Anda di halaman 1dari 69

NAMA : ADRIAN WICAKSONO

KELAS : XII KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN TYPHOID

1.1 Definisi

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan

infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah

terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi

kuman Salmonella (Smeltzer, 2014).

Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada

saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13

tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-
13
tahun sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010).

Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu,

gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia, 2006).

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
(Darmowandowo, 2006)

1.2 Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella

parathypi (S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,

mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat
mati

dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

(2)

3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi

(berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk

diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid (Sudoyo, 2009).

1.3 Patofisiologi

Penularan salmonella typi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan

5f yaitu : food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan

melalui feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara

lalat dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan di makan oleh orang yang sehat.

Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci


tangan

dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat

melalui mulut. Sebagian kuman akan di musnahkan oleh asam lambung, sebagian masuk

ke usus halus, jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vulli usus halus.

Kemudian kuman masuk keperedaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel-sel

retikuloendoteal, hati, limpa, dan organ lain.

Proses ini terjadi pada masa tunas dan berakhir saat sel-sel retukuloendoteal

melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk


kedua

kali. Kemudian kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limp, usus dan
kandung empedu

Pada minggu I, terjadi hyperplasia plaks player pada kelenjar limfoid usus halus.

Minggu II terjadi nekrosis. Minggu III terjadi ulserasi plaks player. Minggu IV terjadi

penyembuhan dengan menimbulkan sikatrik, ulkus dapat menyebabkan perdarahan


sampai

perforasi usus, hepar, kelenjar mesenterikal dan limpa membesar. Gejala demam

disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala saluran cerna karena kelainan pada usus

(3)

bakteri salmonella typhi (lewat perantara 5 F)

saluran pencernaan

lambung

infeksi usus halus nausea, vomit intake & nafsu makan menurun

inflamasi Peristaltik usus menurun

pembuluh limfe Bising usus menurun


suhu tubuh meningkat, demam bakteri masuk ke aliran darah Gangguan pada
termoregulator

Hepatomegali&splenomegali

(4)

Menurut Mansjoer, 2010 pada demam typoid memiliki masa tunas 7-14 (rata-rata 3 –

30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya

penyakit/gejala yang tidak khas) :

1. Perasaan tidak enak badan 2. Lesu

3. Nyeri kepala 4. Pusing 5. Diare 6. Anoreksia 7. Batuk 8. Nyeri otot

Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu :

1. Demam

a. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada

sore dan malam hari

b. Minggu II: Demam terus


c. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang

disertai tremor

b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan

c. Terdapat konstipasi, diare

3. Gangguan kesadaran

a. Kesadaran yaitu apatis–somnolen

b. Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler

kulit)

1.5 Komplikasi

Menurut Sudoyo, 2010 komplikasi dari typoid dapat dibagi dalam :


(5)

a. Perdarahan usus b. Perforasi usus c. Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra intestinal

a. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis,


dan tromboflebitie.

b. Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik c. Paru :


pneumonia, empiema, pleuritis

d. Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis. e. Ginjal : glomerulonefritis,


pielonefritis, dan perinefritis. f. Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan
arthritis.

g. Neuropsikiatrik : delirium, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.


Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi

sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila
perawatan

pasien kurang sempurna.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia


dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada

batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada

komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak

berguna untuk diagnosa Pemeriksaan leukosit demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT

SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah

negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan

(6)

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini

disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia

berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan

berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat

positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam

darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan

kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).

Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan

typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan

pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam

serum klien yang disangka menderita tifoid

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella

typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada

pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali

pemeriksaan.

(7)

Pengobatan typoid sampai saat ini masih menganut Trilogi penatalaksanaan demam
thypoid, yaitu :

a. Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan

selama demam berkanjut sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan

menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian

b. Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 – 15- mg/Kg/BB/hari, diberikan selama 2 minggu

c. Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametosazol-80 mg

trimetropim), diberikan selama dua minggu.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Diet

1) Cukup kalori dan tinggi protein

2) Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas panas dapat diberikan

bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi sesuai tingkat kesembuhan. Namun

beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat

diberikan secara aman.

3) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif

dengan nutrisi parenteral total.

b. Istirahat

Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Klien harus tirah

baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan

kondisi kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah

dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu perhatian
karena

kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi urine.

c. Perawatan sehari – hari


Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

peralatan yang digunakan oleh klien.

(8)

Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan

tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka

kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa adalah 7,4%

1.9 Pencegahan

1. Terhadap lingkungan

a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan

b. Pembuangan kotoran manusia (faeces) BAB dan BAK yang tertutup c. Pemberantasan
lalat

d. Pengawasan terhadap rumah-rumah makan dan penjualan makanan. 2. Terhadap


manusia

a. Imunisasi aktif maupun pasif

b. Menemukan dan mengawasi Carier Typhoid


c. cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan
makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air

LAPORAN PENDAHULUAN DBD/DHF

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DENGUE HEMORHAGIC


FEVER/DHF)

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Dengue Hemorhagic Fever / Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi
akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demamj dan manifestasi
perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan
renjatan dan dapat berlanjut dengan kematian.

B. Etiologi

Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue
1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia II, sedangkan dengue 3 & 4
ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan
natrium dioksilat, stabil pada suhu 700C.

Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes
albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:

1. Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap

2. Warnanya hitam dan belang-belang

3. Menggigit pada siang hari

4. Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap

5. Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia

6. Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum

penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak
bersentuhan dengan tanah.

7. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.

(2)
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam
tubuh, karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati,
dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF


dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat
mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari
30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya


cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada
autopoi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera
diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan
mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega karoisit muda dalam
sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop

(3)

membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem


retikuloendotelial.

D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga yang sedang seperti DF
sampai DHF dengan manifestasi demam akut, perdarahan serta kecenderungan terjadi
renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari.

Pada DF, suhu meningkat tiba-tiba disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada otot dan
tulang, mual, kadang kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh
atau berpusat pada supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama
dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Otot-otot di sekitar mata terasa pegal.
Eksamtem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam terlihat
jelas pada muka dan dada, berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak
diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk
makula-makula besar, yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul
bercak petekia pada dasarnya, kemudian menjalar cepat ke seluruh tubuh. Pada saar
suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya
kadang teras gatal.

Lidah sering kotor dan kadang kala pasien sukar buang air besar. Terkadang dapat diraba
pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak dan tak nyeri. Pada pasien DHF, gejala
perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis,
hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi
pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.

E. Klasifikasi DHF

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi
4 Derajat (Menurut WHO, 1986) yaitu:

1. Derajat I (ringan)

Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan manifestasi perdarahan ringan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi. tourniquet positif.

(4)

2. Derajat II (sedang)

Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.

3. Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah
(hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).

4. Derajat IV

Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi yang tak terukur.
F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Klinik

a. Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.

b. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun perdarahan spontan pada

kulit (petekie, ekimosis, memar) dan/atau di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan melena.

c. Hepatomegali

d. Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah menyempit

(<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin, lembab dan
malaise.

2. Laboratorium

a. Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm3, penurunan progresif pada

pemeriksaan periodik dan waktu perdarahan memanjang.

b. Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau meningkat progresif pada


pemeriksaan periodik.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Foto toraks lateral dekubitus kanan

Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

b. Darah rutin

Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)

c. Waktu perdarahan

(5)

G. Penatalaksanaan

Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah

dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk.

Penatalaksanaannya adalah:

1. Tirah baring
2. Makanan lunak

Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam (susu,air
gula, sirop)

3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis

4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder

5. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan yaitu:

a. Keadaan umum memburuk

b. Hati makin membesar

c. Masa perdarahan memanjang

d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Terapi untuk pengganti cairan yaitu:

a) DBD tanpa renjatan

 Minum banyak 11/2 liter perhari


 Cairan intravena bila :

 Penderita muntah-muntah terus

 Intake tidak terjamin

 Pemeriksaan berkala Hmt cenderung meningkat terus.

Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.

b) DBD dengan renjatan

 Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai nadi teraba serta tensi

terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.

 Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20 mL/KgBB/ jam. Setelah

renajatan teratasi:

 Tekanan sistol > 80mmHg

 Nadi jelas terasa

(6)
 Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam. Bila keadaan umum baik,
jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL: Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan
48 jam setelah renjatan.

H. Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling


memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes aegypti sebenarnya mudah
diberantas karena sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak
terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena vektor tersebut luas, untuk keberhasilan
pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.

Cara pemberantasan vektor:

1. Menggunakan insektisida

Yang lazim dipakai adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik. Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan
(thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging).

2. Tanpa insektisida

 Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat-tepat penampungan air minimal 1 kali

seminggu.

 Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.


 Membersihkan/mengubur kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda-benda

lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

 Memangkas pohon atau tanaman hias tempat nyamuk bisa bersarang.

I. Komplikasi

Komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :

1. Ensepalopati : demam tinggi,gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang

2. Disorientasi

3. Perdarahan luas.

(7)

5. Effuse pleura

6. Asidosis metabolik

7. Anoksia jaringan

8. Penurunan kesadaran.
J. Prognosa

Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang


dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal.

Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan

penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan.

Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya cukup
tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan
bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak.

DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang cepat,
tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan
komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.

DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis sesuai
penetalaksanaan yang diberikan.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat
Malaise

(8)

Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba Kulit
hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit

3. Eliminasi

Diare atau konstipasi

4. Makanan/ cairan

Anoreksia, mual, muntah

Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.

5. Neurosensori

Sakit kepala, pusing, pingsan

Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.

6. Nyeri/ Ketidaknyamanan

Kejang abdominal, lokalisasi area sakit


7. Pernapasan

Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil

8. Penyuluhan/ pembelajaran

Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia

2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit

3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma, evaforasi, intake tidak adekuat

4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan

dengan mual, muntah, anoreksia.

6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan


7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF

sehubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi Keperawatan

(9)

Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (360 – 370) Intervensi:

a. Kaji saat timbulnya demam

R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.

b. Observasi tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau

lebih sering

R/ Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

c. Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh

R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga


mengurangi kecemasan yang timbul.
d. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak

dilakukan.

R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.

e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya

bagi pasien.

R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga


perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

f. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla

R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.

g. Catat intake dan out put.

R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.

h. Kolaborasi: Pemberian antipiretik

R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit


Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang, klien tampak rileks.
Intervensi:

a. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.

R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya,

(10)

R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan
mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah
klien.

c. Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.

R/ Untuk mengurangi rasa nyeri

d. Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.

R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami.

e. Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.


R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari
nyeri yang dialami.

f. Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik

R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.

3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding

plasma, evaforasi, intake tidak adekuat

Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam batas normal, tidak
terjadi defisit cairan..

Intervensi:

a. Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –tanda vital.

R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari


keadaan normalnya.

b. Observasi adanya tanda – tanda syok

R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.

c. Anjurkan klien untuk banyak minum


R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.

d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor

jelek)

R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan

e. Kaji masukan dan haluaran cairan.

R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.

f. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.

R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume
cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.

(11)

4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.

Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi peningkatan
trombosit> 150.000

Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.

R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah


yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

b. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.

R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat
membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.

c. Anjurkan klien untuk banyak istirahat

R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

d. Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda

perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)

R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini


mungkin.

e. Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati)

R/ Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan mual, muntah, anoreksia.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang diberikan.

Intervensi:

a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien

R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.

b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien

R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.

c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih

hangat.

R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena


mudah ditelan.

(12)

R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi
banyak.
e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.

R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan


meningkat

f. Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha mengahiskan makannya. R/
Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.

g. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien

Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.

h. Ukur berat badan kilen tiap hari.

R/ Untuk mengetahui status gizi klien.

6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan

Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi Intervensi:

a. Mengkaji keluhan klien

R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.

b. Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan
kelemahan fisiknya.

R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan

klien seperti mandi, makan, eliminasi.

R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa
membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.

d. Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.

R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.

e. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.

R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF

sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan


meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.
(13)

a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF R/ Sebagai data fdasar
pemberian informasi selanjutnya.

b. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.

R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga


sehingga dapat dipahami.

c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien

dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

R/ agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman.

d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.

R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien


akan kooperatif dan kecemasannya menurun.

e. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin

diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.


R/ mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif. f. Gunakan leaflet
atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.

R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/
dibaca berulang kali.

GASTROENTERITIS

DEFINISI
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus
halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus,
muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009)

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair
/setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan
mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

ETIOLOGI

Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus),


parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).

Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).

Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.

Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak
kutang matang.

Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas

MANIFESTASI KLINIS

Konistensi feses cair (diare) dan frekuensi defekasi meningkat

muntah (umumnya tidak lama)

demam (mungkin ada atau tidak)

kram abdomen, tenesmus

membrane mukosa kering

fontanel cekung (bayi)

BB menurun

malaise
KOMPLIKASI

Dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit

syok hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolic, perfusi sistemik


menurun)

kejang demam

bakterimia

PEMERIKSAAN PENUNJANG

darah samar feses : untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada GE yang berasal
dari bakteri)

evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mucus atau pus pada feses

hitung darah lengkap dengan differensial

uji antigen immunoassay enzim-untuk memastikan adanya rotavirus

kultur feses (jika anak dirawat di RS, pus dalam feses, tau diare yang berkepanjangan)-
untuk menentukan pathogen

evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit

aspirasi duodenum (jika diduga G.lamblia)

urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme shigella keluar
melalui urin)

PENATALAKSANAAN

Rehidrasi

jenis cairan

Cara rehidrasi oral

Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare.

Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)

Cara parenteral
Cairan I : RL dan NS

Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL

D5 : RL = 4 : 1 + KCL

D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL

HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.

Jalan pemberian

Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)

Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

Jumlah Cairan ; tergantung pada :

Defisit ( derajat dehidrasi)

Kehilangan sesaat (concurrent less)

Rumatan (maintenance).

Jadwal / kecepatan cairan

Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13
kg : maka pemberianya adalah :

BB (kg) x 50 cc

BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.

Terapi standar pada anak dengan diare sedang :

+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt

Terapi

obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg

klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari

obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide

antibiotic : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta


Dietetik

Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu

Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen
atau semi elemental formula.

Supportif: Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun


PATHWAY

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi

KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas

kembang dlm tik diserap

usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik

dan elektrolit elektrolit ke rongga

( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus

menyerap makanan

DIARE
Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit

berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama
klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .

Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x

Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.

Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan
sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8
cm) pertahun.

Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.

Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 –
16 buah

Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

Perkembangan

Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan


keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).

Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.

Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari


lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri
(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri,
jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu
yang dapat berkembang pada diri anak.

Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :
Umur 2-3 tahun :

berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)

Meniru membuat garis lurus (GH)

Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)

Melepasa pakaian sendiri (BM)

Pemeriksaan Fisik

pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar
abdomen membesar,
keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih

Mata : cekung, kering, sangat cekung

Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu
makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus,
minum sedikit atau kelihatan bisa minum

Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)

Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .

Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 37 5 0 c, akral hangat,
akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang
dari sebelum sakit.

Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan,
kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan
intake yang kurang

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap
diare.

Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.

Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.

Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : < 40 x/mnt )

Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.

Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit

Pantau intake dan output

R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.

Timbang berat badan setiap hari

R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt

Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr

R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

Kolaborasi :

Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).

Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur

R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake dan out put

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi


terpenuhi

Kriteria : - Nafsu makan meningkat

- BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :

Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu
panas atau dingin)

R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.

Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam
keadaan hangat

R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan

R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

Monitor intake dan out put dalam 24 jam

R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :

terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu

obat-obatan atau vitamin ( A)

R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari
diare

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh

Kriteria hasil :
suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

Monitor suhu tubuh setiap 2 jam

R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)

Berikan kompres hangat

R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh

Kolaborasi pemberian antipirektik

R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu

Kriteria hasil :

Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar

Intervensi :

Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur

R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian
bawah serta alasnya)

R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces

Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan

R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan

R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya

Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan,
belaian dll)

R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.

LAPORAN PENDAHULUAN1.
KONSEP DASAR MEDISA.

Definisi

Tumortiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik
dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan
pertumbuhan kecil (nodul) dalamkelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker
tiroid bisadisembuhkan.Tumor tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium
danmembatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkancukup banyak
hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme. Kanker tiroid terjadi pada sel-sel kelenjar tiroid (organ
berbentuk mirip kupu-kupu terletak di pangkalleher), yang berfungsi memproduksi hormon untuk
mengatur kecepatan jantung berdetak, tekanan darah, suhu tubuh dan berat badan.

B.

Etiologi

Kanker tiroid lebih sering ditemukan pada orang-orang yang pernahmenjalani terapi penyinaran di
kepala, leher maupun dada. Faktor resiko lainnyaadalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker
tiroid dan gondokmenahun serta tetangga atau penduduk sekampung ada yang menderita
kelainankelenjar gondok (endemis). Hal ini lebih kepada pola hidup dan letak geografisyang tidak
mendukung pada pemenuhan intake yodium. Selain itu, terdapat penyebab spesifik berdasarkan
klasifikasi atau pembagian tipe kanker tiroid, yaitusebagai berikut:

1)

Kanker Papiler60-70% dari kanker tiroid adalah kanker papiler. 2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita.
Kanker papiler lebih sering ditemukan pada orang muda, tetapi pada usia lanjut kanker ini lebih cepat
tumbuh dan menyebar. Resiko tinggiterjadinya kanker papiler ditemukan pada orang yang pernah
menjalani terapi penyinaran di leher.

2)

Kanker Folikuler15-20% dari kanker tiroid adalah kanker folikuler. Ini merupakan jenis kankeryang paling
tidak ganas dan paling mudah diobati. Kanker folikuler juga lebihsering ditemukan pada wanita, usia 20-
50 tahun. Mirip tiroid normal namun
Hilangkan pesan penilaian pengguna

Tingkatkan Pengalaman Anda

Nilai akan membantu kami untuk menyarankan dokumen terkait yang lebih baik kepada semua
pembaca kami!

50% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaatBermanfaat

50% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaatTidak
bermanfaat

dapat berkembang lambat dan bermetastase cepat. Pada penderita yang tidakdiobati, kematian
disebabkan karena perluasan lokal atau karena metastasis jauh mengikuti aliran darah dengan
keterlibatan yang luas dari tulang dan paru-paru.

3)

Kanker AnaplastikKurang dari 10% kanker tiroid merupakan kanker anaplastik. Ini merupakan jenis
kanker tiroid yang sangat ganas. Kanker ini paling sering ditemukan pada wanita usia lanjut. Kanker
anaplastik tumbuh sangat cepat dan biasanyamenyebabkan benjolan yang besar di leher. Kanker ini
mengakibatkankematian dalam beberapa minggu (bulan). Biasanya terjadi pada pasien- pasien tua
dengan riwayat goiter yang lama dimana kelenjar tiba-tiba (dalamwaktu beberapa minggu atau bulan)
mulai membesar dan menghasilkangejala-gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara,
kematian akibat perluasan lokal yang masif biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Kanker inisangat resisten
terhadap pengobatan.

4)

Kanker MedulerPada kanker meduler, kelenjar tiroid menghasilkan sejumlah besar

kalsitonin

(dari sel C). Kanker meduler ini sangat jarang terjadi dan merupakan penyakitketurunan. 5-10% dari
semua kasus. Karakteristiknya adalah bentuk tumor bulat, keras yang terletak di lobus tengah dan atas
kelenjar tiroid. Kankercenderung menyebar melalu sistem getah bening ke kelenjar getah bening
danmelalui darah ke hati, paru-paru dan tulang. Pada metastase stadium dinidapat merupakan
komplikasi dari masalah kelenjar lain (

sindroma neoplasiaendokrin multipel


), yakni

Pheochromocytomo

(kelainan pada kelenjaradrenal) dan pertumbuhan pesat kelenjar paratiroid. Kanker ini lebih agresifdari
pada kanker papiler atau folikuler tetapi tidak seagresif kanker tiroidanaplastik

C.

Patofisiologi

Terapi penyinaran di kepala, leher dan dada, riwayat keluarga yangmenderita kanker tiroid dan gondok
menahun serta gondok pada daerah endemisdapat mencetuskan timbulnya neoplasma yang
menyebabkan timbulnya pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar tiroid seseorang. Hal ini
dipengaruhioleh pelepasan TRH oleh Hipotalamus. Dimana karena pengaruh TRH, Hipofisis

anterior akan merangsang peningkatan sekresi TSH sebagai reaksi adanyaneoplasma. Peningkatan TSH
ini akan meningkatkan massa tiroid yang akan berdiferesiasi sehingga memunculkan kanker tiroid.
Kanker ini umumnya akanmeluas dengan metastasis dan invasi kelenjar dan organ tubuh. Berikut
perluasankanker pada organ tubuh yang lain :

1)

Pada kanker papiler, kanker ini biasanya meluas dengan metastasis dalamkelenjar dan dengan invasi
kelenjar getah bening lokal. Selama bertahun-tahuntumbuh sangat lambat dan tetap berada dalam
kelenjar tiroid dan kelenjargetah bening lokal. Pada pasien tua kanker ini bisa jadi lebih agresif
danmenginvasi secara lokal ke dalam otot dan trakea. Selain itu, dapat tumbuhcepat dan berubah
menjadi karsinoma anaplastik. Pada stadium lanjut, dapatmenyebar ke paru-paru.

2)

Pada kanker folikuler cenderung menyebar melalui aliran darah, menyebarkansel-sel kanker ke berbagai
organ tubuh. Kanker ini sedikit lebih agresif dari pada kanker papiler dan menyebar dengan invasi lokal
kelenjar getah beningatau dengan invasi pembuluh darah disertai metastasis jauh ke tulang atau paru.
Kanker-kanker ini sering tetap mempunyai kemampuan untukmengkonsentrasi iodin radioaktif untuk
membentuk tiroglobulin dan jaranguntuk mensintesis T3 dan T4.

3)
Pada kanker anaplastik, terjadi invasi lokal pada stadium dini ke struktur disekitar tiroid lalu
bermetastasis melalui saluran getah bening dan aliran darah.

4)

Kanker cenderung menyebar melalui sistem getah bening ke kelenjar getah bening dan melalui darah ke
hati, paru-paru dan tulang. Pada metastasestadium dini dapat merupakan komplikasi dari masalah
kelenjar lain (

sindromaneoplasia endokrin multipel

).

D.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala kanker tiroid adalah:

1)

Terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau pembengkakan kelenjar getah bening di daerah leher (karena
metastasis).

2)

Nodul ganas membesar cepat, dan nodul anaplastik cepat sekali (dihitungdalam minggu), tanpa nyeri.

3)

Merasakan adanya gangguan mekanik di daerah leher, seperti gangguanmenelan yang menunjukkan
adanya desakan esofagus, atau perasaan sesakyang menunjukkan adanya desakan / infiltrasi ke trakea.

4)
Suara penderita berubah atau menjadi serak.

E.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang diagnostik dilakukan untuk mengevaluasi nodultiroid dapat berupa


pemeriksaan laboratorium untuk penentuan status fungsidengan memeriksa kadar TSHs dan hormon
tiroid, pemeriksaan Ultrasonografi,sidik tiroid, CT scan atau MRI, serta biopsi aspirasi jarum halus dan
terapi supresiTiroksin untuk diagnostik.

1)

Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh hasil pemeriksaanfungsi tiroid baik


hipertiroid maupun hipotiroid yang dapat mendeteksikemungkinan keganasan. Pemeriksaan TSH yang
meningkat berguna untuktiroiditis. Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan
antibodiantitiroglobulin penting untuk diagnosis tiroiditis kronik Hashimoto yangsering timbul nodul
uni/bilateral. Sehingga masih mungkin terdapatkeganasan.

2)

Pemeriksaan calcitonin merupakan pertanda untuk kanker tiroid jenismedulare, sedangkan pemeriksaan
kadar

tiroglobulin

cukup sensitif untukkeganasan tiroid tetapi tidak spesifik. Karena bisa ditemukan pada keadaanlain
seperti tiroiditis dan adenoma tiroid.

3)

Pemeriksaan Ultrasonografi yang merupakan pemeriksaan noninvasif danideal. Khususnya dengan


menggunakan ''high frequency real-time'' (generasi baru USG). Dengan alat ini akan diperoleh gambaran
anatomik secara detaildari nodul tiroid, baik volume (isi), perdarahan intra-noduler, sertamembedakan
nodul solid/kistik/campuran solid-kistik. Gambaran yangmengarah keganasan seperti massa solid yang
hiperkoik, irregularitas,sementara gambaran neovaskularisasi dapat dijumpai pada pemeriksaandengan
USG. Dari satu penelitian USG nodul tiroid didapatkan 69% solid,12% campuran dan 19% kista. Dari kista
tersebut hanya 7% yang ganas,sedangkan dari nodul yang solid atau campuran berkisar 20%.

4)

Pemeriksaan sidik tiroid

dapat memberikan gambaran morfologi fugsional,hasil pencitraannya merupakan refleksi dari fungsi
jaringan tiroid. Bahanradioaktif yang digunakan I-131 dan Tc-99m. Pada sidik tiroid 80-85% nodultiroid
memberikan hasil dingin (cold), sedangkan 10-15% mempunyai risikoganas. Nodul panas (hot) dijumpai
sekitar 5% dengan risiko ganas palingrendah, sedang nodul hangat (warm) 10-15% dari seluruh nodul
dengan risikoganas kurang dari 10%.

5)

Pemeriksaan

CT scan (Computed Tomographic scanning) dan MRI (MagneticResonance Imaging) diperlukan bila ingin
mengetahui adanya perluasanstruma substernal atau terdapat kompresi/penekanan pada jalan nafas.

6)

Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus

dianggap sebagai metode yangefektif untuk membedakan nodul jinak atau ganas pada nodul tiroid
yangsoliter maupun pada yang multinoduler. Pemeriksaan biopsi aspirasi jarumhalus ini mempunyai
sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 92%.

7)
Terapi supresi Tiroksin (untuk diagnostik). Rasionalisasi dari tindakan iniadalah bahwa TSH merupakan
stimulator kuat untuk fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhannya. Tes ini akan meminimalisasi hasil
negatif palsu pada biopsiaspirasi jarum halus.

F.

Penatalaksanaan Medis

Secara umum, penatalaksanaan kanker tiroid adalah:

1)

Operasi

Pada kanker tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi(operasi pengambilan tiroid)
total merupakan pilihan untuk mengangkatsebanyak mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari
tindakan ini antara lain

60-85% pasien dengan kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10%kekambuhan terjadi pada
lobus kontralateral, sesudah operasi unilateral.2)

Terapi Ablasi Iodium Radioaktif

Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi totaldengan maksud mematikan
sisa sel kanker post operasi dan meningkatkanspesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan atau
penyebaran kanker.Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameterkurang
1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran.

3)

Terapi Supresi L-Tiroksin

Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan karenaadanya reseptor TSH di
sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus
juga dipertimbangkan segiuntung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun)
bisa menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah tulang.Secara
khusus (berdasarkan klasifikasi kanker tiroid), penatalaksanaan kankertiroid adalah:1)

Penatalaksanaan Kanker PapilerKanker ini diatasi dengan tindakan pembedahan, yang kadang
melibatkan pengangkatan kelenjar getah bening di sekitarnya. Nodul dengan diameterlebih kecil dari 1,9
cm diangkat bersamaan dengan kelenjar tiroid disekitarnya, meskipun beberapa ahli menganjurkan
untuk mengangkat seluruhkelenjar tiroid. Pembedahan hampir selalu bisa menyembuhkan kanker
ini.Diberikan hormon tiroid dalam dosis yang cukup untuk menekan pelepasan

TSH

dan membantu mencegah kekambuhan. Jika nodulnya lebih besar, maka

biasanya dilakukan pengangkatan sebagian besar atau seluruh kelenjar tiroiddan seringkali diberikan
yodium radioaktif, dengan harapan bahwa jaringantiroid yang tersisa atau kanker yang telah menyebar
akan menyerapnya danhancur. Dosis yodium radioaktif lainnya mungkin diperlukan untukmemastikan
bahwa keseluruhan kanker telah dihancurkan. Kanker papilerhampir selalu dapat disembuhkan.2)

Penatalaksanaan Kanker FolikulerPengobatan untuk kanker ini adalah pengangkatan sebanyak mungkin
kelenjartiroid dan pemberian yodium radioaktif untuk menghancurkan jaringanmaupun sel kanker yang
tersisa.3)

Penatalaksanaan Kanker AnaplastikPemberian yodium radioaktif tidak berguna karena kanker tidak
menyerapyodium radioaktif. Pemberian obat anti kanker dan terapi penyinaran sebelumdan setelah
pembedahan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Operasireseksi diikuti radiasi dan
kemoterapi.4)

Penatalaksanaan Kanker MedulerPengobatannya meliputi pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.Lebih


dari 2/3 penderita kanker meduler yang merupakan bagian dari sindromaneoplasia endokrin multipel,
bertahan hidup 10 tahun; jika kanker meduler berdiri sendiri, maka angka harapan hidup penderitanya
tidak sebaik itu.Kadang kanker ini diturunkan, karena itu seseorang yang memiliki hubungandarah
dengan penderita kanker meduler, sebaiknya menjalani penyaringanuntuk kelainan genetik. Jika
hasilnya negatif, maka hampir dapat dipastikanorang tersebut tidak akan menderita kanker meduler.
Jika hasilnya positif,maka dia akan menderita kanker meduler; sehingga harus dipertimbangkanuntuk
menjalani pengangkatan tiroid meskipun gejalanya belum timbul dankadar kalsitonin darah belum
meningkat. Kadar kalsitonin yang tinggi atau peningkatan kadar kalsitonin yang berlebihan setelah
dilakukan tes

perangsangan, juga membantu dalam meramalkan apakah seseorang akanmenderita kanker meduler.

BAB 1TINJAUAN PUSTAKA1.1

Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolikdengan karakteristik hiperglikemia


yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin atau kedua-duanya. (Perkeni, 2015)Menurut
American Diabetes Association (2015), diabetes merupakansuatu penyakit kronis kompleks yang
membutuhkan perawatan medis yanglama atau terus menerus dengan cara mengendalikan kadar gula
darah untukmengurangi risiko multifaktoral.

1.2

Klasifikasi Diabetes Melitus

Penyakit diabetes melitus yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencingmanis terjadi pada
seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula(glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau
reseptor insulin tidak berfungsi baik. Tipe diabetes mellitus terbagi menjadi 2, yaitu:1)

DM Tipe 1

Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atauInsulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM). Sedang diabetes karenainsulin tidak berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-
InsulinDependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Insulin adalah hormon yangdiproduksi sel beta di
pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakanglambung, yang berfungsi mengatur metabolisme
glukosa menjadi energiserta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan didalam hati
dan otot. Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi
autoimun berupa seranganantibodi terhadap sel beta pankreas.2)
DM Tipe 2Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baikkarena reseptor insulin
pada sel berkurang atau berubah struktur sehinggahanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel.
Akibatnya, sel mengalamikekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi

ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. Bagi
penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek
yangnegatif untuk organ tubuh lain. (Maulana M,2008)

1.3

Etiologi dan Faktor Resiko Diabetes Melitus

a.

Obesitas (kegemukan)Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan peningkatankadar glukosa darah menjadi
200mg% b.

HipertensiPeningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidaktepatnya


penyimpanan garam dan air atau meningkatnya tekanan daridalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah periferc.

Riwayat keluargaSeorang yang menderita diabetes melitus juga diduga mempunyai gendiabetes. Diduga
bahwa bakat diabetes merupakan gen resesifd.

DislipedimiaKeadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >25 mg/dL).
Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin denganrendahnya HDL (<35 mg/dL) sering
didapatkan pada pasien diabetes.e.

UmurBerdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena diabetes melitusadalah >45 tahun.f.
Faktor genetikDM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental penyakitini sudah
lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Resikoemperis dalm hal terjadinya DM tipe 2 akan
meningkat dua sampai enamkali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami DM.g.

Alkohol dan rokokAlcohol akan mengganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita DM,
sehingga akan mempersulit regulasi gula darah danmeningkatkan tekanan darah.

1.4

Patofisiologi Diabetes Melitus

A.

Diabetes Melitus Tipe 1DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungandengan kerusakan
sel-sel Beta pada pankreas secara selektif. Onset penyakit secara klinis menandakan bahwa kerusakan
sel-sel beta telahmencapai status terakhir.Beberapa fitur mencirikan bahwa diabetes tipe merupakan
penyakitautoimun. Ini termasuk:a.

kehadiran sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pankreasyang diinfiltrasi. b.

asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (responimun) gen mayor histokompatibilitas
kompleks (MHC; leukositmanusia antigen HLA).c.

kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet ofLengerhans;d.

perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di CD4 +Kompartemen.e.

keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukindalam proses penyakit.f.
respons terhadap immunotherapy, dan sering terjadi reaksi autoimun pada organ lain yang pada
penderita diabetes tipe 1 atau anggotakeluarga mereka. Mekanisme yang menyebabkan sistem
kekebalantubuh untuk berespon terhadap sel-sel beta sedang dikaji secaraintensifB.

Diabetes Melitus Tipe 2Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresiinsulin, namun
karena sel-sel sasaran insulin tidak mampu meresponinsulin secara normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin. Resistensiinsulin terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta
penuaan. Penderita DM tipe 2 dapat terjadi produksi glukosa hepatic yang berlebihan namun tidak
terjadi pengrusakan sel-sel B Langerhans secara

autoimun seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi insulin DM tipe 2 bersifatrelatif dan tidak absolut.Pada
awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukangangguan pada sekresi insulin fase
pertama, artinya sekresi insulin gagalmengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan
baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pancreas.Kerusakan sel-sel B
pancreas akan terjadi secara progresif seringkali akanmenyebabkan defisiensi insulin.

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN LEUKEMIA

LEUKEMIAA.DEFINISI

Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Mula-muladijelaskan oleh
Virchow pada tahun 1847 seba ai darah putih. Leukemia adalah jenis kanker yan  mempen aruhi
sumsum tulan  dan jarin an  etah benin . !emua kanker bermula di sel, yan membuat darah dan
jarin an lainnya. "iasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuksel-sel baru yan 
dibutuhkan tubuh. !aat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan
men   a nti kannya.#api, terkadan  proses yan  teratur ini berjalanmenyimpan . !el-sel baru ini
terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sellama tidak mati seperti seharusnya.
$ejan   a lan ini disebut leukemia, di mana sumsumtulan  men hasilkan sel-sel darah putih
abnormal yan  akhirnya mendesak sel-sel lain. !elabnormal ini keluar dari sumsum tulan  dan dapat
ditemukan di dalam darah peri%er&darah tepi.Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia,
penyakit neoplastik yan bera am, atau trans%ormasi mali na dari sel-sel pembentuk darah di
sumsum tulan  dan jarin an lim%oid dan diakhiri den an kematian. 'isampin  itu leukimia
merupakan penyakitden an proli%erasi neoplastik dan di%erensiasi sel induk hematopoetik yan 
secara mali namelakukan trans%ormasi yan  menyebabkan penekanan dan pen a nti an unsur
sum-sumyan  normal. (ada seba ian kasus sel neoplastik ju a terdapat dalam jumlah yan 
semakinmenin kat didalam darah tepi. "eberapa pen ertian menurut para ahli yaitu sbb)

Leukemia adalah proli%erasi sel darah putih yan  masih imatur dalam jarin anpembentuk darah. *!
uriadi, +  ita yuliani,    1 ) 17/0.

Leukemia adalah proli%erasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulan 
men a nti kan elemen sum-sum tulan  normal *!melt er, ! 2 and "are, ".3,  ) 480.

 ama penyakit mali na yan  dikarakteristikkan oleh perubahan kualitati% dan kuantitati% dalam
leukositsirkulasi *5an #ambayon , 0

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalamsumsum tulan  dan
lim%a nadi * ee6es,    1 0 .

Leukemia adalah suatu ke anasan pada alat pembuat sel darah berupaproli%erasio patolo is sel
hemopoietik muda yan  ditandai oleh adanya ke a a lan sum-sum tulan dalam membentuk sel
darah normal dan adanya in%iltrasi ke jarin an tubuh yan  lain.* rie% Mansjoer, dkk,  )
4 /0.

(enyakit neoplastik yan ditandai denan di%erensiasi dan proli%erasi sel induk hematopoietik
yansecara malina melakukan tras%ormasi, yan menyebabkan penekanan dan pen antian
sum-sumyan normal *!yl6ia, /0.

Leukemia adalah penyakit neoplastik yan ditandai den an di%erensiasi dan poli%erasi sel
indukhematopoietik yan menalami trans%usi dan anas, menyebabkan supresi dan
penantian elemensumsum normal *"aldy, 90

$eanasan hematoloik akibat proses neoplastik yan  disertai an uan di%%erensiasi pada
berbaaitinkatan sel induk hematopoietik sehin a terjadi ekspansi pro resi% dari kelompok sel
anas tersebutdalam sumsum tulan kemudian sel leukemia beredar secara sistemik *:.M "akta,
70.

Leukemia adalah suatu keanasan oran pembuat darah sehin a sumsum tulan didominasi oleh
klon malina lim%ositik dan terjadi penyebaran sel-sel anas tersebut kedarah dan semua or an
tubuh *"amban, 80.

$anker yan terjadi akibat di%erensiasi dan leukosit yan  berlebihan *!ayuh #amher. 80.

$eanasan hematolois akibat proses neoplastik yan  disertai an uan di%erensiasipada
berbaai tinkatan sel induk hematopoietik *Mutta in, 0.

!el leukemia mempenaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita. *;ayan,
10

!ekelompok anak sel yan abnormal yan menhambat semua sel darah lain di sumsum tulan 
untukberkemban secara normal, sehina mereka tertimbun di sum-sum tulan  *2orwin,
0.!i%at khas leukemia adalah proli%erasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putihdalam
sumusm tulan, menantikan elemen sumsum tulan  normal. 5u a terjadi proli%erasidi
hati,limpa dan nodus lim%atikus, dan in6asi oran non hematolo is, seperti menin es,
traktusastrointesinal, injal dan kulit. Leukemia adalah suatu penyakit yan  disebabkan olehproli
%erasi abnormal dari sel-sel leukosit yan menyebabkan terjadinya kanker pada alatpembentuk darah
sehina mempenaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitaspenderita.

4.ETIOLOGI

<alaupun penyebab dasar leukemia yan pasti belum diketahui dan dijelaskansecara keseluruhan, akan
tetapi terdapat %aktor predisposisi yan  menyebabkan terjadinyaleukemia, yaitu)1.3enetik danya
penyimpanan kromosom insidensi leukemia menin kat pada penderitakelainan kon enital,
diantaranya pada sindroma 'own = lebih besar dari oran normal, sindroma "loom, >anconi?s
nemia, sindroma <iskott-ldrich, sindroma @llis6an2re6eld, sindroma $lein%elter, '-#risomy
sindrome, sindroma 6on  eckin  hausen,dan neuro%ibromatosis *<iernik, 1 8/A <ilson, 1   1 0.
$elainan-kelainan konenital inidikaitkan erat den an adanya perubahan in%ormasi en, misal pada
kromosom 1 atau 2-roup#risomy, atau pola kromosom yan  tidak stabil, seperti pada
aneuploidy.a0 !audara kandun'ilaporkan adanya resiko leukemia akut yan  tin i pada kembar
identik dimanakasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Bal ini berlaku
juapada keluara denan insidensi leukemia yan  san at tin i *<iernik,1 8/0.

b0>aktor Linkunan"eberapa %aktor linkunan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan


kromosomdapatan, misal) radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yan  dihubun kan den aninsiden
yan meninkat pada leukemia akut, khususnya LL *<iernik, 1 8/A <ilson, 1 10
.C.Virus'alam banyak percobaan telah didapatkan %akta bahwa  6irus menyebabkanleukemia
pada hewan termasuk primata. (enelitian pada manusia menemukan adanya  dependent ' 
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-selnormal dan en im ini berasal dari
6irus tipe 2 yan merupakan 6irus  yan menyebabkanleukemia pada hewan *<iernik, 1 8/0.
@n im tersebut dapat menyebabkan 6irus yan  bersan kutandapat membentuk bahan  enetik
yan kemudian berabun denan enom yan teri%eksi. Virusseba ai penyebab leukemia,
yaitu en ime  e6erse #ranscriptase yan  ditemukan dalam darahmanusia. Virus lain yan  dapat
menyebabkan leukemia seperti eto6irus tipe 2, 6irus leukemia %eline,B#LV-1 pada dewasa.!alah satu
6irus yan terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Buman #-2ell Leukemia. 5enis
leukemia yan ditimbulkan adalah cute #-2ell Leukemia . Virus iniditemukan oleh #akatsuki dkk *
$umala, 1    0 . D."ahan $imia dan Ebat-obatan(aparan kronis dari bahan kimia *misal)ben en0
dihubunkan denan peninkataninsidensi leukemia akut, misal pada tukan  sepatu yan  serin 
terpapar ben en.*<iernik,1 8/A <ilson, 1   1 0 !elain ben en beberapa bahan lain dihubun kan
denan resiko tini dari ML, antara lain ) produk F produk minyak, cat, ethylene o=ide, herbisida,
pestisida, dan ladanelektromanetik * >auci, et. al, 1 8 0 .4.Leukemo enikGat- at kimia yan 
mempenaruhi %rekuensi leukemia)

acun linkunan seperti benene.

"ahan kimia industri seperti insektisida.

Ebat-obatan untuk kemoterapi./.Ebat-obatanEbat-obatan anti neoplastik *misal ) alkilator dan inhibitor


topoisomere ::0 dapatmenakibatkan penyimpan an kromosom yan  menyebabkan ML. $loram
%enikol,%enilbuta on, dan metho=ypsoralen dilaporkan menyebabkan ke a  a lan sumsum tulan 
yan lambatlaun menjadi ML * >auci, et. al, 18 0.C9. adiasi
adiasi dapat meninkatkan %rekuensi Leukemia Mielostik kut *LM 0, namun
tidakberhubunan denan Leukemia Lim%ositik $ronis *LL$0. (enin katan resiko leukemiaditemui
jua pada pasien yan mendapat terapi radiasi misal) pembesaran thymic, parapekerja yan 
terekspos radiasi dan para radiolois. 'ata-data pendukun  radiasiseba ai penyebab leukemia )

(ara peawai radioloi lebih serin menderita leukemia

(enderita denan radioterapi lebih serin  menderita leukemia

Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian "om tom Birosima dan a asaki7.!inar adioakti
% !inar radioakti% merupakan %aktor eksternal yan  palin  jelas dapat menyebabkanleukemia pada
binatan maupun pada manusia. 'ibuktikan bahwa penderita yan diobati den an sinar radioakti%
akan menderita leukemia pada 9H klien, dan baru terjadisesudah / tahun.8.Leukemia !ekunder
Leukemia yan terjadi setelah perawatan atas penyakit mali nansi lain disebut!econdary cute
Leukemia *!L0 atau treatment related leukemia. #ermasukdiantaranya penyakit Bod in, limphoma,
myeloma, dan kanker payudara . Bal ini disebabkankarena obat-obatan yan  di unakan termasuk
olonan imunosupresi% selainmenyebabkan dapat menyebabkan kerusakan '  . Leukemia
biasanya menenai sel-sel darah putih. (enyebab dari seba ian besar jenis leukemia tidak diketahui.
(emaparan terhadap penyinaran *radiasi0 dan bahan kimia tertentu *misalnya ben ena0dan
pemakaian obat anti kanker, meninkatkan resiko terjadinya leukemia. Eran  yan memiliki kelainan
enetik tertentu *misalnya sindroma 'own dansindroma >anconi0, ju alebih peka terhadap
leukemia. .>aktor :n%eksi"anyak ahli yan  mendu a bahwa %aktor in%eksi oleh suatu bahan
yanmenyebabkan reaksi sanat berperan dalam etiolo i leukemia *:mam !upandiman.1 7A !
yl6ia nderson (rice. 1/0.

Anda mungkin juga menyukai