Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

Upaya pencegahan korupsi:

Pembentukan Lembaga anti Korupsi

Pencegahan Korupsi disektor Publik

Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan

Pembuatan Instrumen Hukum

Monitoring dan Evaluasi

Dosen Pengampu: Yusrawati Hasibuan SKM,M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 9

Kelas: DIV/3A

Devita Natalia P07524419013

Elektra Sihombing P07524419018

Friska Martha Sitorus P07524419020

Grace Yemima Bintang P07524419021

Ririn Simanjuntak P07524419023

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

PRODI DIV KEBIDANAN

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dengan harapan dapat
dijadikan sebagai bahan ajar untuk Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi bagi
mahasiswa yang mengikuti pendidikan DIV Kebidanan.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.kami menyadari keterbatasan kami selaku
penulis, oleh karena itu demi pengembangan kreatifitas dan penyempurnaan makalah ini, kami
mengharapkan saran dan masukan dari pembaca maupun para ahli, baik dari segi isi, istilah serta
pemaparannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik semua pihak yang telah
memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah ini.Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.Amin.

Medan, 24 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

I.Kata Pengantar...............................................................................................................i

Il.Daftar Isi.........................................................................................................................ii

Ill.Bab I Pendahuluan.......................................................................................................1

I. Latar Belakang..............................................................................................................1
II. Tujuan............................................................................................................................1

IV.Bab II Pembahasan......................................................................................................2

1.Upaya Pencegahan Korupsi......................................................................................3

2.Konsep Pemberantasan Korupsi..............................................................................4

3.Upaya Penanggulangan Kejahatan korupsi dengan hukuman pidana..................5

4.Berbagai Strategi dan Upaya Pemberantasan Korupsi...........................................7

V.Bab III Pentutup............................................................................................................

1. Kesimpulan.............................................................................................................15
2. Saran.......................................................................................................................16

Daftar Pustaka 17

BAB 1

3
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) sehingga perlu penangan khusus
dalam hal pencegahan serta penindakannya. Dari berbagai kejahatan korupsi yang terjadi dan sangat
canggih, muncul pemikiran perlunya upaya pencegahan dini yang dituangkan dalam kurikulum
pendidikan yaitu Pendidikan Budaya Antikorupsi dari tingkat dasar dan perguruan tinggi di Indonesia.
Mahasiswa menjadi sasaran utama dalam pendidikan ini karena dianggap sebagai penerus di dalam
kepemimpinan bangsa yang perlu dibekali pengetahuan implementasi budaya anti korupsi agar kelak bisa
berperan sebagai subjek yang dapat mencegah sekaligus memberantas korupsi.

II.TUJUAN

Adapun tujuan adanya kerjasama internasional dalam pemberantasan korupsi adalah untuk
memperkecil peluang bagi berkembangnya korupsi di dunia, merealisasikan tata pemerintahan yang lebih
baik, bersih, transparan, dan professional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), mengamankan
asset negara serta menumbuhkan sikap taat terhadap peraturan perundang-undangan, mencegah praktik-
ptaktik ketidakwajaran atau penyimpangan dalam segala level kehidupan, dapat memberantas korupsi
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dan bagi mahasiswa dapat memberikan pengetahuan mengenai
korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI

A. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI

Pemberantasan korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh
karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan dan perekonomian negara, serta
menghambat pembangunan nasional.

Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa yang berdampak pada segala aspek kehidupan masyarakat
sehingga pemberantasannyapun perlu upaya yang luar biasa. Perlu dipahami bahwa dimanapun dan
sampai pada tingkatan terbawahpun, korupsi akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi
(melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undnagan yang
berlaku. Karenanya ada tiga hal yang perlu digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti
menindak pelaku korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.

Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan
berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit
‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah
negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan
masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu dipahami bahwa di manapun dan sampai pada
tingkatan tertentu, korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.

Sebelum melangkah lebih jauh membahas upaya pemberantasan korupsi, berikut pernyataan yang
dapat didiskusikan mengenai strategi atau upaya pemberantasan korupsi (Fijnaut dan Huberts : 2002): “It
is always necessary to relate anti-corruption strategies to characteristics of the actors involved (and the
environment they operate in). There is no single concept and program of good governance for all
countries and organizations, there is no ‘one right way’. There are many initiatives and most are tailored
to specifics contexts. Societies and organizations will have to seek their own solutions”.

Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa sangat penting untuk menghubungkan strategi atau upaya
pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di
mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap
negara atau organisasi. Ada begitu banyak strategi, cara atau upaya yang kesemuanya harus disesuaikan

5
dengan konteks, masyarakat maupun organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat maupun
organisasi harus mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.

B. UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN (KORUPSI) DENGAN HUKUM


PIDANA

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal atau
criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Nawawi Arief : 2008) :

1. Kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application);

2. Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment);

3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat
mass media (influencing views of society on crime and punishment /mass media) (atau media lainnya
seperti penyuluhan, pendidikan dll : tambahan dari penulis).

Melihat pembedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi
2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal (diselesaikan
di luar hukum pidana dengan sarana-sarana non-penal). Secara kasar menurut Barda Nawawi Arief, upaya
penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive
(penumpasan/penindasan/ pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih
menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga
dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas (Nawawi Arief : 2008).

Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum. Namun untuk
pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi
yang memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang di dalamnya terdapat Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat.

Sasaran dari upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal adalah menangani faktor-faktor
kondusif penyebab terjadinya kejahatan dalam hal ini korupsi, yakni berpusat pada masalah-masalah atau
kondisi-kondisi baik politik, ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan (korupsi; tambahan dari penulis). Dengan ini, upaya
nonpenal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau dalam istilah yang digunakan oleh
Barda Nawawi Arief ‘memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal’.

6
Upaya yang kedua adalah upaya penal dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau
dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan penderitaan atau nestapa bagi pelaku korupsi.
Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa sarana penal memiliki ‘keterbatasan’ dan mengandung beberapa ‘kelemahan’ (sisi
negatif) sehingga fungsinya seharusnya hanya digunakan secara ‘subsidair’. Pertimbangan tersebut
(Nawawi Arief : 1998) adalah :

Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam bidang hukum,
sehingga harus digunakan sebagai ultimum remedium (obat yang terakhir apabila cara lain atau bidang hukum
lain sudah tidak dapat digunakan lagi);
Dilihat secara fungsional/pragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya menuntut biaya yang tinggi;
Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/paradoksal yang mengadung efek sampingan yang negatif. Hal
ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga Pemasyarakatan;
Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan ‘kurieren am symptom’
(menyembuhkan gejala), ia hanya merupakan pengobatan simptomatik bukan pengobatan kausatif karena
sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana;
Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana kontrol sosial lainnya yang tidak
mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks;
Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal; tidak bersifat struktural atau fungsional;
Efektivitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih sering diperdebatkan oleh para ahli.
Sejatinya Lembaga Pemasyarakatan adalah Lembaga yang bertujuan untuk merehabilitasi dan
meresosialisasi pelaku kejahatan. Namun dalam realita, tujuan ini sangat sulit untuk diwujudkan.
Berbagai kasus narapidana yang dengan memberi suap dapat menikmati perlakuan istimewa saat berada
di Lembaga Pemasyarakatan dapat memperlihatkan bahwa hukum telah bersikap diskriminatif. Dengan
ini justru daftar lembaga dan aparat hukum yang terlibat dan turut menumbuhsuburkan korupsi bertambah
panjang.

C. BERBAGAI STRATEGI DAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi
yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan
dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004).

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KPK adalah salah satu lembaga independen yang mengupayakan pemberantasan korupsi. KPK
bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporan kepada Presiden, DPR, serta BPK secara
berkala.

7
Laporan kinerja tahunan KPK juga dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat. Berikut adalah tugas
KPK.

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi,

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berikut adalah wewenang KPK.

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi,

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi,

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang
terkait,

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi, dan

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

2. Kepolisian Negara RI

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri bertugas dalam penyelidikan dan penyidikan atas
semua tindak pidana, termasuk korupsi. sementara itu, wewenang Polri adalah menyelidikan atau
penyidikan dalam setiap kasus pidana Sesuai dengan ketentuan. Kitab Undangundang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), termasuk tindak pidana korupsi, tetapi dalam kasus tindak pidana korupsi Polri hanya
berwenang melakukan penyelidikan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara di bawah Rp.
1.000.000.000 selebihnya ditangani oleh lembaga lain yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepercayaan negara terhadap Polri dalam penanganan kasus korupsi tidak berbanding lurus dengan
kepercayaan masyarakat, yang timbul justru sinisme dari masyarakat terhadap Polri. Polri dianggap tidak
efektif dalam menangani kasus korupsi hal ini sebagai dampak ditetapkannya mantan Kepala Korps Lalu
Lintas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka
kasus korupsi pengadaan simulator kemudi motor dan kemudi mobil pada tahun 2011 senilai Rp. 189
Miliar oleh KPK. Namun institusi Polri saat ini tengah berbenah dan sibuk membersihkan diri
membangun citra institusi negara yang anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Sudah semestinya
institusi kepolisian terbebas dari KKN. Pemberantasan tindak pidana korupsi ini dijalankan oleh
direktorat tindak pidana korupsi bareskrim Polri mabes polri yang secara struktural berjenjang ke sub
direktorat polda sampai ke unit tipikor polres.

3. Kejaksaan Agung

8
Kejaksaan berwenang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan undang-undang 4. Mahkamah
Agung Mahkamah Agung adalah sebuah lembaga Negara yang berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Dalam konteks penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, mahkamah agung memiliki beberapa
fungsi sebagai berikut.:

1. Fungsi Peradilan. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan


pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi
dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undangundang diseluruh wilayah negara RI
diterapkan secara adil, tepat dan benar. MA berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama
dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili.permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Berkaitan erat dengan fungsi peradilan ialah
hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah
Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan
peraturan dari tingkat yang lebih tinggi

2. Fungsi Pengawasan. MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua


lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara.
MA juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok
Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi
kebebasan Hakim

3. Fungsi Mengatur. MA dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan. MA dapat membuat peraturan acara sendiri
bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. Fungsi Nasihat. MA memberikan nasihat-nasihat atau pertimbanganpertimbangan dalam bidang


hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain, kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan
hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya. MA berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman.

5. Fungsi Administratif. MA berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi
dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan

9
6. Fungsi Lain-lain. Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan
Undang-undang.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk
melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat.
Dengan demikian, masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang
dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul
ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya kepada orang lain
misalnya anggota keluarga.

Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah maupun militer,
salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran
secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil
dari pelelangan atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi
kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan
akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan
pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan
pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.

Isu mengenai publik awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan
isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian. Sejak beberapa tahun silam KPK bekerja sama
dengan perguruan tinggi dan guru membuat bab pendidikan anti korupsi bagi siswa Sekolah Menengah
dan siswa Sekolah Dasar. Pendidikan anti korupsi ini bertujuan untuk sejak dini memperkenalkan kepada
siswa sekolah tentang bahaya korupsi. Buku Ajar Pendidikan Anti Korupsi yang Anda pegang ini juga
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepedulian serta kesadaran mahasiswa akan bahaya
korupsi. Buku saku yang dikeluarkan oleh KPK adalah salah satu contoh saja cara melakukan kampanye
untuk mencegah dan memberantas korupsi.

Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi
adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Sebuah mekanisme
harus dikembangkan di mana masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung jawab melaporkan kasus
korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via
telepon, surat atau telex. Dengan berkembangnya teknologi informasi, media internet adalah salah satu
mekanisme yang murah dan mudah untuk melaporkan kasus-kasus korupsi.

10
Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran nama baik’ tidak dapat diberlakukan
untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih
besar dari pada kepentingan individu. Walaupun sudah memiliki aturan mengenai perlindungan saksi dan
korban yakni UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, masyarakat Indonesia
masih dihantui ketakutan akan tuntutan balik melakukan fitnah dan pencemaran nama baik apabila
melaporkan kasus korupsi.

Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima oleh
masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Menurut Pope media yang bebas sama
pentingnya dengan peradilan yang independen. Selain berfungsi sebagai alat kampanye mengenai bahaya
korupsi, media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.
Henry Grunwald, pemimpin redaksi Time menyatakan bahwa ‘pemerintahan yang terpilih secara
demokratis dan patuh sekalipun dapat dengan mudah menjadi pemerintah yang korup apabila
kekuasaannya tidak diawasi oleh pers yang bebas’. Media mempunyai peranan khusus dalam perang
melawan korupsi. Pejabat publik mungkin lebih mudah tergoda untuk menyalahgunakan jabatan mereka
untuk kepentingan pribadi bila mereka yakin tidak ada risiko bahwa perbuatan mereka akan terbongkar
dan diungkapkan oleh pers (Pope: 2003). Namun media juga memiliki titik lemah. Hal ini terjadi apabila
media tersebut dimiliki oleh pemerintah. Umumnya pemerintah adalah pemilik stasiun televisi dan radio
terbesar dalam suatu negara. Kita ambil contoh saja TVRI dan RRI. Karena milik pemerintah, tentu saja
independensinya tidak dapat terlalu diandalkan. Salah satu titik lemah lagi dari media adalah pekerjaan
jurnalisme yang berbahaya. Penculikan, penganiayaan dan intimidasi terhadap jurnalis atau wartawan
menjadi hal yang biasa (Pope : 2003). Segala macam cara akan digunakan oleh mereka (terutama yang
memiliki uang dan kekuasaan) yang tidak ingin namanya tercoreng karena pemberitaan di media. Selain
itu, banyak pula negara yang berupaya untuk melakukan penyensoran terhadap informasi yang akan
diberitakan oleh media atau bahkan pencabutan izin usaha sebuah media.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau internasional juga memiliki
peranan penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil
(civil society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru
yang bergerak di bidang Antikorupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki
fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Simak saja apa yang telah dilakukan
oleh ICW (Indonesia Corruption Watch), salah satu LSM lokal yang berkedudukan di Jakarta. LSM ini
menjadi salah satu garda terdepan yang mengawasi segala macam perbuatan pemerintah dan perilaku
anggota parlemen dan lembaga peradilan. Sama seperti pekerjaan jurnalisme yang berbahaya, penculikan,
penganiayaan dan intimidasi terhadap aktivis LSM sangat sering terjadi.

4. Pengembangan dan Pembuatan Berbagai Instrumen Hukum yang Mendukung

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi
tidak cukup hanya mengandalkan satu instrumen hukum yakni Undang-Undang Pemberantasan Tindak

11
Pidana Korupsi. Salah satu peraturan perundang-undangan yang harus ada untuk mendukung
pemberantasan korupsi adalah Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering atau Pencucian Uang.
Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi, perlu instrumen hukum berupa UU
Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk memberdayakan Pers, perlu UU yang mengatur mengenai Pers
yang bebas. Bagaimana mekanisme masyarakat yang akan melaporkan tindak pidana korupsi dan
penggunaan electronic surveillance juga perlu diatur supaya tidak melanggar privacy seseorang. Selain
itu, hak warga negara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya harus pula diatur. Pasal-pasal yang
mengkriminalisasi perbuatan seseorang yang akan melaporkan tindak pidana korupsi serta menghalang-
halangi penyelidikan, penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi seperti pasal mengenai fitnah
atau pencemaran nama baik perlu dikaji ulang dan bilamana perlu diamandemen atau dihapuskan. Hal ini
bertujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak boleh takut melaporkan kasus
korupsi yang diketahuinya. Selain itu, untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrumen Kode
Etik atau code of conduct yang ditujukan untuk semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif, legislatif
maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan dan pengadilan).

Di antara peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan untuk memberantas tindak pidana
korupsi adalah:

1. Delik korupsi dalam KUHP.

2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/ Peperpu/013/1950.

3. Undang-Undang No.24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi.

4. Undang-Undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.

6. Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.

7. Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

8. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

9. Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

10. Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption
(UNCAC) 2003.

11. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

12. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

12
5. Monitoring dan Evaluasi

Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam rangka mensukseskan pemberantasan korupsi,
yakni melakukan monitoring dan evaluasi. Tanpa melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh
pekerjaan atau kegiatan pemberantasan korupsi, sulit mengetahui capaian yang telah dilakukan. Dengan
melakukan monitoring dan evaluasi, dapat dilihat strategi atau program yang sukses dan yang gagal.
Untuk strategi atau program yang sukses, sebaiknya dilanjutkan. Untuk yang gagal, harus dicari
penyebabnya. Pengalaman negara-negara lain yang sukses maupun yang gagal dapat dijadikan bahan
pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya maupun program pemberantasan korupsi di negara
kita. Namun mengingat ada begitu banyak strategi, cara atau upaya yang dapat digunakan, kita tetap harus
mencari cara kita sendiri untuk menemukan solusi memberantas korupsi.

6. Kerja sama Internasional

Negara-negara di dunia harus bekerja sama dalam memberantas tindak pidana korupsi, karena
kejahatan ini selain bersifat extraordinary crime juga bersifat borderless (tidak memandang batas-batas
Negara) dan transnational (lintas Negara). Oleh Karena itu penanganannya juga harus secara global dan
transnasional. Namun kerjasama ini tidak semata-mata hanya menghukum para koruptor sehingga
menciptakan efek jera (deterrent effect) namun juga diusahakan semaksimal mungkin agar kerugian
Negara dapat diselamatkan (asset recovery). Untuk menyelamatkan aset (asset recovery) dalam
penanganan tindak pidana korupsi, setiap Negara harus membuka hubungan kerja sama yang lebih luas,
tidak hanya dalam penegakan hukum pelaku pelakunya tetapi juga dalam mengembalikan asset hasil
korupsi yang dilarikan/disembunyikan di wilayah Negara lain.

Korupsi adalah sebuah masalah yang dihadapi semua bangsa tidak hanya Indonesia melainkan
secara internasional. Korupsi diputuskan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes) karena
dianggap dapat meluluhlantakkan sebuah negara di karenakan dapat mengancam pemenuhan hak-hak
dasar manusia, menghambat pembangunan, menghambat demokrasi merusak lingkungan hidup, dan
meningkatkan angka kemiskinan ratusan juta pendudukan Indonesia maupun dunia. Oleh sebab itu
Indonesia memiliki kewajiban untuk bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat baik individu
maupun kelompok tingkat nasional hingga internasional yang dapat diwujudkan seperti kerjasama antar
negara, kerjasama dengan lembaga internasional, dan kerjasama Lembaga Swadaya Internasional
(International NGOs).

Kerjasama internasional harus ditingkatkan demi menyelamatkan asset negara dari hasil korupsi dan
mencegah koruptor untuk bersembunyi. Seluruh negara di dunia dituntut memiliki pemahaman dan
keinginan yang sama untuk tidak menjadikan negaranya tempat yang aman bagi koruptor. Beberapa
koruptor Indonesia mengirimkan uang ke luar negeri, dan hasil pendataan KPK 40% saham di Singapura

13
adalah milik orang Indonesia. Ini membuktikan bahwa korupsi memiliki sikap transnasional karena dapat
memperlihatkan diri sebagai transnational organized crime, economic crime, dan money-laundering.

Dalam Preambul United Nation Convention against Corruption (UNCAC) dikatakan bahwa
“corruption is no longer a local matter but a transnational phenomenon that affects all societies and
economies”. Salah satu cara mencegah dan memberantas korupsi adalah melakukan perjanjian bilateral
atau multilateral dengan negara lain yang bertujuan untuk memperoleh bantuan dalam perkara pidana.
Adapun tujuan adanya kerjasama internasional dalam pemberantasan korupsi adalah untuk memperkecil
peluang bagi berkembangnya korupsi di dunia, merealisasikan tata pemerintahan yang lebih baik, bersih,
transparan, dan professional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), mengamankan asset negara
serta menumbuhkan sikap taat terhadap peraturan perundang-undangan, mencegah praktik-ptaktik
ketidakwajaran atau penyimpangan dalam segala level kehidupan, dapat memberantas korupsi dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya, dan bagi mahasiswa dapat memberikan pengetahuan mengenai korupsi
dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi.

14
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-
orang yang berkompeten dengan birokrasi.

Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan
sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya

Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi.Seperti gal nya detik-detik
hukum yang lain,delik hukum yang nenyangjut korupsi di Indonesia masih begitu rentan
terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menutur kepentingan nya.

B.Saran

Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar
mendapat informasi yang lebih akurat.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/PBAK-Komprehensif.pdf

http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-
Perguruan-Tinggi-2017-bagian-3.pdf

http://vilep-poltekes.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2021/03/PBAK_final.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai