa hewan bertulang belakang Devon ( dalam
daerah singkapan Kel. Aifam), graptolite yang berumur silur, dan

8
ostrakoda yang berumur Devon. Sedimen rombakan yang berasal dari
sedimen dan sedimen malih yang banyak dihasilkan dari turbidit distal
dan sedikit turbidit proksimal yang kemungkinan di terobos oleh granit
umur prakambium.
2. Granit Melaiurna (Cm)
Granit melaiurna yang terbentuk selama karbon awal memiliki
perbukitan curam yang bertimbulan tinggi di sisi utara Pegunungan
Morait (Visser & Hermes, 1962). Tersingkap Granit dan retas dasit
dengan ketebalan 5m dimana granit tersusun atas hablur awal dari
kuarsa, plagioklas, K-feldspar, biotit dalam matrik kuarsa dan feldspar.
Serta dasit yang tersusun atas hablur awal dari kuarsa dan plagioklas.
Granit Melaiurna menerobos Formasi Kemum kemudian ditutupi oleh
Kel. Aifam dan Bg. Faumi. Kemungkinan granit yang berhubungan
ditembus oleh oleh sumur Sele 39 dan SK-1. Didalam Sele 39 Granit
ditutupi oleh Kel. Aifam dan di SK-1 granit mempunyai umur K-Ar
terendah di kapur akhir.
3. Kelompok Aifam (CPz)
Kelompok Aifam dengan umur Karbon Akhir-Perem Akhir
memiliki ketebalan 700 m di sumur sele 39, dan tersebar di permukaan
lalangan dan lereng di Pegunungan Morait (Visser & Hermes, 1962).
Tersusun atas arkosa merah, batupasir kuarsa kelabu, batulumpur
(bersama dengan gampingan dan mengandung sisa tumbuhan),
batupasir gampingan fosilan, batugamping lempungan, sedikit serpih,
dan konglomerat. Kelompok Aifam berada tak selaras di atas Fm
kemum, dan di bawah Bg Kais dan Fm Sirga. Terubah petakan dengan
Gr. Melaiurna. Terdapat fosil pelesipoda dan kerangka telodon,
krinoida, briozoa, koral, dan brakiopoda. Lingkungan kelompok Aifam
berada di laut dangkal sampai dekat fluviatil, dan berasal dari Fm
Kemum dan Gr. Melaiurna.

9
4. Formasi Tambrau (JKt)
Berumur Jura Tengah-Kapur Akhir dengan ketebalan sekitar
1000 m tersebar di perbukitan kasar TL Tanah Besar (pieters dkk,
1989). Tersusun atas batusabak dan filit, sedikit sisipan kuarsit dan
argelit. Formasi Tambrau berada tak selaras di bawah Fm Koor dan
mngkn Bat. Ga. Dore, kemungkinan diterobos oleh batuan hipabasal
sama dengan Bat. Ga. Moon serta setara dengan Fm. Waiyaar. Fosil
yang ditemukan yaitu Belemnit, amonit, dan foraminifera planktonic.
Lingkungannya kebanyakan mengalami turbidit di lereng benua dan
tercenangga dan termalihkan di Paleogen.
5. Formasi Waiyaar (JKwa)
Formasi Waiyaar berumur Jura Tengah-Kapur Akhir dengan
ketinggian mencapai 500 m, tersebar di bagian TL P. Salawati dekat S.
Waiyaar. Tersingkap batuan filit, batusabak, batupasir kuarsa, serpih
hitam dengan pirit. Sebagiannya tersesarkan terhadap Breksi Yefman,
serta sentuhan sesar secara tidak selaras di bawah Fm Klasaman dan
sentuhan dengan batuan ultra mafik (SFu), sedimentasi dan malihan
mungkin bersamaan dengan Fm Tambrau. Fosil yang di dapatkan
berupa fosil laut dalam, tercenangkan dan termalihkan di paleogen.
6. Ofiolit Gag (Mg)
Ofiolit Gag di kepulauan Fam dengan umur Mesozoikum
memiliki tubuh kecil yang membentuk daerah perbukitan rendah.
Tersusun atas peridotit dan serpentinit, kemudian bagian dasar ofioli
gag tidak tersingkap dan terbentuk secara tidak selaras di bawah Bg.
Waigeo. Ofiolit Gag ini terbentuk dari bagian kerak samudera.
7. Formasi Saranami (MTs)
Formasi dengan umur Mesozoikum-Tersier awal ini memiliki
ketebalan mencapai 300 m dan tersebar di bagian tenggara Pulau
Batanta. Litologi tersusun atas serpih, batusabak, filit, sekis, dan
andesit. Sentuhan sesar dengan Bat. Ga. Batanta kemudian
dihubungkan dengan Bat. Ga. Malih Rosburi (Yapen) dan Malihan

10
Korido (Biak), kemungkinan terendapkan di Kapur Akhir dan Tersier
Awal. Fosil yang ditemukan merupakan fosil laut terbuka, dan dengan
lingkungan yang berasal dari jalur gunung api dan sumber klastika
silica dan kemungkinan termalihkan di paleogen.
8. Batu Gamping Faumai (Tef)
Memiliki ketebalan sampai 270 m dan berumur Eosen Tengah-
Akhir yang tersebar di permukaan lereng bagian B Peg. Morait,
bongkah dikelilingi sesar di Sistem Sesar Sorong, di sumur Klamogun
1, dan Sele 39. Tersusun atas kalkerinit, batulumpur gampingan, dan
sedikit konglomerat. Terbentuk secara tak selaras di atas Gr. Melaiurna
dan Kel. Aifam, tak selaras pula di bawah Fm. Sirga dan Bg. Kais, dan
Fm. Kemum di Sistem Sesar Sorong. Memiliki fosil foraminifera,
ganggang, akinoida, dan pelesipoda.
9. Batuan Gunung Api Batanta (Temb)
Batuan Gunung Api Batanta yang berumur Eosen Akhir-Miosen
Awal ini memiliki ketebalan sekitar 2000 m serta tersebar di
pegunungan kasar dan perbukitan di P. Batanta yang tersusun atas lava
mafik sampai menengah, breksi lava, dan aglomerat, sisipan batuan
klastika gunungapi, tufa radiolarian, dan batugamping. Terbentuk
menjemari di bawah Bg. Dayang dan Fm Yarifi, kemudian tak selaras,
di alas Bg. Waigeo, sentuhan sesar dengan Fm. Saranami. Fosil yang
dimiliki adalah foraminifera, ganggang, koral, dan briozoa dalam
sisipan batugamping. Terbentuk di Busur gunungapi kepulauan.
10. Formasi Sirga (Toms)
Formasi dengan umur Oligosen Akhir-Miosen Awal memiliki
ketebalan sampai 200 m tersebar di permukaan lereng di sebelah tepi
selatan Peg. Morait di sumur Klamesin 1, klamogun1, dan Klamono
Barat 2. Tersusun atas Batupasir kuarsa dan batulumpur gampingan
dengan sisipan batugamping. Terbentuk secara tidak selaras di atas Bg.
Faumai dan Kel. Aifam, kemudian terbentuk selaras di bawah Bg. Kais

11
dan Bg. Klamogun. Fosil yang ditemukan yaitu foraminifera, ganggang,
briozoa, dan sisa tumbuhan, dengan lingkungan pantai sampai fluviatil.
11. Batu Gamping Dayang (Tomd)
Batu Gamping Dayang dengan umur oligosen AKhir-Miosen
Tengah memiliki ketebalan sampai 600 m dengan penyebaran daerah
perbukitan kasar di P. Batanta. Tersusun atas Kalkarenit dengan sisipan
batupasir gampingan dekat puncak, batulumpur gampingan, batupasir
litik, dan sedikit konglomerat dengan kecur batuan gunungapi dekat
dasar. Terbentuk menjemari dengan Fm. Yarifi serta menjemari dan
menutupi Bat. Ga. Batanta. Fosil yang ditemukan yaitu foraminifera
laut dangkal terbuka.
12. Formasi Yarifi (Tomy)
Formasi dengan umur Oligosen Akhir-Miosen Tengah memiliki
ketebalan sampai 500 m dan tersebar di perbukitan sepanjang pantai U
P. Batanta, P. Yarifi, P. Birie, dan P. Wruwarez. Tersusun atas batupasir
tuffan, batulumpur, dan batupasir litik, tufa, aglomerat, sedikit lava,
konglomerat, dan batugamping. Terbentuk menjemari dengan menutupi
P. Batanta, menjemari dengan Bg. Dayang, dan tak selaras di bawah
Bg. Waigeo. Fosil yang ditemukan yaitu foraminifera, dengan
lingkungan pembentukan paparan tak mantap sampai laut-terbuka dan
berasal dari busur kepulauan.
13. Batuan Gunungapi Dore (Tmdo)
Batuan Gunungapi Dore dengan umur misosen memiliki tebal
setidaknya 1000 m dan tersebar di bagian U P. Salawati dan BL tanah
besar berupa perbukitan kasar. Tersusun atas lava andesitan sampai
basalan, breksi lafa, tufa, dan batuan klastika gunungapi. Terbentuk
dengan sentuhan sesar dan menjemari dengan Bg. Sagewin, sentuhan
sesar dengan Fm Klasaman, tak selaras di bawah Kgl. Sele. Jalur
gunungapi purna-tumbukan merupakan lingkungan pembentukannya.

12
14. Batugamping Sagewin (Tmsa)
Batugamping Sagewin yang berumur miosen memiliki tebal 750
m di P. Sagewin dan perbukitan kasar di U P. Salawati. Tersusun atas
kalkarenit, kalsilutit, batulanau gampingan, dan batupasir gampingan,
dengan sedikit sisipan tipis dari batupasir litik dan batuan gunungapi
pada dasar. Terbentuk dengan sentuhan patahan yang menutupi Batuan
Gunungapi Dore, sentuhan sesar dengan Fm. Klasaman di sepanjang
bagian U dari Sistem Sesar Sorong. Fosil yang ditemukan yaitu
foraminifera plankton dengan lingkungan pembentukan yaitu laut
dangkal.
15. Formasi Koor (Tmko)
Formasi dengan umur miosen ini memiliki tebal sampai 500 m
dan tersebar di TL singkapan perbukitan berhambur. Tersusun atas
kalsilutit, kelabu gelap, pejal, sebagian terhablur ulang, dengan sisipan
batulumpur gampingan. Terbentuk secara tidak selaras di atas Fm.
Tamrau. Dikolerasikan dengan Bg. Sagewin. Fosil yang ditemukan
adalah foraminifera, ganggang, kepingan koral, pelesipoda, dan
ekinoida. Terbentuk di lingkungan paparan laut tak mantap dengan
terumbu berhambur.
16. Batugamping Klamogun (Tmkl)
Batugamping Klamogun dengan umur miosen ini memiliki
ketebalan kira-kira sampai 1200 m, terdapat hanya di sumur eksplorasi
minyak. Tersusun atas batunapal, batulumpur atau serpih gampingan,
batugamping lempungan,, batugamping klastika dengan kepingan koral
ganggang di bagian atas. Terbentuk selaras di atas Fm. Sirga, berjemari
dan selaras di bawah Fm. Klasafet. Fosil yang ditemukan adalah
foraminifera, koral, dan ganggang di bagian atas.
17. Batugamping Kais (Tmka)
Batugamping Kais dengan umur miosen awal-akhir memiliki
ketebalan 1370 m dan tersebar di sumur B Kasim, di Peg. Morait
berupa plato berkras dan permukaan lereng berkembang luas di bawah

13
permukaan. Tersusun atas biosparit, biokalkarenit, biokalsilutit, dan
biokalsirudit pejal. Terbentuk menjemari dengan Bg.Klamogun dan Fm
Klasafet, selaras di bawah Fm klasafet, selaras di atas Fm Sirga, tak
selaras di atas Bg. Faumai, Kel. Aifam, dan Fm Kemum. Fosil yang
ditemukan adalah foraminifera, koral, ganggang, dan pelesipoda.
18. Formasi Klasafet (Tmk)
Formasi yang berumur miosen tengah-akhir ini memiliki
ketebalan 400-2000 m, dan tersebar di S. Warsamson berupa daerah
perbukitan timbulan rendah, 15 km T dari Sorong berupa bongkah dari
Sistem Sesar Sorong. Tersusun atas batulumpur gampingan dan
batunapal, kelabu, berlapis baik, dan kalsilutit. Terbentuk secara selaras
dan menjemari dengan Bg. Klamogun dan Bg. Kais, selaras di bawah
Kgl. Sele, sentuhan sesar dengan Fm Kemum dan Kalsilutit di Sistem
Sesar Sorong. Fosil yang ditemukan adalah foraminifera dengan
lingkungan pembentukan Antarterumbu hingga laut terbuka.
19. Batugamping Waigeo (Tmpwa)
Batugamping Waigeo yang berumur miosen akhir-pliosen ini
memiliki ketebalan 460 m tersebar di utara batanta, di P.. Mansuar
berupa medan perbukitan kasar dengan kras, plato kras di BL P.
Batanta. Tersusun atas biosparit, biokalkarenit, batulumpur dengan
kecur batuan gunungapi dan ultramafic pada dasar. Terbentuk secara
tak selaras di atas Bat. Ga. Batanta, Fm yarifi, Bg Dayang, dan ofiolit
gag. Fosil yang ditemukan adalah foraminifera, koral dan ganggang.
20. Formasi Klasaman (TQk)
Formasi dengan umur miosen akhir-plistosen ini memiliki
ketebalan 200-4500 m, ditandai perubahan ke B. Tersebar di daerah
bergelombang dan timbulan-rendah tetapi pematang lurus di P.Salawati.
Tersusun atas batulumpur, serpih, batulempung, batupasir. Terbentuk
selaras (di S) dan tak selaras (di U) dari Fm Klasafet, tak selaras dan
sejajar di bawah Kgl. Sele, menutupi Gr. Sorong. Disetarakan dengan

14
Fm steenkool di cekungan bintuni (teminabuan dan ransiki). Fosil yang
ditemukan adalah foraminifera, moluska, dan koral.
21. Konglomerat Asbakin (TQas)
Konglomerat dengan umur miosen akhir-plistosen ini memiliki
tebal sampai 500 m tersebar di perbukitan kasar dengan sudut lereng
menghadap U sepanjang pantai U dan tanah besar dekat asbakin.
Tersusun atas konglomerat orto dan batupasir dengan sisipan
batulumpur. Tersusun menutupi bancuh tak terpisahkan di Sistem Sesar
Sorong. Lingkungan pembentukan dari laut dangkal sampai terestrial.
22. Granit Sorong (SFso)
Granit sorong dengan umur umur miosen akhir-kuarter ini
tersebar di perbukitan rendah di BL tanah besar dekat Sorong. Tersusun
atas granit, sedikit aplit, dan retas kuarsa. Terbentuk secara bersentuhan
sesar dengan Fm Kemum dan kalsilutit di Sistem Sesar Sorong di
bawah Fm Klasaman. Berasal dari kumpulan granit yang menyusup
selama masa trias awal.
23. Breksi Yefman (SFy)
Breksi Yefman dengan umur miosen akhir-kuarter dengan tebal
sampai 200 m tersebar di perbukitan tak teratur di P. Yefman, P. Tsiof,
P. Doom. Tersusun atas breksi nekabahan, merah muda sampai merah,
kera, padat, terdiri dari kecur granit merah muda, aplit, berbagai tipe
batugamping, batusabak, sekis, kuarsit, batupasir dan serpentinit
menyudut sampai membulat tanggung yang ukurannya berkisar 0,5-15
cm diperkirakan agak beragam dan seragam diseluruh daerah singkapan
tanpa masadasar. Terbentuk bersentuhan dengan sebagian tersesarkan
terhadap Fm Waiyaar di dalam Sistem Sesar Sorong.
24. Batuan Ultramafik (SFu)
Batuan dengan umur miosen akhir-kuarter ini memiliki tubuh
kecil yang tersebar dikelilingi sesar dalam Sistem Sesar Sorong.
Tersusun atas serpentinit piroksenit, gabbro, dan basal. Terbentuk

15
dengan sentuhan sesar dengan Fm Tamrau, Bat. Ga. Dore, dan Fm
Waiyaar di Sistem Sesar Sorong, tak selaras di bawah Kgl. Sele.
25. Kalsilutit (SFc)
Kalsilutit dengan umur miosen akhir-kuarter memiliki ketebalan
300 m tersebar di bukit bertonjolan dan pematang lurus yang terpotong-
potong dalam Sistem Sesar Sorong. Tersusun atas kalsilutit kelabu
gelap sampai terang, batugamping mikritan kelabu, breksi
batugamping, dan sedikit kalsirudit putih. Terbentuk secara bersentuha
sesar bancuh tak terpisahkan di Sistem Sesar Sorong, termasuk Bg
Asbakin. Fosil yang ditemukan adalah foraminifera plankton dan
ganggang.
26. Bancuh Tak Terpisahkan (SFx)
Bancuh Tak Terpisahkan dengan umur miosen akhir-kuarter
terletak di dalam Sistem Sesar Sorong di tanah besar dari pada P.
Salawati berupa daerah perbukitan tak beraturan sampai terpisahkan
dan pematang lurus yang tak menerus dan gawir sesar. Bancuh sesar
terdiri dari kepingan tektonika yang sangat berbeda dengan deformasi
dan litologi beragam yang tak terpetakan pada skala 1:250000, terutama
berasal dari bagian utara bongkah kemum. Tipe batuan yang sering
terdapat adalah berbagai tipe batugamping yang umurnya berkisar
antara kapur akhir sampai miosen tengah, batulumpur gampingan,
arenit litik, arenit kuarsa, konglomerat, arkosa, sedimen malih,
serpentinit, peridotit, piroksenit, batuan gunungapi mafik, dan granitoid.
Terbentuk secara bersentuhan sesar dengan Fm Klasafet, dan beberapa
satuan yang terpetakan di Sistem Sesar Sorong. Fosil yang ditemukan
adalah foraminifera kapur akhir sampai miosen tengah, koral, moluska,
dan kepingan ekinoida.
27. Formasi Marchesa (TQm)
Formasi dengan umur plio-plistosen ini memiliki tebal 780 m di
sumurbor North Batanta berupa daerah perbukitan. Tersusun atas
konglomerat nekabahan, batupasir dan sedikit batulempung gampingan

16
dan tak gampingan. Terbentuk secara tidak selaras di atas Bg. Waigeo,
Bat. Ga. Batanta dan Fm Yarifi. Fosil yang ditemukan adalah kepingan
cangkang, di batulempung umumnya terdapat foraminifera. Formasi ini
berasal dari laut terbuka.
28. Konglomerat Sele (Qps)
Konglomerat dengan umur plistosen ini memiliki ketebalan
sampai 120 m, di T sorong sampai Tanjung Yamtup, dan bagian S P.
Salawati kebanyakan dataran. Tersusun atas konglomerat nekaragam,
dan sedikit batupasir dan batulumpur dengan sisa tumbuhan.
Konglomerat sele terbentuk secara tak selaras dan ketidakselarasan
sejajar di atas Fm Klasaman, tak selaras di atas Fm Klasafet, bancuh tak
terpisahkan, batuan ultramafic, Fm Kemum, Gr. Sorong, dan Bat. Ga.
Dore di dalam Sistem Sesar Sorong. Konglomerat sele ini berasal dari
daratan.
29. Terumbu Koral Terangkat (Qc)
Terumbu Koral Terangkat dengan umur kuarter ini memiliki tebal
sampai 20 m, tersebar di P. Yefman, P. Waiji U, P. Batanta T, dan
pulau-pulau di U, BL, dan B. Tersusun atas batugamping dan
rombakan. Fosil yang ditemukan adalah terumbu koral.
30. Endapan Danau (Ql)
Endapan dengan umur kuarter ini memiliki tebal sampai 100 m
dan terdapat di Lembah Warsamson. Tersusun atas lumpur, pasir,
kerikil dan gambut. Terbentuk secara tak selaras di atas beberapa satuan
tua, dan merupakan endapan danau antar gunung.
31. Endapan Aluvium dan Litoral (Qa)
Endapan termuda dengan umur kuarter ini memiliki tebal
sampai 30 m dan tersebar di U tanah besar, P. Batanta, pantai Selat
Sagewin, dan kepulauan di sebelah BL dan B berupa dataran dan tanah
datar, di S tanah besar dan S P. Salawati dataran berawa. Tersusun atas
pasir, kerikil, lumpur, bahan tumbuhan, dan gambut. Terbentuk secara
tak selaras di atas beberapa satuan tua. Lingkungannya berupa fluviatil,

17
dan berasal dari litoral (di S berupa dataran banjir sampai delta dan di U
dataran banjir, aluran, dan pantai).
Berdasarkan susunan formasi yang ada di Sorong yang diurutkan
berdasarkan umur tertua ke umur termuda,maka formasi batuan yang
berada pada lokasi penelitian yaitu berada pada Formasi Kemum
( SDk ),Formasi Batuan Gunungapi Dore ( Tmdo ),Formasi Granit Sorong
( SFso ),Formasi Batuan Ultramafik ( SFu ) , dan Formasi Endapan
Aluvium dan Litoral ( Qa ).

FORMASI BATUAN LOKASI PENELITIAN

Gambar 2.2 Stratigarfi Lembar Sorong


( Sumber : Geologi Lembar Sorong CH.Amri DKK 1990 )

2.1.3 Struktur Regional

18
Keempat mandala geologi yang dapat dikenali di Sorong
terpisahkan yang satu dengan yang lain oleh sesar. Bongkah Kemum
dibatasi di utara oleh sistem sesar Sorong. Bongkah Tamrau dibatasi oleh
sistem sesar Sorong di selatan, dan dari Mandala Batanta-Waigeo
terpisahkan oleh Sesar Sagewin di lepas pantai, yang ditafsirkan terentang
sepanjang Selat Sagewin dan memanjang ke timur-timurlaut. Kepulauan
Kofiau, Boo, Fam dan Doif, dan Pulau Mansua, juga termasuk Mandala
Batanta – Waigeo. Penjelasan mengenai struktur regional yaitu :
1. Bongkah Kemum
Menempati sebagian besar Sorong, dan dialasi kerak benua. Batuan
endapan malihan dasar bongkah ini (Formasi umum) teriuk dan
termalihkan Devon akhir sampai Karbon Awal. Orogenesis itu diikuti
oleh kemagmaan granit pada Karbon Awal ( Granit Melaiurna), dan
mungkin pula Mesozoikum. Lipatan dalam Formasi Kemum
kebanyaan mempunyai permukaan sumbu yang curam sampai tegak.
Ukuran lipatan berkisar dari beberapa desimeter sampai beberapa
meter, dan umumnya terdapat pandaunan bidang sumbu yang kelihatan
jelas oleh belahan menyabak. Derajat malihan batuan itu adalah
berderajat terendah fasies sekis hijau (mintakat klorit).
Dalam bongkah Kemum dipetakan tiga kawasan: Tinggian
Ayamaru, yang memanjang dari Teminabuan sampai bagian paling
timur Sorong; Jalur Lipatan Morait yang menekup Tinggian Ayamaru
di timurlaut; dan Cekungan Salawati yang meliputi Pulau Salawati
bagian selatan dan tengah dan bagian baratdaya daratan Irian
Jaya.Tinggian Ayamaru (Visser & Hermes, 1962) adalah corak dengan
batasan yang tak jelas, yang memisahkan cekungan Bintuni di timur
(pada bagian Taminabuan, Ransiki, Fak-Fak, dan Steenkool) dari
Cekungan Salawati.Jalur Lipatan Morait mempunyai alas yang
terangkat berdampingan dengan Sistem Sesar Sorong. Struktur itu
mencerminkan kesenjangan dalam pengangkatan, yang di sisi utara
lebih kuat dengan Formasi Kemum tersingkap disana. Batuan

19
anjungan yang menindih Formasi Kemum di utara itu tercenanga
menjadi struktur antiklin yang melebar sejajar Sistem Sesar Sorong
yang kurang nyata. Di selatan, pada Batugamping Kais berkembang
beberapa antiklin sempit, sepusat dan setangkup, yang berarah ke
timur, salah satu di antaranya dengan panjang 25 km. Batuan di jalur
lipatan itu tersesar-sesar oleh banyak sesar. Sesar itu umumnya
terpusat sekitar sederet sesar turun yang berarah ketimur dan
mengumpul ke timur di MAR, serta berlanjut sejauh 75 km hingga
menyatu dengan Sistem Sesar Sorong. Dalam jalur sesar itu,
Batugamping Kais dan Formasi Sirga membentuk permukaan yang
luas dengan kemiringan kecil sampai sedang ke selatan. Sejumlah
sesar itu miring terhadap arah utara yang ke timur itu, menyebabkan
tergesernya sumbu antiklin.
Cekungan Salawati meluas dari bagian barat daratan Irian Jaya ke
separuh bagian selatan Pulau Salawati. Di utara, cekungan itu
terpotong oleh Sistem Sesar Sorong. Di timur, batasnya sulit
ditentukan, karena di sana berakhir di Tinggian Ayamaru, yang
tertutup oleh lapisan tipis endapan cekungan dan yang lebih muda (Qa)
yang mengendap ketika laju pengendapan lebih besar daripada
pengangkatan. Ke selatan dan barat cekungan itu meluas ke Laut
Seram, dan di sana batasnya sulit dipastikan.
Dalam laporan ini umur cekungan itu berkisar dari Miosen Awal
sampai Plitosen. Hasil dari eksplorasi minyak bumi menyimpulkan
bahwa kejadian pembentukan ketidakselarasan sejak Oligosen
langsung di suhu penyimpanan dari cekungan. Tahap awal
pengendapan dalam cekungan ini menyangkut Batugamping
Klamogun menggambarkan pengendapan di laut terbuka sedangkan
lebih jauh ke timur terjadi pelonggokan batugamping anjungan
(Batugamping Kais). Tetapi perkembangan utama cekungan, baru
mulai pada Miosen bagian terakhir, ketika pengangkatan di utara
sebagai akibat tekanan disepanjang Sistem Sesar Sorong menyebabkan

20
masuknya rombakan klastika silika anekabahan (Formasi Klasaman
dan Konglomerat Sele).
Bukti geofisika dari eksplorasi minyak bumi memberi kesan bahwa
Formasi Klasaman di Pulau Salawati secara terteknik sampai ketebalan
paling tidak 1500 m di suatu deret yang bergerak dan melipat ke
selatan yang terbatas pada ujung utara cekungan di bagian tengah
pulau (jalur sesar naik-lipatan Waipili); sumur Waibu 1, yang terletak
di jalur ini masuk lebih dari 2500 m dalam Formasi Klasaman tanpa
mendapat dasarnya (Visser & Hermes, 1962). Timbunan sungkupan
menyirap ini berarah sejajar-tanggung dengan arah kewilayahan
Sistem Sesar Sorong., yang tampaknya lalu menyatu, dan boleh jadi
disebabkan oleh penyesaran bertekanan lewat di sepanjang Sistem
Sesar Sorong. Di selatan timbunan sungkupan menyirap itu, riukannya
tidak seberapa kuat, dan yang dihasilkan hanya lipatan sepusat dan
tegak yang terbuka. Bukti dari penyelidikan gempa buatan dan gaya
berat (hasilnya bersifat rahasia) menunjukan bahwa kedalaman
cekungan berangsur menjadi dangkal dari paling tidak 5000 m di dekat
Sistem Sesar Sorong di Pulau Salawati sampai sekitar 1000 m di
Kubah Sele, yang mengalasi daratan Irian Jaya pada baratdaya dan
Selat Sele. Endapan anjungan di bawahnya berumur Paleosen dan
Tersier bahwa tak seberapa teriuk, kecuali oleh sesar turun setempat,
dan terus menerus miring ke utara.
Berbeda dengan di Pulau Salawati, endapan isian cekungan yang
langsung terdapat di selatan Sistem Sesar Sorong hampir-hampir tak
tercacatkan. Sejumlah antiklin setempat dan pendek-pendek yang
menunjam, dan sinklin, dan sesar mengarah ke barat, boleh jadi
merupakan kelanjutan ke barat jalur lipatan Morait pada kumpulan
sesar turunnya yang berarah menyelatan baratdaya memotong Formasi
Klasaman di selatan struktur tersebut bersama-sama sesar yang terdiri
dari banyak bagian di sepanjang Selat Sele.

21
Hal itu boleh jadi menggambarkan tahapan nisbih akhir dari
pemandangan yang berhubungan dengan perenggutan di sepanjang
sistem sesar sorong struktur sinklin dengan arah baratdaya
sebagaimana tergambar pada peta didaratan irian jaya baratdaya boleh
jadi merupakan lenturan kebawah sebagai hasil padatan dari pusat
pengendapan cekungan salawati. Disana perbandingan endapan
klastika halus terhadap batugampingnya yang sangat kasar.
2. Sistem sesar Sorong
Menjulur dari daratan irian jaya bagian utara, tempat sesar itu
sebagian mengikuti garis pantai, menyebrangi selat sele menuju bagian
utara pulau salawati. Lebarnya 10 km dan arah kewilayahan nya barat-
baratdaya. Sistem sesar itu berkembang sebagai penyesaran menjurus
dan turun di sepanjang bidang sesar yang terputus-putus, lurus sampai
melengkung, berjalin-jemalin dan sedikit atau banyak berarah ke barat
sepanjang beberapa utara sesar itu batuan nya sangat terabak, umunya
menunjukkan perpindahan menyamping dan tempat terbentuk milonit
dan kataklasit. Batas sungan warsamson yang berarah timur – barat
dan pematang sempit-sempit yang memanjang di utaranya terkendali
oleh sejumlah sesar yang menentukan batas selatan struktur tersebut.
Sistem sesar sorong umumnya di tafsirkan sebagai sesar wilayah
geser-jurus menyamping membentuk jalur perenggutan antara lempeng
Australia – india diselatan dan lempeng-lempeng disebelah utara
(visser dan Hermes, 1962; Hamilton,1979; Dow dan Sukamto, 1983).
Perpindahan geser garis tengah jurus itu ditunjukan oleh kekanjangan
struktur dan menyamping, dan oleh jenis dan sejarah geologi yang
berbeda dari dua bongkah yang sebelah-menyebelah itu. Pergindahan
geser mengiri hanya bisa ditentukan secara tak langsung, kecuali
perpindahan upnya kini.
Beberapa sungai di MAR. Gerakan mutlak lempeng Australia-
India kira-kira 8 cm/tahun ke utara-timurlaut (AAPG, 1981), dan
lempeng Pasifik sebesar 10 cm/tahun ke barat-baratlaut, paling tidak

22
sejak Kala Miosen menunjukkan kebenarannya akan adanya suatu
komponen penting gerakan menyamping ke kiri di sepanjang rantai
yang mana pun pada kedua lempeng tersebut yang berarah-barat,
seperti Sistem Sesar Sorong
Pergerakan geser-jurus yang berkuasa di sepanjang Sistem Sesar
Sorong boleh jadi berlangsung dari Miosen sampai Pliosen, dan setelah
itu terjadi penyesaran yang kebanyakan geser-sudut bersudut tinggi,
disertai pengangkatan sewilayah bagian utara dan timur Kepala
Burung pada Kala Pliosen dan Kuarter. Batuan termuda yang teriuk
oleh perabakan dan pembreksian yang berhubungan dengan
penyesaran geser-jurus utama, berumur Miosen Tengah. Di daratan
Irian Jaya bagian barat ada beberapa jerambi utama dari sistem sesar
itu yang tertindih oleh Konglomerat Sele yang berumur Plistosen
3. Bongkah Tamrau
Tersingkap di ujung timur laut dan baratlaut daratan Irian Jaya dan
bagian utara Pulau Salawati. Satuan tertua yang dipetakan disana
adalah Formasi Tamrau, yang waktunya formasi Waiyaar di Pulau
Salawati tampaknya dibatasi oleh Sistem Sesar Sorong Batuan kedua
satuan itu secara diagenesis berubah atau malih menjadi fasies sekis
hijau berderajat rendah (mintakat klorit), dan umumnya terdapat belah
menyabak, sejajar-tanggung dengan perlapisannya dan hanya sedikit
berasuk (hanya tampak di bawah mikroskop). Sudut kemiringan
belahan maupun perlapisan biasanya sedang sampai curam dan
setempat teriuk menjadi lipalan mesoskopik ketat. Setempat terdapat
belahan berongak dwitia (sekunder) dan lipatan tahap awal. Alas yang
berumur mesozoikum itu tertindih selaras oleh batuan karbonat
miosen. (Formasi Koor) tak malih meskipun sebagian Sagewin)
berjemari dengan batuan gunungapi dan diterobos oleh kelas diorit
sekerabat magma.
Batuan Gunungapi Dore yang memberi kesan bahwa pemalihannya
terjadi selama Paleogen. Sesar geser-jurus dan turun-wajar yang

23
terutama berarah ke barat hingga baratdaya di Bongkah Tamrau adalah
pasca-Miosen, dan boleh jadi berhubungan dengan Sistem Sesar
Sorong.
4. Mandala Batanta Waigeo
Batuan mandala ini tersingkap di Pulau Batanta, di Pulau Waigeo
(Waigeo), di beberapa pulau yang ada di antara kedua pulau itu, dan
pulau-pulau di barat Pulau Salawati (dan di utara garis unjuran ke barat
Sistem Sesar Sorong) Segi kesamuderaan mandala ini ditunjukkan oleh
keterdapatan secara meluas batuan gunungapi busur kepulauan dan
batuan ultramafik. Batas antara mandala ini di Pulau Batanta dan
Bongkah Tamrau ditafsirkan terdapat di sepanjang sesar yang
mengikuti Selat Sagewin (Sesar Sagewin) Garis pantai baik Pulau
Batanta bagian selatan maupun Pulau Salawati bagian utara cukup
lurus dan mungkin dikendalikan oleh sesar itu. Di Pulau Batanta,
batuannya terungkit, sedang ke utara di sepanjang pensesaran yang
rumit yang berarah ke barat, yang menyebabkan timbulnya bentangan
alam yang membongkah dan terkeping. Pengangkatan dan
pengungkitan ke utara boleh jadi berlangsung terus sampai hari ini.
sebagaimana ditunjukkan oleh koral yang terangkat di timur dan garis
pantai utara yang tersuak sangat kuat.
Kapan waktu penempatan mandala itu ketika merapat ke Bongkah
Tamrau tidaklah pasti Batugamping Dayang yang berumur Miosen
hanya tersesarkan agak sedikit lebih kuat daripada batuan Formasi
Marchesa yang berumur Plio-Plistosen, yang memberi kesan bahwa
kejadian itu sebagian besar selesai pada akhir Kala Miosen.
Berdasarkan regional lembar sorong, tatanan struktur daerah
penelitian termasuk dalam bongkah Kemum dan sistem sesar sorong.

24
LOKASI PENELITIAN

Gambar 2.3 Mandala Geologi Dan Unsur Tektonik


( Sumber : Geologi Lembar Sorong CH.Amri,DKK 1990 )

2.1.4 Geologi Sejarah


Irian Jaya terdiri dari dua daerah stratigrafi yang berbeda pada pra-
miosen.Daerah tersebut adalah daerah busur kepulauan di utara,didasari
oleh kerak samudera dan daerah daratan di selatan didasari oleh kerak
benua.Keduanya dipisahkan oleh ona transisi yang berisi unit stratigrafi
yang terbentang sepanjang 75 km mulai dari utara pegunungan tengah
sampai zona sesar Ransiki dibagian timur kepala burung.
1. Daerah Busur Kepulauan
Sejarah geologi daerah busur kepulauan ini singkat dan
sederhana.Busur vulkanik kepulauan terbentuk pada zaman tersier
awal diatas kerak samudera dan diatas sedimen pelagis setempat,pada
akhir miosen awal,gunungapi mati dan tererosi diatas paparan terumbu
koral yang bertumbuh dengan subur.Pengangkatan dimulai pada akhir
zaman miosen dan berlanjut hingga sekarang.Produk-produk erosi
membentuk lapisan mollase yang tidak merata.

25
2. Daerah Daratan
Granit berukuran kerikil berumur pra kambrium pada
konglomerat dari formasi kemum menunjukkan bahwa terdapat
turbidit silur-devon,bersama dengan sedimen yang di pulau
misool,dimana terendapkan diatas continental slope atau daratan purba
yang terangkat dipastikan merupakan bagiam dari Gondwana yang
kemudian menjadi benua Australia
Deformasi,metamorfisme,dan intrusi turbidit ditemukan pada
formasi kemum,berada pada batas lempeng konvergen pada formasi
kemum,berada pada batas lempeng konvergen pada zaman devon akhir
atau karbon awal.Lingkungan sedimen yang stabil berlangsung dari
zaman karbon tengah di kepala burung dan masa Permian di
pegunungan tengah.Sedimen klastik halus sampai sedang diendapkan
di daratan banjir,di delta dan di laut dangkal yang dibatasi oleh
rawa.Namun,di kepala burung plutonik granitoid terbentuk pada
Permian akhir sampai trias disertai dengan metamorfisme bersuhu
tinggi dan bertekanan rendah.
Selama trias sampai jura awal,iklim yang kering terjadi dan
lapisan merah terendapkan di seluruh Irian Jaya Barat.Beberapa
aktivitas vulkanik di buktikan oleh sedimen yang berada di pegunugan
tengah.
Di pulau Misool,situasi unik berkembang,endapan sedimen
turbidit di murai pada waktu yang tidak diketahui dan berlanjut pada
trias tengah atau akhir.Hal ini dibuktikan oleh batuan gamping yang
juga di trias akhir.
Jura tengah merupakan periode dari transgresi di leher burung
dan bagian barat pegunungan tengah sebagai tanda terpisahnya
lempeng utara Australia purba dari Gondwana dan sebagai awal
terbentuknya samudera Hindia.Paparan sedimen terdiri dari pasir dan
lumpur yang terendapakan diatas paparan benua di leher burung dan
bagian barat pegunungan tengah selama masa

26
mesozoikum.Namun,sedimen mesooikum laut dangkal di kepala
burung hanya terbentuk sampai zaman kapur.
Di pulau Misool,sedimen klastik berumur jura awal dan tengah
terbentuk di laut dangkal dalam jumlah yang sedikit.Tetapi sedimen
berumur jura sampai kapur akhir terendapkan pada laut
dalam.Sedimen evaporit seperti dolomit terendapkan,terbatas pada
tengah kepala burung dan di selatan pegunungan tengah selama kapur
akhir sampai eosen awal.Selama periode yang sama pula batugamping
oolitik dan briozoa terendapkan diatas paparan landai karbonat di
selatan pegunungan tengah dan dibagian selatan leher burung.
Pada zaman eosen awal,sedimen non klastik terendapkan di
seluruh Irian Jaya Barat dan endapan terumbu laut dangkal dan
batugamping berlangsung sampai miosen tengah,terpisah oleh jeda
pendek selama oligosen – miosen awal yang terekam oleh sedimen
klastik dipulau misool,bagian barat dan pusat kepala
burung.Pengangkatan cepat dimulai pada miosen akhir menyebabkan
terhentinya batugamping di seluruh Irian Jaya Barat.
3. Zona Transisi
Zona transisi terdapat diantara daerah busur kepulauan dan
daerah daratan,terdiri dari blok-blok yang dibatasi sesar.Batuan
metamorf palezoikum di leher burung sebagian besar mewakili turbidit
distal.
Sejarah mesozoikum sepanjang zona transisi sangat
konsisten,urutan ketebalan batulempung dan batupasir dengan
interklas vulkanik menengah sampai dasar ditemukan kurang lebih
termetamorf di utara bagian kepala burung antara Sorong dan zona
patahan koor,dibagian timur sabuk lipatan Lengguru dan diantara
pegunungan tengah.Batuan ini sebagian besar terdiri dari batusabak
pada formasi Tamrau,Grup Kembelengan dan metamorphosis Dereido.
Batulempung yang tebal dan tidak terdapat fauna air dangkal
menunjukkan deposisi dari continental shelf.

27
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Tinjauan Umum Geomorfologi
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk
permukaan bumi serta proses-proses yang berlangsung terhadap
permukaan bumi sejak bumi terbentuk sampai sekarang.
1. Aspek-aspek geomorfologi (Karmono Mangunsukardjo,1986)
a. Studi mengenai bentukan lahan
- Morfologi : Aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah
antara lain teras sungai, pantai, kipas alluvial dan plato.
- Morfometri : Aspek-aspek yang bersifat kuantitatif dari suatu
daerah seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian,
beda tinggi, kekerasan medan, bentuk lembah , tingkat
pengikisan dan pola aliran.
b. Studi mengenai proses ggeomorfologi
- Morfo-struktur pasif meliputi litologi (tipe dan struktur batuan)
yang berhubungan dengan pelapukan.
- Morfo-struktur aktif yang berupa tenaga endogen.
- Morfo-dinamik yang berupa tenaga eksogen yang berhubungan
dengan tenaga angin, air, es, gerak masa batuan dan
volkanisme.
c. Studi geomorfologi yang menekan pada evolusi pertumbuhan
Bentukan lahan atau morfo-kronologi menentukan dan memerikan
bentukan lahan dan proses yang mempengaruhi dari segi umur
relatif dan umur mutlak.
d. Studi geomorfologi yang mempelajari hubungan dengan
lingkungan yaitu hubungan antara bentuklahan dengan unsur-unsur
bentang alam seperti batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi
dan penggunaan lahan.

28
2. Klasifikasi
a. Berdasarkan relief / topografi
- Relief merupakan keadaan tinggi rendah suatu wilayah
dipermukaan bumi ditinjau dari segi perbedaan tinggi dan
kemiringan lereng.
- Topografi menyatakan ketinggian tempat di permukaan bumi
dengan satuan ketinggian tertentu .
Tabel 2.1 Klasifikasi Lereng Van Zuidam (1985)
Kelas lereng Jenis lereng warna Simbol
0°-2° (0%-2%) Datar Hijau tua
2°-4° (2%-7%) Sedikit miring Hijau muda
4°-8° (7%-15%) Miring Kuning
8°-16° (15%-30%) Agak curam Orange
16°-35° (30%-70%) Curam Mearah muda
35°-55° (70%-
Sangat curam Merah tua
140%)
>55° (>140%) Curam ekstrim Ungu tua
Dalam penentuan persen (%) kemiringan lereng diguanakan
rumus :
(n−1) x IK
% Kemiringan Lereng = x 100%
JH x SP
Dimana : n = Jumlah Kontur
IK = Interval Kontur
JH = Jarak Horizontal
SP = Skala Peta (meter)
b. Berdasarkan Genesis
Berdasarkan genesis yang terbentuk akibat pengaruh dari
proses-proses geomorfologi berupa aspek kandungan unsure
batuan dan struktur batuan serta tenaga endogen dan eksogen.

Tabel 2.2 Klasifikasi Genesis Van Zuidam (1985)


No Satuan Warna

29
1 Struktural Ungu
2 Vulkanik Merah
3 Denudasional Coklat
4 Marine Hijau
5 Fluvial Biru Tua
6 Glasial Biru Muda
7 Karst Orange
8 Eolian Kuning

3. Tahap perkembangan sungai


- Tahap awal (initial stange) dicirikan oleh sungai yang belum
teratur, umumnya berkembang di daerah daratan pantai yang
mengalami pengankatan atau diatas permukaan lava yang
masih baru.
- Tahapan muda merupakan sungai yang aktivitas aliran
sungainya mengerosi kearah vertikal. Umumnys profil
lembahnya membentuk huruf ‘V’
- Tahapan dewasa dicirikan oleh adanya pembentukan dataran
banjir dan semakin lama samakin lebar dan akhirnya terisi oleh
aliran sungai yang berbentuk meander, provil sungainya sudah
berubah dari bentuk ‘V’ kebentuk ‘U’
- Tahap tua dicirikan oleh arah erosi lateral yang dominan serta
banyakan rawa-rawa, profil sungainya membengtuk seperti
huruf ‘U’
4. Peremajaan sungai (rejuvenation) proses terjadinya erosi kearah
vertical pada sungai berstadia dewasa akibat pengangkatan dan stadia
sungai kembali menjadi stadia muda.

5. Pola Aliran Sungai


- Pola Aliran Denritik merupakan pola aliran yang cabang-
cabang sungainya menyerupai struktur pohon, pada umumnya
dikontrol oleh litologi batuan yang homogen.

30
- Pola Aliran Radial merupakan pola aliran yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu,
seperti puncak gunungapi atau bukit intrusi.
- Pola Aliran Rectangular merupakan pola aliran yang
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola
pengaliran dengan saluran salurannya lurus mengikuti system
kekear.
- Pola Aliran Trellis merupakan pola aliran yang menyerupai
bentuk pagar, dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus
sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya bersasal dari
lereng yang curam dari kedua sisinya.
- Pola Aliran Multibasinal merupakan pola aliran yang tidak
sempurna, kadang tampak dan tidak tampak dipermukaan
bumi. Berkembang pada kawasan karst atau morfologi gurun.
- Pola Aliran Annular merupakan pola aliran yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu
kearah downstream arah aliran kembali bersatu, dijumpai pada
morfologi kubah atau intrusi laccolith.
- Pola Aliran Paralel merupakan pola aliran yang terbentuk pada
morfologi lereng yang curam/terjal dengan kemiringan lereng
yang seragam
- Pola Aliran Concorted merupakan pola aliran yang arah
alirannya berbalik arah. Pola lipatan yang tidak beraturan
memungkinkan terbentuknya suatu belokan pada lapisan
sedimen yang ada.

31
Gambar 2.4 Pola Aliran Sungai
( Sumber : Laporan Petrografi Penulis )

2.2.2 Tinjauan Umum Petrologi


Petrologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan geologi yang
mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, mencakup aspek pemerian
(deskripsi) dan aspek genesa - interpretasi. Untuk penelitian mengarahkan
penamaan batuan pada pengamatan batuan hanya secara megaskopis
dengan pemerian berdasarkan aspek-aspek pengamatan langsung
dilapangan. Aspek pemerian antara lain meliputi warna, tekstur, struktur,
komposisi, berat jenis, kekerasan, kesarangan (porositas), kelulusan
(permeabilitas) dan klasifikasi atau penamaan batuan. Aspek genesa–
interpretasi mencakup tentang sumber asal (source) hingga proses atau
cara terbentuknya batuan.

32
Gambar 2.5 Siklus Batuan
( Sumber : Laporan Petrografi Penulis )
1. Batuan beku
a. Letak pembentukan batuan beku
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam
bumi; sering disebut batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah
batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi; sering disebut
batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku
intrusi dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau
batuan beku korok, atau sub volcanic intrusion.
b. Warna batuan beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih
cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral
penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran
mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka
warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu
berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna
mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan.

33
c. Tekstur batuan beku
Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum dan
sesedah kristalisasi, mengacu pada kenampakan butir-butir
mineral, meliputi :
- Kristalinitas
Kristalinitas meliputi komponen (massa) penyusun batuan beku
tersebut, dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
 Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh
kristal.
 Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh
gelas atau kaca.
 Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh
kaca dan sebagian berupa kristal.
- Granularitas
Didefinisikan sebagai besar butir pada batuan beku, pada
umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
 Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir
sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya
tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan
loupe.
 Fanerik adalah kenampakan batuan beku berbutir kasar
sehingga mineral/kristal penyusunnya dapat diamati
secara mata telanjang atau dengan loupe.
- Bentuk kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan,
jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari
pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
 Euhedral apabila batas dari mineral adalah bentuk asli
dari bidang kristal
 Subhedral apabila sebagian dari batas kristalnya sudah
tidak terlihat lagi.

34
 Anhedral apabila mineral sudah tidak mempunyai
bidang asli.
- Hubungan antar kristal
Hubungan antar kristal / relasi diartikan sebagai hubungan
antara kristal mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. hubungan antar krital dapat dibagi menjadi beberapa
jenis antara lain sebagai berikut :
 Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran
butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal adalah tekstur
dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau
gula putih.
 Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya
tidak sama.
- Struktur
Struktur batuan beku sebagian besar pada umumnya hanya
dapat dilihat di lapangan saja, misalnya :
 Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku
dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian
tengahnya juga dapat berstruktur masif.
 Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal
(segregasi) yang berbeda pada saat pembekuan.
 Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas
pada saat pendinginan.
 Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur
vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat sekali
sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
 Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah
struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat
serat-serat kaca.

35
 Struktur amigdaloidal (amygdaloidal structure) adalah
struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral
asing atau sekunder.
 Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana
kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan
penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari
contoh setangan (hand specimen) di laboratorium.
Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar,
yang dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di
sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah
lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di
lapangan.
- Komposisi mineral
Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam
batuan beku terdapat mineral utama pembentuk batuan
(essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals)
dan mineral sekunder (secondary minerals).
 Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk
langsung dari pembekuan magma, dalam jumlah
melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan
nama batuan beku.
 Accessory minerals, adalah mineral yang juga terbentuk
pada saat pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat
sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi
penamaan batuan. Mineral ini misalnya kromit,
magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan
mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering
disebut sebagai mineral primer, karena terbentuk
langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.

36
 Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral
primer sebagai akibat pelapukan, reaksi hidrotermal,
atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral
sekunder ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan
magma. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit,
pirit, limonit dan mineral lempung.
 Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak
membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai hasil
pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi
pada batuan beku luar atau batuan gunungapi, sehingga
sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
 Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau
mineral utama pembentuk batuan beku, berwarna cerah
atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan
Na. Mineral felsik dibagi menjadi tiga, yaitu felspar,
felspatoid (foid) dan kuarsa.
 Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap,
tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik
terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis
hornblende), biotit dan muskovit.
Klasifikasi batuan beku berdasarkan kandungan SiO2 (C.L.
Hugnes, 1962), antara lain :
 Batuan beku asam, batuan beku yang memiliki
kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah
riolit.
 Batuan beku intermediate, batuan beku yang memiliki
kandungan SiO2 antara 52% – 66%. Contohnya adalah
dasit.
 Batuan beku basa, batuan beku yang memiliki
kandungan SiO2 antara 45% – 52%. Contohnya adalah
andesit.

37
 Batuan beku ultra basa, batuan beku yang memiliki
kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah
basalt.
2. Batuan Piroklastik
a. Erupsi gunung api
Erupsi gunungapi merupakan gejala awal munculnya
gunungapi baru atau aktifnya gunungapi lama. Sifat erupsi
gunungapi dapat terjadi karena adanya tekanan dari dalam bumi
yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan tekanan beban
diatasnya. Berdasarkan sumber kejadiannya erupsi vulkanik
dibedakan (Fisher, 1984) :
- Erupsi Piroklastik adalah erupsi yang terjadi akibat kegiatan
magma itu sendiri.
- Erupsi Hidrovulkanik yaitu sistem magmatik berinteraksi erat
dengan lingkungan sehingga menghasilkan suatu rangkaian
proses yang rumit dan terjadi dalam waktu yang relatif sangat
singkat.
b. Material hasil aktivitas gunungapi
Secara umum produk dari erupsi gunungapi bisa dibedakan atas :
- Gas Volkanik
Pada waktu erupsi, gas dikeluarkan dalam jumlah besar
dengan gaya yang kuat. Gas-gas tersebut dihasilkan oleh proses
degassing sebelum terjadi erupsi. Menurut "Volcanoes" gas-gas
yang dikeluarkan oleh erupsi gunungapi biasanya berupa
campuran uap air, hidrogen, karbonmonoksida,
karbondioksida, hidrogen sulfida, sulfur dioksida, sulfur
trioksida, klorin dan asam klorida, dalam berbagai proporsi.
- Aliran Lava
Lava adalah magma yang keluar dari permukaan bumi.
Tingkat keenceran lava akan mempengaruhi morfologi dari
aliran lava yang dibentuknya. Lava dengan viskositas rendah

38
akan meleleh dengan pelamparan luas tapi tidak tebal. Sedang
lava yang agak kental maka pemekarannya berjalan lambat
dengan penyebaran tidak begitu luas tapi sangat tebal.
Bentuk-bentuk dan struktur hasil penbekuan lava memiliki
ciri-ciri berbeda tergantung sifat-sifat lavanya. Untuk lava yang
membeku didarat, bentuk dan strukturnya dipengaruhi oleh
jarak aliran dan viskositasnya, antara lain :
 Lava Pahoe – hoe
Dicirikan oleh bentuk yang terlipat - lipat pada
permukaannya. Bentuk ini terjadi oleh adanya aliran atau
gerak lava di bawah bagian yang membeku. Biasanya
terjadi pada lava basalt dengan viskositas rendah.
 Lava AA
Dicirikan oleh permukaan yang tidak teratur, runcing-
runcing dan permukaan kasar. Permukaan runcing ini
terbentuk oleh pecahan permukaan lava saat pembekuan.
 Lava Blok
Dibedakan dari lava AA karena bentuk yang sudah lebih
teratur dan mempunyai permukaan yang halus..
Pembentukan blok-blok pada jenis ini juga dipengaruhi
oleh pemecahan permukaan lava yang sedang membeku
pada aliran lava (autobreksiasi).
- Volkaniklastik
Merupakan seluruh material lepas yang dibentuk oleh
proses fragmentasi, dihamburkan oleh berbagai macam agen
transportasi, diendapkan pada berbagai lingkungan atau
tercampur dengan fragmen non volkanik.
c. Klasifikasi
- Berdasarkan asal-usul fragmen Mac Donald (1972)
 Essential : Fragmen berasal langsung dari pembekuan
magma segar.

39
 Accessor : Fragmen berasal dari lava atau piroklastik
yang terdapat pada kerucut volkanik.
 Accidental : Fragmen yang berasal dari batuan lain yang
tidak menunjukkan gejala pembekuan, metamorfisme.
- Berdasarkan ukuran fragmen
Klasifikasi oleh Wenworth dan Williams (1932) dalam
Pettijohn
 Breksi Volkanik : Tersusun dari fragmen – fragmen
diameter > 32 mm, bentuk fragmen meruncing.
 Aglomerat : Fragmen berupa bom – bom dengan ukuran
> 32 mm.
 Lapili / Tuf Lapili : Fragmen tersusun atas lapili yang
berukuran 4 mm – 32 mm.
 Tuf Kasar : Fragmen – fragmen tersusun atas abu kasar
dengan ukuran butir terletal antara 0,25 mm – 4 mm.
 Tuf Halus : Fragmen – fragmen tersusun atas abu halus
dengan ukuran < 0,25 mm.
- Berdasarkan komposisi fragmen
Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuf dapat
diklasifikasikan menjadi :
 Vitric Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas
(Heinrich, 1956). Tuf vitrik merupakan hasil endapan
primer material letusan gunungapi. Komposisi umumnya
bersifat riolitik, meskipun juga dijumpai berkomposisi
dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik. Kepingan gelas
umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-inklusi
magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya
tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik
berwarna kuning sampai coklat. Fragmen-fragmen berupa
kristal dan fosil terkadang dijumpai, walaupun dalam
prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa berupa

40
mineral penyusun riolit, andesit dan lain-lain. Mineral
skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon,
kuarsa, oksida-oksida besi dan lain-lain. Macam – macam
vitric tuff antara lain ; tuff palagonit, ignimbrit, tuff
pisolit.
 Lithic Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari
fragmen batuan. Penyusun dominan berupa fragmen-
fragmen batuan. Gelas dijumpai dalam jumlah yang
relatif sedikit. Fragmen tersebut biasanya berupa fragmen
batuapung, skoria, obsidian, andesit, basalt, granofir,
batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau halus.
Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik
maupun sedimen, Heinrich (1956).
 Crystal Tuff : tuf dengan penyusun utama kristal dan
pecahan – pecahan kristal. Komposisi dominan terdiri
atas kristal, sedangkan gelas dijumpai berjumlah sedikit.
Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit,
hornblende, lain yang terkadang dijumpai seperti augit.
Tuf kristal yang mengandung tridimit. Tuf kristal dasitik,
yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin, magnetit dan
augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada tuf
kristal basaltik, tersusun atas olivin, augit, magnetit dan
labradorit.

41
3. Batuan sedimen
a. Tekstur
- Ukuran butir
Tabel 2.3 Klasifikasi ukuran butir (Wentworth, 1922)
Besar butir (mm) Nama butiran
> 256 Bongkah (boulder)
64 – 256 Brangkal (couble)
4 – 64 Kerakal (pebble)
2–4 Kerikil (gravel)
Pasir sangat halus (very
1–2
coarse)
0,5 – 1 Pasir kasar (coarse)
0,25 – 0,5 Pasir menengah (medium)
0,125 – 0,25 Pasir halus (fine)
Pasir sangat halus (very
0,06 – 0.125
fine)
0,004 – 0,06 Lanau (silt)
< 0,004 Lempung (clay)

- Pemilahan
 Terpilah baik (well sorted), diperlihatkan oleh ukuran
besar butir yang seragam.
 Terpilah buruk (poorly sorted), memiliki besar butir
yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil
hingga bongkah.
- Kebundaran (Roundness)
 Membundar sempurna
 Membundar
 Agak membundar
 Agak menyudut
 Menyudut

- Kemas
 Kemas Tertutup, batuan sedimen yang memiliki sedikit
ruang antar butir.

42
 Kemas Terbuka, adanya banyak ruang atau rongga antar
butir yang cenderung tertutup yang memiliki ukuran
butir pasir halus hingga lempung karena pada ukuran
tersebut cenderung sekali memiliki ruang antar butir.
b. Struktur
- Perlapisan dan laminasi (bedding dan lamination)
 Normal current bedding yaitu perlapisan karena arus
normal, misal: perlapisan sejajar.
 Cross bedding (perlapisan silang siur) yang terjadi
akibat adanya perubahan arah arus.
 Graded bedding (perlapisan tersusun), yang terjadi
karena adanya pemilahan ukuran butir halus ke kesar
atau sebaliknya.
- Freature of bedding planes yaitu bentuk dari permukaan
lapisan selama proses sedimentasi.
 Ripplemark yaitu bentuk permukaan bergelombang
karena adanya proses arus satu arah
 Mud crack yaitu bentuk retak-retak pada lapisan
lumpur, biasanya berbentuk segi lima.
 Rain drops prints yaitu bekas titik-titik air hujan pada
permukaan batuan
4. Batuan Metamorf
a. Tekstur
- Tekstur kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan
asal sudah tidak kelihatan lagi.
 Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik
(batuan beku), hanya kristal besarnya disebut
porfiroblast.
 Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan
butir-butir mineral seragam.

43
 Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan
susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan
bentuk mineral pipih.
 Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan
adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan
terarah.
 Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan
mineral-mineral berbentuk euhedral.
 Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik,
namun mineralnya berbentuk anhedral.
- Tekstur palimpsest
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa
dari batuan asal masih bisa diamati.
 Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan
batuan asal yang porfiritik.
 Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan
batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar
dari pasir.
 Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit,
hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.
 Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan
batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.

b. Struktur
- Struktur foliasi
 Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan
penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih
banyak dibanding mineral butiran.

44
 Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan
penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular
relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
 Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose,
kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam
mineral lempung).
 Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage,
hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak
kasar.
- Struktur non-foliasi
 Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan
butiran-butiran mineral relatif seragam.
 Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan
adanya penghancuran terhadap batuan asal.
 Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi
oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler
dan butiran mineralnya halus.
 Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi
dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan
butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur
milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
 Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun
struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada
masa dasar milonit.
 Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-
lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa
dasar yang lebih halus.
 Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik,hanya
butirannya mempunyai ukuran beragam.
 Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya
mineral yang berbentuk jarus atau fibrous.

45
c. Klasifikasi
Tabel 2.4 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986)

46
47
2.2.3 Tinjauan Umum Struktur
Struktur Geologi adalah gejala – gejala dan bentuk atau bangun
arsitektur dari lapisan kerak bumi, yang terbentuk sebagai akibat dari 2
(dua) proses geologi, yaitu proses yang bersamaan dengan pembentukan
batuan itu sendiri (proses primer) dan proses yang bekerja kemudian
setelah pembentukan batuan (proses sekunder). Berdasarkan terjadinya,
dikenal adanya dua macam struktur batuan yaitu struktur primer dan
sekunder.
1. Struktur Primer, yaitu suatu struktur yang dibentuk bersamaan
dengan terbentuknya batuan tersebut. Struktur primer terbagi
menjadi ;
a. Struktur perlapisan, misalnya laminasi, graded bedding, croos
bedding, planar bedding, riplle marks.
b. Struktur sedimen, misalnya load cast, flute cast, mud crack,
bioturbasi dan sebagainya.
c. Struktur aliran lava.
2. Struktur Sekunder, yaitu suatu struktur yang terbentuk setelah terjadi
pengendapan batuan. struktur ini berupa deformasi akibat adanya
gaya – gaya yang berasal dari dalam bumi, yang menimpah batuan,
sehingga batuan menjadi retak – retak, terlipat, bergeser dari
kedudukan semula. Hal ini dipengaruhi oleh :
a. Arah dan kekuatan gaya yang bekerja pada batuan: Gaya tekanan
pada umumnya tekanan tangensial (mendatar), menghasilkan
gejala – gejala perlengkungan dan gejala – gejala patahan pada
batuan sediment, sedangkan gaya tarikan menghasilkan patahan
saja.
b. Sifat fisik batuan, misalnya kekompakan, kekerasan, plastisitas.
c. Perubahan batuan oleh pengaruh kimia.
Macam – Macam Struktur Sekunder :
a. Kekar (Joint), yaitu rekahan – rekahan dalam batuan yang
terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya

48
yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan/hilangnya
tekanan, dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.
b. Sesar (Fault), yaitu rekahan – rekahan batuan pada kulit bumi,
yang mengalami pergeseran yang arahnya sejajar dengan
bidang rekahannya satu terhadap yang lainnya. Patahan terjadi
karena tekanan (kompresi) yang kuat serta berlangsung sangat
cepat, sehingga tekanan tersebut melampaui titik patah atau
plastisitas batuan yang menyebabkan batuan tersebut patah dan
tergeser. Sesar merupakan jalur lemah, yang lebih banyak
terjadi pada lapisan yang keras dan rapuh.
Klasifikasi sesar berdasarkan sifat pergeseran relatif
sebenarnya :
- Strike slip fault, adalah pergeseran relatif sebenarnya searah
jurus bidang.
 Left – handed strike fault, jika pergeseran relatif terlihat
bergerak ke arah kiri.
 Right – handed strike fault, jika pergeseran relatif terlihat
bergerak ke arah kanan.
- Dip slip fault, adalah pergeseran relatif sebenarnya searah
kemiringan bidang sesar.
 Normal slip fault, bila HW relatif turun terhadap FW
dengan dip sekitar 600.
 Reverse slip fault, bila HW relatif naik terhadap FW dengan
dip > 450.
 Low angle normal slip fault, bila HW relatif turun terhadap
FW dengan dip < 450.
 Thrust slip fault, bila HW relatif naik terhadap FW dengan
dip < 450 (± 300).
- Oblique slip fault, adalah pergeseran miring relatif sebenarnya
terhadap bidang sesar. Untuk penamaan sesar memakai
kombinasi dip dan strike fault, seperti dibawah ini.

49
 Normal left slip fault (Normal left-handet slip fault)
 Normal right slip fault (Normal right-handet slip fault)
 Reverse left slip fault (Reverse left-handet slip fault)
 Reverse right slip fault (Reverse right-handet slip fault)
- Rotational fault, adalah yang memperlihatkan pergeseran
berputar pada bidang sesarnya.
 Clockwise rotational fault, blok yang berlawanan bergerak
searah jarum jam.
 Anticlockwise rotational fault, blok yang berlawanan
bergerak berlawanan arah jarum jam.
Berdasarkan uji ketahanan batuan, Anderson, 1951, mengetahui
bahwa kondisi tegasan yang menyebabkan terjadinya patahan pada
suatu tubuh batuan. Bahwa sudut antara bidang patahan dengan
arah tegasan utama harus lebih kecil dari 450atau dengan kata lain
arah tegasan utama harus diapit oleh dua bidang conjugate yang
membentuk sudut lancip (< 900). Oleh karena itu, kita dapat
menentukan arah dari tegasan utama bila didapatkan 2 bidang
conjugate. Dari hasil tersebut Anderson membuat suatu pemodelan
yang menjelaskan hubungan antara pola tegasan dan bidang patah
yang terbentuk, dengan kesimpulan :
 Sesar normal terbentuk bila σ1 vertikal.
 Sesar mendatar terbentuk bila σ2 vertikal.
 Sesar naik terbentuk bila σ3 vertikal.
2.2.4 Tinjauan Umum Stratigrafi
Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari lapisan-lapisan batuan
serta hubungannya satu dengan yang lain kemudian kejadian-kejadian di
alam dalam hubungan ruang dan waktu yang meliputi umur, hubungan
lateral/vertikal, ketebalan, penyebaran dan keterjadiannya, yang memiliki
tujuan untuk mendapatkan pengetahuan sejarah bumi dan pengetahuan
lainnya dari lapisan batuan yang mempunyai arti ekonomis ataupun tidak

50
(Syarifin,1984). Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan pada
keterdapatan litologi yang dominan pada satuan tersebut.
Penentuan satuan-satuan batuan didasarkan pada ciri-ciri batuan
yang dapat diamati di lapangan. Sandi Stratigrafi Indonesia Pasal 15
menjelaskan mengenai batas dan penyebaran satuan yaitu :
1. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang
berlainan ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan
tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan
litologinya atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya
merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya (batas arbiter).
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari-jemari,
peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila
memenuhi persyaratan Sandi.
4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batas cekungan pengendapan atau aspek-aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan
sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu
satuan.
Batas dan penyebaran dari setiap satuan litologi dapat dilihat dari
bidang kontak antar perlapisannya yang dapat bersifat tegas atau
berangsur. Kontak antar perlapisan batuan atau sentuhan stratigrafi yang
kita kenal ada dua macam yaitu :
1. Selaras (Conformity), Sedimentasi berlangsung menerus tanpa
adanya intrupsi atau penghentian proses sedimentasi dari satuan
stratigrafi mulai dari yang dibawah sampai ke lapisan yang
diatasnya. Kontak yang selaras ini dapat bersifat tegas, berangsur,
ataupun interkalasi.

51
2. Tidak Selaras (Unconformity), Siklus sedimentasi tidak menerus,
karena adanya interupsi atau penghentian proses sedimentasi dan di
lapangan ditandai dengan adanya bidang erosi. Jenis-jenis
ketidakselarasan adalah :
a. Angular unconformity, yaitu lapisan bawah dan atas tidak sejajar
(membentuk sudut) dan mempunyai srike/dip yang berbeda.
b. Paraconformity, ialah lapisan atas dan bawah relatif sejajar,
namun dipisahkan oleh bidang erosi yang beraturan.
c. Disconformity, sama seperti paraconformity, namun bidang erosi
yang memisahkannya relatif tak beraturan.
d. Nonconformity, adalah permukaan erosi yang memisahkan
batuan kristalin (intrusi batuan beku atau kompleks metamorfis)
di bawah permukaan dari batuan sedimen diatasnya.

52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Gps
2. Kompas geologi
3. Palu geologi
4. Loupe
5. Roll meter
6. Papan clipboard
7. Kamera
8. Kalkulator
9. Komparatur butir
10. Buku kuliah lapangan
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kertas HVS A3 dan kertas HVS A4
2. Kertas kalkir
3. Peta dasar
4. Peta rupa bumi
5. Baterai
6. Plastik sampel
7. Peta geologi regional lembar sorong
8. Larutan HCL
9. Peta tentatif
3.2 Waktu Pelaksaan
Pemetaan geologi dilakukan dalam tiga tahapan yaitu pra pemetaan,
pemetaan, pasca pemetaan.

53
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian (Penulis,2019)

3.3 Diagram Alir


Menjelaskan pelaksaan pemetaan geologi terbagi menjadi tiga bagian
utama yaitu:
1. Pra pemetaan : persiapan – recongnize lapangan hingga pembuatan laporan
orientasi medan.
2. Pemetaan : pengambilan data geomorfologi, petrologi, stratigrafi struktur di
lapangan, pengolahan data dan pembuatan laporan.
3. Paska pemetaan : evaluasi meliputi ujian peraga/ responsi ujian pemaparan
hasil pemetaan geologi hingga penyusunan laporan akhir.

54
55
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.1 Geomorfologi Daerah Penelitian


Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan bentang
lahan yaitu : satuan bentang lahan structural, satuan bentang lahan
denudasional, dan satuan bentang lahan fluvial. Pembagian satuan bentukan
lahan mengacu pada perhitungan morfometri yang berupa perhitungan
tingkat kelerengan dan morfogenesa berupa data yang diperoleh di lapangan
serta klasifikasi Van Zuidam, 1983.
4.1.1 Satuan Bentang Lahan Struktural (S3)
Satuan ini menempati 48% dari total luas wilayah yang terlettak di
Timurlaut daerah penelitian serta penyebaran dari Timurlaut hingga
Baratdaya yang memiliki tingkat kelerengan berombak-bergelombang
hingga berbukit-bergelombang dengan nilai slope 8º-16º yang diperoleh dari
perhitungan morfometri. Litologi yang dijumpai pada satuan ini adalah filit,
andesit, dan peridotit dengan struktur geologi berupa sesar naik mengisi
zona hancuran dan kekar-kekar yang ditemui pada bidang batuan. Tingkat
erosi pada satuan ini berupa Gully Erosion dan gerakan tanah yang dikontrol
oleh struktur geologi. Tata guna lahan yang dijumpai berupa hutan.

N 29 ⁰ E

Gambar 4.1 Satuan Bentang Lahan Struktural,Lokasi Pengamatan 4


( Sumber : Penulis 2019 )

56
4.1.2 Satuan Bentang Lahan Denudasional (D1)
Satuan ini menempati 36% dari total wilayah yang terletak di Tenggara
daerah penelitian dengan penyebaran dari Timur ke Barat satuan ini
memiliki tingkat kelerengan berombak-bergelombang dengan nilai slope 4º-
8º yang diperoleh dari perhitungan morfometri. Litologi yang dijumpai pada
satuan ini berupa lapukan batuan granit. Terdapat juga pola aliran Dendritik
dengan stadia muda serta tingkat erosi berupa Gully Erosion. Tata guna
lahan pada daerah ini adalah perkebunan.
U

N 183 ⁰
E

Gambar 4.2 Satuan Bentang Lahan Denudasional,Lokasi Pengamatan 1


( Sumber : Penulis 2019 )
4.1.3 Satuan Bentang Lahan Fluvial (F5)
Satuan ini menempati 16% dari total wilayah yang terlettak di Barat
daerah peneltian dengan penyebaran dari Utara ke Selatan. Satuan ini
memiliki tingkat kelerengan datar-hampir datar dengan slope 0º-2º yang
tersusun atas material lumpur dengan vegetasi bakau, serta tingkat erosi
kuat.

57
U

N 173 ⁰
E

Gambar 4.3 Satuan Bentang Lahan Fluvial,Lokasi Pengamatan 43


( Sumber : Penulis 2019 )
4.1.4 Sungai
Pada daerah penelitian ditemukan 1 (satu) pola aliran sungai yang
terlampir pada lampiran yaitu pola aliran Dendritik yang terdapat dibagian
Timur dengan penyebaran dari arah Timur ke Barat. Penentuan pola aliran
sungai pada daerah penelitian didasarkan pada kenampakan sungai pada
peta yang menyerupai cabang pohon dan jenis batuan yang relatif homogen.
Genetik sungai pada daerah penelitian adalah konsekuen yang
merupakan sungai yang mengalir searah lereng topografi aslinya. Penentuan
genetik sungai didasarkan pada kenampakan sungai di lapangan yang
mengalir di dasar lembah.
Jenis sungai pada daerah penelitian dominan sungai permanen
dikarenakan jumlah debit airnya relatif stabil pada tiap musim. Ada juga
ditemukan beberapa Sungai Episodik yang ditemukan dalam keadaan
kering.
Tahap perkembangan sungai di daerah penelitian adalah tahap muda
dicirikan dengan sungai-sungai yang menempati lantai dasar dari lembah-
lembah karena erosi vertikal.

58
4.1.5 Stadia Daerah Penelitian
Stadia sungai pada daerah penelitian dikategorikan sebagai sungai
dengan stadia muda yang dicirikan dengan penampang sungai yang
membentuk huruf “V”. Ciri khas lainnya berupa keterdapatan point bar
dikarenakan sungai muda lebih dominan erosi vertikal daripada horizontal.

N147 ⁰
E

Gambar 4.4 Stadia Daerah Penelitian,Lokasi Pengamatan 4


( Sumber : Penulis 2019 )
4.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Daerah penelitian yang berada di daerah Rufei dan sekitarnya Distrik
Sorong Barat Kota Sorong Provinsi Papua Barat dengan luas daerah
penelitian sekitar 13,14 km². daerah penelitian termasuk dalam beberapa
formasi batuan dari umur tertua hingga umur termuda berdasarkan
kesebandingan dengan Geologi Regional Lembar Sorong yaitu Formasi
Kemum (SDk), Batuan Gunungapi Dore (Tmdo), Granit Sorong (SFso)
Batuan Ultramafik (SFu), dan Endapan Aluvium dan Litoral (Qa).

59
Penamaan stratigrafi daerah penelitian mengacu pada Sandi Stratigrafi
Indonesia (SSI) 1995 dengan sistem penamaan tidak resmi berdasarkan
litologi beserta ciri fisik dari keseragaman batuan yang ditemui pada daerah
penelitian yang ditinjau dari formasi regional untuk mengetahui umur
batuan yang ditemui berdasarkan pengamatan serta megaskopis yang
mengacu pada klasifikasi Traviss, 1955.
Daerah penelitian didapatkan 6 (enam) satuam litologi dari umur tertua
yaitu satuan filit, satuan andesit, satuan konglomerat, satuan granit, satuan
peridotit, dan satuan alluvial.
4.2.1 Satuan Filit
Satuan filit berada dibagian Timur daerah penelitian yang memiliki luas
3,9% dengan arah penyebaran dari Timurlaut hingga Tenggara litologi filit
secra megaskopis memiliki warna lapuk hitam, warna segar hitam gelap,
struktur foliasi (filitik), tekstur palimpsest (blastopellite), tersusun atas
mineral albit, plagite, dan andalusite, jenis batuan metamorf. Dalam satuan
ini juga terdapat litologi marmer yang secara megaskopis memiliki warna
lapuk abu-abu, warna segar abu-abu cerah, struktur non foliasi (kataklastik),
tekstur kristaloblastik, tersusun atas klastik, dan jenis batuan metamorf.
Satuan filit jika disebandingkan dengan Geologi Regional Lembar
Sorong berumur Silur – Devon dan tidak selaras dengan satuan yang lebih
muda diatas satuan ini (satuan granit, satuan peridotit, satuan andesit, dan
satuan konglomerat) dikarenakan pada saat berakhirnya pembentukan
satuan filit ini terjadi hiatus yang sangat panjang, dan mulainya
pengendapan kembali pada akhir Miosen. Satuan ini juga merupakan
basement yang masuk dalam Formasi Kemum (SDk).

60
U

N 64 ⁰ E

Gambar 4.5 Satuan Filit,Lokasi Pengamatan 13


( Sumber : Penulis 2019 )
4.2.2 Satuan Andesit
Satuan andesit berada dibagian Timurlaut daerah penelitian yang
memiliki luas 8,7% dengan arah penyebaran dari Utara – Timurlaut.
Litologi andesit secara megaskopis memiliki warna lapuk coklat, warna
segar abu-abu gelap, struktur masif, tekstur afanitik, hipokristalin, Kristal
anhedral, equigranular, tersusun atas mineral hornblend, biotit, piroksen,
kuarsa, feldspar, jenis batuan beku intermediet (ekstrusif). Ciri khas pada
beberapa lokasi pengamatan terdapat pelapukan mengulit bawang.
Satuan andesit jika dibandingkan dengan Geologi Regional Lembar
Sorong termasuk Formasi Batuan Gunungapi Dore (Tmdo) dengan umur
Miosen bawah – Miosen atas dan tidak selaras dengan satuan di bawahnya
(satuan filit) dan tidak selaras dengan satuan di atanya (satuan alluvial).

61
U

N 29 ⁰ E

Gambar 4.6 Satuan Andesit, ,Lokasi Pengamatan 4


( Sumber : Penulis 2019 )
4.2.3 Satuan Konglomerat
Satuan konglomerat berada di bagian Utara daerah penelitian yang
memiliki luas 5,8% dengan arah penyebaran di Utara, litologi konglomerat
secara megaskopis memiliki warna lapuk coklat, warna segar coklat gelap,
struktur masif, tekstur ukuran butir pasir kasar – kerakal, bentuk butir
subrounded – rounded, sortasi buruk, fragmen andesit dan basalt, matriks
litolit, semen silika, jenis batuan sedimen silisiklastik, dalam satuan ini juga
terdapat litologi batulanau yang secara megaskopis memiliki warna lapuk
coklat, warna segar abu-abu, struktur lentikuler, tekstrur ukuran butir lanau,
bentuk butir rounded, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi mineral lanau,
jenis batuan sedimen silisiklastik, ciri khas terdapat sisipan batupasir halus.
Juga terdapat litologi batulempung yang secara megaskopis memiliki warna
lapuk coklat, warna segar abu-abu, struktur perlapisan, ukuran butir
lempung, bentuk butir rouded, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi
mineral lempung, semen silika, jenis batuan sedimen silisiklastik, ciri khas
terdapat bioturbasi.

62
Satuan konglomerat jika disebandingkan dengan Geologi Regional
Lembar Sorong termasuk Formasi Batuan Gunungapi Dore (Tmdo) umur
Miosen Tengah – Miosen Atas, dan tidak selaras dengan satuan di
bawahnya (satuan filit) dan tidak selaras dengan satuan di atasnya (satuan
alluvial).

N 183 ⁰
E

Gambar 4.7 Satuan Konglomerat,Lokasi Pengamatan 1


( Sumber : Penulis 2019 )
4.2.4 Satuan Peridotit
Satuan peridotit berada di bagian Timurlaut daerah penelitian yang
memiliki luas 20,89% dengan arah penyebarann Utara – Timurlaut. Litologi
peridotit secara megaskopis memiliki warna lapuk hitam, warna segar hitam
kehijauan, struktur masif, tekstur faneritik, hipokristalin, Kristal subhedral –
euhedral, inequigranular, tersusun atas mineral piroksen, olivin, jenis batuan
beku ultrabasa (intrusif).
Batuan peridotit jika disebandingkan dengan Geologi Regional Lembar
Sorong termasuk Formasi Batuan Ultramafik (SFu) dengan umur Miosen
Tengah – Miosen Atas. Satuan ini tidak selaras dengan satuan di bawahnya
(satuan filit) dan tidak selaras dengan satuan di atasnya (satuan alluvial).

63
U

N 135 ⁰ E

Gambar 4.8 Satuan Peridotit,Lokasi Pengamatan 34


( Sumber : Penulis 2019 )
4.2.5 Satuan Granit
Satuan granit berada di bagian Baratdaya daerah penelitian yang
memiliki luas 26,37% dengan arah penyebaran Tenggara – Baratdaya.
Litologi granit secara megaskopis memiliki warna lapuk hijau, warna segar
coklat terang, struktur masif, tekstur faneritik, holokristalin, kristal euhedral,
inequigranular, tersusun atas mineral kursa, plagioklas, hornblend, biotit,
feldspar, jenis batuan beku asam (intrusif).
Satuan granit jika disebandingkan dengan Geologi Regional Lembar
Sorongtermasuk Formasi Granit Sorong (SFso) yang berumur Miosen
Tengah – Miosen Atas dan tidak selaras dengan lapisan satuan di bawahnya
(satuan filit) dan tidak selaras dengan satuan di atasnya (satuan alluvial).

64
U

N 121 ⁰ E

Gambar 4.9 Satuan Granit,Lokasi Pengamatan 21


( Sumber : Penulis 2019 )
4.2.6 Satuan Alluvial
Satuan alluvial berada di bagian Baratlaut daerah penelitian yang
memiliki luas 39,34% dengan arah penyebaran Baratdaya – Baratlaut.
Satuan alluvial terdiri atas material lepas berukuran lempung – pasir kasar.
Satuan alluvial jika disebandingkan dengan Geologi Regional Lembar
Sorong termasuk dalam Formasi Endapan Alluvium dan Litoral (Qa) yang
berumur Kuarter serta tidak selaras dengan lapisan di bawahnya (satuan filit,
satuan andesit, satuan peridotit, dan satuan konglomerat).

65
U

N 173 ⁰
E

Gambar 4.10 Satuan Aluvial, Lokasi Pengamatan 43


( Sumber : Penulis 2019 )

4.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian


Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian Rufei dan
sekitarnya yaitu struktur bidang yang berupa satu cermin sesar, dua data
kekar dan dua data breksisasi. Pada cermin sesar, data kekar dan breksiasi
pertama ditemukan pada lokasi pengamatan keempat yang berarah Utara
dengan litologi andesit disepanjang daerah sungai. Pada data kekar dan
breksiasi kedua ditemukan pada lokasi pengamatan keenam yang berarah
Timurlaut dengan litologi andesit disepanjang daeraah sungai
Adanya cermin sesar mengidentifikasi adanya sesar dan adanya kekar
gerus dtan kekar tarik disepanjang zana breksiasi.
4.3.1 Tegasan Utama
A. Kekar Gerus
Berdasarkan hasil pengolahan data kekar gerus pada lokasi
pengamatan keempat, maka nilai tegasan utama yaitu N315ºE yang
berarah Baratlaut dengan arah compresi sebesar N345ºE dan arah
ekstensi sebesar N75ºE. pada resim compresi menghasilkan Left
Reverse Slip Fault.

66
Gambar 4.11 Harding LP 4
( Sumber : Penulis 2019 )

Berdasarkan hasil ploting strike/dip data kekar gerus pada lokasi


pengamatan keenam, maka nilai tegasan utama yaitu N5ºE yang berarah
Utara dengan arah compresi sebesar N335ºE dan arah ekstensi seebesar
N65ºE.

67
Gambar 4.12 Harding LP 6
( Sumber : Penulis 2019 )
B. Kekar Tarik
Berdasarkan hasil ploting strike/dip data kekar tarik yang dibuat
dalam diagram kontur pada lokasi pengamatan keempat, maka nilai
tegasan utama yaitu N40ºE/60º yang berarah Timurlaut.

68
Gambar 4.13 Diagram Kontur LP 4
( Sumber : Penulis 2019 )

Berdasarkan hasil ploting strike/dip data kekar tarik yang dibuat


dalam diagram kontur pada lokasi pengamatan keenam maka nilai
tegasan utama yaitu N12ºE/62º yang berarah Utara.

69
Gambar 4.14 Diagram Kontur LP 6
( Sumber : Penulis 2019 )
4.3.2 Analisis Sesar
Berdasarkan rekonstruksi sesar yang dihasilkan drai data cermin sesar
yang didapat pada daerah penelitian, cermin sesar berkembang pada litologi
andesit. Didapatkan hasil pengukuran cermin sesar di lapangan berupa
bidang sesar N270ºE/70º, plunge 55º, rake 40º, dip direction N340ºE. Dari
hasil perhitungan rekonstruksi Net Slip berdasarkan klasifikasi Rickard,
1972 diddapatkan gores-garis pada kuadran 4 (empat). Dalam penentuan
jenis sesar didapatkan jenis sesar Left Reverse Slip Fault (sesar naik) yang
berada di Utara dan mengarah dari Baratdaya – Timurlaut.

70
Gambar 4.15 Klasifikasi Rickard 1972
( Sumber : Panduan Geologi Lapangan Eric A.Patandianan,2019 )

4.4 Sejarah Geologi Daerah Penelitian


Sejarah Geologi yang terdapat pada daerah penelitian di daerah
penelitian Rufei dan sekitarnya, daerah penelitian masuk dalam lima
formasi berdasarkan urutan tertua yaitu Formasi SDk, Formasi yang berada
di dalam Sistem Sesar Sorong (Tmdo, SFu, SFso), Formasi Alluvium.
Formasi SDk dimulai pada kala Silur – Devon dengan satuan yang
didapatkan berupa filit dengan liitologi lain dijumpai berupa marmer, satuan
ini menempati lingkungan pengandapan laut, pada masa ini terjadi proses

71
metamorfisme regional yang menghasilkan batuan filit dan marmer yang
menjadi penyususn Formasi SDk, setelah kala Devon berakhir terjadi
ketidakselarasan dengan formasi di atas akibat rentang waktu yang hilang
dikarenakan terjadi pengangkatan hasil dari tektonik.
Kemudian pada kala Miosen Bawah terjadi peristiwa Geologi berupa
aktivitas tektonik Sistem Sesar Sorong yang membawa Formasi (SFu)
dengan litologi peridotitdan (Tmdo) dengan litologi andesit, konglomerat,
lanau, lempung. Proses ini berakhir sampai dengan Miosen Atas dan tidak
selaras dengan formasi di atasnya. Namun pada waktu yang bersamaan
terdapat struktur kekar/sesar-sesar minor pada tubuh batuan, akibat dari
deformasi Sesar Sorong sehingga Formasi SFu berupda intrusi batolith
granit ini masuk dan mengisi celah-celah rekahan tersebut, granit ini
mengintrusi sampai dengan zaman Kuarter pada Kala Pliosen dan tidak
selaras dengan Formasi Qa.
Selanjutnya pada zaman Kuarter terjadi pengendapan secara tidak
selaras hasil dari material lepas Sistem Sesar Sorong yang berumur Miosen
Bawah – Atas, proses material sedimentasi endapan alluvial masih berlanjut
hingga sekarang.
4.5 Potensi Geologi Daerah Penelitian
A. Potensi bahan galian
Bahan galian adalah semua produk dari pertambangan diperoleh
dengan cara pelepasan batuan dari induknya. Batuan galian dibagi
dalam 3 (tiga) golongan.
Golongan A = Bahan galian strategis
B = Bahan galian vital
C = Bahana galian bukan sstrategis
Salah satu bahan galian yang terdapat di daerah penelitian yang
bernilai ekonimis adalah bahan galian golongan C atau pertambangan
batupasir hasil dari pelapukan granit, bahan galian golongan C ini
terletak dibagian Tenggara daerah Klademak lokasi penelitian
B. Potensi bencana geologi

72
Bencana Geologi adalah bencana yang terjadi di permukaan bumi
atau disebabkan oleh gerakan aatau aktivitas dari daar bumi yang
muncul ke perrmukaan.
Bencana Geologi yang terdapat pada daerah penelitian adalah
gerakan tanah berupa longsoran. Indikasi dari gerakan tanah ini terjadi
karena faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen berupa struktur
Sesar Sorong yang aktif di daerah penelitian yang dapat menyebabkan
gerakan tanah sedangkan faktor eksogen adalah tinggkat pelapukan pad
batuan yan cukup tinggi hal ini wmenyebabkan tingkat resistensi pada
batuan semakin lemah.
Gerakaan tanah pada daerah penelitian berkembang di satuan granit
yang berada di Tenggara daerah penelitian.

BAB V

73
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada daerah penelitian yang terletak di Daerah rufei dan sekitarnya
distrik sorong barat, kota sorong, provinsi papua barat.
1. Geomorfologi
Daerah penelitian termasuk kedalam 3 bentukan lahan asal yaitu
fluvial (F5), denudasional (D1) dan struktural (S3).
2. Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari 6 satuan yaitu satuan filit
yang didalam nya terdapat batuan marmer berumur silur-devon yang
masuk dalam formasi (SDk), satuan andesit yang berumur dari miosen
bawah-miosen atas yang masuk dalam formasi (Tmdo), satuan
konglomerat yang berumur miosen bawah-miosen atas yang masuk
dalam formasi (Tmdo), satuan peridotit yang berumur miosen bawah-
miosen atas yang masuk dalam formasi (SFu), satuan granit dengan
umur miosen bawah-kuarter yang masuk dalam formasi (SFso), satuan
terakhir yaitu satuan alluvial dengan umur kuarter yang masuk kedalam
formasi (Qa)
3. Struktur
Struktur yang ditemukan berupa kekar Tarik dan kekar gerus pada
LP 4 dan LP 6 data-data tersebut dipakai untuk menentukan arah umum
dan tegasan utama selain itu ditemukan breksiasi dan cermin sesar.
Pada LP 4 didapatkan arah umum sebesar N315˚E untuk kekar gerus
sedangkan kekar Tarik ditemukan tegasan utama dengan nilai
N40˚E/60˚ yang berarah timurlaut selain itu terdapat struktur breksiasi
dengan arah N147˚E, rake N40˚E, bidang sesar N270˚E/70˚, dip
direction N340˚E dari hasil perhitungan net slip berdasarkan klasifikasi
Rickard 1972 di dapatkan gores garis pada kuardan 4 dengan penentuan
jenis sesar yaitu left thrust slip fault / sesar naik yang berada di utara.
Pada LP 6 di dapatkan nilai tegasan kekar Tarik yaitu N12˚E/62˚ yang
berarah utama, kekar gerus dengan arah umum N5˚E yang berarah ke

74
utara serta ditemukan breksiasi denga arah N226˚E, rake N40˚E, dip
derction N280˚E
4. Sejarah Geologi Daerah Penelitian
Sejarah geologi daerah penelitian masuk dalam 5 formasi yang
diurutkan berdasarkan umur dari yang tertua yaitu : formasi (SDk),
formasi (Tmdo), formasi (SFu), formasi (SFso), formasi (Qa).
5.2 Saran
Diharapkan agar alat-alat yang digunakan dalam pemetaan geologi
lebih di perlengkap dan di perbanyak agar setiap mahasiswa bisa belajar
mempergunakan nya dengan sebaik mungkin.

75

Anda mungkin juga menyukai