Anda di halaman 1dari 75

BAB II

KONTRAK

A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perencangan Kontrak dan dapat
Mengaplikasikannya dalam Praktek.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Kontark.

C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Istilah dan Pengertian Kontrak
2. Menjelaskan tentang Asas-Asas Hukum Kontrak
3. Menjelaskan tentang Syarat Sahnya Kontrak
4. Menjelaskan tentang Unsur-Unsur Kontrak
5. Menjelaskan tentang Macam-Macam Kontrak

D. MATERI
1. Istilah dan Pengertian Kontrak
Sekilas, apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang
dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis.Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai
suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian.Dan apabila melihat berbagai tulisan,
baik buku, makalah, maupun tulisan ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab
penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat
secara tertulis.Dalam pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang
mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih.Dua orang yang saling
mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seseorang
yang sedang memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan
tersebut dalam jumlah tertentu.
Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian yang mengikat).
Dalam pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari :
1. Perjanjian
2. Undang-undang
Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek
(BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berarti
perjanjian. Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat
mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertianperjanjian yang
diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata “perjanjian dibuat secara
tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut, hanya
menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.

2. Asas-Asas Hukum Kontrak


Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk
lahirnya kesepakatan.Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini
berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah
bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
kontrak tersebut. Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam Pasal 1320
KUH Perdata.Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bersifat dan
berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian merupakan pengecualian
dari asas tersebut, misalnya seperti perjanjian perdamaian, perjanjian perburuhan,
dan perjanjian penghibahan.Kesemua perjanjian yang merupakan pengecualian
tersebut, belum bersifat mengikat apabila tidak dilakukan secara tertulis. 

2. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) 

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam
hokum kontrak.Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa
semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian. 

Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas membuat
kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak
2. Tidak dilarang oleh undang-undang
3. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik

3. Asas Mengikatnya Kontrak ( Pacta Sunt Servanda ) 


Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut
karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut
mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.Hal ini dapat dilihat
pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 

4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)

Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu kontrak haruslah dilaksanakan
dengan itikad baik ( goeder trouw, bona fide ). Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3)
tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat
sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH
Perdata.Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan
pada “pembuatan suatu kontrak.Sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu
kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure “kausa yang legal” dari Pasal 1320 tersebut.

3. Syarat Sahnya Kontrak

1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
kontrak.Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling
penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.
Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis.Seseorang Para
pihak yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan
akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan
akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat
akta seperti notaris, PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda
dengan akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam
pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
yang berwenang. Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik
adalah karena jika para pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan
selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta
autentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta
di bawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan dibebani
untuk membuktikan kaslian akta tersebut, sedangkan kalau suatu akta autentik
disangkali pemegang akta autentik tidak perlu membuktikan keaslian akta autentik
tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan bahwa akta
autenti tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan
disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah pembuktian
kepalsuan. 
2. Kecakapan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus dituangkan secara jelas
mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutkan bahwa orang-
orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : 

1. Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21 tahun dan belum menikah
2. Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampuan seperti gelap mata, dungu, sakit
ingatan, atau pemboros dan;
3. Orang yang tidak berwenang.
Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH Perdata tidak cakap hukum
yaitu perempuan, akan tetapi saat ini undang-undang sudah menetapkan lain yaitu
persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.
3. Hal Tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek
perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat
sesuatu.Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian
atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu, untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa
tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling
membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga”. 

4. Sebab yang Halal


Istilah kata halal yang dimaksud di sini bukanlah lawan kata haram dalam hukum
Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.Isi perjanjian harus
memuat/causa yang diperbolehkan.Apa yang menjadi obyek atau isi dan tujuan
prestasi yang melahirkan perjanjian harus tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum.
4. Unsur-Unsur Kontrak

1. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa
adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak.Sebagai
contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga
dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal
tertentu yang diperjanjikan. 

2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga
apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang
mengaturnya.Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu
dianggap ada dalam kontrak.Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan
tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa
penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi. 

3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada satu mengikat para pihak jika
para pihak memperjanjikannya.Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran
diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-
turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui
pengadilan.Demikian pula oleh klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam
suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure esensial dalam kontrak tersebut. 

5. Macam-Macam Kontrak

Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda
dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan
bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah:

1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya.


Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang
didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya
menjadi lima macam, yaitu:

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya


perkawinan;
b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan
dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan
bewijsovereenkomst;
e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan
publieckrechtelijke overeenkomst;

2. Kontrak menurut namanya.


Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal
1319 BW dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 BW dan Artikel 1355 NBW
hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat
(bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak
yang dikenal dalam BW. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai,
pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian. Sedangkan
kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam BW. Yang termasuk dalam kontrak
innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak
karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan
kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran.
Kontrak campuran yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran
umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena
kekhilafan, title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi
terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari
ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel)
menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual
beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa). Kontrak
campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan-ketentuan yang
mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10
Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya
diterapkanlah peraturan perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi
merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam Tahun 1947 Hoge Raad
menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

3. Kontrak menurut bentuknya


Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak.
Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata
maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan
dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak
cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 BW). Dengan adanya
konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah
perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam
hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan
kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu
benda. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para
pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan
secara nyata. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan
dengan akta notaris (Pasal 1682 BW). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu
dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta
pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh Notaris itu merupakan akta pejabat.
Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta
yang dibuat di hadapan Notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak di hadapan
Notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu
perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam
bentuk formulir.

4. Kontrak timbal balik


Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik
merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-
kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.
Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak,
sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi
seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk
melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila
si penerima pesan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah
mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan
harus menggantinya.
5. Perjanjian Sepihak
Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-
kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti.
Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.

6. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani


Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi
dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum
hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam
pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian,
disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang
menurut hukum saling berkaitan. Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah
tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.
7. Perjanjian berdasarkan sifatnya
Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan
dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam,
yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian
kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau
dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah
perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian
obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.
Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan
perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian
pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan.
Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian
pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
8. Perjanjian dari aspek larangannya
Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan
perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang
bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan
perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Di
dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis,
sebagaimana disajikan berikut ini:
a. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
b. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan
atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang
bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah; Suatu perjanjian yang
dibuat usaha patungan, dan suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang
yang berlaku.
c. Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku-
pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan
harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau
jasa yang berbeda.
d. Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara
pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang
berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
e. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau
jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan dengan harga yang lebih rendah
dari pada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
f. Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah
pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. Perjanjian ini dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
g. Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat pelaku
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku usaha lain
untuk melakukan usah yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun
luar negeri.
h. Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
i. Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan
atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. Perjanjian ini
bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
j. Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang
dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
k. Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/ atau jasa tertentu. Setiap
rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada
pihak dan atau pada tempat tertentu.
l. Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S., jenis atau
pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu kontrak
nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah perjanjian-perjanjian
jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari aspek hak dan kewajiban.
Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain

E. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN


1. Kemukakan istilah dan pengertian kontrak!
2. Sebutkan asas-asas huum kontrak!
3. Sebutkan syarat-syarat sahnya kotrak!
4. Sebutkan unsur-unsur kontrak!
5. Sebutkan macam-macam kontrak!

F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB III
AKTA

A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Akta.

C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Pengertian Akta
2. Menjelaskan tentang Pengaturan Akta
3. Menjelaskan tentang Macam-Macam Akta
4. Menjelaskan tentang Pejabat Pembuat Akta
5. Menjelaskan tentang Kekuatan Mengikat Akta.

D. MATERI
1. Pengertian Akta
Istilah akta merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu acta, dalam bahasa
Prancis disebut acte, sementara dalama bahasa Inggris, disebut dengan deed. Akta
adalah surat atau tulisan. Dalam hukum Prancis, akta merupakan dokumen formal
(Henry Campbell Black, 1979: 24). I.G. Ray Wijaya mengemukakan pengertian akta.
Akta adalah
“suatu pernyataan tertulis ang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh
pihak-pihak dengan maksud dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses
hukum” (I.G. Ray Wijaya 2003: 12).
Dalam definisi ini, akta dikonstruksikan hanya berkaitan dengan akta di bawah
tangan, karena akta ditandatangani dan dibuat oleh seseorang. Padahal akta, tidak hanya
dibawah tangan, tetapi juga akta autentik, yang dibuat di muka dan dihadapan pejabat
yang berwenang untuk itu. Tujuan utama dari pernyataan ini adalah sebagai alat bukti
di muka pengadilan.
Menurut Algra, dkk. akta adalah
“suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti suatu perbuatan hukum atau
tulisan yang ditujukan untuk pemuktian sesuatu” (Algra, dkk., 1983: 5).
Dalam definisi ini, akta dikonsrtrusikan pada aspek penggunaannya. Tujujan
penggunaannya adlah sebagai biukti suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum
merupakan perbuatan yang menimbulkan hak dan kewajiban. Kelemahan difinisi ini
adalah melihatakta pada aspek pembuktian semata-mata, padahal akta tidak hanya
sebagai alat bukti, tetapi sarana untuk memberikan kepastian hukum para pihak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diartikan dengan akta adalah
“surat tanda bukti pernyataan (keerangan, pengakuan,keputusan dan sebagainnya)
resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh
notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang” (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1988: 17).
Ada 4 unsur yng tercantum dalam pengertian ini, yaitu :
a. surat tanda bukti;
b. isinya pernyataan resmi;
c. dibuat menurut peraturan yang berlaku;
d. disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemirintah yang berwenang.
Surat tanda bukti merupakan tulisan yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa
atau perbuatan hukum. Isi akta berupa pernyataan resmi, artinya bahwa apa yang ditulis
dalam akta itu merupakan pernyataan yang sah dari pejabat atau para pihak. Dibuat
menurut peraturan yang berlaku artinya bahawa akta yang dibuat di muka pejabat atau
dibuat oleh para pihak selalu didasarkan pada peraturan peundang-undangan yang
berlaku. Misalnya, untuk membuat akta perkawinan, harus didasrkan kepada Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan pemmbuatan akta
perkawinan didasrkan pada Pasal 4 s.d Pasal 16 KUH Perdata dan berbagai Stb (lembar
negara) yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda (sekarang pembuatan
akta kelahiran didasarkan pada UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan).
Pada prinsipnya, akta tidak hanya dibuatoleh notaris, tetapi juga oleh pejabat
pemerintah lainnya, seperti akta perkawinan dibuat oleh Kantor Urusan Agama, akta
kelahiran dibuat oleh Kantor Catatan Sipil. Pengertian disaksikan dan disahkan oleh
notaris atau pejabat yang berwenang adalah bahwa akta yang dibuat itu, terutama akta
di bawah tangan, disaksiskan dan dinyatakan benar atau asli oleh notaris atau pejabat
yang berwenang untuk itu.
Definisi akta yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya
dikonstruksikan sebagai akta di bawah tangan, karena pernyataan itu disaksikan dan
disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang. Dalam realitasnya, akta
itu tidak hanya akta dibawah tangan, tetapi juga akta autentik. Akta autentik merupakan
akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.

2. Pengaturan Akta
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta dapat dipilah menjadi
dua klasifikasi, yaitu peraturan perundangan yang ditetapkan pada masa pemerintah
Hindia Belanda dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pada saat bangsa
Indonesia merdeka. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta pada
masa Hindia Belanda, disajikan berikut ini :
a. Buku IV KUH Perdata
Ketentuan-Ketentuan yang berkaitan dengan akta dapat dibaca dalam Pasal 1865 s.d
Pasal 1894 KUH Perdata.
b. Stb. 1860 tentang Jabatan Notaris.
c. Stb. 1849 tentang Peraturan Catatan Sipil untuk Golongan Eropa.
d. Stb. 1917 No. 130 Jo. Stb. 1919 No. 81 tentan Peraturan Catatan Sipil untuk
Golongan Tionghoa, mulai berlaku tanggal 1 Mei 1919.
e. Stb. 1920 No. 751 Jo. Stb. 1923 Nomor 564 tentang Peraturan Catatan Sipil
Golongan Indonesia Asli di Jawa dan Madura, mulai berlaku tanggal 1 Januari 1928.
f. Stb 1933 No. 75 Jo. Stb. 1936 No. 607 tentang Peraturan Catatan Sipil untuk
Indonesia Kristen, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1937.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta, yang ditetapkan pada
tahun1945 sampai saat ini, meliputi :
a. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
Sementara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan berbagai
Peraturan Pelaksanaannya;
c. Instruksi Presiden Kabinet Ampera No. 31/U/IN/12/1966 yang dikeluarkan pada
27 Desember 1966 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1967;
d. Keputusan Presidan Nomor 12 Tahun 1983 tentang Ppenataan dan Peningkatana
Pembinaan Catatan Sipil;
e. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Catatan Sipil;
f. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 477-752 Tahun1983 tentang Penetapan
Besarnya Biaya Catatan Sipil; dan
g. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
h. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 merupakan ketentuan yang mengatur
tentang jabatan notaris. Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 92 pasal. Hal-hal
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris, meliputi :
f. Ketentuan Umum (Pasal 1);
g. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris (Pasal 2 s.d 14);
h. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan (Pasal 15 s.d 17);
i. Tempat Kedudukan, Formasi dan Wilayah Jabatan Notaris (Pasal 18 s.d 24);
j. Cuti Notarisdan Pengganti Notaris (Pasal 25 s.d 35);
k. Honorarium (Pasal 36 s.d 37);
l. Akta Notaris (Pasal 38 s.d 65);
m. Pengambilan Minuta Akta dan Panggilan Notaris (Pasal 66);
n. Pengawasan (Pasal 67 s.d 81);
o. Organisasi Notaris (Pasal 82 s. 83);
p. Ketentuan Sanksi (Pasal 84 s.d 85);
q. Ketentuan Peralihan (Pasal 86 s.d 90);
r. Ketentuan Penutup (pasal 91 s.d 92).
Ketentan yang paling dominan diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
adlah berkaitan dengan akta notaris (sebanyak 27 pasal) dan pengawasan (sebanyak 14
pasal). Hal-hal yang diatur dalam ketentuan yang berkaitan dengan akta notaris
meilputi bentu dan sifat akta, grosse akta, salina akta, kutipan akta, pembuat,
penyimapan, dan penyerahan protokol notaris.
3. Macam-Macam Akta
Pada dasarnya akta dapat dibagi menjadi dua jenis, yaiu akta di bawah tangan dan
akta autentik. Akta di bawah tangan lazim disebut dengan onderhands. Akta di bawah
tangan, merupakan akta yang dibuat oleh para piha, tanpa perantaraan seorang pejabat.
Akta ini dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Akta di bawah tangn di mana para pihak menandatangi kotraj itu di atas materai
(tanpa keterlibatan pejabat umum);
b. Akta di bawah tanagn yang didaftar (waarmerken) oleh notaris/pejabat yang
berwenang;
c. Akta di bawah tangan dan di legalisasi oleh notaris/pejabat yang berwenang
(Hikmahanto Juwana, tt: 1).
Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, istilah yang digunakan untuk akta di bawah tangan yang
dilegalisasi adalah akata di bawah tangan yang disahkan, sementara istilah akta di
bawah tangan yang didaftar (waarmerken) adalah dilakukan. Akta di bawah tangan
yang disahkan merupakan akta yang harus ditandatangani dan disahkan di dpean
notaris/pejabat yang berwenang. Makna dialakukan pengesahan akta di bawah tangan
adalah :
a. Notaris menjamin bahwa benar orang ynag tercantum namanya dalam kontrak
adah orang yang menandatangai kotrak;
b. Notaris menjamin bahwa tanggal tanda tagan tersebut dilakukan pada tanggal
yang tersebut di dalam kotrak.
Akta di bawah tangan yang dibakukan (gewaarmeken) merupakan akta yang telah
ditandatangani pada hari dan tanggal yang disebut dalam akta oeh para pihak, dan tanda
tangan tersebut bukan di depan notaris/pejabt yang berwenang. Makna akata di bawah
tangan yang dibakukan adalah bahwa yang dijamin oleh notaris adalah bahwa akta
tersebut memang benar telah ada pada hari dan tanggal dilakukan penaftaran
/pembukaan oleh notaris.
Pengertian kata autentik dapat dibaca dalam pengertian berikut. Dalam Black’s Law
Dictionary, yang diartikan dengan akta autentik atau acte authentique adalah
“a deed excuted with certain prescribed formalities, in the presence of notary,
mayor, greffer, or funcionary qualified to act in the place in which it is drawn up”
(Henry Campbell Black’s, 1979: 24).
Artinya akta yang dibuat dengan beberapa formalitas tertentu, dihadapan seorang
notaris, walikota, panitera atau pejabat yang memenuhi syarat sesuai dengan yang telah
ditentukan dalam peraturan peundang-undangan.
Dalam definisi ii, kata autentik dikonstruksikan dari segi betuk akta dan pejabat
yang membuatnya. Akta itu dibuat dalam bentuk tertulis, dan pejabat yang membuatnya
adalah :
a. Notaris;
b. Walikota;
c. Panitera; atau
d. Pejabat yang memenuhi syarat.
Dalam Pasal 1868 KUH Perdata telah ditentukan pengertian akta autentik. Alta
autentik ialah :
“suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat itu akta itu dibuat”.
Apabila kita kaji deinisi ini, maka ad tiga unsur kata autentik, yaitu :
a. dibuat dalam bentuk tertentu;
b. di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu; dan
c. tempat dibuatnya akta.
Akta dalam bentuk tertentu merupakan akta autentik yang telah ditentukan
bentuknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, akta
jual beli tanah. Akta jual beli ini telah dibakukan oleh pemerintah. Maksud di hadaan
pejabat ang berwenang adalah bahwa kata autentik itu harus dibuat di muka pejabat
tersebut. Pejabat yang berwenang merupakan pejabat yang diberikan hak dan
kekuasaan untuk membuat akta autentik. Pejabat yang berwenang membuat akta notaris
adalah PPAT, pejabat, lelang, pengadilan san lain-lain. Tempat dibuatnya akta
merupakan tempat dilakukanya perbuatan hukum, yang berkaitan dengan pembuatan
akta.
Akta autentik dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. akta autentik yang dibuat oleh pejabat;dan
b. akta autentk yang dibuat oleh para pihak.
Akta autentik yang dibuat oleh pejabat merupakan akta autentik yang telah di buat
oleh pejabat (dalam jabatannya), atas segala apa yag dilihat, didengar dan disaksikan.
Akta pejabat tidak termasuk dalam pengertia kontrak karena akta ini merupakan
pernyataan sepihak dari pejabat. Contohnya, seperti akta perkawinan, akta lelang dan
lain-lain. Akta autentik yang dibuat para pihak merupakan akta autentuk yang
dibuatpara pihak dan dinyatakan di dean pejabat yang berwenang. Pejabat yang
berwenang untuk itu adalh notaris, pejabat PPAT dan lannya.
Akta autentik dapat dibagi menurut buidangnya. Akta autentik menuut bidangnya
merupakan pembagian akta berdasarkan kelompok dalam bidang hukum. Akta
autentintik dikenal dalam bidang catatan sipil, agraria, perkawinan, pembebanan
jaminan, kantor lelang negara dan lain-lain.
Akta autentik yang dikenal dala bidang pencatatan sipul meliputi :
a. akta kelahiran;
b. akta perkawinan;
c. akta perceraian;
d. akta pengakuan dan pengasahan anak;dan
e. akta kematian.
Akta auentik yang dikenal dalam bidang agraria, meliputi :
a. pemindahan hak atas tanah, seperti akta jual beli, sewa-menyewa;
b. pemberian hak baru atas tanah;
c. penggadaian tanah; dan
d. peminjaman uang dengan hak atas tanah sebagai hak tangungan.
Akta autentik yag dikenal dalam bidag perkawinan, meliputi :
a. akta nikah;
b. akta cerai; dan
c. akta perjanjian kawin
Akta autentik yang dikeal dalam bidang pembebanan jamina, meliputi :
a. akta hipotek atas kapal laut dan pesawat udara;
b. akta hak tanggungan; dan
c. akta jaminan fidusia
akta yang dikenal dalam bidang kenotariatan adalah akata notaris. Pengertian akta
notaris dapat kita baca dalam Pasal 1 angka 7 Unang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Akta notaris adalah
“akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notarismenurut bentuk dan tata
cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini”.
Unsur-unsur akta notaris, meliputi :
a. dibuat oleh atau dihadaan notarais;
b. bentuk tertentu;
c. tatat cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
4. Pejabat Pembuat Akta
Akta tidak hanya dikenal di kalangan praktik kenotarian semata-mata, tetapi dikenal
juga dalam bidang lainnya, seperti di bidang perkawinan, cacatan sipil, kantor lelang
negara dan lain-lin. Masing-masing ajta itu berbeda pejabat yang membuatnya. Pejabat
yang berwenang membuat akta autentik adalah Kantor Urusan Agama, Pengadilan
Agama, Kantor Catatan Sipil, Kantor Lelang Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), Notaris dan lain-lain.
Kantor Urusan Agama berwenang untk membuat akta perkawinan bagi orang yang
beragama Islam. Pengadilan agama berwenang menerbitkat akta perceraian bagi yang
beragama Islam. Kantor Catatan Sipil berwenang utuk membutat akta :
a. Kelahiran;
b. Perkawinan bagi orang yang beragama non-islam;
c. Perceraian;
d. Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin; dan
e. Akta kematian.
Kantor Lelang Negara berwenang untuk meerbitkan akta yang berkatan dengan
pelelangan barang jamina, dan lainnya. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
berwenang untuk membuat akta jual beli, sewa-menyewa, hibah, hak tanggungan, dan
lain-lain yang berkaitan dengan hak atas tanah.
Akta notaris dibuat oleh atau di hadapan notaris.
5. Kekuatan Mengikat Akta
Pada dasarnya akta dibagi menjadi dua macam, yaitu alta di bawah tangan dan akta
autentik. Ata di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak.
Pertanyaannya kini, apakah akta di bawah tanga itu mempunyai kekuatan untuk
mengikat terhadapa pihak ke tiga? Untuk menjawab hal itu harus mengacu kepada
ketentuan yang terdapat pada Pasal 1880 KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan
bahwa :
“Akta di bawah tangan, sejauh tidak dbubuhi pernyataan sebagai mana termasuk
dalam pasal 1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga, kecuali
sejka hari dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris atau seorang pejabat lain
yang ditunjuk oleh undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda
tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikan adanya
akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau
sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ke tiga di
hadapan akta itu”.
Apabila mengacu kepada ketentuan itu, jelaslah bahwa akata di bawah tangan
mempunyai keuatan mengikat terhadap pihak ketiga dengan syarat :
a. akta dibawah tangan itu dibubuhi oleh seorag notaris atau pegawai lain yang
ditunjuk oleh undang-undang dan dibukuan menurut aturan-aturan yang ditetapkan
oleh undang-undang;
b. sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan;
c. sejak hari dibuktikanya adanya akta di bawah tangan itu dari kata-kata yang dibuat
oleh pejabat umum; atau
d. sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang
dihadapi akta itu. (Pasal 1880 KUH Perdata ; Subekti, 2003: 30-31)
Akta autentik mrupakan akta yang kekuatan pembuktiannya sempurna, karena akta
itu dibuat oleh pejabat yang berwenang. Ada tiga kekuatan pembuktin akta autentik,
yaitu kekuatan pebuktian lahir, kekuatan pembuktian formal dan kekuatan pembuktian
materil(Abdullah,2006: 5-6). Ketiga hal itu dijelaskan secara singkat barikut ini :
a. Kekuatan pembuktian lahir
Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan drinya sebagai akta
autentik, sebagaiman diatur dalam Pasal 1875 KUH Perdata. Kemampuan ini tidak
dapat diberikann kepada akta yang dibuat dibawah tangan. Karena akte yang dibuat
di bawah tangan baru berlaku sah sampai semua pihak yang menandatanganinya
mengakui kebenaran dari tanda tangan itu atau apabila dengan cara sah menurut
hukum dapat diangap sebagai akta autentik, artinya dari kata-kata yang berasal dari
seorang pejajabat umum (notaris), maka akta itu terhadap setiap orang dianggap
sebagai akta autentik.
b. Kekuatan pembuktian formal
Dalam arti formal akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni
yang dilihat, didengar dan juga yang dilakukan oleh notaris sebagaipejabat umum di
dalam menjalankan jabatanya. Dalam arti formal terjamin :
 Kebenaran tangal akta itu;
 Kebenaran yang terdapat dalam akta itu;
 Kebenaran identitas dari orang-orang yang hadir; dan
 Kebenaran tempat di mana akta dibuat.
c. Kekuatan pembuktian materil
Isi dari akta dianggap sebagai yang benar dari setiap orang. Kekuaan pembuktian
inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 KUH Perdata.
Isi keterangan yang termuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar di antara
pihak dan ahli waris serta para penerima hak mereka.
Akta itu apabila dipergunakan di muka pengadilan adalah sudah cukup bagi hakim
tanpa harus meminta alat bukti lainnya lagi.
E. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN
1. Kemukakan pengertian akta!
2. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta!
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis akta yang kalian ketahui!
4. Buatkan akta autentik yag berkaitan dengan sewa- menyewa!
F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008

BAB IV
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)

A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Memorandum of Understanding (MoU).

C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Istilah dan Pengertian MoU
2. Menjelaskan tentang Pengaturan MoU
3. Menjelaskan tentang Macam-macam MoU
4. Menjelaskan tentang Tujuan MoU
5. Menjelaskan tentang Kekuatan Mengikat dan Bentuk MoU

D. MATERI
1. Istilah dan Pengertian MOU
MoU atau kerjasama saling mengerti atau nota kesepahaman adalah suatu istilah yang
terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Memorandum dan Understanding. Seacara gramatika MoU
diartikan sebagai nota kesepahaman. Menurut kamus hukum (Balck Law Dictionary) bahwa
yang dimaksud dengan memorandum adalah dasar memulai penyusunan kontrak formal di
masa yang akan datang. Sedangkan understanding adalah pernyataan persetujuan secara tidak
langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara
tertulis. Jika dua kata itu diterjemahkan, maka dapat dirumuskan bahawa MoU adalah dasar
penyusunan kontrak pada masa yang akan datang yang didasarkan pada hasil permufakatan
para pihak, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Menurut Munir Fuady bahwa yang dimaksud dengan MoU adalah perjanjian
pendahuluan dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang
mengaturnya secara detail. Oleh karena itu memorandum of understanding berisikan hal-hal
yang pokok saja. Begitu pula Erman Rajaguguk mengartiakn MoU sebagai dokumen yang
memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari MoU harus
dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.

2. Pengaturan MOU
MoU tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang tetap di dalam KUHPer
diatur secara tersirat pada pasal 1320 dan 1338 KUHPer (dapat ditafsirkan secara
tersirat). Pasal 1338 KUHPer menjadi dasar hukum kebebasan berkontrak yaitu :
-   Bebas berbuat atau tidak berbuat
-   Bebas melakukan perjanjian kepada ssiapa saja
-   Bebas menentukan isi perjanjian
-   Bebas menentukan bentuk perjanjian
Kebebasan dibatasi oleh Undang-undang dan kesusilaan. Secara internasional dapat
ditemukan dalam Undang-undang no 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional.
Pasal 1 huruf a disebutkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam
bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara
tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
Dari pengertian tersebut maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat
dissamakan dengan :
1.      Treaty = perjanjian
2.      Konvention = perjanjian yang pesertanya lebih dari dua negara.
3.      Agreement = persetujuan
4.      Memorandum of Understanding = nota kesepahaman
5.      Protokol = surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan atau pernyataan
resmi dari hasil perundingan
6.      Charter = piagam
7.      Declaration = deklarasi = pernyataan
8.      Final act = keputusan final = keputusan akhir
9.      Exchange of note = pertukaran nota
10.    Agreed minutes = notulen yang disetujui.

3. Macam-Macam MOU
Memorandum of Understanding dapat dibagi menurut negara dan kehendak para
pihak. Memorandum of Understanding menurut negaranya merupakan MoU yang dibuat
antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Memorandumof Understanding
menurut negara yang membuatnya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. MoU yang bersifat nasionaol ;
2. Mou yang bersifat internasional
Memorandum of Understanding yang bersifat nasional merupakan memorandum of
understanding, yang kedua belah pihaknya adalah warga negar aatu badan hukum
Indonesia. Misalnya MoU yang dibuat antara Bdan Hukum Indonesia dengan Badan
Hukum Indonesian lainya atau anatara PT dengan Pemerintah Daerah. Contohnya,
adalah memorandum of understanding yang dibuat anatar Direktur Jenderal Perhubungan
Darat atas nama Mentri Perhubungan dengan Bupati malang, Walikota Malang dan
Walikota Batu. MoU ini ditandatangani pada hari Jumat tanggal 24 Maret 2006,
bertempat di Departemen Perhubungan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Nomor: HK.003/1/20 Phb-2006 tanggal 27 Februari 2006. Maksud dan tujuan
pelaksanaan kesepakatan bersama ini adalah untuk mengembangkan angkutan massal
berbasis jalan di Malang Raya yang meliputi :
1. Kegiatan perencanaan;
2. Pembangunan
3. Pengoperasian
MoU yang bersifat internasional merupakan nota kesepahaman yang dibuat antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing dan/atau antara badan hukum
Indonesia dengan badan hukum asing,seperti misalnya MoU antara Bapepam Australian
Securities Commission (ASC), serta BEJ dan BES dengan Australian Stock Exchange
(ASC). Contoh lainnya adalah MoUang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan
Kerajaan Inggris untuk mengambil tindakan menegakan hukum tentang hutan,
penebangan ilegal dan perdagangan internasional kayu dan produk dati kayu yang
berasal dari sumber-sumber tidak sah (ilegal). MoU terakhir ini dibuat pada bulan
September 2001.
Mou menurut kehendak para pihak yang membuatnya merupakan MoU yang dibuat
oleh para pihak dibagi menjadi tiga macam (Laboratorium Fakultas Hukum, Universitas
Katolik Parahyanngan,1977 ; 174-175) yaitu sebagai berikut,
1. Para pihak membuat MoU dengan maksud untuk membina ”ikata moral” saja di
antara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis di antara mereka. Di
dalam MoU ditegaskan bahwa MoU sebenarnya hanya merupakan bukti adanya niat
para pihak untuk berunding di kemudian hari untuk membuat kontrak. Contoh :
”para pihak sepakat bahwa MoU ini hanya dimaksudkan sebagai pernyataan bersama
tentang komitmen moral di antara para pihak, tanpa ikata huum apa pun, untuk di
kemudian hari melaksanakan perjanjian ekspor produk-produk buatan Hyundai
Corporation Korea ke Indonesia”
2. Para pihak memangingin mengikatkkan diri dalam suatu kontrak,tetapi baru ingin
mengatur kesepakatn-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal
yang medetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap. Sebaiknya dalam
MoU dibuat pernyataan tegas bahwa dengan ditandatanganinya MoU oleh para pihak,
maka para pihak telah meningkatkan diri untuk membuat kontrak yang lengka untuk
mengatur transaksi mereka di kemudian hari. Contoh :
”dengan ditandatangani MoU, pihak PT Suryatma Madangkara telah mengikatkan diri
untuk, dalam jangka waktu 360 hari kerja sejak tanggal penandatanganan
memorandum ini, menunjuk PT Nikmat Sentosa sebagai penerima franchise untuk
memasarkan produk-produk PT Suryatama Madangkara di wilayah Jawa Barat, dan
untuk maksud tersebut para pihak akan merundingkan dan menuangkan persyaratan-
persyaratan kerja sama ini dalam suatu Perjanjian Franchise”
3. Para pihak memang berniat untuk mengingatkan diri satu sama lain dalam suatu
kontrak tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaaan atau
kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan. Dalam MoU seperti ini, harus
dirumuskan klausul condition precendent atau kondisi tertentu yang harus terjadi di
kemudian hari sebelum para pihak terikat satu sama lain. Contoh klausul condition
precedent :
”kerja sama yang pokok-pokoknyya disepakati dalam memorandum ini baru akan
mengikat para pihak apabila para izin perakitan bagi PT Bahana Putera selaku agen
diperoleh dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia”
Pembedaan yang paling prinsip dari kedua jenis MoU di atas didasrkan pemberlakuan
dalam suatu negara, baik yang bersifat nasional maupun internasional, karena telah
mencakup MoU dari aspek kehendaknya.

4. Tujuan MOU
Pada prinsipnya, setiap memorandum of understanding yang dibuat pleh para pihak,
tentunya mempunyai tujuan tertentu. Munit Fuady telah mengemukakan tujuan dan ciri
MoU. Tujuan MoU adalah :
1. Untuk mehindari kesulitan pembatalan suatu agreement nantinya, dalam hal prospek
bisnisnyabelum jelas benar, dalam arti belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama
tersebut akan ditindaklanjuti, sehingga dibuatlah MoU yang mudah dibatalkan;
2. Penandatangan kontrak masih lama karena masih lama karena masih dilakukan
negosiasi yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum
ditandatangani kontrak terseput, dibuatlah Mou yang akan berlaku sementara waktu;
3. Adanya keraguan para pihak dan masih perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal
penandatangan suatu kontrak, sehingga untuk suatu perjanjian yang lebih rinci mesti
dirancang dan dinegosiasi khusus khusus oleh staf-staf yang lebih rendah tetapi lebih
menguasai secara teknis( Munir Fuady, 1997 : 91-92)

Ciri-ciri memorandum of understanding sebagai berikut :


1. Isinya ringkas, bahkan sering sekali satu halam saja;
2. Berisikan hal pokok saja;
3. Bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci;
4. Mempunyai jangka waktunya, misalnya satu bulan, enam bulan, atau setahun. Apabila
dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan suatu perjanjian yang lebih
rinci, perjanjian tersebut akan batal, kecuali diperpanjang oleh para pihak;
5. Biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian di bawah tangan; dan
6. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk
membuat suatu perjanjian yang lebih detail setelah penandatangan MoU, karena
secara reasonable barangkali kedua belah pihak punya rintangan untuk membuat dan
menandatangani perjanjian yang detail tersebut (Munir Fuady, 1997 : 91 – 92 ).

5. Kekuatan Mengikat dan Bentuk MOU.


s. Kekuatan Mengikat MoU
Dalam KUHPerdata maupun dalam peraturan perundang-undangan lainya, tidak ada
suatu ketentuan yang mengatur secara khusus tentang MoU, yang ada ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan syarat-syarat sahnya kontrak. Apabila kita mengkaji dan
menganalisis substansi MoU, tampaklah bahwa substansinya berisi kesepakatan para
pihak untukmelakukan kerja sama dalam berbagai bidang kehidupan, seperti kerja sama
dalam bidang ekonomi, pendidikan, pasar modal, dan lainnya. Apabila telah terjadi
persesuaian pernaytaan kehendak dan telah ditandatangani kerja sama itu, maka Mou
telah mempunyai kekuatan untuk dapat dilaksanakan. Artinya bahwa MoU mempunyai
kekuatan mengikat. Akan tetapi dalam praktiknya, apabila salah satu pihak tidak pernah
mempersoalkan hal itu atau menggugat ke pengadilan. Salah satu pihak akan mengatakan
bahwa MoU tersebut dalam keadaan tidur. Dus, tidak pernah mempersoalkan hal itu
secara hukum. Namun, para ahli tidak dapat memberikan jawaban yang pasti tentang
kekuatan mengikag dari MoU. Ray Wijaya mengemukakankekuatan mengikat dari MoU
sebagai berikut :
“dari sudut pandang Indonesia, tampaknya para ahli hukum Indonesia masih
berbeda pendapat tentang makna dari MoU tersebut. Satu pihak berpendapat bahwa
MoU hanya merupakan suatu gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat
hukum, sedangkan pihak lain menganggap bahwa MoU itu merupakkan suatu bukti
awal telah terjadi atau tercapainya saling pengertian mengenai masalah-masalah
pokok. Artinya, telah terjadi pemahaman awal antara pihak yang bernegosiasi
sebagaimana yang dituangkan dalam memorandum oleh para pihak untuk melakukan
kerja sama. Oleh karenanya, kesepakatan awal ini merupakan pendahuluan untuk
merintis lahirnya suatu kerja sama yang sebenarnya, yang kemudian baru diatur dan
dituangkan secara rinci dalam perjanjian kerja sama atau joint venture dalam bentuk
formal” (Ray Wijaya, 2003 : 102)
Pandangan ini hanya mendeskripsikan tentang kekuatan mengikat dari MoU dari
berbagai pandangan ahli hukum lainnya. Dalam deskripsi ini, Ray Wijaya
mengenmukakan dua pandangann tentang kekuatan mengikat dari MoU yaitu , (1) bahwa
MoU hanya merupakan suatu gentlement agreement yang tidak mempunyai akibat
hukum, dan (2) bahwa MoU merupakan suatu bukti awal telah terjadi atau tercapai saling
pengertian mengenai masalah-masalah pokok.
Hikmahanto Juwana mengemukakan pandangannyatentang penggunaan istilah MoU.
Ia mengemukakan bahwa :
“penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoretis dan praktis. Secara
teoritis, dokumen MoU bukan merupakan hukuman yang mengikat para pihak. Agar
mengikat secara hukum, harus ditindaklanjuti dengan perjanjian. Kesepakatan dalam
MoU lebih bersifat ikatan morall. Secara praktis, MoU disejajarkan dengan
perjanjian, ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral, tetapi juga ikatan hukum.
Titik terpenting bukan pada istilah yang digunakan, tetapi isi atau materi dari nota
kesepahaman tersebut” (Hikmahanto Juwana, 2002: 123)
Munir Fuady Juga mengemukakan dua pandangan yang membahas tentang kekuatan
mengikat dari MoU yaitu gentlement agreement dan agreement is agreement (Munir
Fuady, 1997 : 93-94).
Pandangan pertama berpendapat bahwa MoU hanyalah merupakan suatu gentlement
agreement; maksunya kekuatan mengikatnya suatu MoU :
1. Tidak sama dengan perjanjian biasa, sungguh pun MoU dibuat bentuk paling kuat,
seperti dengan akta notaris sekalipun (tetapi dalam praktik jarang MoU dibuat secara
notarial);
2. Hanya sebatas pengikatan moral belaka, dalam arti tidak enforceale secara hukum,
dan pihak yang wanprestasi, misalnya, tidak dapat digugat ke pengadilan. Sebagai
ikatan moral, tentu jika ia wanprestasi, dia dianggap tidak bermoral, dan ikut jatuh
reputasinya.
Namun, yang jelas, pendapat bahwa MoU adalah hanya gentlement aagreement lebih
bersifat faktual belaka.
Pandangan kedua berpendapat bahwa sekali suatu perjanjian dibuat, apa pun
bentuknya, lisan tertulis, pendek ataunpanjang, lengkap/detail ataupun hanya
diaturpokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan perjanjian dan karenanya mempunyai
kekuatan mengikat seperti layaknya suatu perjanjian, sehingga seluruh ketentuan pasal-
pasal tentang hukum perjanjian telah bisa diterapkan kepadanya.
Menurut pendapat yang sebenarnya lebih formal dan legalistis ini, kalau suatu
perjanjian mengatur hal-hal yang pokok tersebut. Atau jika suatu perjanjian hanya berlaku
untuk suatu jangka waktu tertentu, maka mengikatnya pun hanya untuk jangka waktu
tersebut juga, para pihak tidak dapat dipaksakan untuk membuat perjanjian yang lebih
rinci secara follow up dari MoU. Paling tidak, selama jangka waktu perjanjian itu masih
berlangsung, para tdak dapat membuat perjanjian dengan pihak lain. Hal ini tentu jika
dengan tegsa disebutkan untuk itu dalam MoU tersebut. Pelanggaran terhadap ketentuan
ini berarti telah melakukan wanprestasi sehingga dapat digugat ke pengadilan menurut
hukum yang berlaku.
Apabila kita memperhatikan pandangan yang kedua, maka jelaslah bahwa apabila
salah satu pihak tidak melaksanakan substansi MoU, maka salah satu pihak dapat
membawa persoalan itu ke pengadilan, dan pengadilan dapat memerintahkan salah satu
pihak untuk melaksanakan substansi MoU secara konsisten.
Dalam realitasnya, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan substansi MoU, maka
pihak lainnya tidak pernah menggugat persoalan itu ke pengadilan. Ini berati MoU hanya
mempunyai kekuatan mengikat secara moral. Bahkan, MoU yang dibuat antara Fakultas
Hukum Universitas Mataram dengan Komisi Yudisial Republik Indonesia belum dapat
dilaksanakan sejak tanggal ditandatangani MoU. Ini disebabkan kewenangan pengawasan
yang diberikan oleh hukum kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia telah dicabut
oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

t. Bentuk MoU
Bentuk Memorandum of Understanding yang dibuat antara para pihak adalah tertulis.
Adapun substansi Memorandum of Understanding itu telah ditentukan oleh kedua belah
pihak. Dalam berbagai literatur tidak kita temukan tentang struktur atau susunan dari
sebuah Memorandum of Understanding. Sebelum dirumuskan tentang struktur tentang
Memorandum of Understanding, maka kita harus melihat substansi Memorandum of
Understanding yang dibuat para pihak. Dengan demikian Memorandum of Understanding
merupakan bentuk perjanjian yang dapat dikategorikan sebagai pra kontrak atau
perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain
yang mengaturnya secara detail.

E. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN


1. Kemukakan pengertian MoU !
2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis MoU yang Anda ketahui !
3. Kemukakan tujuan dibuatnya MoU !
4. Kemukakan kekuatan mengikat dari MoU yang anda ketahui !

F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB V
PRINSIP DAN FAKTOR DALAM PERANCANGAN KONTRAK

A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Prinsip dan Faktor Dalam Perancangan Kontrak

C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Prinsip-prinsipPerancangan Kontrak
2. Menjelaskan tentang Faktor-faktor Dalam Perancangan Kontrak

D. MATERI
1. Prinsip-Prinsip Perancangan Kontrak
Setiap perancang kontrak yang akan merancang kontrak, apakah itu kontrak yang
telah dikenal didalam KUH Perdata maupun yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam merancang kontrak. Yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip dari perancangan kontrak adalah dasar atau asas-asas
yang harus diperhatikan dalam merancang kontrak. Erman Rajaguguk mengemukakan
ada sepuluh prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam kontrak-kontrak yang lazim
digunakan di Indonesia dan patut menjadi perhatian perancang kontrak dagang
internasional (Erman Rajaguguk, tt: 3-8). Kesepuluh hal itu meliputi: (1) penggunaan
istilah, (2) prinsip kebebasan berkontrak, (3) prinsip penawaran dan penerimaan, (4)
iktikad baik, (5) peralihan risiko, (6) ganti kerugian, (7) keadaan darurat, (8) alasan
pemutusan, (9) piliihan hukum dan (10) penyelesaian sengketa.
Disamping pendapat itu, Peter ahmud juga mengemukakan bahwa ada dua prinsip
yang harus diperhatikan di dalam mempersiapkan kontrak yaitu (1) beginselen der
contractsvrijheid atau party autonomy dan (2) pacta sun servanda (Peter Mahmud,
2000: 17-19).
Beginselen der contractsvrijheid atau party autonomy, yaitu para pihak bebas untuk
menjanjikan apa yang mereka inginkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Untuk menghindari ketikjelasan
maksud para pihak, maka langkah pertama yang mesti diakukan oleh para pihak, yaitu
menjelaskan sejelas-jelasnya kepada mereka yang terlibat dan bertugas dalam
melakukan transaksi. Sementara itu, kewajiban pertama perancang kontrak adalah
mengkomunikasikan kepada kliennya apa yang teah dirumuskannya tersebut sudah
sesuai dengan keinginan kliennya.
Selain itu, yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah berkaitan degan asas
pacta sunt servanda.
2. Faktor-Faktor Dalam Perancangan Kontrak.
Pada dasarnya kontrak yang para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dengan demikian kontrak yang dibuat oleh para pihak disamakan
kekuatan mengikatnya dengan undang-undang. Oleh karena itu, untuk merancang
kontrak diperluan ketelitian dan kecermatan dari para pihak baik kreditor maupun
debitur, pihak investor maupun dari pihak negara yang bersangkutan, perancang
kontrak mauun notaris. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh para pikhak
yangakan mengadakan dan membuat kontrak adalah (1) kewenangan hukum para
pihak, (2) perpajakan, (3) alasan hak yang sah, (4) masalah keagrariaan, (5) pilihan
hukum, (6) penyelesaian sengketa, (7) pengakhiran kontrak, (8) bentuk perjanjian
standar (Aries S. Hutagalung, 1993: 14-18; Peter Mahmud, 2000: 17-19). Kedelapan
hal itu dijalaskan dalam sub-subbab berikut ini :

a. Kemampuan Para Pihak


Kemampuan para pihak, yaitu kecakapan dan kemampuan para pihak untuk
membuat kontrak. Di dalam KUH Perdata ditentukan bahwa orang yang cakap dan
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum adlah orang yang telah deasa dan/atau
sudah kawin. Ukuran kedewasaan, yaitu berumur 21 tahun. Adapun orang-orang yang
tidak wenang untuk membuat kontrak adalah (1) kewenangan hukum paraa pihak, (2)
orang di bawah pengampunan (curatele) dan (3) istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Istri
kini wenang untuk membuat kontrak (SEMA Nomor 3 Tahun 1963; Pasal 31 Undang-
Undang Nomor 1 Tahn 1974 tentang Perkawinan). Dalam pasal 39 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dinyatakan bahwa umur minimal para
pihak yang membuat akta adalah 18 tahun atau telah menikah
apabila orang dibawah umur dan orang dibaah pengampunan membuat dan
menandatangani kontrak dengan orang-orang sudah dewas, maka kontrak yang teah
dibuat dan ditandatanganinya dapat dimintakan pembatalan kepada pembatalan kontrak
yang dibuat dan ditandatanganinya. Dalam Pasal 1454 KUH Perdata ditentukan jangka
waktunya, yaitu 5 tahun. Jangka waktu itu mulai berlaku bagi :
 Orang yang belum dewasa, sejak hari kedewasaanya,dan
 Orang yang dibawah pengampunan, sejak hari dicabutnya pengampunan

b. Perpajakan
Pada dasarnya setiap kontak yang dibuat oleh para pihak mengandung kewajiban
para pihak untuk membayar pajak pada negara, apakahitu pajak penghasilan (PPH), bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan bea materai. Pengenaan pajak
tergantung pada objek kontrak.

c. Alas Hak yang Sah


Sebelum kontrak disetujui oleh para pihak maka yang harus diperhatikan oleh para
pihak adlah mengenai objek kotrak, apakah objek kotrak meupakan milik yang sah dari
para pihak atau para pihak mempunyai hak yang sah.atau tidak. Yang diartikan dengan
alas hak adalah peristiwa hukum yang merupakan dasar penyerahan suatu barang,
seperti tukar-menukar, jual beli dan sebagainya (Yan Pramada puspa).
Pada hakikatnya alas hak yang sah berkaitan dengan cara seseorang memperoleh
atau menguasai suatu benda dengan cara yang sah, seperti dengan cara jual beli, sewa-
menyewa, tuka-menukar, hibah, warisan dan lain-lain.
Dalam hal para pihak ingin mengadakan kontrak jual beli, calon pembeli harus
mengetahui atau berusaha mencari tahu bahwa penjuan memang mempunyai alas hak
yang sah atas barang yang dijual. Dalam hal barang bergerak tidak atas nama, brlaku
etentuan Pasal 1977 KUH Perdata yang menetapkan barangsiapa menguasai barang
bergerak yang tidak berupa bunga atau piutangyang tidak harus dibayar atas tunjuk,
dianggap sebagi pemilik sepenuhnya. Namun demikian, dalam hal ini berlaku asas
revindikasi, yaitu apabila baang itu hilang atu hasil curian, pemilik sejati dapata
menuntut agar barang itu dapatdikembalikan kepadanya. Memang dalam hal seperti ini
pmbeli yang beriktikad baik akan tetap dilindungi, yaitu dengan meminta ganti rugi atas
harga pembelian barang tersebut. Namun proses demjikian tidak selalu mulus, lebih-
lebih kalau pencurinya sudah tidak mampu lai mengembalikan uang pembelian.
Dalam hal barang bergerak atas nama dan barang btidak bergerak, yang diangap
paling berhak adalah orang yang namanya tercntum dalam surat itu. Namun demiian,
dalam hal barang bergerak atas nama maupun barang tidak bergerak merupakan harta
bersama dalam perkawinan, perlu ada suatu countr sign dari suami/istri. Counter sign
juga diperlukan dalam hal perjanjian jaminan.
d. Masalah Keagrariaan
Perancang kontrak juga harus memperhatikan masalah-masala yang berkaitan
dengan hukum agraria. Perlunya pemahaman tentang hukum agraria ini berkaitan
dengan transaksi yang objeknya tanah. Pada dasrnya semua orang dapat memiliki hak
atas tanah. Yang membedakanya adalah jenis hak atas tanah yang boleh dimilikinya.
Pemilikan itu tergantung pada subjek hak, apakah orang WNI atau WNA, atau badan
hukum. Hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh WNI dan badan hukum tertentu
yang ditunjuk. Badan hukum tertentu ini, misalnya organisasi Perserikatan
Muhammadiyah dan perkumpulan gereja. WNA hnya dapat memiliki hak pakai atas
tanah untuk peumahan. Badan hukum asing hanya dapat menguasai hak atas tanah,
seperti hak pakai, HGB dan HGU.

e. Pilihan Hukum
Istilah pilihan hukum merupakan terjemahan dari baha Inggris chice of law. Pilihan
hukum yaitu berakitan dengan hukum apakah yang akan digunakan saat terjadi
sengketa antara para pihak. Di dalam kontrak yang telah dibuat oleh para pihak
dtetukan hukum yang digunakan jika terjadi sengketa antara kedua pihak. Misalnya,
para piak memilih hukum Indonesia atau hukum Inggris di dalam menyelesaikan
sengketa.
Ada lima teori yag membahas tentang hukumyang digukan dalam penyelesaian
sengketa yang terjadi antara pihak, apabila di daam kontrak itu,para pihak tidak
menetukan sistem hukum yang digunakan. Kelima teori itu adalah lex loci contractus,
lex fori, lex rae sitae, the most characteristic connection dan the proper law
(Fuady,2003).
Lex loci contractus mengajarkan bahwa jika para pihak tidak menentukan sendriri
hukum mana yang berlaku dalam kontrak, maka hukum yang berlaku adalah hukum
dimana kontrak itu ditandatangani. Kelebihan dari lex loci contractus adalah :
 Penerapannya yang muda dan sederhana (simpliciti),
 Dapat diprediksi (predictibility), dan
 Cara terbaik untuk menentukan hukum yang berlaku terhadap masalah keabsahan
kontrak atau keabsahan formalitas kontrak.
Lex fori mengajarkan bahwa mana kala para pihak tidak melakukan pilihan hukum
dalam kontrak yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum dimana hakim
memutuskan perkara. Lex fori ini juga merupakan pendekatan tradisional untuk
menentukan hukum yang berlaku. Lex rae sitae mengajarkan bahwa hukum yang
berlakuatas suatu kontrak adalah hukum dimana benda objek kontrak itu berada. The
most characteristic connection mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak
melakukan pilihan hukmum dalam kontrak maka hukum yang berlaku adalah hukum
yang mempunyai kaakteristik dalam hubungan kontrak tersebut. The proper law
menjelaskan bahwa mana kala pra pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak
yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling pantas dengan
pertimbangan yang objektif dan logis dengan mengasumsikan bahwa kontrak telah
dibuat dengan sah.
f. Penyelesaian Sengketa
Istilah penyelsaian sengketa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dipute resolution.
Menurut Richard L. Abel, sengketa (dispute) adalah
“Permyataan publik menegnai tuntutan yang tidak selaras (inconsistent claim)
terhadap sesuatu yang bernilai” (dalam Friedman, 2001).
Definisi lain dikemukakan oleh Nader dan Todd. Ia mengartikan sengketa sebagai :
“Keadaan diman konflik tersebut dinyatakan dimuka atau dengan melibatkan
pihak ketiga.selanjutnya ia mengemukakan istilah prakonflik dan konflik. Prakonflik
adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas seseorang. Konflik itu sendiri Adalah
keaaan dimna para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak
puas tersebut” (Kriekhoff, 2001).
Adapun Steven Rosenberg esq mengartikan konflik sebagai perilaku bersaing
antara dua orang atau kelompok. Konflik terjadi ketika dua orang atau lebih berlomba
untuk mencapai tujuan yang sama atau lmemperoleh sumber yang jumlahnya terbatas.
Pola penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk atau rangka untuk mengakhiri
suatu pertikaian atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Pola penyelesaian
sengketa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu (1) melalui pengadialan, (2) alternatif
penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu
pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa melalui
jalur pengadialan. Putusannya bersifat mengikat. Penggunaan sistem litigasi
mempunyai keeuntungan dan kekurangan dalam penyelesaian suatu sengketa.
Keuntungannya, yaitu :
 Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya
daam batas tertentu menjaminbaha kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan
dapat menjamin ketentraman sosial;
 Litigasi sanagat baik sekali untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-
masalah dalam posisi pihak lawan;
 Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan
peluang yang kuas jkepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum
megambil keputusan;
 Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi;
 Dalam sistem litigasi, para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang
terkandung dalam hukum untuk menyelesakan sengketa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa litigasi tidak hanya menyelesaikan
sengketa, tetapi lebihdari itu juga menjamin suatu ketertiban umum, yang terkandung
dalam undang-undang baik secara eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi setidak-
tidaknya sebagaimana terdapat di Amerika Serikat, memiliki banyak kekurangan
(drawbacks) (Garry Goddaster, dkk., 1995: 6). Kekurangan litigasi, yaitu :
 Memaksa para pihak pada posisi yang ekstrem;
 Mememerlukan pembelaan (advokasi) atas setiap maksud yang dapat
mempengaruhi putusan;
 Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu pekara, apakah persoalan
materi (substantif) atau prosedur untuk persamaan kepentingan dan mendorong
para ihak ujntuk melakukan penyelidikan fakta yang ekstrem dan sering kali
marginal;
 Menyita waktu dan mningkatakan biaya keuangan;
 Fakta-fakta yang dapat dikumpulkan menbentuk kerangka persoalan, para pihak
tidak terlalu mapu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya;
 Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulikan hubungan para pihak
yang bersengketa;
 Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang
melibatkan banyak pihak,banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif
penyelesaian.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Segketa).
Apabila kita mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999, maka penyelesaian sengketa melalu ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu :
 Konsultasi;
 Negosiasi;
 Mediasi;
 Konsiliasi; atau
 Penilaian ahli.
g. Pengakhiran Kontrak (Termination of Contract)
akan mengakhiri kontrak herus dengan putusan pengadilan yang mempunyai
yurudiksi atas kontrak tersebut.” Maksud ketentuan ini adalah melindungi pihak yang
lemah.
h. Perjanjian Standar
Istilah perjanjian baku berasal dari bahasa Inggris, yaitu sandard contract.
Standart contract merupakan pejanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan
daam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secra sepihak oleh salahsatu pihak,
terutama phak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Menurut Munir Fuady
kontrak baku adalah :
“suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak itu,
bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (bioerplate) dalam bentuk
formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak
tersebut ditandatangani ummumnya para pihak hanya akan mengisikan data-data
informasi tertentu dengan sedikit atau tanpa perubahan-perubahan dalam klausul-
klausulnya, dimana pihaklain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai
kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah
klausl-klausul yang sudah dibuat oleh salah satupihak ersebut sehingga biasanya
kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak
baku tersebut kepadanya tidak tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi
dan berada pada posisi “ take it or leave it”. Dengan demikian, oleh hukum
diragukan apakah benar-benar ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat
sahmnya kontrak tersebut. Karena itu pula, untuk mebatalkan suatu kontrak baku
tidaklah cukup hanya ditunjukan bohwa kontrak tersebut adalah kontrak baku,
sebab kontrak baku an sich adalah netral. Utuk dapat membatalkannya, yang
perlu ditonjolkan adalah elemen apakah dengan kontrak baku tersebut telah
terjadi penggerogotan terhadap keberadaan posisi tawa (bargaining position),
sehingga eksistensi unsur kata sepakat itu di antara para pihak sebenarnya tidak
terpenuhi” (Munir Fuady, 2003:76).
Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah
“Syarat-syarat kontes tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih
akan dibuat, yang jumlahnya tak tentu, tanpa membicrakan isinya lebih dahulu”
(Hondius, 1978: 139).
Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adaah bahwa isi perjanjian itu tanpa
dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk
menrima atau menolak isna. Mariam Badrulzaman mengemukakan bahwa standart
contract merupakan perjanjian yang telah dilakukan (Mariam Darus Badrulzaman,
1980: 4). Mariam Badrulzaman juga mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku sebagai
berikut :
 Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;
 Masarakat (debitur) sama skali tidak ikut menentukan isi perjanjian:
 Terdorong oleh kebutuhany, debitur terpaksa menerima itu;
 Bentuknya tertentu (tertulis);
 Dipersiapkan secara massaldan kolektif (Mariam Darus Badrulzaman, 1980: 11).
Suta Remy Sjahdeini juga memberikan pengertian tentang perjanjian baku.
Perjanjian baku adalah
“perjanjian yang hampir seluruh klausulnya dibakukan oleh pemakainya, dan pihak
lainnya pada dasrnya tidak mempunyaipeluang untuk merundngkan atau meminta
perubahan. Yang belum dilakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang
menyangku jei, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lainnya
yang spesifik dari onjek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan
bukan perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu, suatu
perjanjian yang diuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris dengan
klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah
dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang ain tidak mempunyai
peliuang utuk merundingkan atau meminta perubaha atas klausul-klausul itu,
maka pejanjian yang dibuat dengan akta notaris itu punadalah juga perjanian
baku” (Sutan Remy Sjahdeini, 1993: 66).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan perjanjian
yang telah di standardisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya
hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerma isi
perjanjian itu, maka ia menadatangani perjanjian itu, tetapi apabila ia menolak, maka
perjanjian itu dianggap tidak ada karena debitur tidak menadatangani perjanjian
tersebut.
Dalam praktiknya seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya
menandatangani perjanjian tersebut tanpa membaca/dibacakan isinya. Akan tetapi, isi
perjanjian baru akan dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu
melaksanakan prestasinya, karena kreditor tidak hanya membebani debitur dengan
membayar denda keterlambatan atas buga sebesar 50% dari besarnya bunga yang
dibayar setiap bulan, sehingga utang yang harus dibayar oleh debitur sangat tinggi.
Kreditor berpendapat bahwa penerapan denda keterlambatan itu telah ditentukan dan
diatur dengan jelas dan rinci dalam kontrak standar sehingga tidak ada alasan bagi
debitur untuk menolak pemenuhan denda keterlambatan itu. Oleh karena itu, debitur
harus membayar uang pokok, bunga beserta keterlambatannya.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan unsur-unsur kontrak baku, yaitu:
 Diatur oleh kreditor atau pihak ekonomi kuat;
 Dalam bentuk sebuah formuir; dan
 Adanya klausu-klausul eksonerasi/pngecualian.
Pada umumnya selalu dikatakan bahwa sebuah kontrak standar adalah kontrak
yang bersifat “ambil atau tinggalkan” (take it or leave it), mengingat bahwa tidak ada
prinsip-prinsip kontrak di dalamnya. Dalam reformasi hukum perjanjian diperlukan
pengaturan tentang kontrak standar. Hal ini sangat diperlukan untuk melindungi
masyarakat, terutama masyarakat ekonomi lemah terhadap pihak ekonomi kuat.

E. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN


1. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip pokok dalam perancangan kontrak!
2. Sebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan kontrak!

F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB VI
TAHAP-TAHAP PERANCANGAN KONTRAK

A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentangTahap-Tahap Perancangan Kontrak.

C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Tahap Praperancangan
2. Menjelaskan tentang Tahap Perancangan Kontrak
3. Menjelaskan tentang Tahap Pascaperancangan Kontrak

D. MATERI
1. Tahap Praperancangan Kontrak
Tahap praperancangan kontrak merupakan tahap sebelum kontrak dirancang dan
disusun. Sebelum kontrak disusun , ada empat hal yang harus diperhatikan oleh para
pihak. Keempat hal terssebut meliputi ; identifikasi para pihak, penelitian awal aspek
tertarik, pembuatan Mamorandum of Understanding ( M o U ) dan negosiasi,keempat
hal tersebut  yaitu:
a. Identifikasi  Para Pihak
Tahap identifikasi  para pihak merupakan tahap untuk menentukan dan menetapkan
identitas para pihak yang mempunyai  kewenangan  hukum untuk membuat kontrak.
Orang yang berwenang untuk membuat kontrak adalah orang yang sudah dewasa/ sudah
kawin.Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun.
b. Penelitian Awal Aspek Terkait
Pada dasarnya, pihak – pihak berharap bahwa kontrak yang ditandatangani dapat
menampung semua keinginannya sehingga apa yang menjadi hakikat kontrak benar –
benar terperinci secara jelas. Perancangan kontrak harus menjelaskan hal – hal yang
tertuang dalam kontrak yang bersangkutan, konsekuensi yuridis, serta alternatif lain
yang munkin dapat dilakukan. Pada akhirnya penyusunan kontrak menyimpulkan hak
dan kewajiban masing – masing pihak, memperhatikan hal terkait dengan isi kontrak,
seperti unsur pembayaran, ganti rugi, serta perpajakan.
c. Pembuatan Mamorandum of Understanding ( MoU )
Merupakan nota kesepahaman yang dibuat oleh para pihak sebelum kontrak itu
dibuat secara rinci. Mamorandum of Understanding ( MoU ) ini memuat berbagai
kesepakatan para pihak dalam berbagai bidang, seperti dibidang investasi, pasar modal,
pengembangan pendidikan, kesepakatan dalam bidang ekonomi,dan lain-lain.
d. Negosiasi
a. Pengertian Negosiasi
Negosiasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam
merancang dan menyusun kontrak, karena tahap negosiasi merupakan tahap untuk
menentukan objek dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Menurut Priyatna Abdurrasyid, negosiasi adalah :
“suatu cara dimana individu berkomunikasi satu sama lain untuk mengatur
hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-hari” (Priyatna
Abdurrasyid, 2002 : 21)
Dalam kamus besar bahasa Indonesi, yang diartikan dengan negosiasi adalah
“proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau
menerima, guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok
atau organisasi) lain” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 : 661)
Dalam kedua defenisi ini di atas, negosiasi dikonstruksikan sebagai proses
tawar-menawar antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Tujuan tawar
menawar ini adalah untuk mencapai consensus (kesepakatan) para pihak tentang
objek dan substansi kontrak, yang meliputi pengaturan hak dan kewajiban para
pihak.
Hikmahanto Juwana juga memberikan defenisi tentang negosiasi adalah :
“suatu proses di mana para pihak yang mempunyai perbedaan pandangan
terhadap satu atau beberapa hal tertentu dalam kontrak bisnis, melakukan
kompromi atas perbedaan pandangan tersebut” (Hikmahanto Juwana,tt : 1)
b. Jenis-jenis Negosiasi
Ada dua corak negosiasi, yaitu negosiasi dengan perundingan lunak (soft
bargainer) dan negosiasi dengan perundingan keras (hard bargainer).Negosiasi
dengan perundingan lunak (soft bargainer) banyak dilakukan di lingkungan
keluarga, antara sahabat dan lain-lain.Tujuannya adalah untuk membina hubungan
baik (cultivating). Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan kesepakatan,
namun corak ini mengandung risiko, yakni memungkinkan pola menang-kalah
(win-lose).Adapun pada negosiasi dengan perundingan keras (hard bargainer)
sangat mungkin ditemui kebuntuan (deadlock) akibat adanya tekanan, serta
ancaman, terutama jika terbentur pada situasi ketika perundingan keras bertemu
dengan sesama perundingan keras lainnya.
Dengan membandingngkan kedua corak tersebut, maka yang paling efektif
adalah perpaduan antara keduanya, yaitu corak principled negotiation/ interest
based negotiation, yang menganut pola win-win, yaitu keras dalam permasalahn,
tetapi lunak terhadap orang (hard on the merits, soft on the people).
Corak perpaduan ini menekankan pada pentingnya pemisahan antara orang dan
masalah, memfokuskan serangan pada permaslahan dan bukan pada orang serta
mengandalkan adanya pilihan. Pilihan ini akan mudah diterima jika dilandasi
adanya kriteria objektif, seperti scientific judgement, peraturan perundang-undangan
dan nilai pasar.

c. Pedoman dan Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Negosiasi


Negosiasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan adanya
kesepakatan tentang objek perjanjian dan substansi kontrak yang akan dibuat oleh
para pihak. Untuk itu, harus diketahui pedoman di dalam negosiasi, Peter Mahmud,
mengemukakan lima pedoman dalam negosiasi, yaitu
1) pisahkan antara pribadi dan masalah;
2) fokuskan pada kepentingan bukan kepada posisis;
3) temukan opsi-opsi bagi keuntungan kedua belah pihak;
4) tegaskan kriteria mengenai tujuan; dan
5) ketahui alternative terbaik yang dapat dinegosiasikan (Peter Mahmud, tt; 2)
Peter Mahmud mengemukakan tiga hal yang esesnsial dalam negosiasi, yaitu
1) negosiasi berfungsi sebagai alokasi posisi di antara para pihak;
2) kepribadian negosiator mempengaruhi posisi pihak yang diwakilinya;
3) prinsip dan aturan hukum akan mewarnai negosiasi (Peter Mahmud, tt : 1)
Menurut Zimmerman ada lima aturan hukum yang harus diperhatikan bagi
orang asing bila ingin berhasil dengan baik dalam melakukan negosiasi dengan
orang Jepang (Sutan Remy Sjahdeni 1995 : 136-137). Kelima hal itu disajikan
berikut ini.
Pertama, mengenali bahwa sejak permulaan, pihak Jepang merasa curiga
kepada pihak asing dan makin curiga apabila pihak asing didampingi seorang
pengacara. Para perunding barat mengatasi kecurigaan itu dengan cara menciptakan
iklim kepercayaan.
Kedua, menyesuaikan diri dengan gaya negosiasi yang dipilih oleh oranh
Jepang. Yang penting untuk dihindari adalah sikap yang keras dan hendaknya
memilih sikap yang lunak.
Ketiga, para perunding harus yakin bahwa mereka memperoleh mandate dari
kantor pusatnya untuk dan atas nama perusahaan. Orang Jepang mempunyai daya
ingat yang kuat dan tidak akan pernah memperlakukan seseorang secara serius
apabila mereka memperoleh kesan bahwa orang asing harus bertanya lebih dahulu
kepada kantor pusatnya setiap kali timbul masalah selama perundingan berlangsung.
Keempat, begitu konsensi dibuat, maka orang Jepang menganggap bahwa hal itu
tidak dapat diubah lagi.
Kelima, hendaknya diingat bahwa bagi orang Jepang, suatu kontrak tidak lebih
hanya sebagai dokumen perkawinan ketimbang sebagai suatu perjanjian bisnis.

d. Tahap-tahap Negosiasi
Ada dua tahap yang harus dilakukan oleh negosiator dalam melakukan negosiasi
terhadap kontrak, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.Tahap persiapan,
yaitu tahap sebelum terjadinya negosiasi.Pada tahap persiapan ini, seorang
negosiator harus melakukan hal-hal sebagai berikut.
1) menguasai konsep/rancangan kontrakbisnis secara komprehensif dan rinci.
2) menguasai pengetahuan tentang industry yang menjadi objek perjanjian (materi
bisnis)
3) menguasai peraturan perundang-undangan yang terkait (relevan) dengan apa
yang diperjanjikan
4) memahami betul apa yang diinginkan oleh pihak yang diwakili dan posisinya.
5) mengidentifikasi solusi dari poin-poin yang berpotensi menjadi masalah atau
dipermasalahkan.
6) mengantisipasi solusi dari poin-poin yang berpotensi menjadi masalah dan
dipermasalahkan, serta mendiskusikan solusi tersebut terlebih dahulu dengan
pihak yang diwakili.
7) menumbuhkan percaya diri
8) sedapat mungkin meminta counterpart agar negosiasi dilakukan di kantor atau di
tempat yang dipilih negosiator ( Hikmahanto Juwana, tt 1-3)
Hal-hal yang harus dilakukan negosiator dalam tahap pelaksanaan meliputi :
1) sedapat mungkin memimpin negosiasi
2) mengetahui betul siapa yang dihadapi dan mengukur kekuatan dengan
menanyakan berbagai hal
3) menetapkan apa saja yang hendak dicapai dalam negosiasi
4) memintta pihak counterpart (ahlinya) untuk memberitahukan lebih dahulu apa
yang menjadi keinginannya. Sedapat mungkin dimulai dari awal konsep
rancangan kontrak bisnis. Setelah itu baru kemukakan apa yang menjadi
keinginan negoosiator. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi poin-
poin dalam kontrak bisnis, dimana para pihak berbeda pandangannya. Hal ini
dimaksudkan juga untuk bargaining chips dalam proses negosiasi
5) menyelesaikan poin-poin yang mudah terlebih dahulu dari hal-hal yang rumit
6) memberiak argumentasi yang logis serta analogi, untuk menjelaskan posisi/
pandangan
7) mempermainkan emosi, kapan emosi harus meninggi dan kapan harus merendah.
Cairkan situasi apabila menjadi tegang, misalnya dengan membuat lelucon atau
keluar dari ruangan negosiasi
8) apabila terdapat poin yang tidak terselesaikan, jangan terburu-buru dan terjebak
untuk menyelesaikannya
9) tidak mengambil keputusan terhadap poin yang perlu mendapat arahan dari pihak
yang diwakili sebelum melakukan konsultasi
10) apabila ada waktu, jangan menyelesaikan negosiasi dalam satu kali pertemuan
11) catat semua hal yang disepakati dan tuangkan dalam kontark bisnis dengan
mark-up.
Apabila kesebalas hal itu dilakukan oleh negosiator dengan baik, maka kontrak
yang dibuat oleh para pihak akan memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi
kedua belah pihak, karena substansi kontrak itu telah diformulasikan dengan baik
oleh para negosiator.

2. Tahap Perancangan Kontrak


Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan kontrak, yaitu tahap
perancangan kontrak. Perancangan kontrak ini memerlukan ketelitian dan kejelian dari
pihak maupun notaris. Karena, apabila terjadi kekeliruan di dalam pembuatan kontrak,
akan timbul persoalan dalam pelaksanaanya. Ada lima tahap dalam perancangan
kontrak di Indonesia, sebagaimana dikemukakan berikut ini :
1) Pembuatan Draf Kontrak
Draf kontrak merupakan naskah atau konsep kontrak yang dirancang oleh para
pihak. Masing-masing pihak nantinya akan menyodorkan konsepnya kepada pihak
lainnya untuk dikaji secara mendalam. Draf kontrak meliputi judul kontrak,
pembukaan kontrak, pihak-pihak dalam kontrak, resital, substansi kontrak, dan
penutup. Adapun di Amerika, draf kontrak berisi hal-hal sebagai berikut, yaitu
recital (penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak), consideration
(berisi tentang prestasi), warranties and reresentation (garansi/jaminan dan
perwakilan), risk allocation (pembagian risiko), conditions and terms
(syaratnya),dates and termination (mulai dan pengakhiran kontrak), boillerplate
and signature (tanda tangan para pihak).
2) Saling Menukar Draf Kontrak
Setelah draf kontrak yang dibuat oleh masing-masing telah selesai, maka tahap
selanjutnya adlah saling menukar draf kontrak yang telah dibuatnya. Tujuan tukar-
menukar draf kontrak in adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pihak
untuk mempelajari isi draf kontrak yang telah disusunnya. Apabila salah satu pihak
tidak menyetujui tentang draf kontrak tersebut, maka salah satu pihak dapat
mengusulkan atau merundingkan tentang apa-apa yang tidak disetujuinya. Apabila
dari hasil perundingan itu telah yercapai kesepakatan, maka usulan tadi dimasukan
dalam draf kontrak.
3) Perlu Diadakan Revisi
Apabila naskah kontrak telah selesai dirancang, maka salah satu naskah
tersebut harus diserahkan kepada pihak lainnya, apakah pihak pertama atau pihak
kedua. Penyerahan kepada salah satu pihak mempunyai arti sangat penting, yaitu
salah satu pihak bisa melakukan revisi terhadap rancangan naskah. Revisi adalah
suatu upaya melakukan perubahan-perubahan terhadap substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak.
4) Penyelesaian Akhir
Penyelesaian akhirmerupakan upaya untuk membereskan atau menyudahi
naskah kontrak yang dibuat oleh para pihak dan para pihak telah menyetujui naskah
kontrak yang telah dirancang, baik salah satu pihak maupun dirancang secara
bersama oleh kedua belah pihak.
5) Penutup
Bagian penutup merupakan bagian akhir dari tahap perancangan kontrak.
Bagian penutup ini merupakan tahap penandatangan kontrak oleh masing-masing-
masing pihak. Penandatangan kontrak merupakanwujud persetujuan atas segala
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

3. Tahap Pascaperancangan Kontrak


Apabila kontrak telah dibuat dan ditandatangani oleh para pihak, maka ada dua hal
yang harus diperhatikan oleh para pihak, yaitu penafsiran terhadap kontrak dan
penyelesaian sengketa.
1) Pelaksanaan dan Penafsiran
Setelah suatu kontrak disusun barulah dapat dilaksanakan.Kadang-kadang kontrak
yang telah disusun tidak jelas/tidak lengkap sehingga masih diperlukan adanya
penafsiran.Penafsiran tentang kontrak diatur dalam pasal 1342 s.d pasal 1351
KUHPerdata.Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dapat
dimengerti dan dipahami isinya.Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang
isinya tidak dimengerti oleh para pihak.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa isi perjanjian dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (1) kata-katanya jelas dan (2) kata-katanya tidak jelas, sehingga
menimbulkan bermacam-macam penafsiran.
Di dalam Pasal 1342 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila kata-katanya jelas, tidak
diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. Ini berate
bahwa para pihak haruslah melaksanakan isi kontrak tersebut dengan itikad baik.
Apabila kata-katanya tidak jelas dapat dilakukan penafsiran terhadap isi kontrak yang
dibuat para pihak.
Untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat pada beberapa aspek, yaitu
a) Jika kata-kata dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran maka
harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian (pasal 1343
KUHPerdata);
b) Jika suatu janji memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidki
pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (pasal 1344
KUHPerdata);
c) Jika kata-kata dalam perjanjian mengandung dua macam pengertian, maka
harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (pasal
1345 KUHPerdata)
d) Apabila terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut kebiasaan
dalam negeri atau di tempat dibuatnya perjanjian (pasal 1346 KUHPerdata);
e) Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang
meminya diperjanjiakan seusatu hal, dan untuk keuntungan orang yang
mengikatkan dirinya untuk itu (pasal 1349 KUHPerdata)
Di dalam hukum Anglo-Amerika, dikenal juga adanya juga interpretasi terhadap
substansi kontrak. Uniken Venema mengemukakan aturan-aturan yang paling penting
dalam hukum Anglo-Amerika; kecuali 5 butir tersebut juga berlakuu interpretasi
undang-undang, sebagaimana dikemukakan berikut ini:
a. Perjanjian tertulis akan ditafsirkan gramatikal. Aturan ini
berkaitan dengan plain meaning rule, artinya kata-kata yang jelas dalam perjanjian
tidak boleh disimpangi melalui interpretasi
b. Hakim akan cenderung menafsirkan saru klausul
sedemikian rupa sehingga paling tidak mempunyai suatu efek.
c. Hakim akan menilai seluruh dokumen yang bersangkutan,
jadi harus melalakukan penafsiran sistematis
d. Hakim akan selalu cenderung melakukan penafsiran
restriktif sedemikian rupa sehingga kata-kata umum yang disertai contoh spesifik
akan diberinya arti yang cocok dengan contoh-contoh yang diberikan
e. Efek restrikutif juga disebabkan oleh penafsiran contra
proferentum: juga dirumuskan dalam pasal 1349 KUHPerdata bahwa suatu ketentuan
yang meragukan harus ditafsirkan demi kerugian pihak yang meminta
diperjanjiakannya sesuatu.aturan ini penting dalam penafsiran klausul-klausul
eksonerasi
f. Sifat retriktif juga terdapat dalam aturan yang menentukan
bahwa klausul yang tegas dalam kontrak dapat mencegah hakim untuk menerima
implied term. Aturan ini berlandasan pada pemikiran bahwa para pihak yangtelah
mengatur hal tertentu, haruslah dianggap telah mengatur secar lengkap, sehingga tidak
ada peluang untuk menafsirkan adanya implied term (pengertian secara tidak
langsung)
g. Juga suatu pandanan yang murni dalam penafsiran a
contrario dapat ditemukan dalam hukum Anglo-Amerika. Misalnya, apa yang
dinamakan distiniction yang dibuat oleh hakim untuk meniadakan pengaruh
precedent, dapat dianggap sebagai suatu penafsiran a contrario (dalam Saragih,
1993 : 13-14).
Dengan demikian, para hakim atau para pihak haruslah memperhatikan tentang cara-
cara untuk melakukan penafsiran terhadap substansi kontrak.

b. Alternative Penyelesaian Sengketa


Dalam pelaksanaan kontrak mungkin terdapat sengketa. Para pihak bebas
menetukan cara yang akan ditempuh jika timbil sengketa di kemudian hari. Biasanya
penyelesaian sengketa diatur secara tegas dalam kontrak.Para pihak dapat memilih
melalui pengadilan atau luar pengadilan. Setiap cara yang dipilh mempunyai
kelebihan dan kkekurangan masing-masing yang harus dipertimbangkan sebelum
memilih cara yang dianggap cocok untuk diterapkan. Jika memilih melalui
pengadilan, perlu dipertimbangkan, misaknya apakah pengadilan berwenang
menyelesaikan sengketa tersebut, kemungkinan dapat dilaksanakannya secara penuh,
juga waktu dan biaya yang diperlukan selama proses pengadilan.
Apabila kita perhatikan tahap-tahap dalam perancangan kontrak sebagaimana
yang dikemukakan di atas, maka pandangan pertama dan pandangan kedua mengkaji
tahap perancangan kontrak didasarkan pada pembuatan kontrak yang lazim dibuat di
Indonesia.Adapun pandangan ketiga, mengkaji tahap kontrak yang didasarkan pada
perjanjian yang berdimensi internasional, artinya bahwa salah satu pihak yang
mengadakan kontrak itu adalah pihak asing, hal ini disebakan, sebelum kontrak dibuat
harus didahului dengan pembuatan MoU.Dari MoU inilah nantinya dituangkan
kontrak yang lebih rinci.

E. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN


1. Sebutkan tahap-tahap dalam perancangan kontrak yang anda ketahui !
2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis negosiasi yang anda ketahui !
3. Kemukakan aturan-aturan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan negosiasi !
4. Sebutkan macam-macam interpretasi yang anda ketahui !
F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB VII
STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK

A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.

B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Struktur dan Anatomi Kontrak.

C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Bagian Pendahuluan
2. Menjelaskan tentang Bagian Isi
3. Menjelaskan tentang Bagian Penutup

D. MATERI
1. Bagian Pendahuluan
A. Pengantar
Salah satu unsur yang paling penting daam merancang kontrak, yaitu si perancang
harus memperhaian struktur dan anatoi kontrak yang dibuat atau yang dirancang.
Struktur konttrak adalah susunah kontrak yang akan dibuat atau dirancang. Adapun
anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian yang saru
dengan bagian yang lainnya.
Untuk mengkaji struktur dan anatomi kontrak, baik yang berdximensi nsional
maupun internasional, harus dilihat pada substansi kontrak yang dibuat olehpara pihak.
Berdassarkan hasil analisis terhadap para kontrak yang berdimensi nasional, maka kita
dapat melihat struktur kontrak menjadi 12 pokok :
a. Judul Kontrak
Istilah judul kontrak berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu the title of
contract. Judul kontrak adalah kepala atau head dari kontrak. Judul kontrak biasanya
sama dengan :
 Sama dengan isi kontrak yang bersangkutan;
 Mencerminkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kontrak yang
bersangkkutan; dan
 Judul kontrak tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
Judul kontrak dapat memberikan gambaran tentang isi darikontrak yang
bersangkutan. Berikut ini judul konttrak yang bersifat nasional, yaitu :
 Perjanjian kredit;
 Perjanjian pembiayaan konsumen;
 Perjanjian pemberian jaminan fidusia;
 Perjanjian sewa guna usaha (leasing) kendaraan bermotor.
Berkenaan dengan judul kontrak yang bersifat nasional,cukup sebutkan judul
kontraknya. Pada perjanjian leasing, tidak hanya disebutkan judul kontraknya, tetapi
juga disebutkan objeknya (seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang dan lain-lain).
Judul ini akan mencerminkan objek dari leasing yang disewakan.
b. Pembukaan Kontrak
Bagian pembukaan kontrak lazim disebut dengan opening. Pembukaan merupakan
bagian awal dari kontrak. Ada dua model pembuaan kontrak, yaitu :
 Tanggal kontrak disebut pada bagian awal kontrak;
 Tanggal kontrak disebutkan pada bagian akhir kontrak.
Berikut inidi sajikan contoh pembukaan kontrak yang tanggalnya disebutkan pada
awal kontrak :
 Pada hari ini, tanggal dua puluh lima, bulan April tahun dua ribu enam (2006)
dibuat dan ditandatangani perjanjian pembiayaan konsmen (selanjutnya disebut
Perjanjian) oleh dan antara pihak-pihak disebut di bawah ini. (Pembukaan kontrak
yang dibuat oleh para pihak/akta dibwah tangan)
 Pada hari ini, tanggal sepuluh bulan april, tahun dua ribu enam (2006), pukul 09.00
WITA menghadap pada saya, Muhammad Ali, sarjana hukum, mgister kenotarian
(MKn), notaris di mataram, dengan dihadiri oleh para saksi yang saya, notaris
kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini. (Pembukaan kontrak yang
dibuat dihadapan notaris/akta autentik)
Berikut ini juga disajikan contoh pembukaan kontrak, yang tanggal pembuatan
kontraknya terdapat padanbagian akhir kontrak, seperti:
1. Yang bertanda tangan di bawah;
2. Kami yang bertanda tangan di bawah ini;
3. Kontrak yang telas dibuat dan ditanda tangani oleh dan antara....
Model pembukaan kontrak diserahkan kepada para pihak dan model apapun yang
digunakan tergantung pada mereka, kecuali pembukaan kontrak yang dibuat oleh dan di
hadapan notaris, yang telah baku dan telah menjdai kebiasaan di dalam praktik
kenotariatan. Pada umumnya, akta notaris, pembukaan kontraknya selalu di depan.
Dalam pembukaan kontrak dicantumkan tanggal, bulan dan tahun pembuatan
kontrak. Fungsi pencantuman tanggal itu adalah sebagai tanggal terjadinya perjanjian,
kecuali para pihak menetukan lain. Misalnya para pihak menentukan bahwa kontrak
tersebut mulai berlaku apabila telah dipenuhi syarat-syarat tertentu atau para
pihaksecara tegas menentukan suatu tanggal tertentu.aturan mengani tangga dari suatu
akta di bawah tangan terdapat dalam Pasal 1880 KUH Perdata. Dalam ketentuan itu
ditegaskan bahwa :
“akta di bawah tangan baru mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga apabila
telah dibubuhi oleh seorang notaris atau serang pejabat lain yang ditunjuk
menurut undang-undang dan dibakukan menurut aturan undang-undang”.
Pembubuhan pernyataan oleh notaris lazim disebut lagalisasi/disahkan, yaitu
pengesahan dari notaris. Di samping istilah legalisasi terhadap akta di bawah tangan,
dikenal juga dengan istiah waarmerken, yaitu dicatat dan didaftarkan pada buku yang
khusus disediakan untuk keperluan tersebut.
Berikut ini disjikan contoh akta dibawah tangan yang telah disahkan(dilegalisasi)
oleh notaris. Yang dilegalisasi adalah perjanjian kredit dengan angsuran. Di bawah
tanagn para pihak, notaris menghasilkan akta di bawah tangan tersebut. Bunyinya :
No: 07/S/IV/2006
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, .............................................................
FITRI SUSANTI Sarjan Hukum, Notaris yang berkedudukan di Kabupaten
Lombok Barat di
Gerung; ............................................................................................ Dengan ini
menjelaskan bahwa saya, telah membaca dan menjelaskan isi Surat Perjanjian
Kredit dengan Angsuran ini kepada: ..........................................................
1. Tuan HAJI SULAIMAN, pekerjaan karyawan swasta dan Nyonya IDA UMAR
ALAHASY; ........................................................................................ Keduanya
bertempat tinggal bersama-sama di Gubuk Genteng, RT 003, Desa Lembar,
Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat; ......................
2. Tuan Langga Djaja Widjaja, Kepala Cabang PT BPR Prima Nadi,
berkedudukan di gerung, Kabupaten Lombok Barat ......................................
Para penghadapa dikenal oleh saya, Notaris an membubuhkan tanda tanganya di
hadapan saya, Notaris .......................................................................................

Gerung, 21 April 2006


Notaris di Gerung,
Cap dan ttd.
FITRI SUSANTI

c. Komparisi
Istilah komparisi berasal dari kata komparisi comparitie, verschijning van partijen.
Dalam litelatur Amerika, komparisi disebut dengan istilah caption atau exordium (Scott
J. Burnham, tt; 175). Komparisi adlah bagian dari suatu kontrak yang meuat
identitasdari paraihak yang mengikat diri dalam kontrak secara lengkap.biasanya
memuat nama-nama pihak, pekerjaan, tempat tinggal, termasuk kapasitas yang
bersangkutan sebagai pihak dalam kontrak, misalnya mewakili, pemegang kuasa,
bertindak untuk dari sendiri. Dengan kata lain, apakah para pihak dalam kontrak
mempunyai kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid) untuk melakukan tindakan-
tindakan hukum (rechtshandelingen) seperti dimaksud dalam kotrak tersebut.
Dalam berbagai konrak, baik yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan
maupun akta autentik tidak ada keseragaman tentang susunah darin komparisi yang
harus dicantumkan dalam kontrak. Dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah ditentukan struktur komparisi, yaitu :
“namalengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
dudukan, tempat tinggal, para pengghadap dan atau orang yang meraka wakili.”
Yang diartikan kedudukan bertindak penghadap adalah dasar hukum berindak.
Apabila kita mengkaji berbagai dokumen kontrak, baik yang berbentuk akta di
bawah tangan maupun akta autentik, maka ada beberapa kemungkinan para pihak atau
komparisi dalam kontrak. Berikut ini disajikan tiga contoh komparisi, sesuai dengan
kemungkinan para pihaknya.
1. Para pihak bertindk untuk diri senddiri. Contohnya:
Yang bertanda tangan di bawah ini:
a. Muhammad Ali, sarjana hukum, lahir di Ampenan, Mataram, tanggal dua puluh
dua bulan Maret tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima (1965), warga
negara Indonesia, pekerjaan Pegawai Negeri sipil, bertempat tingal di Jalan
Kesejahteraan Raya, Nomor 178, Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan
Ampenan, kota mataram.
Yang selanjutnya disebut: Pihak Penjual ...........................................................
b. Haji Ikraman, lahir di kecamatan Mataram, kota Mataram, tanggal, dua puluh
lima bulan Juni tahun seribu sembilan ratus enam puuh tujuh (1967), pekerjaan
wiraswasta, tinggal di Jalan Dodokan III, BTN Kekali, kecamatan Mataram, kota
Mataram.
Yang selanjutnya disebut: Pihak Pembeli ..........................................................
2. Salah satu pihak mewakili badan hukum dan pihak lainnya bertindak untukdiri
sendiri. Contohnya:
Yang bertanda tangan di bawah ini :
a. Drs. Gulu Mansyuri, pemimpin Kantor Cabang Mataram PT.Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. Dalam hal ini bertindak daam jabatanya tersebut
berdasarkan Surat Kuasa Direksi bank Negara Indonesia 1946 tanggal 14 Maret
1987No. 13 yang dibuat di hadapan Koesbiono Sarmanhadi, Sarjana Hukum
Notaris di Jakarta dan Akta Penegasan Wewenang dan Kuasa taggal 21 agustus
1992 Nomor 63, yang dibuat di hadapan Koesbiono Sarmanhadi, S.H., M.H.
Notaris di Jakarta, dengan demikian berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan
beserta perubahan-perubahanya yang terakhir diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia tangga 30 januari 2004 Nomor 9 dan Tambahan Berita
Negara Nomor 1152, berwenang bertindak untuk dan atas nama PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk, berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta dengan
alamat Jalan Jendral sudirman Kavling 1, untuk seanjutnya disebut :
Bank...................................................................................
b. Haji Maman, Lahir di kecamatan Ampenan,kota Mataram, tangal, dua puuh lima
bulan Juni tahun seribu sembilan ratus enam puluh delapan (1968), pekerjaan
wiraswata,tinggal di Jalan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Nomor 187, Tanjung
Karang, kecamatan Ampenan, kota Mataram, dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama diri sendri, dan untuk selanjutnya disebut: Penerima
Kredit..................................................................................................
3. Salah satu pihak mewakili badan hukum dan pihak lainnya bertindak sebagai
pemegang kuasa. Contohnya:
Yang bertanda tangn di bawah ini:
a. Bank Tabungan Negara, beredududkan di Jakarta, Jalan Gajah Mada Nomor 1
dalam hal ini berdasarkan Undag-Undang No.20 Tahun 1968, Lembaran Negara
RI Nomor 73 , Tambahan Negara RI Nomor 2873 diwakili oleh: drs. Soenyoto,
Kepala Cabang Bank Tabungan Negara di Denpasar dalam hal ini bertindak
berdasarkan Surat Keutusan Direksi bank Tabungan Negara Nomor 441 tanggal
25 Januari 1988 selaku kuasa Direksi dari da n engan demikian sesuai dengan
Pasal 16 Undang-Undangg Nomor 20 Tahun 1968, Lembaran Negara RI Nomor
73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2873 bertindak untuk dan atas nama
Bank Tabungan Negara selanjutnya disebut Bank............
b. Nyonya Mardiana. Ahir di Sumbawa, tanggal lima bulan Mei, Tahun seribu
sembilan ratus enam puluh lima (1965), warga negara Indonesia, pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal d Jalan Towuti I/6 Kelurahan Tanjung
Karang, Ampenan, Mataram, penerima kuasa dari Salim H.S., S.H., lahir di
Empang, tanggal delapan bulan April, tahun seribu sembilan ratus enam puluh
(1960), warga negara Indonesia, pekerjaan Dosen Fakultas Hukum, Unram,
bertempat tinggal di Jalan Towuti I/6, Kelurahan Tanjung Karan, Ampean,
Mataram, yang selanjutnya disebut Debitur ...........................
Pencamtuman komparisi dalam setiap kontrak mempunyai arti dan fungsi yang
sangat penting. Ada ima fungsi komparisi, yaitu :
1. Menerangkan identitas pihak-pihak yang mebuat kontrak;
2. Menjeaskan posisi/kedudukan para pihak (sebagai apa) dalam kontrak yang
bersangkutan;
3. Menerangkan dasar (landasan) dari pihak yang bersangkutan;
4. Akan diketahui bahwa para pihak memiliki kecakapandan kewenangan untuk
melakukan tindakan hukum yang dituangkan daam kontrak yang bersangkuan;
dan
5. Orang akan tahu bahwa para pihak memang mempunyai hak untuk melaksanakan
tindakan dalam kontrak yang bersangkutan (Ray Wijaya, 2003; 106-107).
d. Resital (Latar Belakang)
Iestilah resital berasal dari terjemahan bahassa Ingris, yaitu recital. Resital adalah
penjelasan resmi dan latar belakang atas suatu keadaan dalam suatu perjanjian untuk
menjelaskan mengapa terjadinya perikata (Hardijan Rusli, 1996: 170. Dalam resital
juga dicantumkan sebab atau kausa yang hala dari masing-masing pihak, hal ini
berguna sebab yang hala merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Dalam bahasa
Inggris resital dimulai dengan kata whereas atau dalam bahasa Indonesia dimulai
dengan kata “bahwa” (Hardijan Rusli, 1996: 170; HikmahantoJuwana, tt: 22).
Berikut ini disajikan contoh resital yang tercantum dalam berbagai kontrak.
1. Bunyi resital ada perjanjian pengakuan utang dengan pemberian jaminan:
a. Bahwa antara perseroan terbatas PT Perkreditan Rakyat berkedudukan di.......,
untuk keperluan usahanya telah mengajukan permohonan-permohonan untuk
memperoleh pinjaman dari PT Bank ......., berkedudukan di Jakarta untuk
selanjutnya disebut juga Bank .....................
b. Bahwa atas permohonan tersebut, Bank membuka/menyediakan pada
kantonya di Jakarta dalam jangka waktu tersebut dalam pengakuan utang iini,
pinjaman untuk debitur dalam bentuk: ..................................................
2. Bunyi resital pada perjanjian pinjam meminjam uang :
a. Bahwa pihak pertama memerlukan sejumlah uang untuk menambah modal
usaha, yaitu sebesar 100 juta; .........................................................................
b. Bahwa pihak kedua bersedia memberikan uang sebagai pinjaman kepada pihak
pertamma dengan syarat-syarat yang akan disebutkan dibawah ini .....
Sebenarnya masih nbanyak contoh lain dari resital yang sering dicantumkan dalam
kontrak.
2. Bagian Isi
a. Definisi
Istilah definisi berasal dari bahasa Inggris, yaitu definition. Definisi adalah
rumusan istilah-istiah yang dicantumkan daam kontrak. Tujuan mendefinisikan
istilah adalah
1. Untuk memperjelas dan memperoleh kesepakatan menganai istilah kunci yang
digunakan dalam kontrak itu sehingga tak menimbulkan penafsiran yang berbeda-
bda dari para pihak yan memebuat kontrak;
2. Istilah-istilah yang di definisikan akan digunakan pada pasal-pasal berikutnya
sehingga dapat mempersingkat dalam merumuskan istilah pada pasal-pasal
berikutnya (cukup mengunaan istilah itu, tanpa perlu menjelaskan lagi),
mengingat istilah yang digunakan telah didefinisikanpada pasal definisi (Sutarno,
2003: 111-112).
Berikut ini disajikan beberapa definidi yang dimuat daam berbagai kontrak:
1. Perjanjian kerja sama dalam rangka pemberian usaha kecil.
Dalam Pasal 1 Perjanjian Kerja Sama ini telah dicantumkanda puluh dua definisi
dan hanya dua definisi yang penting disajikan dengan perjanjian kerja sama ini,
yaitu :
a. Perjanjian kredit berarti perjanjian kreedit atau perjanjian fasilitas keuangan
oleh pihak pertama ke pada nasabah dan telah diterima fasilitas tersebut oleh
nasabah yang memenuhi kriteria kredit usaha kecil (KUK);
b. Pinjaman KUK berarti pinjam atau fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh
Pihak Pertama kepada nasabah yang memenuhi kriteria KUK.
2. Perjanjian pembiayaan konsumen.
Dalam Pasal 1 Perjanjian pembiayaan konsumen telah ditentukan definisi. Pasal 1
berbunyi: “kecuali bila hubungan kalimat menghendaki lain, istilah-istilah berikut
yang digunakan dalam perjanjian ini mempunyai arti sebagaimana diuraikan
dibawah ini.
a. Baranag adalah objek pembiayaan berupa kendaraan bermotor, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, yang dibeli debitur dengan menggnakan fasilitas
pembiayaan dari kreditor;
b. Nilai pembiayaan adalah jumlah uang yang terdiri dari nilai pembiayaan
berikut bunga, seperti yang termuat dalam Pasal 2, yang harus di bayar secara
berkala oleh debitur kepada kreditor sesuai dengan jadwal pembayaran
angsuran.
Setiap judul kontrak yang ditampilkan oleh para pihak berbeda definisinya.
Definisi dapat dirumuskan seniri oleh para pihak atau diambil dari berbagai definisi
yang tercantum dalam undang-undang. Pada setiap kontrak atau akta yang telah
dibakukan oleh pemerinta tidak kita temukan berbagai definis dalam setiap kontrak.
Kontrak atau akta yang telah dibakukan oleh pemerintah, seperti akta jual beli,
khususnya hak atas tanah, akta pemberian hak tanggungan, akta jaminan fidusia hanya
memuat tentang objek kontrak, janji, penyerahan hak dan sebagainya. Dalam kontrak
yang dibuat oeh badan huku, seperti Perseran Terbatas, maka setiap kontrak yang
dibuatnya selalu dicantumkan dengan definisi.
Keberadaan definisi sangat membantu para pihak dalam melakukan penafsiran
terhadap berbagai substansi kontrak.
b. Pengaturan Hak dan Kewajiban (Substansi Kontrak)
Pada dasarnya substansi kontrak merupakan kehendak an keingan para pihak yang
berkepentingan dengan demikian, substansi kontrak diharakan dapat mencakup
keingan-keingan para pihak. Secara lengkap, termasuk di dalamnya objek kontrak, hak
dan kewajiban para pihak dan lin-lain.
Berikut ini disajikan contoh substansi kontrak, baik yang dituangkan dalam bentuk
akta autentik maupun akta di bawah tangan.
1. Akta Jual Beli
Akta jual beli khususnya hak atas tanah telah dibakukan oleh pemerintah.
Pembkuan ini dimaksudkan untukmemindahkan para Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) membuat akta jual beli.
Berikut ini disajikan akta jual beli, yang berkaitan dengan subjek jual beli dan
persyaratannya, bunyinya
“Pihak Pertama menerangkan dengan ini enjual kepada pihak kedua dan Pihak
Kedua menerangkan dengan membeli dari Pihak Pertama : ................................
Hak Miik, Nomor 569 atas sebidang tanah yang diuraikan dalam Gambar Situasi
Nomor 90 seluas 190 M 2 (seratus sembilan puluh meter persegi) dengan Nomor
Identifikasi Bidang Tanah (NIB) 12,234,4356,009, .................... terletak
di; .............................................................................................................
 Provinsi : Nusa Tenggara Barat, .....................................................
 Kabupaten/Kota : Mataram, .........................................................................
 Kecamatan : Ampenan, ........................................................................
 Jalan : Bung Hatta Nomor 12 BTN Taman Baru, ......................
Selanjutnya semua yang diuraikan dalam akta ini disebut “Objek Jual Beli” .....
Pihak Pertama dan Pihak Kedua menerangkan bahwa: .......................................
a. Jual Beli ini dilakukan dengan haraga Rp120000000,- (seratus dua puluh juta
rupiah);.....................................................................................................
b. Pihak edua mengaku telah sepenuhnya menerima uang di atas dari Pihak
Kesatu dan untuk penerimaan uang tersebut akta ini berlaku pua sebagai tanda
terima yang sah (kuitansi). ....................................................................
2. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Dalam perjanjian kredit pemiikan rumah ini telah diatur tentang substansi
perjanjian, seperti tentang onjek perjanjian, hak dan kewajiban dari debitur. Dalam
Pasal 1 Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah ditentkan jumlah kredit
yang diberikan kepada nasabah. Pasal 1 berbunyi :
(1) Dengan penandatanan perjanjian ii debitur mengaku texah menarik jumlah
kredit maksimal sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)
dengan demikian sejak penandatanganan perjanjian kredit ini yang merupakan
tanggal penarikan kredit, debitur wajib untuk memenuhi kewajiba-kewajiab
atas kreditnya sesuai dengan perjanjian ini.
(2) Jumlah kredit tersebut pada ayat (1) perjanjian ini diberikan oleh Bank kepada
Debitur dan hanya digubnakan oleh Debitur untuk membeli sebuah rumah,
berikut tanahnya guna dimiliki dan dihuni sendiri oleh Debitur dan Proyek
Perumahan: Perum Perumnas Mataram.
Hal-hal yang dimuat dalam akta jual beli pada contoh pertama adalah meliputi:
a. ojeknya;
b. hak dan kewajiban para pihak.
Yang menjadi objek atas akta jual beli di atas adalah jual beli atas sebidang tanah
dari penjual kepada pembeli dan haraga tanah tersebut. Yang menjadi hak dari penjual
adalah menerima uang dari pembeli. Kewajiabannya adlah menyerahkan tanah yang
dijual kepada pembeli dan menanggung bahwa objek jual beli tidak dikenakan sitaan.
Yang menjadi hak dari pembeli adalah
a. menerima tanah yang telah dibelinnya; dan
b. segala keuntungan yang diperoleh dari pembelian tanah tersebut.
Kewajibannya adalah menyerahkan uang kepada penjual dan biaya peralihan hak
atas tanah tersebut.
Pada contoh edua, yang menjadi objek perjanjianya adalah pemberian kredit bank
dari kreditor kepada debitur. Hak debitur adalah menarik kredit sesua yang ditentukan
oleh bank. Kewajibannya adalah membayar utang poko dan bunga kepada kreditor.
Kewajiban bank adalah menyerahkan kredit kepada debitur, sedngkan haknya adalah
menerima pembayaran piutang pokok dan bunga.

c. Domisili
Istilah domisili berasal dariterjemahan bahasa Inggris, yaitu domicile. Tempat
kediaman adalah tempat seseorang melakukan perubuatan hukum (Volmar, 1983 : 44,
Sri Mascoen, tt : 24). Perbuatan hukm adalah suatu perbuatan yang menimbulkan
akibat hukum. Yang termasuk perbuatan hukum adalah seperti jual beli, sewa-
menyewa, tukar-menukar, hibah, beli sewa, leasing, dan lain-lain. Tujuan dari
penentuan domisili ini adalah untuk mempermudah para pihak dalam mengadakan
hubungan hukum dengan pihak lainnya.
Domisili dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Tempat kediaman yang sesungguhnya
2. Tempat kediaman yang dipilih
Tempat kediaman yang sesungguhnya adalah tempat melakukan perbuatan hukum
pada umumnya. Tempat kediaman yag sesungguhnya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu :
a. Tempat kediaman sukarela atau yang berdiri sendiri, yaitu tempat kediaman
yag tidak bergantung/ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain;
b. Tempat kediaman yang wajib, yaitu tempat kediaman yang ditentukan oleh istri
dengan suaminya, antara anak dengan walinya, dan antara curatele dengan
kuratornya (pengampunya)
Domisili yang dipilih (domicilie of choice) dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu
a. Domisili yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu tempat kediaman yang
dipilih berdasarkan ketentuan yang tedapat dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Domisili secara bebas, yaitu tempat kediamanyang dipilih secara bebas oleh
para pihak yang akan mengadakan kontrak atau hubungan hukum.
Dalam kontrak yang telah dibuat oleh para pihak, telah ditentukan suatu ketentuan
yang berkaitan dengan domisili. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kontrak berikut
ini :
1. Surat Perjanjian Kerja Pekerjaan Konultan Pendamping Kabupaten (Kp-Kab)
Proyek Pemberdaan Daerah dalam Mengatai Dampak Krisis Ekonomi
(PDMDKE)
2. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
Dalam pasal 19 Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah diatut tentang domisili.
Pasal 19 berbunyi : “tentang perjanjian inidan segala akibatnya kedua belah
pihak memilih tempat tinggal hkum (domisili) pada Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Mataram”
Domisili dalam ketentuan ini merujuk pada tempat menyelesaikan sengketa
yang timbuldalam pelaksanaan kontrak. Tempat penyelesaian sengketa itu adalah
Pengadilan Dompu dan Mataram.

d. Keadaan Memaksa (force majeure)


Istilah kadaan memaksa berasal dari bahas Inggris, yaitu force majeure, sedangkan
dalam bahasa Belanda disebut dengan overmacht. Keadaan memaksa adalah
suatkeadaan ketika debitur tidak dapat melalkukan prestasinya keada kreditor, yang
xdisevavkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti gempa bumi,
banjir, tanah longsor dan lain-lain. Dalam kontrak, baik yang berdimensi internasional
maipun nasional selalu dicantumkan ketentuan tenang memaksa. Berikut ini disajikan
contoh kontrak yang memuat klausul tentang memaksa.
1. Surat Perjanjian Kerja Pekerjaan Konultan Pendamping Kabupaten (Kp-Kab)
Proyek Pemberdaan Daerah dalam Mengatai Dampak Krisis Ekonomi
(PDMDKE) Kabupaten Dompu Tahun 2000
Dalam kontrak ini telah ditentukan aturan yang berkaitan dengan keadaan
memaksa. ketentuan yang mengatur tentang hal itu tertuang dalam Pasal 13,
yang berbunyi:
1. Jika terjadi keadaan memaksa Pihak Kedua akan dibebaskan dari tanggung
jawab atas kerugian dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan;
2. Yang dimaksud dengan keadaan memaksa pada ayat di atas adalah keadaan
atau peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan Pihak Kedua untuk dapat
mengatasinya sehingga dapat dipertimbangkan kemungkina-kemungkinan
adnya perubahan waktu pelaksanaan;
3. Yang dapat dianggap force majeure adalah
a) Bencana Alam (gempa bumi, tanah longsor dan banjir);
b) Kebakaran;
c) Perang, huru-hara, pemberontakan, pemogokan dan epidemi (wabah
penyakit);
d) Tindakan pemerintah di bidang moneter yang langsung mengakibatkan
kerugian luar biasa.
4. untuk kelancaran pekerjaan, penentuan keadaan memaksa dalam hal-hal di
atas dapat diselesaikan secara musyawarah antara kedua belah pihak.
2. Pasal 8 Surat Perjanjian/Kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen BUKPD
Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan CV
Graha Islahudin tnetang Pembelian Gabah/Beras
Dalam Pasal 8 ini ditentukan cara-cara yang akan dilakukan oleh Pihak Kedua
jika terjadi keadaan memaksa. Pasal 8 berbunyi :
1) Jika timbul keadaan memaksa (force majeure), yaitu hal-hal yang diluar
kekuasaan Pihak Kedua sehingga tertundanya pelaksanaan pekerjaan,
maka Pihak Kedua harus memberitahukannya secara tertulis yang disahkan
oleh Bupati/Walikota setempat dalam waktu 4  24 jam kepada Pihak
Pertama.
2) Keadaan memaksa (force majeure), yang dimaksud Pasal 8 ayat (1) adalah
i. Bencana alam, seperti gempa bumi, angin topan, banjir besar,
kebakaran yang bukan disebabkan kelalaian Pihak Kedua;
ii. Peperangan;
iii. Kebijakan perubahan moneter berdasarkan peraturan
pemerintah.
Dalam kedua contoh kontrak di atas, keadaan memaksa tidak hanya
dikonstruksikan sebagai bencana alam dan peperangan tetapi juga erat kaitannya
dengan kebijakan pemerintah di bidang moneter. Bidang moneter merupaka bidang
yang berkaitan dengan uang/keuangan. Dengan adanya kebijakan ini, maka Pihak
kedua dapat mengelak untuk melaksanakan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua.
e. Kelalaian dan Pengakhiran Kontrak
Istilah kelalaian bersal dari tejemahan bahasa Inggris, yaitu default , sedangkan
dalam bahasa Belanda disebut achteloos (lalai). Default adalah lalai atau tidak
dilaksanakannya kewajiiban oleh satu pihak atau debitur, sebagaimana yang
ditebntukan dalam kontrak. Seperti misalnya, debitur harus membayar poko dan bunga
pinjaman setiap bulannya, namun pada tanggal tersebut, debitur tidak dapat
melaksanakan prestasinya sehingga yang bersangkutan ditegur oleh krditor agar dapat
melaksanakan prestasinya. Dalam setiap kontrak baik yang berdimensi nasiona maupun
internasional selalu dicantumkan tentang kelalaian. Berikut ini disajikan contoh kontrak
yang didalamnya dicantukan tentang kelalaian.
1. Perjanjian Kredit Pemilikn Rumah
2. Perjanjian Pemberian Pembelian Surat-surat Promes dan Pengakuan Utang.

f. Pola Penyelesaian Sengketa


Dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak selalu dicantumkan tentang pola
penyelesaian sengketa. Pola penyelesaian sengketa merupakan bentuk atau pola untuk
mengakhiri sengketa atau pertentangan yang timbul di antara para pihak.
Berikut ini disajikan contoh ketentuan tentang pola penyelesaian sengketa yang
tergantung dalam berbagai kontrak yang berdimensi nasional.
1. Surat Perjanjian Kerja (Kontrak Kerja) Pekerjaan Konsultan Pendamping
Kabupaten (KP-Kab) Proyek Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi (PDM-DKE) Kabupaten Dompu Tahun 2000
Dalam surat perjanjian kerja ini telah ditentukan tentang pola penyelesaian
sengketa yang terjadi antara Pemerintah Kabupaten Dompu (Pihak Pertama)
dengan Konsultan Pendamping Kabupaten, hal ini terulang dalam Pasal 14, yang
berbunyi:
1. Jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, pada dasrnya diselesaikan
secara musyawara;
2. Jika dengan jalan ayat (1) di atas gagal, maka dibentuk suatu Panitia
Perwasitan (Aribitrase) yang anggotanya terdiri dari 3 orang, yaitu :
 Seorang wakil dari Pihak Pertem sebagai anggota;
 Seorang wakil dari Pihak kedua sebagai anggota;
 Seorang ahli sebagai ketua yang pangkatnya disetujui oleh kedua belah
pihak.
3. Jika ternyata dengan jalan ayat (1) dan (2) gagal, maka perselisihan itu akan
diteruskan ke Pengadilan Negeri Dompu.
2. Surat Perjanjian/Kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen BUKPD Provinsi
Nusa Tenggara Barat dengan Lembga Usaha Ekonomi Pedesaan CV Graha
Islahudin tentang Pembelian Gabah/Beras.
Dalam Pasal 7 telah ditentukan pola penyelesaian sengketa antara pihak pertama
dengan pihak kedua. Pasal 7 berbunyi :
a. Apabila terjadi perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua
sehubungan adanya perjanjia/kontrak ini, maka akan diselesaikan secara
musyawarah untuk memperoleh mufakat.
b. Apabila dengan cara musyawarah belum dicapai suatu penyelesaian maka
kedua belah pihak menyerahkan masalah ini ke Pengadilan Negeri Mataram
sesuai dengan perundang-undanan yang berlaku.
c. Keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum adalah
mengikat kedua belah pihak.
Pada Surat Perjanjian Kerja (Kontrak Kerja) Pekerjaan Konsultan Pendamping
Kabupaten (KP-Kab), ada tiga cara dalam penyelesaian sengketa yaitu :
 Musyawaah;
 Aribitrase;
 Melalui Pengadilan Negeri Dompu.
Adapun pada kontrak pembe;ian gabah/beras, cara yang ditepuh untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul di antara para pihak adalh melalui musyawarah
dan Pengadilan Negeri Mataram.
3. Penutup
Penutup kontrak merupakan bagian akhir dari kontrak. Bunyi bagian penutup dari
kontrak. Bunyi bagian penutup dari kontrak adalah berbeda antara kontrak yang satu
dengan kontrak yang lain, baik yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan maupun
akta autetik. Berikut ini disajikan bunyi bagian penutup dari kontrak yang dibuat oleh
para pihak maupun yang berbentuk akta autentik.
1. Perjnjian Kredit dengan Angsuran”demikianlah perjanjian ini dibuat di
Gerung, pada hari dan tanggal tersebut di atas dan setelah dibaca dan
dimengerti isinya, lalu ditandatangani oleh para pihak”
Bunyi bagian penutup dari perjanjian kredit dengan angsuran ini adalah
2. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing)
Bunyi bagian penutup dari perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah
“demikianlah perjanjian leasing ini dibuat serta ditandatangani oleh masing-
masing pihak dalam keadaan sehat dan sadar, tanpa tekanan atau paksaan dari
pihak manapun, setelah membaca dan memahami isinya”.
3. Akta Hak Tanggungan
Bunyi bagian penutup akta hak tanggungan :
1. ...................................................................................................................
2. ...................................................................................................................
Sebagai saksi-saksi dan setelah dibacakan serta dijelaskan, maka sebagai bukti
kebenaran pernyataan yang dikemukakan oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua
di atas, akta ini ditandatangani oleh pihak pertama, Pihak kedua, para saksi dan
saya, Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebanyak 2 lembar in originali, satulmbar
disimpan di kantor saya, sedang lembar lainnya disampaian kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota ....., untuk keperluan pendaftaran Hak
Tanggungan yang diberikan dengan akta ini.
4. Akta Jual Beli
Bunyi bagian penutup dari akta jual beli :
1. ...................................................................................................................
2. ...................................................................................................................
Sebagai saksi-saksi dan setelah dibacakan dan di mana perlu dijelaskan oleh
kami, makakemudian akta ini dibubuhi tanda tangan/cap jempol oleh
penghadap,saksi-saksi dan kami, pejabat pembuat akta tanah”.
Bunyi bagian penutup poin 1,2,3 dan 4 dan diawali dengan kata-kata “demikian
kontrak/akta ini dibuat”. Adapun pada poin 2, bunyi bagian penutup diawali dengan
kata-kata “demikian surat/perjanjian ini dibuat serta ditandatangani”. Pada perjanjian
leasing , isi bagian penutup berkaitan dengan penandatanganan ara pihak dan selalu
dicantumkan tanpa adanya paksaan, baik secara psikis mapun fisik. Pencatuman ini
dimaksudkan bahwa kontrak dibuat oleh para pihak dilakukan sesduai dengan prinsip
kebebasan berkontrak sebagaimana yang diatur dalampasal 1338 KUH Perdata.
Apabila kontrak itu dibuat dengan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka
perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan atas permintaan pihak
yang berada di bawah tekanan.
Pada kontak yang dibuat dengan akta autentik, isi bagian penutup hanya berkaitan
dengan pembuatan akta di hadapan para saksi dan dibacakan oleh pejabat pembuat alta
tanah.

a. Tanda Tangan
Istilah tanda tangan berasal dari bahasa Inggris, yaitu attestation. Tanda tangan
merupakan nama yang dituliskan secara khas dan dengan tangan para pihak. Dalam
kontrak yang dibuat dalam bentuk di bawah tangan, maka tanda tangan yang dimuat
dalam kontrak meliputi tanda tangan para pihak dan saksi-saksi. Adapun kontrak yang
dibuat dalam bentuk akta autentik, maka tanda tangan itu terdiri para pihak, saksi-saksi,
dan notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Berikut ini disajikan contoh tanda
tangan, baik dalam kontrak di bawah tanan maupun akta autentik.
1. Tanda tangan pada perjanjian kredit
Penerima Kredit BANK
Ttd. Cap dan ttd.
Mr. Z Drs. WZ
Pemimpin

2. Tanda tangan pada perjanjian leasing


Ditandatangani, Ditandatagani
Untuk dan atas nama Lessor untuk dan atas nama Lessee:
Oleh: ................................... Oleh: ....................................
3. Tanda tangan pada akta pemberian hak tanggungan
Tanda tangan pada pemberian hak tanggungan terdiri atas pemberi hak tanggungan,
penerima hak tanggungan, saksi-saksi, dan notarispejabat pembuat akta hak
tanggungan. Contoh:
Pihak Pertama Pihak Kedua
Ttd. Cap dan ttd.
Qari Baladewa, SPt. Langga Djaja Wijaya
Saksi-saksi

(.............................) (..............................)
Pejabat Pembuat Akta Tanah

(...............................)
Struktur konntrak yang disajikan di atas merupakan struktur kontrak ang berdimensi
nasional. Artinya, bahwa kontrak tersebut dibuat oleh orang atau badan hukum
Indonesia dengan orang atau badan hukum Indonesia lainnya.

i. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN


1. Kemukakan struktur dan anatomi kontrak yang anda ketahui !
2. Kemukakanstruktur kontrak yang berdimensi nasional dan internasional !
3. Kemukakan perbedaan antara komparisi dengan resital !
4. Sebutkan dan jelaskan manfaat dari adanya komparisi !
5. Buatkan secara lengkap contih kontrak yang berkaitan dengan perjanjian leasing, akta
hak tanggungan dan lainnya !
ii. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
DAFTAR PUSTAKA
H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of Understanding
(MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak Bisnis,
Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2001.
HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai