Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
MODUL 1
A. TUJUAN
Melakukan validasi metode analisis sampel simulasi dengan mempertahankan
parameter akurasi dan presisi.
B. PRINSIP
Validasi metode analisis sampel Paracetamol menggunakan Spektrofotometri
dengan parameter akurasi dan presisi.
C. DASAR TEORI
Tahap awal dalam penelitian farmakokinetik adalah penentuan kadar obat dalam
sampel biologis, karena parameter farmakokinetik obat tersebut diperoleh berdasarkan
hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau hasil uraian (metabolitik) dalam sampel
biologis seperti darah, urine, saliva, dan lain-lain. Metode analisis yang digunakan untuk
menentukan kuantitatif kadar obat dalam sampel biologis merupakan hal yang sangat
penting dalam evaluasi dan intepretasi data farmakokinetik. Oleh karena itu metode
analisis yang tervalidasi merupakan suatu kebutuhan mutlak untuk memperoleh hasil
yang dapat dipercaya.
Tahap untuk mendapatkan metode analisis yang valid untuk diaplikasikan dalam
suatu penelitian farmakokinetik meliputi pengembangan metode analisis dan validasi
metode analisis yang digunakan. Dalam tahap pengembangan perlu diperhatikan apakah
untuk obat yang akan diteliti belum pernah ada metode analisis untuk penentuan kadar
obat tersebut dalam matriks biologis yang akan digunakan. Jika memang belum ada
metode analisis yang telah dikembangkan, maka perlu diperhatikan struktur dan sifat
fisikokimia obat yang akan diteliti. Apakah ada metode analisis untuk metode lain
dengan struktur yang mirip dengan matriks biologis yang sama. Jika ada, data ini
merupakan suatu awal untuk memulai suatu pengembangan metode analisis. Dalam
banyak kasus, metode analisis untuk penelitian farmakokinetik dapat diadaptasi dari
suatu atau beberapa metode analisis yang telah dipublikasikan dengan melakukan sedikit
ataupun berbagai modifikasi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Metode analisis yang umum digunakan dalam penelitian farmakokinetik adalah
1. Metode kimia, contohnya : HPLC (High Performance Liquid Chromatography),
GC (Gas Chromatography), LC-MS (Liquid Chromatography Mass
Spectrophotometry).
2. Metode bilogis, yang didasarkan pada prosedur immunoassay (RIA,
radioimmunoassay), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan metode
mikrobiologi.
Pengembangan metode analisis meliputi evaluasi dan optimasi berbagai tahapan,
seperti penyiapan sampel, pemisahan analit atau obat yang diteliti, deteksi dan
kuantifikasi.
Validasi suatu metode anlisis dilakukan untuk menjamin bahwa metode yang akan
digunakan adalah valid dan terpercaya. Beberapa parameter digunakan untuk
mengevaluasi validitas dan metode yang dikembangkan, antara lain: perolehan kembali
(recovery) obat dari matriks biologi yang digunakan, presisi dan akurasi. Persyartan yang
dituntut bagi suatu metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang
tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak dan kesalahan sistemik kurang dari (10%).
Kepekaan dan selektivitas peralatan merupakan kriteria lain yang penting, hal mana
nilainya akan sangat tergantung dari alat pengukur yang digunakan. Stabilitas obat akan
diteliti dalam matriks sampel juga harus diperhatikan.
Berbagai sampel biologis dapat diambil untuk penentuan kadar obat dalam tubuh
untuk penelitian farmakokinetik, sebagai contoh : darah, urin, feses, saliva, jaringan
tubuh, cairan blister, cairan spinal, dan cairan sinovial. Darah merupkan sampel biologis
yang paling umum digunakan dan mengandung berbagai protein seperti albumin dan
globulin. Pada umumnya bukan darah utuh (whole blood) tetapi plasma ataupun serum
yang digunakan untuk penentuan kadar obat. Serum diperoleh dengan membiarkan darah
untuk menggumpal dan supernatan yang dikumpulkan setelah sentrifugasi adalah serum.
Sedangkan plasma diperoleh dengan penambahan antokoagulan pada darah yang diambil
dan supernatan yang diperoleh setelah sentrifugasi merupakan plasma. Jadi plasma dan
serum dibedakan dari protein yang dikandungnya.
Adanya kandungan protein dalam sampel biologis yang akan dianalisamenyebabkan
dibutuhksnnys suatu tahap perlakuan awal dan atau penyiapan sampel sebelum
penentuan kadar obat dapat dilakukan. Hal ini untuk mengisolasi atau memisahkan obat
akan diteliti dari matriks sampel yang diperoleh. Protein, lemak, garam, dan senyawa
endogen dalam sampel akan mengganggu penetuan kadar obat yang bersangkutan dan
selain itu dalam hal analisa menggunakan metode seperti HPLC adanya zat-zat tersebut
dapat merusak kolom HPLC sehingga usia kolom menjadi lebih singkat.
Berbagai prosedur untuk mendenaturasi protein dapat digunakan sebagai perlakuan
awal sampel biologis yang diperoleh dari suatu penelitian farmakokinetik, meliputi
penggunaan senyawa yang disebut sebagai zat pengendap protein (protein precipitating
agent) sepeti, asaam tungstat, ammonium sulfat, asam trikloroasetat (trichoroacetic acid,
TCA) , asam perkolat, metanol, dan asetonitril. Penggunaan pelarut organik seperti
metanol dan asetonitril sebgai zat pengendap protein sangat umum digunakan terutama
yang melibatkan metode analisis HPLC. Penggunaan metanol dan asetonitril mempunyai
suatu keuntungan karena kompatibilitasnya dengan berbagai eluen yang digunakan
dalam metode HPLC.
Metode isolasi atau pemisahan obat yang banyak digunakan dalam penelitian
farmakokinetik adalah ekstrasi padat-cair (solid-phase extraction) dan ekstraksi cair-cair.
Ekstraksi padat-cair menggunakan catridge khusus untuk memisahkan obat dan sampel
dengan volume yang relatif kecil (0,1-1 ml) yang tersedia secara komersial dengan harga
yang cukup mahal. Ekstraksi cair-cair merupakan suatu metode yang paling banyak
digunakan karena relatif cepat, simple, dan murah dibandingkan dengan ekstraksi padat-
cair pada umumnya diikuti dengan proses pemekatan obat yang akan dianalisa.
Pemilihan pelarut pengekstraksi dalam ekstraksi cair-cair harus didasarkan pada sifat
fisikokimia obat maupun metabolit yang akan diisolasi. Berbagai faktor dapat menjadi
pertimbangan dalam seleksi pelarut yang akan digunakan, antara lain:
1. Immisible (tidak bercampur) dengan air
2. Mempanyai kemampuan melarutkan obat yang dinginkan dalam jumlah yang besar
sehingga memberikan nilai recovery yang besar
3. Mempunyai titik didih yang relatif rendah sehingga waktu evaporasi pelarut dapat
lebih singkat
4. Sedapat mungkin volume yang digunakan untuk ekstraksi adalah minimal sehingga
akan menekan biaya yang dikeluarkan
5. Jika memungkinkan gunakan pelarut dengan berat jenis yang lebih kecil dan berat
jenis air schingga proses pemisahan pelarut organik akan lebih mudah karena pelarut
organik akan berada pada lapisan atas.
Ketepatan (akurasi) merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai
rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu
pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa
obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan
standar (standar reference material, SRM). Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH
merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi
yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan
sebagai persentase perolehan kembali (Gandjar dan Rohman, 2007).
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan
sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara
statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda
yaitu: keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan
(reproducibility).
1. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama
(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
2. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda,
baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
3. Ketertiruan merajuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain. Dokumen
presisi harus mencakup simpangan baku, simpangan baku relative (RSD) atau
koefesien variasi (CV) dan kisaran kepercayaan.
D. ALAT & BAHAN
Alat 1. Mikropipet
2. Spektrofotometri UV-Vis
3. Kuvet
4. Beaker glass
5. Pengaduk kaca
Bahan 1. Paracetamol
2. NaOH
3. KH2PO4
4. Aquadest
5. HCl
6. NaNO3
7. Asam amidosulfonat
E. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan kurva kalibrasi Paracetamol 1 λ 243nm
Menyiapkan 6 tabung rekasi sentrifuga Isi tabung sebagai larutan blanko dengan 20 μL dapar phos
Tambahkan 500 μL plasma
Tambahkan 20 μL larutan
Paracetamol 5000 bpj
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)
X 58.6070
RSD 13.2665
Perhitungan :
Sampel 1
Y = 0.0603x – 0.0115
0.2712 = 0.0603x – 0.0115
X = 0.2712 + 0.0115
0.0603
X = 4.6882
Kadar teoritis
Konsentrasi Paracetamol = 5000 bpj = 5000μg/mL
Volume Paracetamol yang digunakan = 20μL = 0.02mL
Volume pengenceran yang akan dibuat = 10mL
V1 . C1 = V2 . C2
0.02mL . 500 bpj = 10 mL . C2
C2 = 0.02mL x 500 bpj
10𝑚𝐿
C2 = 10 bpj
Kadar teoritis paracetamol adalah 10 bpj
X% recovery = 58.6070
SD = 7.7751
RSD = SD
𝑥
100% X
= 7.7751
𝑥 100%
58.6070
= 13.2665
2. Paracetamol 435 nm
020406080100120 140
Konsentrasi (ppm)
X 89.8974
RSD 19.9715
Perhitungan :
Sampel 1
Y = 0.0039x – 0.0164
0.0153 = 0.0039x – 0.0164
X = 0.0153 + 0.0164
0.0039
X = 8.1282
Kadar teoritis
Konsentrasi Paracetamol = 5000 bpj = 5000μg/mL
Volume Paracetamol yang digunakan = 20μL = 0.02mL
Volume pengenceran yang akan dibuat = 10mL
V1 . C1 = V2 . C2
0.02mL . 500 bpj = 10 mL . C2
C2 = 0.02mL x 500 bpj
10𝑚𝐿
C2 = 10 bpj
Kadar teoritis paracetamol adalah 10 bpj
X% recovery = 89.8974
SD = 17.9538
RSD = SD
𝑥
100% X
= 17.9538
𝑥 100%
89.8974
= 19.9715%
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan validasi metode analisis Paracetamol dengan
parameter akurasi dan presisi menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Tujuan dari
praktikum ini dihasilkan data uji yang valid. Hasil uji yang valid dapat digambarkan
sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi dan presisi yang baik. Validasi adalah kegiatan
konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti objektif bahwa persyaratan yang
ditentuka untuk suatu maksud khusus harus terpenuhi. validasi metode dapat digunakan
untuk mengevaluasi kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin
keakuratan dan kedapatan ulang hasil prosedur analisis dan mengurangi risiko
penyimpangan yang mungkin timbul.
Sampel yang digunakan adalah paracetamol. Paracetamol merupakan zat aktif pada
obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan sebagai analgetik dan antipiretik.
Paracetamol tergolong kedalam kelompok antiinflamasi non steroid (NSIDs). Senyawa
paracetamol berbentuk serbuk hablur purih, tidak berbau dengan rasa sedikit pahit.
Paracetamol mudah larut dalam etanol, air mendidih dan dalam NaOH 1N.
Praktikum dilakukan dengan menggunakan cairan plasma. Cairan plasma
merupakan bagian dalam darah yang cair namun cenderung menggumpal karena
mengandung nutrisi, hormone dan zat pembekuan darah. Untuk mengekstrak plasma
darah dengan menggunakan mesin pemisah yang akan membuat sel daraj mengendap di
bagian bawah karena memiliki massa yang lebih berat dan plasma darah akan menjadi
cairan bening yang berada diatas darah. Sedangkan untuk serum merupakan bagian darah
yang tidak mengandung pembekuan darah namun terdapat protein. Serum mengandung
zat protein, hormone, glukosa, elektrolit, antibody, antigen dan partiket tertentu. Serum
dapat diperoleh dengan mengektrak serum dari darah, sampel darah yang diambil bisa
dibekukan. Kemudian cairan sapat dipisahkan menggunakan stik aplikator khusus
kemudian dapat dipisahkan serum dengan bagian yang menggumpal.
Pemilihan plasma darah pada praktikum ini karena pada plasma mengandung
antikoagulan, sehingga ketika ditambahkan zat pengendap seperti methanol akan lebih
mudah dipisahkan menjadi supernatant dan zat yang mengendap. Adanya kandungan
protein dalam sampel biologis akan menganggu penentuan kadar obat yang bersangkutan
dan dapat merusak alat yang digunakan.
Praktikum ini dilakukan dengan memasukkan 0.5mL cairan plasma pada tabung
sentrifuga, kemudian tambahkan larutan paracetamol 500 bpj sebanyak 0.02mL. Vortex
selam 10 detik kemudian ditambahkan 1mL pengendap protein yaitu methanol. Vortex
selama 1 menit dan sentrifuga selama 7 menit, maka akan dihasilkan pemisalah larutan
yaitu supernatant dan senyawa yang mengendap. Masukan 10mL supernatant dalam
tabung kemudian tambahkan dapar phospat pH 7.4 sebanyak 10mL. Penambahan dapar
posphat pH 7.4 untuk membuat keadaan pengujian sama dengan keadaan dalam tubuh.
Ukur masing-masing larutan menggunakan spektrofotometri UV dengan panjang
gelombang 243nm.
Ppercobaan kedua dilakukan pembuatan larutan yang sama dengan percobaan
pertama, namun setelah penambahan dapar phospat pH 7.4 ditambahkan pereaksi warna.
Penambahan pereaksi warna diperlukan karena analisis menggunkan sinar tampak yang
memiliki syarat sampel harus berwarna dan memiliki gugus kromofor. Pereaksi warna
yang digunakan antara lain dengan menambahkan 0.5 mL HCl 6N dan 1 mL NaNO3
10% kemudian divortex selama 1menit lalu diamkan 5 menit. Tambahkan kembali 1mL
asam amidosulfonat 15% dan 2.5mL NaOH 10% kemudian diamkan 3menit didalam es.
Selanjutnya sampel dianalisis menggunakan sprektrofotometri visible pada panjang
gelombang 435nm.
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat jedekatan hasil analisis dengan
kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali atau
recovery analit yang ditambahkan. Diharapkan nilai recovery mendekati 100%.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kesalahan sistematik. Menurut Harmita
(2004), syarat rentang recovery yang diterima untuk kadar terkecil (kadar analit 100
ppm) adalah 98-102%.
Presisi adalah uji yang dilakukan untuk menentukan kesesuain antara hasil uji
individu, diukur melalui penyebaran hasil individu dari rata-rata jika prosedur yang
ditetapkan berulang-ulang pada sampek yang diambil dari campuran yang homogeny.
Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relative (koefesien variasi).
Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan
(reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali
oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-
sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran
keseksamaan pada kondisi yang normal (Harmita, 2004). Nilai presisi dapat ditentukan
dengam mebandingkan nilai Relative Standard Deviasion (RSD). Kriteria presisi dapat
diterima jika metode memberikan nilai %RSD ≤ 2% (Harmita, 2004).
Dari hasil pengujian akurasi pada paracetamol 1 dengan λ 243nm didapat nilai
rentang persen recovery sebesar 46,8823%-60,8624%. Pada paracetamol 2 dengan λ
435nm didapat rentang persen recovery sebesar 70,5128%-118,7179%. Nilai rentang
recovery ini tidak memenuhi persyaratan persen recovery yaitu sebesar 98 – 102%,
sehingga dapat dikatakan metode uji yang digunakan tidak valid. Hasil pengujian presisi
pada paracetamol 1 didapatkan persen RSD sebesar 13,2665% dan paracetamol 2
dihasilkan nilai persen RSD sebesar 19,9715%. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa metode uji yang digunakan tidak memenuhi syarat karena %RSD lebih besar dari
2% sehingga dapat dikatakan bahwa metode uji yang digunakan tidak valid. Metode uji
yang digunakan tidak valid dapat disebabkan karena human error, proses pengerjaan
yang tidak sesuai prosedur, dan proses pemipetan yang kurang tepat sehingga dapat
mempengaruhi kadar obat yang diuji.
H. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Validasi metode analisis dengan parameter akurasi menggunakan alat
spektrofotometri UV-Vis dengan sampel paracetamol diperoleh %recovery pada
peracetamol 1dan 2 berturut-turut sebesar 46,8823%-60,8624% dan 70,5128%-
118,7179% tidak memenuhi persyaratan %recovery, sehingga dapat dikatakan
metode tersebut tidak valid.
2. Validasi metode analisis dengan parameter presisi menggunakan alat
spektrofotometri UV-Vis dengan sampel paracetamol diperoleh %RSD pada
paracetamol 1 dan 2 berturut-turt sebesar 13,2665% dan 19,9715% tidak
memenuhi persyaratam %RSD, sehingga dapat dikatakan metode tersebut tidak
valid.
I. DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, I Gholib., dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungan.
Jurnal Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1 No. 3 : 117-135.