Anda di halaman 1dari 16

RAGAM PEMAHAMAN AHLI TAFSIR DALAM MENAFSIRKAN

AYAT YANG PERTAMA DITURUNKAN

Lasman Azis, M. PdI


Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yaptip Pasaman Barat
Email: Lasmanaziz@yahoo.co.id

Abstrak
Surat al-‘Alaq diturunkan di Mekkah terdiri atas sembilan belas ayat, menurut
jumhur ulama inilah permulaan surat al-Quran yang diturunkan dan mula-mula
diturunkan ialah lima ayat yang pertama. Adapun ayat-ayat yang lain
diturunkan kemudian. Dalam suku pertama, yaitu “bacalah”, telah terbuka
kepentingan pertama di dalam perkembangan agama islam untuk kedepannya.
Nabi SAW disuruh membaca wahyu yang akan diturunkan kepadanya. Ketika
menerima pewahyuan ayat pertama ini, secara psikologis, kondisi Nabi
Muhammad belum benar-benar siap. Namun, setelah ketiga kalinya - melalu
proses belajar dengan bimbingan malaikat Jibril, akhirnya Nabi Muhammad
mampu mengucapkan wahyu itu secara fasih dan benar.

Kata Kunci : Ahli Tafsir, Ayat yang Pertama Diturunkan

PENDAHULUAN

Al-Quran sebagai sesuatu yang benar bagi setiap orang Islam adalah
sesuatu yang benar mutlak, tanpa tawar, harga mati, dan tidak ada keraguan
padanya. Setiap orang Islam mesti beriman secara penuh tanpa ada ruang
sekecil apapun keraguan bahwa ia harus membaca, sebagai respon terhadap
perintah membaca: ‘iqra’ (bacalah). Kebenaran perintah membaca didasarkan
pada iman. Implikasi lebih lanjut, bagi yang mau membaca berarti beriman,
dan bagi yang tidak membaca berarti tidak beriman.

Beberapa riwayat shahih menerangkan bahwa Iqra’ merupakan awal dari


rangkaian ayat yang pertama diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
Diriwayatkan, ketika menerima pewahyuan ayat pertama ini, secara psikologis,

52
kondisi Nabi Muhammad belum benar-benar siap. Namun, setelah ketiga
kalinya - melalu proses belajar dengan bimbingan malaikat Jibril, akhirnya
Nabi Muhammad mampu mengucapkan wahyu itu secara fasih dan benar.
Untuk lebih jelasnya dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang bagaimana
kondisi masyarakat Arab waktu turunnya Surat al-Alaq ayat satu sampai ayat
lima, bagaimanakah tafsir Surat Al-Alaq ayat satu sampai dengan ayat lima,
dan apa isi kandungan lima ayat pertama Surat Al-Alaq.

PEMBAHASAN
1. Kondisi Masyarakat Arab Waktu Turunnya Surat al-Alaq Ayat Satu Sampai
Ayat Lima
a. Kondisi Sosial
Kondisi sosial bangsa Arab makin lama makin memburuk, mereka
lebih suka bermabuk-mabukan dalam kehidupan sehari-hati. Kesusatraan
Arab kuno berbau minuman keras dan banyak mengekspresikan
minuman-minuman tersebut, toko-toko minuman keras lengkap dengan
spanduknya dihiasi dengan hiasan yang semarak. Kesenangan berikutnya
yang juga banyak digemari adalah judi. Mengurangi perjudian dianggap
pekerjaan tidak hormat, seorang penjudi akan mempertaruhkan segala
yang dimiliki dalam sekali taruhan, setelah kalah tentu akan pulang
dengan muka menunduk penuh duka. Riba juga sangat mereka gemari.
Orang yang berhutang terkadang harus membayar melebihi hutangnya
kepada pemilik uang. Wanita di kalangan mereka tidak mempunyai hak
dan kehormatan sosial, mereka merupakan makhluk Tuhan yang paling
menderita kala itu. Mereka memandang wanita sebagai barang yang
bergerak dan sangat meremehkannya. Laki-laki bebas mengawini wanita
berapapun dan kemudian menceraikannya kapanpun diingini. Hak waris
wanita dicabut dengan semena-mena. Para janda tidak diizinkan menikah
lagi. Mereka juga mengalami diskriminasi makanan dan aspek yang lain

53
dalam kehidupan berumah tangga. Orang Arab kala itu malu mempunyai
anak perempuan, seringkali si bapak langsung mengubur bayi
perempuannya hidup-hidup walaupun tentu jiwanya menjerit-jerit.
Banyak pula membunuh anaknya karena takut miskin. Kesombongan dan
takut miskin merupakan sebab utama dilakukannya kekejaman ini.1
Salah satu tradisi umum dalam masyarakat Jahiliyah adalah
mengawini ibu tiri, bahkan kadang-kadang saudara perempuan sendiri.
Seorang anak laki-laki tertua mengawini janda ayahnya (ibu tiri) sebagai
warisan, seperti hak milik lainnya. “Kehidupan yang menyedihkan itu
mereka lakukan sebelum datang Rasulullah SAW., beliaulah yang
kemudian mengangkat derajat wanita dari lembah kehinaan ke posisi
yang terhormat dan bermartabat”. Dan perbudakan juga sangat umum di
kalangan bangsa Arab, budak diperlakukan sangat tidak manusiawi.
Pemilik budak memegang otoritas hidup matinya budak. Mereka tidak
diizinkan untuk kawin, baik di antara mereka sendiri maupun dengan
orang merdeka, bila melanggar mereka akan mendapat hukuman yang
menakutkan.2
b. Kondisi Politik
Seluruh bangsa Arab benar-benar menikmati kemerdekaannya,
kekaisaran yang dipandang maju waktu itu. Kekaisaran Romawi dan
Persia tidak memperhatikan bangsa Arab, malahan menganggapnya
masyarakat biadab, miskin dan kelaparan. Bangsa Arab sendiri terbagi
dalam beberapa suku bangsa, setiap suku mempunyai syeikhnya sendiri.
Saling curiga antar suku sudah demikian umum, sehingga insiden kecil
saja dapat membawa permusuhan dan dendam yang berlangsung sampai
beberapa generasi. Pepatah mereka mengatakan: “Tolonglah saudaramu,
baik sedang menganiaya ataupun dianiaya, mereka sangat dipengaruhi

1
Majid Alikhan, Muhammad SAW. Rasul Terakhir, (Bandung: Pustaka, 1985), h. 27
2
Ibid, h. 28

54
oleh pepatah di atas. Kesombongan antar suku sudah demikian kuat,
sehingga setiap orang menganggap dirinya dari keturunan yang paling
mulia. Insiden yang sangat remehpun dapat menyulut api peperangan
antar suku, seluruh Jazirah seperti sarang penyengat. Sehingga
seseorang tak pernah bisa menduga bilakah akan dirampok atau
dibunuh. Banyak orang diculik di depan mata teman-temannya sendiri
ketika sedang melakukan perjalanan dalam kafilah. Kerajaan yang
berkuasa waktu itu memerlukan armada yang kuat dan jaminan
keselamatan dari kepala suku bila kafilah mereka atau delegasi mereka
hendak melakukan perjalanan ke tempat lain.3
c. Kondisi Keagamaan
Bangsa Arab adalah bangsa penyembah berhala, agama mereka
tidak bisa memberi sumbangan, baik material maupun spiritual kepada
mereka. Pada mulanya berhala yang mereka sembah diperkenalkan
sebagai perantara untuk menyembah Tuhan, tetapi kemudian berubah
status, setelah mereka mempertuhankan berhala tersebut. Setiap kota,
suku dan tempat mempunyai dewa atau dewi sendiri-sendiri. Berhala-
berhala tersebut mereka bikin dengan bentuk yang bebas sesuai
keinginan mereka. Ka’bah yang dibangun nabi Ibrahim dan Isma’il di
kelilingi 360 berhala, empat yang utama al-Uzza, al-Latta, Manat dan
Hubal sangat dipuja-puja dan diharap-harap oleh hampir seluruh bangsa
Arab. Dan setiap rumah tangga di Makkah memiliki berhala pribadi,
sehingga bila ia hendak melakukan perjalanan jauh, maka langkah
terakhir sebelum berangkat adalah menyembah dan memohon karunia
kepada dewa keluarga tersebut. Mereka juga mempercayai malaikat,
roh, jin, binatang, matahari dan bulan. Malaikat mereka anggap sebagai
puteri Tuhan, sedang jin dianggap sebagai pemegang kekuasaan

3
Ibid, h. 29

55
bersama Tuhan dalam mengendalikan dunia dan beberapa pohon juga
mereka beri status dewa. Karena itu masyarakat Arab sebelum Islam,
tenggelam dalam keburukan berbarisme dan tahyul. Kondisi moral dan
spiritual bangsa Arab sangat menyedihkan, begitu juga di bagian dunia
yang lain, sehingga sangat memerlukan campur tangan Tuhan.4
Karena itu ketika manusia merintih akibat penindasan dan
penganiayaan, kezhaliman dan kekejaman, kemungkaran dan tahyul,
Allah yang Maha Kuasa mengirim utusan-Nya yang terakhir Rasulullah
Muhammad SAW untuk menyadarkan dan untuk mengeluarkan
manusia dari kegelapan ke jalan yang terang.5

2. Tafsir Surat Al-Alaq Ayat Satu Sampai dengan Ayat Lima


Surat al-‘Alaq diturunkan di Mekkah terdiri atas 19 ayat, menurut
jumhur ulama inilah permulaan surat al-Quran yang diturunkan dan
mula-mula diturunkan ialah lima ayat yang pertama. Adapun ayat-ayat
yang lain diturunkan kemudian.6
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5 :

              

         

a). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

b). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

c). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4
Ibid, h. 30
5
Ibid, h. 32
6
Hasbi Ash Shiddiqi, Tafsir Al-Quran Majid, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995),
h. 4429

56
d). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

e). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Ayat pertama dalam Surah Al-Alaq menerangkan bahwa yang


menjadikan proses dan prosedur penciptaan alam itu adalah Rabb-mu,
Tuhanmu Yang Maha Menjadikan.7

Dalam suku pertama, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan


pertama di dalam perkembangan agama islam untuk kedepannya. Nabi
SAW disuruh membaca wahyu yang akan diturunkan kepadanya.8

Ahli tafsir Ibnu Katsir berkata di dalam kitab tafsirnya: “Ayat Al-
Quran yang pertama kali diturunkan adalah ayat-ayat yang mulia lagi
penuh berkah. Ayat tersebut merupakan ayat pertama yang dengannya
Allah menyayangi hamba-hamba-Nya sekaligus sebagai nikmat yang
pertama yang diberikan kepada mereka. Didalam ayat-ayat ayat
tersebut juga termuat peringatan mengenai permulaan penciptaan
manusia dari segumpal darah. Dan bahwasanya diantara kemurahan
Allah SWT adalah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. Dengan demikian Allah telah memuliakannya dengan
ilmu.9

Terkadang, ilmu itu berada di dalam akal fikiran dan terkadang


juga berada dalam lisan. Juga terkadang berada di dalam tulisan.
Secara akal, lisan, dan tulisan mengharuskan perolehan ilmu, dan tidak
sebaliknya.10

7
Sakib Machmud, Mutiara Juz’amma, (Bandung: Mizan, 2005), h. 337.
8
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), h. 210
9
M. Abdul Ghoffar dkk, Tafsir Ibnu Katsir Terjemah, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2004), h. 505.
10
Ibid

57
3. Isi Kandungan Lima Ayat Pertama Surat Al-‘Alaq.
Kata iqra’ ( ْ‫ ) اقْ َرْأ‬terambil dari kata kerja qara’a ( ‫ ) قرأ‬yang pada

mulanya berarti menghimpun, sehingga apabila huruf atau katanya


dirangkai dan mengucapkan rangkaian kata itu, maka berarti telah
menghimpunnya atau membacanya. Kata ini berbeda artinya dengan
ra’a dan basar. Ra’a biasanya dikaitkan dengan ilmu, sehingga berarti
pandangan dengan mata dan hati.11 Basar adalah sama dengan mata (

‫ ) العين‬yang berarti kuatnya penglihatan.12

Dengan demikian, realisasi perintah َ‫ ا ْقر‬pada ayat tersebut tidak


mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, dan
tidak pula harus diucapkan, sehingga terdengar oleh orang lain. Karena
dalam beberapa kamus ditemukan beraneka ragam arti dari kata
tersebut, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan lain sebagainya yang semua
bermuara pada arti menghimpun. Di samping itu, bila diteliti ayat
tersebut juga tidak menyebutkan objek bacaan, dan ketika itu malaikat
Jibril juga tidak membaca teks tertulis. Oleh karena itu, dalam suatu
riwayat dinyatakan bahwa Nabi SAW. bertanya: “ma aqra’?” ( ‫أقرأ ما‬
), apakah yang harus saya baca?13
Menurut Quraish Shihab bahwa objek membaca pada ayat-ayat
yang menggunakan akar kata qara’a ditemukan bahwa ia terkadang
menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan (al-Qur’an dan
kitab suci sebelumnya), misalnya dalam surat al-Isra ayat 45 dan
Yunus ayat 94, namun juga terkadang juga objeknya adalah suatu kitab

11
Abu Fadl Hambal al-Din Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur al-Afriki al-Misri, Lisan
al-‘Arab, Jilid 14, (Beirut: Dar al-Sadir, t.th.), h. 291.
12
Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Juz 1, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1996), h. 59.
13
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 393.

58
yang merupakan himpunan karya manusia atau dengan kata lain bukan
bersumber dari Allah, misalnya dalam surat al-Isra’ ayat 14.14
Banyak penafsiran yang dikemukan oleh para ahli tafsir tentang
objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat wahyu-wahyu al-
Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-
Qur’an ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat objeknya
adanya ismirabbika sambil menilai huruf ba’ yang menyertai kata ismi
adalah sisipan, sehingga berarti bacalah dengan nama Tuhanmu atau
berdzikirlah. Namun demikian, mengapa Nabi saw. menjawab: “saya
tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah
berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian, karena jauh sebelum
datang wahyu beliau senantiasa melakukannya.15
a). Abu Fida al-Hafiz ibn Katsir al-Dimisqi
Menurut Ibn Katsir, bahwa surat al-‘Alaq ayat 1-5
merupakan salah satu permulaan rahmat Allah dari sekian
ni’mat Allah kepada hambanya. Hal ini dapat dilihat dari
ungkapannya sebagai berikut: “Itu adalah awal dari salah satu
rahmat-rahmat Allah yang diberikan kepada hambanya, dan
awal dari salah satu ni’mat-ni’mat Allah yang diberikan kepada
hambanya. Di dalam ayat itu mengandung peringatan tentang
awal penciptaan manusia dari segumpak darah. Sesungguhnya
salah satu dari kemuliaan Allah adalah mengajarkan manusia
dari sesuatu yang ditidak tahu, kemudian memuliakan manusia
dengan ilmu”.16

14
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Mizan: Bandung, 1998), h. 135.
15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 393.
16
Abu Fida al-Hafiz ibn Katsir al-Dimisqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid 4, (Beirut: Dar-
al-Fikr, t.th.), h. 645

59
b). Abi Laits al-Samarqandi
Menurut Abi Laits al-Samarqandi, bahwa membaca dalam
surat itu adalah membaca dengan nama memohon pertolongan
Allah SWT. dan membaca wahyu yang telah diberikan nabi
Muhammad saw. Oleh karen itu, ‫ إقرأ بسم ربك‬dalam ayat ini

mengandung maksud untuk mengingat Allah SWT. yang telah


menciptakan makhluk.17
c). Muhammad ‘Ali al-Sabuni
Muhammad ‘Ali al-Sabuni, menafsirkan ayat tersebut
sebagai berikut: “Sesungguhnya ayat tersebut menunjukkan
kesempurnaan kemuliaan Allah. Dialah dzat yang memberi
pengetahuan kepada hamba-hamba-Nya terhadap sesuatu yang
belum mereka ketahui” Kata ‘alaq (‫ ) علق‬sebagaimana

dijelaskan oleh Muhammad ‘Ali al-Sabuni adalah jama’ dari


kata ‘alaqah ( ‫ ) علقة‬yang berarti ، (‫ ) الدمَالجامد‬artinya: darah
yang menggumpal, dinamakan ‘alaqah karena berhubungan
dengan rahim. Ayat kedua ini menjelaskan tentang penciptaan
manusia, yaitu berupa nutfah, yaitu segumpal air yang telah
terpadu dari sperma laki-laki dan sperma perempuan, yang
setelah 40 hari lamanya. Air itu telah menjelma jadi segumpal
darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula
setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (mudgah).18
d). Ahmad Mustafa al-Maraghi
Menurut al-Maraghi, bahwa manusia dapat membaca pada
dasarnya berkat kekuasaan Allah dan kehendak Allah yang

17
Abu Laits Nashr ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ibrahim al-Samarqandi, Tafsir al
Samarqandi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th.), h. 493.
18
Muhammad ‘Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafasir, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 545

60
telah menciptakannya. Karena sebelum itu, manusia tidak
pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Allah
agar manusia membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Sebab
Allah SWT. menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca,
sekalipun ia tidak bisa menulisnya.19
Perintah ‫ اق َْرأ‬sebagaimana dalam surat al-‘Alaq ayat 1-5

merupakan perintah Allah yang diulang-ulang, sebab membaca


tidak bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah dilakukan
dengan berulang-ulang dan dibiasakan, sehingga membaca
menjadi suatu bakat. Karena dalam suku pertama saja, bacalah,
telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan
agama ini, selanjutnya Nabi saw., disuruh membaca wahyu
akan diturunkan kepada beliau itu atas nama Allah, Tuhan yang
telah menciptakan sebagaimana Firman Allah SWT. dalam
surat al-‘Alaq ayat 2 sebagaimana artinya: “Dialah Yang
Menciptakan manusia dari segumpal darah”.
e). Wahbah al-Zuhaili
Menurut Wahbah al-Zuhaili, bahwa َ‫ ا ْقر ْأ‬dalam surat al-
‘Alaq ayat 1-5 adalah perintah membaca yang diawali dengan
menyebut nama Tuhan atau membaca dengan meminta
pertolongan kepada Allah dengan menyebut namanya, yaitu
dzat yang mewujudkan dan menciptakan segala makhluk. Ayat
ini mengandung isyarat, bahwa Allah mensifatkan dzatnya
sebagai khaliq sebagai peringatan terhadap permulaan ni’mat-
ni’mat Allah SWT. dan keagungan-Nya.Wahbah al-Zuhaili
menambahkan, bahwa membaca ( ‫ ) ا ْقرَْأ‬dalam potongan ( َ ‫إقرأ‬

19
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, (Mesir: Mustafa Bab al-Halabi,
t.th.), h. 198.

61
‫ ) وربك َاالكرم‬adalah sebagai li ita’kid( ‫ ) للتأآيد‬sebagai penguat,
bahwa membaca tidak akan berhasil, kecuali dengan
mengulang-ulang dan mengulang kembali.20
f). Muhammad Abduh
Bagi Muhammad Abduh, bahwa kelima ayat pertama dari
surat al-‘Alaq adalah komunikasi verbal pertama Allah SWT.
kepada nabi Muhammad saw. Menurutnya, dalam ayat ini
bahwa yang dibaca adalah nama ( ‫) باسم َربك‬, sebab “nama”
mengantarkan kepada pengetahuan tentang dzat. Penciptaan
kemampuan membaca akan menarik perhatian manusia ke arah
pengetahuan tentang dzat (Allah SWT.) serta sifat-sifat-Nya.
Karena membaca merupakan suatu ilmu yang tersimpan dalam
jiwa yang aktif, sedangkan pengetahuan tersebut masuk ke
dalam pikiran manusia atas perkenan dan ijin Allah SWT.,
melalui kemurahan-Nya, ilmu-Nya, qudrat-Nya serta iradah-
Nya.21
g). Hamka
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau
adalah ummi, yang boleh berarti buta huruf, tidak pandai
menulis dan tidak pula pandai membaca dan menulis.
Meskipun tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu dibawa
langsung oleh malaikat Jibril kepadanya dan mengajarkannya,
sehingga dia dapat menghafalnya di luar kepala, dengan sebab
itu akan dapatlah dia membacanya. Allahlah yang menciptakan
semuanya, Rasul SAW yang tidak pandai menulis dan

20
Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi Akidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Lebanon: Dar
al-Fikr al-Mu’ashir, t.th.), h. 317
21
Muhammad ‘Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, terj. Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan,1999), .
254

62
membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang
diturunkan kepadanya, sehingga jika wahyu-wahyu itu telah
turun kelak. Bacaan itu diberi nama al- Qur’an, karena al-
Qur’an berarti bacaan, sehingga seakan-akan Allah berfirman:
bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.22
Sedangkan nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi
sandaran hidup itu adalah Allah Yang Maha Mulia, Maha
Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada makhluk-Nya: (
‫ ) الذي َعلم َبالقلم‬artinya: Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan qalam. Itulah kekuasaan Allah dan kemuliaan-Nya
yang tertinggi, yang mengajarkan manusia berbagai ilmu,
dibuka-Nya rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk
pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam (pena), di
samping lidah untuk membaca, Allah pun mentakdirkan pula,
bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena
adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh
pena itu adalah berbagai hal yang dapat dipahamkan oleh
manusia.23
h). Quraish Shihab
Setelah Allah memerintahkan membaca dengan nama
Allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, maka
Allah meneruskan lagi menyuruh membaca dengan nama
Tuhan. Sebagaimana tercermin dalam surat sesudahnya: ( ‫اقرأ‬
‫ ) وربك األكرم‬artinya: Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Berkaitan dengan ayat ini, Quraish Shihab
berpendapat, bahwa kata rabbika disebut dalam al-Qur’an
sebanyak 224 kali. Kata tersebut biasa diterjemahkan dengan

22
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 210
23
Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 210

63
Tuhanmu. Kata rabb ( َ‫ ) رب‬berasal dari kata tarbiyah ( ‫) تربية‬
yang berarti “pendidikan”. Kata-kata yang bersumber dari akar
kata ini memiliki arti yang berbeda-beda, namun pada akhirnya
arti-arti itu mengacu pada arti pengembangan, peningkatan,
ketinggian, kelebihan serta perbaikan. Kata rabb apabila berdiri
sendiri, maka yang dimaksudkan adalah Tuhan yang tentunya
antara lain karena Dialah yang melakukan tarbiyah
(pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan,
peningkatan serta perbaikan makhluk yang dididik-Nya.24
Setelah beberapa pendapat dari para ahli tafsir namun ada
empat hal yang masih perlu kita ketahui yaitu:
1) Kenapa digunakan lafal iqra’ untuk memerintahkan
membaca, padahal di dalam tata bahasa Arab terdapat
kosakata lain. Karena Perintah membaca pada ayat tersebut
menggunakan kata amar/perintah (iqra’: bacalah olehmu)
yang berasal dari akar kata qara’a. Bila dirujuk berbagai
kamus bahasa, kata membaca yang berasal dari qara’a secara
etimologi berarti mengumpulkan, karena proses yang
dilakukan adalah mengumpulkan beberapa huruf lalu
menjadi beberapa kata dan terangkai dalam untaian kalimat,
setelah itu diucapkan. Berdasarkan pengertian
mengumpulkan tersebut, perintah iqra’ mencakup makna
yang sangat luas, yaitu: bacalah, pahamilah, tetilitilah,
cermatilah, sampaikanlah, telaah-lah, dalami-lah,
renungkanlah yang dilakukan secara tajam dan mendalam.
Membaca ayat-ayat Allah yang ada di dalam Al-Qur’an
kebanyakan dilakukan oleh kaum muslimin. Membaca ayat-

24
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’am al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), h . 82.

64
ayat Allah yang ada di alam semesta kebanyakan dilakukan
oleh para saintis. Oleh karena itu menjadi salah satu kenapa
umat muslim disaat sekarang lebih tertinggal bila
dibandingkan dengan orang Barat.
2) Kenapa umat muslim diperintahkan untuk membaca tetapi
tidak ditemukan informasi mengenai obyek yang akan
dijadikan bahan bacaan. Karena dalam kaidah bahasa
apabila suatu rangkaian kalimat tidak disebutkan objeknya,
hanya disampaikan secara mutlak, berarti objeknya bersifat
umum sejauh jangkauan kemutlakan “kata kunci nya. Kata
kunci yang dimaksud adalah iqra’ yang memiliki cakupan
makna luas. Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa objek
iqra’ pada ayat tersebut sangat umum dan luas.
3) Kenapa perintah membaca perlu diulang sebanyak dua kali
(ayat 1 dan 3). Karena pemahaman bahasa memberikan
kesimpulan bahwa perulangan kata berarti menegaskan kata
yang pertama atau menyatakan pengertian kata yang kedua
berbeda dengan yang pertama. Sehingga ayat ketiga dapat
dipahami pengertiannya sebagai berikut:
(a) Teruslah membaca, niscaya Tuhanmu akan
menganugerahkan ilmu pengetahuan yang selama ini
belum pernah diketahui manusia;
(b) Bacalah, dan ulangilah membaca bacaan tersebut
(walaupun objeknya sama), niscaya Tuhanmu akan
memberikan anugrah-Nya dengan memberikan
pemahaman yang baru yang belum diperoleh pada
kegiatan iqra’ pertama.
4) Kenapa ajaran Islam diperkenalkan pertama kali dengan
iqra’ bukan hal-hal yang langsung tentang ajarannya. Karena

65
tujuannya tidak lain adalah untuk menyentuh potensi-potensi
yang dimilik oleh manusia seperti akal, kalbu, hawas (media
indrawi) agar menemukan ayat-ayat Allah kapan dan
dimanapun. Sehingga dengan penemuan pemahaman yang
benar terhadap objek iqra’ tersebut akan menjadikan
manusia mencari iman dan menerima Islam secara logis,
argumentatif, kuat dan mendasar.
PENUTUP

Setelah diuraikan beberapa hal tentang turunnya wahyu yang pertama kali
dan kata Iqra yang ada dalam paparan di atas maka dapat diambil beberapa
kesimpulan yang diantaranya adalah :

1. Al-Alaq ayat 1-5 adalah surat yang pertama kali diturunkan oleh Allah
S.WT kepada Nabi Muhammad Saw. yang diawali dengan kata Iqra’.
Peristiwa ini terjadi di Gua Hira’ disaat Nabi Muhammad Saw sedang
berkhalwat.

2. Diantara kemurahan Allah ta’ala adalah Dia mengajarkan kepada


manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikian Dia telah
memuliakannya dengan ilmu.

3. Perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga yang


dapat diberikan kepada ummat manusia. Karena, membaca merupakan
jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang
sempurna.

DAFTAR RUJUKAN

Abu Fadl Hambal al-Din Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur al-Afriki al-
Misri, Lisan al-‘Arab, Jilid 14, Beirut: Dar al-Sadir, t.th.
Abu Fida al-Hafiz ibn Katsir al-Dimisqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid 4,
Beirut: Dar-al-Fikr, t.th.

66
Abu Laits Nashr ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ibrahim al-Samarqandi, Tafsir
al Samarqandi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th.
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, Mesir: Mustafa Bab al-
Halabi, t.th.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988
Hasbi Ash Shiddiqi, Tafsir Al-Quran Majid, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
1995
Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasit, Juz 1, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1996
Majid Alikhan, Muhammad SAW. Rasul Terakhir, Bandung: Pustaka, 1985
M. Abdul Ghoffar dkk, Tafsir Ibnu Katsir Terjemah, Bogor: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2004
Muhammad ‘Abduh, Tafsir Juz ‘Amma, terj. Muhammad Bagir, Bandung:
Mizan,1999
Muhammad ‘Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafasir, Juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Mizan: Bandung, 1998
______, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2005
______, Tafsir al-Qur’am al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan
Urutan Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999
Sakib Machmud, Mutiara Juz’amma, Bandung: Mizan, 2005
Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi Akidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj,
Lebanon: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.th.

67

Anda mungkin juga menyukai