Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KONTRAK
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perencangan Kontrak dan dapat
Mengaplikasikannya dalam Praktek.
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Kontark.
C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Istilah dan Pengertian Kontrak
2. Menjelaskan tentang Asas-Asas Hukum Kontrak
3. Menjelaskan tentang Syarat Sahnya Kontrak
4. Menjelaskan tentang Unsur-Unsur Kontrak
5. Menjelaskan tentang Macam-Macam Kontrak
D. MATERI
1. Istilah dan Pengertian Kontrak
Sekilas, apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang
dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis.Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai
suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian.Dan apabila melihat berbagai tulisan,
baik buku, makalah, maupun tulisan ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab
penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat
secara tertulis.Dalam pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang
mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih.Dua orang yang saling
mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seseorang
yang sedang memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan
tersebut dalam jumlah tertentu.
Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian yang mengikat).
Dalam pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari :
1. Perjanjian
2. Undang-undang
Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek
(BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berarti
perjanjian. Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat
mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertianperjanjian yang
diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata “perjanjian dibuat secara
tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut, hanya
menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.
1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk
lahirnya kesepakatan.Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak,
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini
berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah
bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
kontrak tersebut. Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam Pasal 1320
KUH Perdata.Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bersifat dan
berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian merupakan pengecualian
dari asas tersebut, misalnya seperti perjanjian perdamaian, perjanjian perburuhan,
dan perjanjian penghibahan.Kesemua perjanjian yang merupakan pengecualian
tersebut, belum bersifat mengikat apabila tidak dilakukan secara tertulis.
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam
hokum kontrak.Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa
semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.
Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas membuat
kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak
2. Tidak dilarang oleh undang-undang
3. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu kontrak haruslah dilaksanakan
dengan itikad baik ( goeder trouw, bona fide ). Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3)
tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat
sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH
Perdata.Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan
pada “pembuatan suatu kontrak.Sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu
kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure “kausa yang legal” dari Pasal 1320 tersebut.
1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
kontrak.Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling
penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.
Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis.Seseorang Para
pihak yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan
akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan
akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat
akta seperti notaris, PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda
dengan akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam
pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
yang berwenang. Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik
adalah karena jika para pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan
selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta
autentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta
di bawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan dibebani
untuk membuktikan kaslian akta tersebut, sedangkan kalau suatu akta autentik
disangkali pemegang akta autentik tidak perlu membuktikan keaslian akta autentik
tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan bahwa akta
autenti tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan
disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah pembuktian
kepalsuan.
2. Kecakapan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus dituangkan secara jelas
mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutkan bahwa orang-
orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21 tahun dan belum menikah
2. Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampuan seperti gelap mata, dungu, sakit
ingatan, atau pemboros dan;
3. Orang yang tidak berwenang.
Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH Perdata tidak cakap hukum
yaitu perempuan, akan tetapi saat ini undang-undang sudah menetapkan lain yaitu
persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.
3. Hal Tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek
perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat
sesuatu.Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian
atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu, untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa
tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling
membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga”.
1. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa
adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak.Sebagai
contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga
dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal
tertentu yang diperjanjikan.
2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga
apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang
mengaturnya.Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu
dianggap ada dalam kontrak.Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan
tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa
penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi.
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada satu mengikat para pihak jika
para pihak memperjanjikannya.Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran
diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-
turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui
pengadilan.Demikian pula oleh klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam
suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure esensial dalam kontrak tersebut.
5. Macam-Macam Kontrak
Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda
dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan
bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah:
F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB III
AKTA
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Akta.
C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Pengertian Akta
2. Menjelaskan tentang Pengaturan Akta
3. Menjelaskan tentang Macam-Macam Akta
4. Menjelaskan tentang Pejabat Pembuat Akta
5. Menjelaskan tentang Kekuatan Mengikat Akta.
D. MATERI
1. Pengertian Akta
Istilah akta merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu acta, dalam bahasa
Prancis disebut acte, sementara dalama bahasa Inggris, disebut dengan deed. Akta
adalah surat atau tulisan. Dalam hukum Prancis, akta merupakan dokumen formal
(Henry Campbell Black, 1979: 24). I.G. Ray Wijaya mengemukakan pengertian akta.
Akta adalah
“suatu pernyataan tertulis ang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh
pihak-pihak dengan maksud dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses
hukum” (I.G. Ray Wijaya 2003: 12).
Dalam definisi ini, akta dikonstruksikan hanya berkaitan dengan akta di bawah
tangan, karena akta ditandatangani dan dibuat oleh seseorang. Padahal akta, tidak hanya
dibawah tangan, tetapi juga akta autentik, yang dibuat di muka dan dihadapan pejabat
yang berwenang untuk itu. Tujuan utama dari pernyataan ini adalah sebagai alat bukti
di muka pengadilan.
Menurut Algra, dkk. akta adalah
“suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti suatu perbuatan hukum atau
tulisan yang ditujukan untuk pemuktian sesuatu” (Algra, dkk., 1983: 5).
Dalam definisi ini, akta dikonsrtrusikan pada aspek penggunaannya. Tujujan
penggunaannya adlah sebagai biukti suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum
merupakan perbuatan yang menimbulkan hak dan kewajiban. Kelemahan difinisi ini
adalah melihatakta pada aspek pembuktian semata-mata, padahal akta tidak hanya
sebagai alat bukti, tetapi sarana untuk memberikan kepastian hukum para pihak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diartikan dengan akta adalah
“surat tanda bukti pernyataan (keerangan, pengakuan,keputusan dan sebagainnya)
resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh
notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang” (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1988: 17).
Ada 4 unsur yng tercantum dalam pengertian ini, yaitu :
a. surat tanda bukti;
b. isinya pernyataan resmi;
c. dibuat menurut peraturan yang berlaku;
d. disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemirintah yang berwenang.
Surat tanda bukti merupakan tulisan yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa
atau perbuatan hukum. Isi akta berupa pernyataan resmi, artinya bahwa apa yang ditulis
dalam akta itu merupakan pernyataan yang sah dari pejabat atau para pihak. Dibuat
menurut peraturan yang berlaku artinya bahawa akta yang dibuat di muka pejabat atau
dibuat oleh para pihak selalu didasarkan pada peraturan peundang-undangan yang
berlaku. Misalnya, untuk membuat akta perkawinan, harus didasrkan kepada Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan pemmbuatan akta
perkawinan didasrkan pada Pasal 4 s.d Pasal 16 KUH Perdata dan berbagai Stb (lembar
negara) yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda (sekarang pembuatan
akta kelahiran didasarkan pada UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan).
Pada prinsipnya, akta tidak hanya dibuatoleh notaris, tetapi juga oleh pejabat
pemerintah lainnya, seperti akta perkawinan dibuat oleh Kantor Urusan Agama, akta
kelahiran dibuat oleh Kantor Catatan Sipil. Pengertian disaksikan dan disahkan oleh
notaris atau pejabat yang berwenang adalah bahwa akta yang dibuat itu, terutama akta
di bawah tangan, disaksiskan dan dinyatakan benar atau asli oleh notaris atau pejabat
yang berwenang untuk itu.
Definisi akta yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya
dikonstruksikan sebagai akta di bawah tangan, karena pernyataan itu disaksikan dan
disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang. Dalam realitasnya, akta
itu tidak hanya akta dibawah tangan, tetapi juga akta autentik. Akta autentik merupakan
akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
2. Pengaturan Akta
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta dapat dipilah menjadi
dua klasifikasi, yaitu peraturan perundangan yang ditetapkan pada masa pemerintah
Hindia Belanda dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pada saat bangsa
Indonesia merdeka. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta pada
masa Hindia Belanda, disajikan berikut ini :
a. Buku IV KUH Perdata
Ketentuan-Ketentuan yang berkaitan dengan akta dapat dibaca dalam Pasal 1865 s.d
Pasal 1894 KUH Perdata.
b. Stb. 1860 tentang Jabatan Notaris.
c. Stb. 1849 tentang Peraturan Catatan Sipil untuk Golongan Eropa.
d. Stb. 1917 No. 130 Jo. Stb. 1919 No. 81 tentan Peraturan Catatan Sipil untuk
Golongan Tionghoa, mulai berlaku tanggal 1 Mei 1919.
e. Stb. 1920 No. 751 Jo. Stb. 1923 Nomor 564 tentang Peraturan Catatan Sipil
Golongan Indonesia Asli di Jawa dan Madura, mulai berlaku tanggal 1 Januari 1928.
f. Stb 1933 No. 75 Jo. Stb. 1936 No. 607 tentang Peraturan Catatan Sipil untuk
Indonesia Kristen, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1937.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta, yang ditetapkan pada
tahun1945 sampai saat ini, meliputi :
a. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
Sementara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan berbagai
Peraturan Pelaksanaannya;
c. Instruksi Presiden Kabinet Ampera No. 31/U/IN/12/1966 yang dikeluarkan pada
27 Desember 1966 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1967;
d. Keputusan Presidan Nomor 12 Tahun 1983 tentang Ppenataan dan Peningkatana
Pembinaan Catatan Sipil;
e. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Catatan Sipil;
f. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 477-752 Tahun1983 tentang Penetapan
Besarnya Biaya Catatan Sipil; dan
g. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
h. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 merupakan ketentuan yang mengatur
tentang jabatan notaris. Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 92 pasal. Hal-hal
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris, meliputi :
f. Ketentuan Umum (Pasal 1);
g. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris (Pasal 2 s.d 14);
h. Kewenangan, Kewajiban dan Larangan (Pasal 15 s.d 17);
i. Tempat Kedudukan, Formasi dan Wilayah Jabatan Notaris (Pasal 18 s.d 24);
j. Cuti Notarisdan Pengganti Notaris (Pasal 25 s.d 35);
k. Honorarium (Pasal 36 s.d 37);
l. Akta Notaris (Pasal 38 s.d 65);
m. Pengambilan Minuta Akta dan Panggilan Notaris (Pasal 66);
n. Pengawasan (Pasal 67 s.d 81);
o. Organisasi Notaris (Pasal 82 s. 83);
p. Ketentuan Sanksi (Pasal 84 s.d 85);
q. Ketentuan Peralihan (Pasal 86 s.d 90);
r. Ketentuan Penutup (pasal 91 s.d 92).
Ketentan yang paling dominan diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
adlah berkaitan dengan akta notaris (sebanyak 27 pasal) dan pengawasan (sebanyak 14
pasal). Hal-hal yang diatur dalam ketentuan yang berkaitan dengan akta notaris
meilputi bentu dan sifat akta, grosse akta, salina akta, kutipan akta, pembuat,
penyimapan, dan penyerahan protokol notaris.
3. Macam-Macam Akta
Pada dasarnya akta dapat dibagi menjadi dua jenis, yaiu akta di bawah tangan dan
akta autentik. Akta di bawah tangan lazim disebut dengan onderhands. Akta di bawah
tangan, merupakan akta yang dibuat oleh para piha, tanpa perantaraan seorang pejabat.
Akta ini dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Akta di bawah tangn di mana para pihak menandatangi kotraj itu di atas materai
(tanpa keterlibatan pejabat umum);
b. Akta di bawah tanagn yang didaftar (waarmerken) oleh notaris/pejabat yang
berwenang;
c. Akta di bawah tangan dan di legalisasi oleh notaris/pejabat yang berwenang
(Hikmahanto Juwana, tt: 1).
Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, istilah yang digunakan untuk akta di bawah tangan yang
dilegalisasi adalah akata di bawah tangan yang disahkan, sementara istilah akta di
bawah tangan yang didaftar (waarmerken) adalah dilakukan. Akta di bawah tangan
yang disahkan merupakan akta yang harus ditandatangani dan disahkan di dpean
notaris/pejabat yang berwenang. Makna dialakukan pengesahan akta di bawah tangan
adalah :
a. Notaris menjamin bahwa benar orang ynag tercantum namanya dalam kontrak
adah orang yang menandatangai kotrak;
b. Notaris menjamin bahwa tanggal tanda tagan tersebut dilakukan pada tanggal
yang tersebut di dalam kotrak.
Akta di bawah tangan yang dibakukan (gewaarmeken) merupakan akta yang telah
ditandatangani pada hari dan tanggal yang disebut dalam akta oeh para pihak, dan tanda
tangan tersebut bukan di depan notaris/pejabt yang berwenang. Makna akata di bawah
tangan yang dibakukan adalah bahwa yang dijamin oleh notaris adalah bahwa akta
tersebut memang benar telah ada pada hari dan tanggal dilakukan penaftaran
/pembukaan oleh notaris.
Pengertian kata autentik dapat dibaca dalam pengertian berikut. Dalam Black’s Law
Dictionary, yang diartikan dengan akta autentik atau acte authentique adalah
“a deed excuted with certain prescribed formalities, in the presence of notary,
mayor, greffer, or funcionary qualified to act in the place in which it is drawn up”
(Henry Campbell Black’s, 1979: 24).
Artinya akta yang dibuat dengan beberapa formalitas tertentu, dihadapan seorang
notaris, walikota, panitera atau pejabat yang memenuhi syarat sesuai dengan yang telah
ditentukan dalam peraturan peundang-undangan.
Dalam definisi ii, kata autentik dikonstruksikan dari segi betuk akta dan pejabat
yang membuatnya. Akta itu dibuat dalam bentuk tertulis, dan pejabat yang membuatnya
adalah :
a. Notaris;
b. Walikota;
c. Panitera; atau
d. Pejabat yang memenuhi syarat.
Dalam Pasal 1868 KUH Perdata telah ditentukan pengertian akta autentik. Alta
autentik ialah :
“suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat itu akta itu dibuat”.
Apabila kita kaji deinisi ini, maka ad tiga unsur kata autentik, yaitu :
a. dibuat dalam bentuk tertentu;
b. di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu; dan
c. tempat dibuatnya akta.
Akta dalam bentuk tertentu merupakan akta autentik yang telah ditentukan
bentuknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, akta
jual beli tanah. Akta jual beli ini telah dibakukan oleh pemerintah. Maksud di hadaan
pejabat ang berwenang adalah bahwa kata autentik itu harus dibuat di muka pejabat
tersebut. Pejabat yang berwenang merupakan pejabat yang diberikan hak dan
kekuasaan untuk membuat akta autentik. Pejabat yang berwenang membuat akta notaris
adalah PPAT, pejabat, lelang, pengadilan san lain-lain. Tempat dibuatnya akta
merupakan tempat dilakukanya perbuatan hukum, yang berkaitan dengan pembuatan
akta.
Akta autentik dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. akta autentik yang dibuat oleh pejabat;dan
b. akta autentk yang dibuat oleh para pihak.
Akta autentik yang dibuat oleh pejabat merupakan akta autentik yang telah di buat
oleh pejabat (dalam jabatannya), atas segala apa yag dilihat, didengar dan disaksikan.
Akta pejabat tidak termasuk dalam pengertia kontrak karena akta ini merupakan
pernyataan sepihak dari pejabat. Contohnya, seperti akta perkawinan, akta lelang dan
lain-lain. Akta autentik yang dibuat para pihak merupakan akta autentuk yang
dibuatpara pihak dan dinyatakan di dean pejabat yang berwenang. Pejabat yang
berwenang untuk itu adalh notaris, pejabat PPAT dan lannya.
Akta autentik dapat dibagi menurut buidangnya. Akta autentik menuut bidangnya
merupakan pembagian akta berdasarkan kelompok dalam bidang hukum. Akta
autentintik dikenal dalam bidang catatan sipil, agraria, perkawinan, pembebanan
jaminan, kantor lelang negara dan lain-lain.
Akta autentik yang dikenal dala bidang pencatatan sipul meliputi :
a. akta kelahiran;
b. akta perkawinan;
c. akta perceraian;
d. akta pengakuan dan pengasahan anak;dan
e. akta kematian.
Akta auentik yang dikenal dalam bidang agraria, meliputi :
a. pemindahan hak atas tanah, seperti akta jual beli, sewa-menyewa;
b. pemberian hak baru atas tanah;
c. penggadaian tanah; dan
d. peminjaman uang dengan hak atas tanah sebagai hak tangungan.
Akta autentik yag dikenal dalam bidag perkawinan, meliputi :
a. akta nikah;
b. akta cerai; dan
c. akta perjanjian kawin
Akta autentik yang dikeal dalam bidang pembebanan jamina, meliputi :
a. akta hipotek atas kapal laut dan pesawat udara;
b. akta hak tanggungan; dan
c. akta jaminan fidusia
akta yang dikenal dalam bidang kenotariatan adalah akata notaris. Pengertian akta
notaris dapat kita baca dalam Pasal 1 angka 7 Unang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Akta notaris adalah
“akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notarismenurut bentuk dan tata
cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini”.
Unsur-unsur akta notaris, meliputi :
a. dibuat oleh atau dihadaan notarais;
b. bentuk tertentu;
c. tatat cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
4. Pejabat Pembuat Akta
Akta tidak hanya dikenal di kalangan praktik kenotarian semata-mata, tetapi dikenal
juga dalam bidang lainnya, seperti di bidang perkawinan, cacatan sipil, kantor lelang
negara dan lain-lin. Masing-masing ajta itu berbeda pejabat yang membuatnya. Pejabat
yang berwenang membuat akta autentik adalah Kantor Urusan Agama, Pengadilan
Agama, Kantor Catatan Sipil, Kantor Lelang Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), Notaris dan lain-lain.
Kantor Urusan Agama berwenang untk membuat akta perkawinan bagi orang yang
beragama Islam. Pengadilan agama berwenang menerbitkat akta perceraian bagi yang
beragama Islam. Kantor Catatan Sipil berwenang utuk membutat akta :
a. Kelahiran;
b. Perkawinan bagi orang yang beragama non-islam;
c. Perceraian;
d. Pengakuan dan pengesahan anak luar kawin; dan
e. Akta kematian.
Kantor Lelang Negara berwenang untuk meerbitkan akta yang berkatan dengan
pelelangan barang jamina, dan lainnya. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
berwenang untuk membuat akta jual beli, sewa-menyewa, hibah, hak tanggungan, dan
lain-lain yang berkaitan dengan hak atas tanah.
Akta notaris dibuat oleh atau di hadapan notaris.
5. Kekuatan Mengikat Akta
Pada dasarnya akta dibagi menjadi dua macam, yaitu alta di bawah tangan dan akta
autentik. Ata di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak.
Pertanyaannya kini, apakah akta di bawah tanga itu mempunyai kekuatan untuk
mengikat terhadapa pihak ke tiga? Untuk menjawab hal itu harus mengacu kepada
ketentuan yang terdapat pada Pasal 1880 KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan
bahwa :
“Akta di bawah tangan, sejauh tidak dbubuhi pernyataan sebagai mana termasuk
dalam pasal 1874 a, tidak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga, kecuali
sejka hari dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris atau seorang pejabat lain
yang ditunjuk oleh undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda
tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikan adanya
akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau
sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ke tiga di
hadapan akta itu”.
Apabila mengacu kepada ketentuan itu, jelaslah bahwa akata di bawah tangan
mempunyai keuatan mengikat terhadap pihak ketiga dengan syarat :
a. akta dibawah tangan itu dibubuhi oleh seorag notaris atau pegawai lain yang
ditunjuk oleh undang-undang dan dibukuan menurut aturan-aturan yang ditetapkan
oleh undang-undang;
b. sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan;
c. sejak hari dibuktikanya adanya akta di bawah tangan itu dari kata-kata yang dibuat
oleh pejabat umum; atau
d. sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang
dihadapi akta itu. (Pasal 1880 KUH Perdata ; Subekti, 2003: 30-31)
Akta autentik mrupakan akta yang kekuatan pembuktiannya sempurna, karena akta
itu dibuat oleh pejabat yang berwenang. Ada tiga kekuatan pembuktin akta autentik,
yaitu kekuatan pebuktian lahir, kekuatan pembuktian formal dan kekuatan pembuktian
materil(Abdullah,2006: 5-6). Ketiga hal itu dijelaskan secara singkat barikut ini :
a. Kekuatan pembuktian lahir
Akta itu sendiri mempunyai kemampuan untuk membuktikan drinya sebagai akta
autentik, sebagaiman diatur dalam Pasal 1875 KUH Perdata. Kemampuan ini tidak
dapat diberikann kepada akta yang dibuat dibawah tangan. Karena akte yang dibuat
di bawah tangan baru berlaku sah sampai semua pihak yang menandatanganinya
mengakui kebenaran dari tanda tangan itu atau apabila dengan cara sah menurut
hukum dapat diangap sebagai akta autentik, artinya dari kata-kata yang berasal dari
seorang pejajabat umum (notaris), maka akta itu terhadap setiap orang dianggap
sebagai akta autentik.
b. Kekuatan pembuktian formal
Dalam arti formal akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni
yang dilihat, didengar dan juga yang dilakukan oleh notaris sebagaipejabat umum di
dalam menjalankan jabatanya. Dalam arti formal terjamin :
Kebenaran tangal akta itu;
Kebenaran yang terdapat dalam akta itu;
Kebenaran identitas dari orang-orang yang hadir; dan
Kebenaran tempat di mana akta dibuat.
c. Kekuatan pembuktian materil
Isi dari akta dianggap sebagai yang benar dari setiap orang. Kekuaan pembuktian
inilah yang dimaksud dalam Pasal 1870, Pasal 1871 dan Pasal 1875 KUH Perdata.
Isi keterangan yang termuat dalam akta itu berlaku sebagai yang benar di antara
pihak dan ahli waris serta para penerima hak mereka.
Akta itu apabila dipergunakan di muka pengadilan adalah sudah cukup bagi hakim
tanpa harus meminta alat bukti lainnya lagi.
E. SOAL-SOAL PENDALAMAN DAN PENGAYAAN
1. Kemukakan pengertian akta!
2. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang akta!
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis akta yang kalian ketahui!
4. Buatkan akta autentik yag berkaitan dengan sewa- menyewa!
F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008
BAB IV
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MOU)
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Memorandum of Understanding (MoU).
C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Istilah dan Pengertian MoU
2. Menjelaskan tentang Pengaturan MoU
3. Menjelaskan tentang Macam-macam MoU
4. Menjelaskan tentang Tujuan MoU
5. Menjelaskan tentang Kekuatan Mengikat dan Bentuk MoU
D. MATERI
1. Istilah dan Pengertian MOU
MoU atau kerjasama saling mengerti atau nota kesepahaman adalah suatu istilah yang
terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Memorandum dan Understanding. Seacara gramatika MoU
diartikan sebagai nota kesepahaman. Menurut kamus hukum (Balck Law Dictionary) bahwa
yang dimaksud dengan memorandum adalah dasar memulai penyusunan kontrak formal di
masa yang akan datang. Sedangkan understanding adalah pernyataan persetujuan secara tidak
langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara
tertulis. Jika dua kata itu diterjemahkan, maka dapat dirumuskan bahawa MoU adalah dasar
penyusunan kontrak pada masa yang akan datang yang didasarkan pada hasil permufakatan
para pihak, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Menurut Munir Fuady bahwa yang dimaksud dengan MoU adalah perjanjian
pendahuluan dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang
mengaturnya secara detail. Oleh karena itu memorandum of understanding berisikan hal-hal
yang pokok saja. Begitu pula Erman Rajaguguk mengartiakn MoU sebagai dokumen yang
memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari MoU harus
dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat.
2. Pengaturan MOU
MoU tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang tetap di dalam KUHPer
diatur secara tersirat pada pasal 1320 dan 1338 KUHPer (dapat ditafsirkan secara
tersirat). Pasal 1338 KUHPer menjadi dasar hukum kebebasan berkontrak yaitu :
- Bebas berbuat atau tidak berbuat
- Bebas melakukan perjanjian kepada ssiapa saja
- Bebas menentukan isi perjanjian
- Bebas menentukan bentuk perjanjian
Kebebasan dibatasi oleh Undang-undang dan kesusilaan. Secara internasional dapat
ditemukan dalam Undang-undang no 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional.
Pasal 1 huruf a disebutkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam
bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara
tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
Dari pengertian tersebut maka perjanjian internasional dalam prakteknya dapat
dissamakan dengan :
1. Treaty = perjanjian
2. Konvention = perjanjian yang pesertanya lebih dari dua negara.
3. Agreement = persetujuan
4. Memorandum of Understanding = nota kesepahaman
5. Protokol = surat-surat resmi yang memuat hasil perundingan atau pernyataan
resmi dari hasil perundingan
6. Charter = piagam
7. Declaration = deklarasi = pernyataan
8. Final act = keputusan final = keputusan akhir
9. Exchange of note = pertukaran nota
10. Agreed minutes = notulen yang disetujui.
3. Macam-Macam MOU
Memorandum of Understanding dapat dibagi menurut negara dan kehendak para
pihak. Memorandum of Understanding menurut negaranya merupakan MoU yang dibuat
antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Memorandumof Understanding
menurut negara yang membuatnya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. MoU yang bersifat nasionaol ;
2. Mou yang bersifat internasional
Memorandum of Understanding yang bersifat nasional merupakan memorandum of
understanding, yang kedua belah pihaknya adalah warga negar aatu badan hukum
Indonesia. Misalnya MoU yang dibuat antara Bdan Hukum Indonesia dengan Badan
Hukum Indonesian lainya atau anatara PT dengan Pemerintah Daerah. Contohnya,
adalah memorandum of understanding yang dibuat anatar Direktur Jenderal Perhubungan
Darat atas nama Mentri Perhubungan dengan Bupati malang, Walikota Malang dan
Walikota Batu. MoU ini ditandatangani pada hari Jumat tanggal 24 Maret 2006,
bertempat di Departemen Perhubungan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Nomor: HK.003/1/20 Phb-2006 tanggal 27 Februari 2006. Maksud dan tujuan
pelaksanaan kesepakatan bersama ini adalah untuk mengembangkan angkutan massal
berbasis jalan di Malang Raya yang meliputi :
1. Kegiatan perencanaan;
2. Pembangunan
3. Pengoperasian
MoU yang bersifat internasional merupakan nota kesepahaman yang dibuat antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asing dan/atau antara badan hukum
Indonesia dengan badan hukum asing,seperti misalnya MoU antara Bapepam Australian
Securities Commission (ASC), serta BEJ dan BES dengan Australian Stock Exchange
(ASC). Contoh lainnya adalah MoUang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan
Kerajaan Inggris untuk mengambil tindakan menegakan hukum tentang hutan,
penebangan ilegal dan perdagangan internasional kayu dan produk dati kayu yang
berasal dari sumber-sumber tidak sah (ilegal). MoU terakhir ini dibuat pada bulan
September 2001.
Mou menurut kehendak para pihak yang membuatnya merupakan MoU yang dibuat
oleh para pihak dibagi menjadi tiga macam (Laboratorium Fakultas Hukum, Universitas
Katolik Parahyanngan,1977 ; 174-175) yaitu sebagai berikut,
1. Para pihak membuat MoU dengan maksud untuk membina ”ikata moral” saja di
antara mereka, dan karena itu tidak ada pengikatan secara yuridis di antara mereka. Di
dalam MoU ditegaskan bahwa MoU sebenarnya hanya merupakan bukti adanya niat
para pihak untuk berunding di kemudian hari untuk membuat kontrak. Contoh :
”para pihak sepakat bahwa MoU ini hanya dimaksudkan sebagai pernyataan bersama
tentang komitmen moral di antara para pihak, tanpa ikata huum apa pun, untuk di
kemudian hari melaksanakan perjanjian ekspor produk-produk buatan Hyundai
Corporation Korea ke Indonesia”
2. Para pihak memangingin mengikatkkan diri dalam suatu kontrak,tetapi baru ingin
mengatur kesepakatn-kesepakatan yang umum saja, dengan pengertian bahwa hal-hal
yang medetail akan diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap. Sebaiknya dalam
MoU dibuat pernyataan tegas bahwa dengan ditandatanganinya MoU oleh para pihak,
maka para pihak telah meningkatkan diri untuk membuat kontrak yang lengka untuk
mengatur transaksi mereka di kemudian hari. Contoh :
”dengan ditandatangani MoU, pihak PT Suryatma Madangkara telah mengikatkan diri
untuk, dalam jangka waktu 360 hari kerja sejak tanggal penandatanganan
memorandum ini, menunjuk PT Nikmat Sentosa sebagai penerima franchise untuk
memasarkan produk-produk PT Suryatama Madangkara di wilayah Jawa Barat, dan
untuk maksud tersebut para pihak akan merundingkan dan menuangkan persyaratan-
persyaratan kerja sama ini dalam suatu Perjanjian Franchise”
3. Para pihak memang berniat untuk mengingatkan diri satu sama lain dalam suatu
kontrak tapi hal itu belum dapat dipastikan, mengingat adanya keadaan-keadaaan atau
kondisi-kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan. Dalam MoU seperti ini, harus
dirumuskan klausul condition precendent atau kondisi tertentu yang harus terjadi di
kemudian hari sebelum para pihak terikat satu sama lain. Contoh klausul condition
precedent :
”kerja sama yang pokok-pokoknyya disepakati dalam memorandum ini baru akan
mengikat para pihak apabila para izin perakitan bagi PT Bahana Putera selaku agen
diperoleh dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia”
Pembedaan yang paling prinsip dari kedua jenis MoU di atas didasrkan pemberlakuan
dalam suatu negara, baik yang bersifat nasional maupun internasional, karena telah
mencakup MoU dari aspek kehendaknya.
4. Tujuan MOU
Pada prinsipnya, setiap memorandum of understanding yang dibuat pleh para pihak,
tentunya mempunyai tujuan tertentu. Munit Fuady telah mengemukakan tujuan dan ciri
MoU. Tujuan MoU adalah :
1. Untuk mehindari kesulitan pembatalan suatu agreement nantinya, dalam hal prospek
bisnisnyabelum jelas benar, dalam arti belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama
tersebut akan ditindaklanjuti, sehingga dibuatlah MoU yang mudah dibatalkan;
2. Penandatangan kontrak masih lama karena masih lama karena masih dilakukan
negosiasi yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum
ditandatangani kontrak terseput, dibuatlah Mou yang akan berlaku sementara waktu;
3. Adanya keraguan para pihak dan masih perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal
penandatangan suatu kontrak, sehingga untuk suatu perjanjian yang lebih rinci mesti
dirancang dan dinegosiasi khusus khusus oleh staf-staf yang lebih rendah tetapi lebih
menguasai secara teknis( Munir Fuady, 1997 : 91-92)
t. Bentuk MoU
Bentuk Memorandum of Understanding yang dibuat antara para pihak adalah tertulis.
Adapun substansi Memorandum of Understanding itu telah ditentukan oleh kedua belah
pihak. Dalam berbagai literatur tidak kita temukan tentang struktur atau susunan dari
sebuah Memorandum of Understanding. Sebelum dirumuskan tentang struktur tentang
Memorandum of Understanding, maka kita harus melihat substansi Memorandum of
Understanding yang dibuat para pihak. Dengan demikian Memorandum of Understanding
merupakan bentuk perjanjian yang dapat dikategorikan sebagai pra kontrak atau
perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain
yang mengaturnya secara detail.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB V
PRINSIP DAN FAKTOR DALAM PERANCANGAN KONTRAK
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Prinsip dan Faktor Dalam Perancangan Kontrak
C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Prinsip-prinsipPerancangan Kontrak
2. Menjelaskan tentang Faktor-faktor Dalam Perancangan Kontrak
D. MATERI
1. Prinsip-Prinsip Perancangan Kontrak
Setiap perancang kontrak yang akan merancang kontrak, apakah itu kontrak yang
telah dikenal didalam KUH Perdata maupun yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam merancang kontrak. Yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip dari perancangan kontrak adalah dasar atau asas-asas
yang harus diperhatikan dalam merancang kontrak. Erman Rajaguguk mengemukakan
ada sepuluh prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam kontrak-kontrak yang lazim
digunakan di Indonesia dan patut menjadi perhatian perancang kontrak dagang
internasional (Erman Rajaguguk, tt: 3-8). Kesepuluh hal itu meliputi: (1) penggunaan
istilah, (2) prinsip kebebasan berkontrak, (3) prinsip penawaran dan penerimaan, (4)
iktikad baik, (5) peralihan risiko, (6) ganti kerugian, (7) keadaan darurat, (8) alasan
pemutusan, (9) piliihan hukum dan (10) penyelesaian sengketa.
Disamping pendapat itu, Peter ahmud juga mengemukakan bahwa ada dua prinsip
yang harus diperhatikan di dalam mempersiapkan kontrak yaitu (1) beginselen der
contractsvrijheid atau party autonomy dan (2) pacta sun servanda (Peter Mahmud,
2000: 17-19).
Beginselen der contractsvrijheid atau party autonomy, yaitu para pihak bebas untuk
menjanjikan apa yang mereka inginkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Untuk menghindari ketikjelasan
maksud para pihak, maka langkah pertama yang mesti diakukan oleh para pihak, yaitu
menjelaskan sejelas-jelasnya kepada mereka yang terlibat dan bertugas dalam
melakukan transaksi. Sementara itu, kewajiban pertama perancang kontrak adalah
mengkomunikasikan kepada kliennya apa yang teah dirumuskannya tersebut sudah
sesuai dengan keinginan kliennya.
Selain itu, yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah berkaitan degan asas
pacta sunt servanda.
2. Faktor-Faktor Dalam Perancangan Kontrak.
Pada dasarnya kontrak yang para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dengan demikian kontrak yang dibuat oleh para pihak disamakan
kekuatan mengikatnya dengan undang-undang. Oleh karena itu, untuk merancang
kontrak diperluan ketelitian dan kecermatan dari para pihak baik kreditor maupun
debitur, pihak investor maupun dari pihak negara yang bersangkutan, perancang
kontrak mauun notaris. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh para pikhak
yangakan mengadakan dan membuat kontrak adalah (1) kewenangan hukum para
pihak, (2) perpajakan, (3) alasan hak yang sah, (4) masalah keagrariaan, (5) pilihan
hukum, (6) penyelesaian sengketa, (7) pengakhiran kontrak, (8) bentuk perjanjian
standar (Aries S. Hutagalung, 1993: 14-18; Peter Mahmud, 2000: 17-19). Kedelapan
hal itu dijalaskan dalam sub-subbab berikut ini :
b. Perpajakan
Pada dasarnya setiap kontak yang dibuat oleh para pihak mengandung kewajiban
para pihak untuk membayar pajak pada negara, apakahitu pajak penghasilan (PPH), bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan bea materai. Pengenaan pajak
tergantung pada objek kontrak.
e. Pilihan Hukum
Istilah pilihan hukum merupakan terjemahan dari baha Inggris chice of law. Pilihan
hukum yaitu berakitan dengan hukum apakah yang akan digunakan saat terjadi
sengketa antara para pihak. Di dalam kontrak yang telah dibuat oleh para pihak
dtetukan hukum yang digunakan jika terjadi sengketa antara kedua pihak. Misalnya,
para piak memilih hukum Indonesia atau hukum Inggris di dalam menyelesaikan
sengketa.
Ada lima teori yag membahas tentang hukumyang digukan dalam penyelesaian
sengketa yang terjadi antara pihak, apabila di daam kontrak itu,para pihak tidak
menetukan sistem hukum yang digunakan. Kelima teori itu adalah lex loci contractus,
lex fori, lex rae sitae, the most characteristic connection dan the proper law
(Fuady,2003).
Lex loci contractus mengajarkan bahwa jika para pihak tidak menentukan sendriri
hukum mana yang berlaku dalam kontrak, maka hukum yang berlaku adalah hukum
dimana kontrak itu ditandatangani. Kelebihan dari lex loci contractus adalah :
Penerapannya yang muda dan sederhana (simpliciti),
Dapat diprediksi (predictibility), dan
Cara terbaik untuk menentukan hukum yang berlaku terhadap masalah keabsahan
kontrak atau keabsahan formalitas kontrak.
Lex fori mengajarkan bahwa mana kala para pihak tidak melakukan pilihan hukum
dalam kontrak yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum dimana hakim
memutuskan perkara. Lex fori ini juga merupakan pendekatan tradisional untuk
menentukan hukum yang berlaku. Lex rae sitae mengajarkan bahwa hukum yang
berlakuatas suatu kontrak adalah hukum dimana benda objek kontrak itu berada. The
most characteristic connection mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak
melakukan pilihan hukmum dalam kontrak maka hukum yang berlaku adalah hukum
yang mempunyai kaakteristik dalam hubungan kontrak tersebut. The proper law
menjelaskan bahwa mana kala pra pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak
yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling pantas dengan
pertimbangan yang objektif dan logis dengan mengasumsikan bahwa kontrak telah
dibuat dengan sah.
f. Penyelesaian Sengketa
Istilah penyelsaian sengketa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dipute resolution.
Menurut Richard L. Abel, sengketa (dispute) adalah
“Permyataan publik menegnai tuntutan yang tidak selaras (inconsistent claim)
terhadap sesuatu yang bernilai” (dalam Friedman, 2001).
Definisi lain dikemukakan oleh Nader dan Todd. Ia mengartikan sengketa sebagai :
“Keadaan diman konflik tersebut dinyatakan dimuka atau dengan melibatkan
pihak ketiga.selanjutnya ia mengemukakan istilah prakonflik dan konflik. Prakonflik
adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas seseorang. Konflik itu sendiri Adalah
keaaan dimna para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak
puas tersebut” (Kriekhoff, 2001).
Adapun Steven Rosenberg esq mengartikan konflik sebagai perilaku bersaing
antara dua orang atau kelompok. Konflik terjadi ketika dua orang atau lebih berlomba
untuk mencapai tujuan yang sama atau lmemperoleh sumber yang jumlahnya terbatas.
Pola penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk atau rangka untuk mengakhiri
suatu pertikaian atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Pola penyelesaian
sengketa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu (1) melalui pengadialan, (2) alternatif
penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu
pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa melalui
jalur pengadialan. Putusannya bersifat mengikat. Penggunaan sistem litigasi
mempunyai keeuntungan dan kekurangan dalam penyelesaian suatu sengketa.
Keuntungannya, yaitu :
Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya
daam batas tertentu menjaminbaha kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan
dapat menjamin ketentraman sosial;
Litigasi sanagat baik sekali untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-
masalah dalam posisi pihak lawan;
Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan
peluang yang kuas jkepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum
megambil keputusan;
Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi;
Dalam sistem litigasi, para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang
terkandung dalam hukum untuk menyelesakan sengketa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa litigasi tidak hanya menyelesaikan
sengketa, tetapi lebihdari itu juga menjamin suatu ketertiban umum, yang terkandung
dalam undang-undang baik secara eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi setidak-
tidaknya sebagaimana terdapat di Amerika Serikat, memiliki banyak kekurangan
(drawbacks) (Garry Goddaster, dkk., 1995: 6). Kekurangan litigasi, yaitu :
Memaksa para pihak pada posisi yang ekstrem;
Mememerlukan pembelaan (advokasi) atas setiap maksud yang dapat
mempengaruhi putusan;
Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu pekara, apakah persoalan
materi (substantif) atau prosedur untuk persamaan kepentingan dan mendorong
para ihak ujntuk melakukan penyelidikan fakta yang ekstrem dan sering kali
marginal;
Menyita waktu dan mningkatakan biaya keuangan;
Fakta-fakta yang dapat dikumpulkan menbentuk kerangka persoalan, para pihak
tidak terlalu mapu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya;
Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulikan hubungan para pihak
yang bersengketa;
Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang
melibatkan banyak pihak,banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif
penyelesaian.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Segketa).
Apabila kita mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999, maka penyelesaian sengketa melalu ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu :
Konsultasi;
Negosiasi;
Mediasi;
Konsiliasi; atau
Penilaian ahli.
g. Pengakhiran Kontrak (Termination of Contract)
akan mengakhiri kontrak herus dengan putusan pengadilan yang mempunyai
yurudiksi atas kontrak tersebut.” Maksud ketentuan ini adalah melindungi pihak yang
lemah.
h. Perjanjian Standar
Istilah perjanjian baku berasal dari bahasa Inggris, yaitu sandard contract.
Standart contract merupakan pejanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan
daam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secra sepihak oleh salahsatu pihak,
terutama phak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Menurut Munir Fuady
kontrak baku adalah :
“suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak itu,
bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (bioerplate) dalam bentuk
formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak
tersebut ditandatangani ummumnya para pihak hanya akan mengisikan data-data
informasi tertentu dengan sedikit atau tanpa perubahan-perubahan dalam klausul-
klausulnya, dimana pihaklain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai
kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah
klausl-klausul yang sudah dibuat oleh salah satupihak ersebut sehingga biasanya
kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak
baku tersebut kepadanya tidak tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi
dan berada pada posisi “ take it or leave it”. Dengan demikian, oleh hukum
diragukan apakah benar-benar ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat
sahmnya kontrak tersebut. Karena itu pula, untuk mebatalkan suatu kontrak baku
tidaklah cukup hanya ditunjukan bohwa kontrak tersebut adalah kontrak baku,
sebab kontrak baku an sich adalah netral. Utuk dapat membatalkannya, yang
perlu ditonjolkan adalah elemen apakah dengan kontrak baku tersebut telah
terjadi penggerogotan terhadap keberadaan posisi tawa (bargaining position),
sehingga eksistensi unsur kata sepakat itu di antara para pihak sebenarnya tidak
terpenuhi” (Munir Fuady, 2003:76).
Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah
“Syarat-syarat kontes tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih
akan dibuat, yang jumlahnya tak tentu, tanpa membicrakan isinya lebih dahulu”
(Hondius, 1978: 139).
Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adaah bahwa isi perjanjian itu tanpa
dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk
menrima atau menolak isna. Mariam Badrulzaman mengemukakan bahwa standart
contract merupakan perjanjian yang telah dilakukan (Mariam Darus Badrulzaman,
1980: 4). Mariam Badrulzaman juga mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku sebagai
berikut :
Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;
Masarakat (debitur) sama skali tidak ikut menentukan isi perjanjian:
Terdorong oleh kebutuhany, debitur terpaksa menerima itu;
Bentuknya tertentu (tertulis);
Dipersiapkan secara massaldan kolektif (Mariam Darus Badrulzaman, 1980: 11).
Suta Remy Sjahdeini juga memberikan pengertian tentang perjanjian baku.
Perjanjian baku adalah
“perjanjian yang hampir seluruh klausulnya dibakukan oleh pemakainya, dan pihak
lainnya pada dasrnya tidak mempunyaipeluang untuk merundngkan atau meminta
perubahan. Yang belum dilakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang
menyangku jei, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lainnya
yang spesifik dari onjek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan
bukan perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu, suatu
perjanjian yang diuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris dengan
klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah
dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang ain tidak mempunyai
peliuang utuk merundingkan atau meminta perubaha atas klausul-klausul itu,
maka pejanjian yang dibuat dengan akta notaris itu punadalah juga perjanian
baku” (Sutan Remy Sjahdeini, 1993: 66).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan perjanjian
yang telah di standardisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya
hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerma isi
perjanjian itu, maka ia menadatangani perjanjian itu, tetapi apabila ia menolak, maka
perjanjian itu dianggap tidak ada karena debitur tidak menadatangani perjanjian
tersebut.
Dalam praktiknya seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya
menandatangani perjanjian tersebut tanpa membaca/dibacakan isinya. Akan tetapi, isi
perjanjian baru akan dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu
melaksanakan prestasinya, karena kreditor tidak hanya membebani debitur dengan
membayar denda keterlambatan atas buga sebesar 50% dari besarnya bunga yang
dibayar setiap bulan, sehingga utang yang harus dibayar oleh debitur sangat tinggi.
Kreditor berpendapat bahwa penerapan denda keterlambatan itu telah ditentukan dan
diatur dengan jelas dan rinci dalam kontrak standar sehingga tidak ada alasan bagi
debitur untuk menolak pemenuhan denda keterlambatan itu. Oleh karena itu, debitur
harus membayar uang pokok, bunga beserta keterlambatannya.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan unsur-unsur kontrak baku, yaitu:
Diatur oleh kreditor atau pihak ekonomi kuat;
Dalam bentuk sebuah formuir; dan
Adanya klausu-klausul eksonerasi/pngecualian.
Pada umumnya selalu dikatakan bahwa sebuah kontrak standar adalah kontrak
yang bersifat “ambil atau tinggalkan” (take it or leave it), mengingat bahwa tidak ada
prinsip-prinsip kontrak di dalamnya. Dalam reformasi hukum perjanjian diperlukan
pengaturan tentang kontrak standar. Hal ini sangat diperlukan untuk melindungi
masyarakat, terutama masyarakat ekonomi lemah terhadap pihak ekonomi kuat.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. H.Salim HS,SH.MS, dkk., Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
2. Ricardo Simanjuntak, SH.,LLM., ANZIIF,CIP., Teknik Perancangan Kontrak
Bisnis, Mingguan Ekonomi & Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006.
3. Elmer Doonan, Drafting, 2nd Ed. (Legal Skill Series), Cavendish Publishing Limited,
London-Sydney, 2001
4. Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
5. Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001.
6. HR Daeng Naja, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006
7. Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
8. IG Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Teori Dan Praktek,
Megapoin, Jakarta, 2003.
9. Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Ketrampilan
Perancangan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
10. Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2008.
BAB VI
TAHAP-TAHAP PERANCANGAN KONTRAK
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentangTahap-Tahap Perancangan Kontrak.
C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Tahap Praperancangan
2. Menjelaskan tentang Tahap Perancangan Kontrak
3. Menjelaskan tentang Tahap Pascaperancangan Kontrak
D. MATERI
1. Tahap Praperancangan Kontrak
Tahap praperancangan kontrak merupakan tahap sebelum kontrak dirancang dan
disusun. Sebelum kontrak disusun , ada empat hal yang harus diperhatikan oleh para
pihak. Keempat hal terssebut meliputi ; identifikasi para pihak, penelitian awal aspek
tertarik, pembuatan Mamorandum of Understanding ( M o U ) dan negosiasi,keempat
hal tersebut yaitu:
a. Identifikasi Para Pihak
Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk menentukan dan menetapkan
identitas para pihak yang mempunyai kewenangan hukum untuk membuat kontrak.
Orang yang berwenang untuk membuat kontrak adalah orang yang sudah dewasa/ sudah
kawin.Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun.
b. Penelitian Awal Aspek Terkait
Pada dasarnya, pihak – pihak berharap bahwa kontrak yang ditandatangani dapat
menampung semua keinginannya sehingga apa yang menjadi hakikat kontrak benar –
benar terperinci secara jelas. Perancangan kontrak harus menjelaskan hal – hal yang
tertuang dalam kontrak yang bersangkutan, konsekuensi yuridis, serta alternatif lain
yang munkin dapat dilakukan. Pada akhirnya penyusunan kontrak menyimpulkan hak
dan kewajiban masing – masing pihak, memperhatikan hal terkait dengan isi kontrak,
seperti unsur pembayaran, ganti rugi, serta perpajakan.
c. Pembuatan Mamorandum of Understanding ( MoU )
Merupakan nota kesepahaman yang dibuat oleh para pihak sebelum kontrak itu
dibuat secara rinci. Mamorandum of Understanding ( MoU ) ini memuat berbagai
kesepakatan para pihak dalam berbagai bidang, seperti dibidang investasi, pasar modal,
pengembangan pendidikan, kesepakatan dalam bidang ekonomi,dan lain-lain.
d. Negosiasi
a. Pengertian Negosiasi
Negosiasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam
merancang dan menyusun kontrak, karena tahap negosiasi merupakan tahap untuk
menentukan objek dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Menurut Priyatna Abdurrasyid, negosiasi adalah :
“suatu cara dimana individu berkomunikasi satu sama lain untuk mengatur
hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-hari” (Priyatna
Abdurrasyid, 2002 : 21)
Dalam kamus besar bahasa Indonesi, yang diartikan dengan negosiasi adalah
“proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau
menerima, guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok
atau organisasi) lain” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 : 661)
Dalam kedua defenisi ini di atas, negosiasi dikonstruksikan sebagai proses
tawar-menawar antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Tujuan tawar
menawar ini adalah untuk mencapai consensus (kesepakatan) para pihak tentang
objek dan substansi kontrak, yang meliputi pengaturan hak dan kewajiban para
pihak.
Hikmahanto Juwana juga memberikan defenisi tentang negosiasi adalah :
“suatu proses di mana para pihak yang mempunyai perbedaan pandangan
terhadap satu atau beberapa hal tertentu dalam kontrak bisnis, melakukan
kompromi atas perbedaan pandangan tersebut” (Hikmahanto Juwana,tt : 1)
b. Jenis-jenis Negosiasi
Ada dua corak negosiasi, yaitu negosiasi dengan perundingan lunak (soft
bargainer) dan negosiasi dengan perundingan keras (hard bargainer).Negosiasi
dengan perundingan lunak (soft bargainer) banyak dilakukan di lingkungan
keluarga, antara sahabat dan lain-lain.Tujuannya adalah untuk membina hubungan
baik (cultivating). Kelebihan corak ini adalah cepat menghasilkan kesepakatan,
namun corak ini mengandung risiko, yakni memungkinkan pola menang-kalah
(win-lose).Adapun pada negosiasi dengan perundingan keras (hard bargainer)
sangat mungkin ditemui kebuntuan (deadlock) akibat adanya tekanan, serta
ancaman, terutama jika terbentur pada situasi ketika perundingan keras bertemu
dengan sesama perundingan keras lainnya.
Dengan membandingngkan kedua corak tersebut, maka yang paling efektif
adalah perpaduan antara keduanya, yaitu corak principled negotiation/ interest
based negotiation, yang menganut pola win-win, yaitu keras dalam permasalahn,
tetapi lunak terhadap orang (hard on the merits, soft on the people).
Corak perpaduan ini menekankan pada pentingnya pemisahan antara orang dan
masalah, memfokuskan serangan pada permaslahan dan bukan pada orang serta
mengandalkan adanya pilihan. Pilihan ini akan mudah diterima jika dilandasi
adanya kriteria objektif, seperti scientific judgement, peraturan perundang-undangan
dan nilai pasar.
d. Tahap-tahap Negosiasi
Ada dua tahap yang harus dilakukan oleh negosiator dalam melakukan negosiasi
terhadap kontrak, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.Tahap persiapan,
yaitu tahap sebelum terjadinya negosiasi.Pada tahap persiapan ini, seorang
negosiator harus melakukan hal-hal sebagai berikut.
1) menguasai konsep/rancangan kontrakbisnis secara komprehensif dan rinci.
2) menguasai pengetahuan tentang industry yang menjadi objek perjanjian (materi
bisnis)
3) menguasai peraturan perundang-undangan yang terkait (relevan) dengan apa
yang diperjanjikan
4) memahami betul apa yang diinginkan oleh pihak yang diwakili dan posisinya.
5) mengidentifikasi solusi dari poin-poin yang berpotensi menjadi masalah atau
dipermasalahkan.
6) mengantisipasi solusi dari poin-poin yang berpotensi menjadi masalah dan
dipermasalahkan, serta mendiskusikan solusi tersebut terlebih dahulu dengan
pihak yang diwakili.
7) menumbuhkan percaya diri
8) sedapat mungkin meminta counterpart agar negosiasi dilakukan di kantor atau di
tempat yang dipilih negosiator ( Hikmahanto Juwana, tt 1-3)
Hal-hal yang harus dilakukan negosiator dalam tahap pelaksanaan meliputi :
1) sedapat mungkin memimpin negosiasi
2) mengetahui betul siapa yang dihadapi dan mengukur kekuatan dengan
menanyakan berbagai hal
3) menetapkan apa saja yang hendak dicapai dalam negosiasi
4) memintta pihak counterpart (ahlinya) untuk memberitahukan lebih dahulu apa
yang menjadi keinginannya. Sedapat mungkin dimulai dari awal konsep
rancangan kontrak bisnis. Setelah itu baru kemukakan apa yang menjadi
keinginan negoosiator. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi poin-
poin dalam kontrak bisnis, dimana para pihak berbeda pandangannya. Hal ini
dimaksudkan juga untuk bargaining chips dalam proses negosiasi
5) menyelesaikan poin-poin yang mudah terlebih dahulu dari hal-hal yang rumit
6) memberiak argumentasi yang logis serta analogi, untuk menjelaskan posisi/
pandangan
7) mempermainkan emosi, kapan emosi harus meninggi dan kapan harus merendah.
Cairkan situasi apabila menjadi tegang, misalnya dengan membuat lelucon atau
keluar dari ruangan negosiasi
8) apabila terdapat poin yang tidak terselesaikan, jangan terburu-buru dan terjebak
untuk menyelesaikannya
9) tidak mengambil keputusan terhadap poin yang perlu mendapat arahan dari pihak
yang diwakili sebelum melakukan konsultasi
10) apabila ada waktu, jangan menyelesaikan negosiasi dalam satu kali pertemuan
11) catat semua hal yang disepakati dan tuangkan dalam kontark bisnis dengan
mark-up.
Apabila kesebalas hal itu dilakukan oleh negosiator dengan baik, maka kontrak
yang dibuat oleh para pihak akan memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi
kedua belah pihak, karena substansi kontrak itu telah diformulasikan dengan baik
oleh para negosiator.
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami tentang Perancanag Kontrak dan Mengaplikasikannya
dalam Praktek.
B. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Struktur dan Anatomi Kontrak.
C. INDIKATOR
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang Bagian Pendahuluan
2. Menjelaskan tentang Bagian Isi
3. Menjelaskan tentang Bagian Penutup
D. MATERI
1. Bagian Pendahuluan
A. Pengantar
Salah satu unsur yang paling penting daam merancang kontrak, yaitu si perancang
harus memperhaian struktur dan anatoi kontrak yang dibuat atau yang dirancang.
Struktur konttrak adalah susunah kontrak yang akan dibuat atau dirancang. Adapun
anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian yang saru
dengan bagian yang lainnya.
Untuk mengkaji struktur dan anatomi kontrak, baik yang berdximensi nsional
maupun internasional, harus dilihat pada substansi kontrak yang dibuat olehpara pihak.
Berdassarkan hasil analisis terhadap para kontrak yang berdimensi nasional, maka kita
dapat melihat struktur kontrak menjadi 12 pokok :
a. Judul Kontrak
Istilah judul kontrak berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu the title of
contract. Judul kontrak adalah kepala atau head dari kontrak. Judul kontrak biasanya
sama dengan :
Sama dengan isi kontrak yang bersangkutan;
Mencerminkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kontrak yang
bersangkkutan; dan
Judul kontrak tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
Judul kontrak dapat memberikan gambaran tentang isi darikontrak yang
bersangkutan. Berikut ini judul konttrak yang bersifat nasional, yaitu :
Perjanjian kredit;
Perjanjian pembiayaan konsumen;
Perjanjian pemberian jaminan fidusia;
Perjanjian sewa guna usaha (leasing) kendaraan bermotor.
Berkenaan dengan judul kontrak yang bersifat nasional,cukup sebutkan judul
kontraknya. Pada perjanjian leasing, tidak hanya disebutkan judul kontraknya, tetapi
juga disebutkan objeknya (seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang dan lain-lain).
Judul ini akan mencerminkan objek dari leasing yang disewakan.
b. Pembukaan Kontrak
Bagian pembukaan kontrak lazim disebut dengan opening. Pembukaan merupakan
bagian awal dari kontrak. Ada dua model pembuaan kontrak, yaitu :
Tanggal kontrak disebut pada bagian awal kontrak;
Tanggal kontrak disebutkan pada bagian akhir kontrak.
Berikut inidi sajikan contoh pembukaan kontrak yang tanggalnya disebutkan pada
awal kontrak :
Pada hari ini, tanggal dua puluh lima, bulan April tahun dua ribu enam (2006)
dibuat dan ditandatangani perjanjian pembiayaan konsmen (selanjutnya disebut
Perjanjian) oleh dan antara pihak-pihak disebut di bawah ini. (Pembukaan kontrak
yang dibuat oleh para pihak/akta dibwah tangan)
Pada hari ini, tanggal sepuluh bulan april, tahun dua ribu enam (2006), pukul 09.00
WITA menghadap pada saya, Muhammad Ali, sarjana hukum, mgister kenotarian
(MKn), notaris di mataram, dengan dihadiri oleh para saksi yang saya, notaris
kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini. (Pembukaan kontrak yang
dibuat dihadapan notaris/akta autentik)
Berikut ini juga disajikan contoh pembukaan kontrak, yang tanggal pembuatan
kontraknya terdapat padanbagian akhir kontrak, seperti:
1. Yang bertanda tangan di bawah;
2. Kami yang bertanda tangan di bawah ini;
3. Kontrak yang telas dibuat dan ditanda tangani oleh dan antara....
Model pembukaan kontrak diserahkan kepada para pihak dan model apapun yang
digunakan tergantung pada mereka, kecuali pembukaan kontrak yang dibuat oleh dan di
hadapan notaris, yang telah baku dan telah menjdai kebiasaan di dalam praktik
kenotariatan. Pada umumnya, akta notaris, pembukaan kontraknya selalu di depan.
Dalam pembukaan kontrak dicantumkan tanggal, bulan dan tahun pembuatan
kontrak. Fungsi pencantuman tanggal itu adalah sebagai tanggal terjadinya perjanjian,
kecuali para pihak menetukan lain. Misalnya para pihak menentukan bahwa kontrak
tersebut mulai berlaku apabila telah dipenuhi syarat-syarat tertentu atau para
pihaksecara tegas menentukan suatu tanggal tertentu.aturan mengani tangga dari suatu
akta di bawah tangan terdapat dalam Pasal 1880 KUH Perdata. Dalam ketentuan itu
ditegaskan bahwa :
“akta di bawah tangan baru mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga apabila
telah dibubuhi oleh seorang notaris atau serang pejabat lain yang ditunjuk
menurut undang-undang dan dibakukan menurut aturan undang-undang”.
Pembubuhan pernyataan oleh notaris lazim disebut lagalisasi/disahkan, yaitu
pengesahan dari notaris. Di samping istilah legalisasi terhadap akta di bawah tangan,
dikenal juga dengan istiah waarmerken, yaitu dicatat dan didaftarkan pada buku yang
khusus disediakan untuk keperluan tersebut.
Berikut ini disjikan contoh akta dibawah tangan yang telah disahkan(dilegalisasi)
oleh notaris. Yang dilegalisasi adalah perjanjian kredit dengan angsuran. Di bawah
tanagn para pihak, notaris menghasilkan akta di bawah tangan tersebut. Bunyinya :
No: 07/S/IV/2006
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, .............................................................
FITRI SUSANTI Sarjan Hukum, Notaris yang berkedudukan di Kabupaten
Lombok Barat di
Gerung; ............................................................................................ Dengan ini
menjelaskan bahwa saya, telah membaca dan menjelaskan isi Surat Perjanjian
Kredit dengan Angsuran ini kepada: ..........................................................
1. Tuan HAJI SULAIMAN, pekerjaan karyawan swasta dan Nyonya IDA UMAR
ALAHASY; ........................................................................................ Keduanya
bertempat tinggal bersama-sama di Gubuk Genteng, RT 003, Desa Lembar,
Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat; ......................
2. Tuan Langga Djaja Widjaja, Kepala Cabang PT BPR Prima Nadi,
berkedudukan di gerung, Kabupaten Lombok Barat ......................................
Para penghadapa dikenal oleh saya, Notaris an membubuhkan tanda tanganya di
hadapan saya, Notaris .......................................................................................
c. Komparisi
Istilah komparisi berasal dari kata komparisi comparitie, verschijning van partijen.
Dalam litelatur Amerika, komparisi disebut dengan istilah caption atau exordium (Scott
J. Burnham, tt; 175). Komparisi adlah bagian dari suatu kontrak yang meuat
identitasdari paraihak yang mengikat diri dalam kontrak secara lengkap.biasanya
memuat nama-nama pihak, pekerjaan, tempat tinggal, termasuk kapasitas yang
bersangkutan sebagai pihak dalam kontrak, misalnya mewakili, pemegang kuasa,
bertindak untuk dari sendiri. Dengan kata lain, apakah para pihak dalam kontrak
mempunyai kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid) untuk melakukan tindakan-
tindakan hukum (rechtshandelingen) seperti dimaksud dalam kotrak tersebut.
Dalam berbagai konrak, baik yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan
maupun akta autentik tidak ada keseragaman tentang susunah darin komparisi yang
harus dicantumkan dalam kontrak. Dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah ditentukan struktur komparisi, yaitu :
“namalengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
dudukan, tempat tinggal, para pengghadap dan atau orang yang meraka wakili.”
Yang diartikan kedudukan bertindak penghadap adalah dasar hukum berindak.
Apabila kita mengkaji berbagai dokumen kontrak, baik yang berbentuk akta di
bawah tangan maupun akta autentik, maka ada beberapa kemungkinan para pihak atau
komparisi dalam kontrak. Berikut ini disajikan tiga contoh komparisi, sesuai dengan
kemungkinan para pihaknya.
1. Para pihak bertindk untuk diri senddiri. Contohnya:
Yang bertanda tangan di bawah ini:
a. Muhammad Ali, sarjana hukum, lahir di Ampenan, Mataram, tanggal dua puluh
dua bulan Maret tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima (1965), warga
negara Indonesia, pekerjaan Pegawai Negeri sipil, bertempat tingal di Jalan
Kesejahteraan Raya, Nomor 178, Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan
Ampenan, kota mataram.
Yang selanjutnya disebut: Pihak Penjual ...........................................................
b. Haji Ikraman, lahir di kecamatan Mataram, kota Mataram, tanggal, dua puluh
lima bulan Juni tahun seribu sembilan ratus enam puuh tujuh (1967), pekerjaan
wiraswasta, tinggal di Jalan Dodokan III, BTN Kekali, kecamatan Mataram, kota
Mataram.
Yang selanjutnya disebut: Pihak Pembeli ..........................................................
2. Salah satu pihak mewakili badan hukum dan pihak lainnya bertindak untukdiri
sendiri. Contohnya:
Yang bertanda tangan di bawah ini :
a. Drs. Gulu Mansyuri, pemimpin Kantor Cabang Mataram PT.Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. Dalam hal ini bertindak daam jabatanya tersebut
berdasarkan Surat Kuasa Direksi bank Negara Indonesia 1946 tanggal 14 Maret
1987No. 13 yang dibuat di hadapan Koesbiono Sarmanhadi, Sarjana Hukum
Notaris di Jakarta dan Akta Penegasan Wewenang dan Kuasa taggal 21 agustus
1992 Nomor 63, yang dibuat di hadapan Koesbiono Sarmanhadi, S.H., M.H.
Notaris di Jakarta, dengan demikian berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan
beserta perubahan-perubahanya yang terakhir diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia tangga 30 januari 2004 Nomor 9 dan Tambahan Berita
Negara Nomor 1152, berwenang bertindak untuk dan atas nama PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk, berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta dengan
alamat Jalan Jendral sudirman Kavling 1, untuk seanjutnya disebut :
Bank...................................................................................
b. Haji Maman, Lahir di kecamatan Ampenan,kota Mataram, tangal, dua puuh lima
bulan Juni tahun seribu sembilan ratus enam puluh delapan (1968), pekerjaan
wiraswata,tinggal di Jalan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Nomor 187, Tanjung
Karang, kecamatan Ampenan, kota Mataram, dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama diri sendri, dan untuk selanjutnya disebut: Penerima
Kredit..................................................................................................
3. Salah satu pihak mewakili badan hukum dan pihak lainnya bertindak sebagai
pemegang kuasa. Contohnya:
Yang bertanda tangn di bawah ini:
a. Bank Tabungan Negara, beredududkan di Jakarta, Jalan Gajah Mada Nomor 1
dalam hal ini berdasarkan Undag-Undang No.20 Tahun 1968, Lembaran Negara
RI Nomor 73 , Tambahan Negara RI Nomor 2873 diwakili oleh: drs. Soenyoto,
Kepala Cabang Bank Tabungan Negara di Denpasar dalam hal ini bertindak
berdasarkan Surat Keutusan Direksi bank Tabungan Negara Nomor 441 tanggal
25 Januari 1988 selaku kuasa Direksi dari da n engan demikian sesuai dengan
Pasal 16 Undang-Undangg Nomor 20 Tahun 1968, Lembaran Negara RI Nomor
73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2873 bertindak untuk dan atas nama
Bank Tabungan Negara selanjutnya disebut Bank............
b. Nyonya Mardiana. Ahir di Sumbawa, tanggal lima bulan Mei, Tahun seribu
sembilan ratus enam puluh lima (1965), warga negara Indonesia, pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal d Jalan Towuti I/6 Kelurahan Tanjung
Karang, Ampenan, Mataram, penerima kuasa dari Salim H.S., S.H., lahir di
Empang, tanggal delapan bulan April, tahun seribu sembilan ratus enam puluh
(1960), warga negara Indonesia, pekerjaan Dosen Fakultas Hukum, Unram,
bertempat tinggal di Jalan Towuti I/6, Kelurahan Tanjung Karan, Ampean,
Mataram, yang selanjutnya disebut Debitur ...........................
Pencamtuman komparisi dalam setiap kontrak mempunyai arti dan fungsi yang
sangat penting. Ada ima fungsi komparisi, yaitu :
1. Menerangkan identitas pihak-pihak yang mebuat kontrak;
2. Menjeaskan posisi/kedudukan para pihak (sebagai apa) dalam kontrak yang
bersangkutan;
3. Menerangkan dasar (landasan) dari pihak yang bersangkutan;
4. Akan diketahui bahwa para pihak memiliki kecakapandan kewenangan untuk
melakukan tindakan hukum yang dituangkan daam kontrak yang bersangkuan;
dan
5. Orang akan tahu bahwa para pihak memang mempunyai hak untuk melaksanakan
tindakan dalam kontrak yang bersangkutan (Ray Wijaya, 2003; 106-107).
d. Resital (Latar Belakang)
Iestilah resital berasal dari terjemahan bahassa Ingris, yaitu recital. Resital adalah
penjelasan resmi dan latar belakang atas suatu keadaan dalam suatu perjanjian untuk
menjelaskan mengapa terjadinya perikata (Hardijan Rusli, 1996: 170. Dalam resital
juga dicantumkan sebab atau kausa yang hala dari masing-masing pihak, hal ini
berguna sebab yang hala merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Dalam bahasa
Inggris resital dimulai dengan kata whereas atau dalam bahasa Indonesia dimulai
dengan kata “bahwa” (Hardijan Rusli, 1996: 170; HikmahantoJuwana, tt: 22).
Berikut ini disajikan contoh resital yang tercantum dalam berbagai kontrak.
1. Bunyi resital ada perjanjian pengakuan utang dengan pemberian jaminan:
a. Bahwa antara perseroan terbatas PT Perkreditan Rakyat berkedudukan di.......,
untuk keperluan usahanya telah mengajukan permohonan-permohonan untuk
memperoleh pinjaman dari PT Bank ......., berkedudukan di Jakarta untuk
selanjutnya disebut juga Bank .....................
b. Bahwa atas permohonan tersebut, Bank membuka/menyediakan pada
kantonya di Jakarta dalam jangka waktu tersebut dalam pengakuan utang iini,
pinjaman untuk debitur dalam bentuk: ..................................................
2. Bunyi resital pada perjanjian pinjam meminjam uang :
a. Bahwa pihak pertama memerlukan sejumlah uang untuk menambah modal
usaha, yaitu sebesar 100 juta; .........................................................................
b. Bahwa pihak kedua bersedia memberikan uang sebagai pinjaman kepada pihak
pertamma dengan syarat-syarat yang akan disebutkan dibawah ini .....
Sebenarnya masih nbanyak contoh lain dari resital yang sering dicantumkan dalam
kontrak.
2. Bagian Isi
a. Definisi
Istilah definisi berasal dari bahasa Inggris, yaitu definition. Definisi adalah
rumusan istilah-istiah yang dicantumkan daam kontrak. Tujuan mendefinisikan
istilah adalah
1. Untuk memperjelas dan memperoleh kesepakatan menganai istilah kunci yang
digunakan dalam kontrak itu sehingga tak menimbulkan penafsiran yang berbeda-
bda dari para pihak yan memebuat kontrak;
2. Istilah-istilah yang di definisikan akan digunakan pada pasal-pasal berikutnya
sehingga dapat mempersingkat dalam merumuskan istilah pada pasal-pasal
berikutnya (cukup mengunaan istilah itu, tanpa perlu menjelaskan lagi),
mengingat istilah yang digunakan telah didefinisikanpada pasal definisi (Sutarno,
2003: 111-112).
Berikut ini disajikan beberapa definidi yang dimuat daam berbagai kontrak:
1. Perjanjian kerja sama dalam rangka pemberian usaha kecil.
Dalam Pasal 1 Perjanjian Kerja Sama ini telah dicantumkanda puluh dua definisi
dan hanya dua definisi yang penting disajikan dengan perjanjian kerja sama ini,
yaitu :
a. Perjanjian kredit berarti perjanjian kreedit atau perjanjian fasilitas keuangan
oleh pihak pertama ke pada nasabah dan telah diterima fasilitas tersebut oleh
nasabah yang memenuhi kriteria kredit usaha kecil (KUK);
b. Pinjaman KUK berarti pinjam atau fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh
Pihak Pertama kepada nasabah yang memenuhi kriteria KUK.
2. Perjanjian pembiayaan konsumen.
Dalam Pasal 1 Perjanjian pembiayaan konsumen telah ditentukan definisi. Pasal 1
berbunyi: “kecuali bila hubungan kalimat menghendaki lain, istilah-istilah berikut
yang digunakan dalam perjanjian ini mempunyai arti sebagaimana diuraikan
dibawah ini.
a. Baranag adalah objek pembiayaan berupa kendaraan bermotor, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, yang dibeli debitur dengan menggnakan fasilitas
pembiayaan dari kreditor;
b. Nilai pembiayaan adalah jumlah uang yang terdiri dari nilai pembiayaan
berikut bunga, seperti yang termuat dalam Pasal 2, yang harus di bayar secara
berkala oleh debitur kepada kreditor sesuai dengan jadwal pembayaran
angsuran.
Setiap judul kontrak yang ditampilkan oleh para pihak berbeda definisinya.
Definisi dapat dirumuskan seniri oleh para pihak atau diambil dari berbagai definisi
yang tercantum dalam undang-undang. Pada setiap kontrak atau akta yang telah
dibakukan oleh pemerinta tidak kita temukan berbagai definis dalam setiap kontrak.
Kontrak atau akta yang telah dibakukan oleh pemerintah, seperti akta jual beli,
khususnya hak atas tanah, akta pemberian hak tanggungan, akta jaminan fidusia hanya
memuat tentang objek kontrak, janji, penyerahan hak dan sebagainya. Dalam kontrak
yang dibuat oeh badan huku, seperti Perseran Terbatas, maka setiap kontrak yang
dibuatnya selalu dicantumkan dengan definisi.
Keberadaan definisi sangat membantu para pihak dalam melakukan penafsiran
terhadap berbagai substansi kontrak.
b. Pengaturan Hak dan Kewajiban (Substansi Kontrak)
Pada dasarnya substansi kontrak merupakan kehendak an keingan para pihak yang
berkepentingan dengan demikian, substansi kontrak diharakan dapat mencakup
keingan-keingan para pihak. Secara lengkap, termasuk di dalamnya objek kontrak, hak
dan kewajiban para pihak dan lin-lain.
Berikut ini disajikan contoh substansi kontrak, baik yang dituangkan dalam bentuk
akta autentik maupun akta di bawah tangan.
1. Akta Jual Beli
Akta jual beli khususnya hak atas tanah telah dibakukan oleh pemerintah.
Pembkuan ini dimaksudkan untukmemindahkan para Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) membuat akta jual beli.
Berikut ini disajikan akta jual beli, yang berkaitan dengan subjek jual beli dan
persyaratannya, bunyinya
“Pihak Pertama menerangkan dengan ini enjual kepada pihak kedua dan Pihak
Kedua menerangkan dengan membeli dari Pihak Pertama : ................................
Hak Miik, Nomor 569 atas sebidang tanah yang diuraikan dalam Gambar Situasi
Nomor 90 seluas 190 M 2 (seratus sembilan puluh meter persegi) dengan Nomor
Identifikasi Bidang Tanah (NIB) 12,234,4356,009, .................... terletak
di; .............................................................................................................
Provinsi : Nusa Tenggara Barat, .....................................................
Kabupaten/Kota : Mataram, .........................................................................
Kecamatan : Ampenan, ........................................................................
Jalan : Bung Hatta Nomor 12 BTN Taman Baru, ......................
Selanjutnya semua yang diuraikan dalam akta ini disebut “Objek Jual Beli” .....
Pihak Pertama dan Pihak Kedua menerangkan bahwa: .......................................
a. Jual Beli ini dilakukan dengan haraga Rp120000000,- (seratus dua puluh juta
rupiah);.....................................................................................................
b. Pihak edua mengaku telah sepenuhnya menerima uang di atas dari Pihak
Kesatu dan untuk penerimaan uang tersebut akta ini berlaku pua sebagai tanda
terima yang sah (kuitansi). ....................................................................
2. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Dalam perjanjian kredit pemiikan rumah ini telah diatur tentang substansi
perjanjian, seperti tentang onjek perjanjian, hak dan kewajiban dari debitur. Dalam
Pasal 1 Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah ditentkan jumlah kredit
yang diberikan kepada nasabah. Pasal 1 berbunyi :
(1) Dengan penandatanan perjanjian ii debitur mengaku texah menarik jumlah
kredit maksimal sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah)
dengan demikian sejak penandatanganan perjanjian kredit ini yang merupakan
tanggal penarikan kredit, debitur wajib untuk memenuhi kewajiba-kewajiab
atas kreditnya sesuai dengan perjanjian ini.
(2) Jumlah kredit tersebut pada ayat (1) perjanjian ini diberikan oleh Bank kepada
Debitur dan hanya digubnakan oleh Debitur untuk membeli sebuah rumah,
berikut tanahnya guna dimiliki dan dihuni sendiri oleh Debitur dan Proyek
Perumahan: Perum Perumnas Mataram.
Hal-hal yang dimuat dalam akta jual beli pada contoh pertama adalah meliputi:
a. ojeknya;
b. hak dan kewajiban para pihak.
Yang menjadi objek atas akta jual beli di atas adalah jual beli atas sebidang tanah
dari penjual kepada pembeli dan haraga tanah tersebut. Yang menjadi hak dari penjual
adalah menerima uang dari pembeli. Kewajiabannya adlah menyerahkan tanah yang
dijual kepada pembeli dan menanggung bahwa objek jual beli tidak dikenakan sitaan.
Yang menjadi hak dari pembeli adalah
a. menerima tanah yang telah dibelinnya; dan
b. segala keuntungan yang diperoleh dari pembelian tanah tersebut.
Kewajibannya adalah menyerahkan uang kepada penjual dan biaya peralihan hak
atas tanah tersebut.
Pada contoh edua, yang menjadi objek perjanjianya adalah pemberian kredit bank
dari kreditor kepada debitur. Hak debitur adalah menarik kredit sesua yang ditentukan
oleh bank. Kewajibannya adalah membayar utang poko dan bunga kepada kreditor.
Kewajiban bank adalah menyerahkan kredit kepada debitur, sedngkan haknya adalah
menerima pembayaran piutang pokok dan bunga.
c. Domisili
Istilah domisili berasal dariterjemahan bahasa Inggris, yaitu domicile. Tempat
kediaman adalah tempat seseorang melakukan perubuatan hukum (Volmar, 1983 : 44,
Sri Mascoen, tt : 24). Perbuatan hukm adalah suatu perbuatan yang menimbulkan
akibat hukum. Yang termasuk perbuatan hukum adalah seperti jual beli, sewa-
menyewa, tukar-menukar, hibah, beli sewa, leasing, dan lain-lain. Tujuan dari
penentuan domisili ini adalah untuk mempermudah para pihak dalam mengadakan
hubungan hukum dengan pihak lainnya.
Domisili dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Tempat kediaman yang sesungguhnya
2. Tempat kediaman yang dipilih
Tempat kediaman yang sesungguhnya adalah tempat melakukan perbuatan hukum
pada umumnya. Tempat kediaman yag sesungguhnya dibedakan menjadi dua macam,
yaitu :
a. Tempat kediaman sukarela atau yang berdiri sendiri, yaitu tempat kediaman
yag tidak bergantung/ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain;
b. Tempat kediaman yang wajib, yaitu tempat kediaman yang ditentukan oleh istri
dengan suaminya, antara anak dengan walinya, dan antara curatele dengan
kuratornya (pengampunya)
Domisili yang dipilih (domicilie of choice) dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu
a. Domisili yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu tempat kediaman yang
dipilih berdasarkan ketentuan yang tedapat dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Domisili secara bebas, yaitu tempat kediamanyang dipilih secara bebas oleh
para pihak yang akan mengadakan kontrak atau hubungan hukum.
Dalam kontrak yang telah dibuat oleh para pihak, telah ditentukan suatu ketentuan
yang berkaitan dengan domisili. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kontrak berikut
ini :
1. Surat Perjanjian Kerja Pekerjaan Konultan Pendamping Kabupaten (Kp-Kab)
Proyek Pemberdaan Daerah dalam Mengatai Dampak Krisis Ekonomi
(PDMDKE)
2. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
Dalam pasal 19 Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah diatut tentang domisili.
Pasal 19 berbunyi : “tentang perjanjian inidan segala akibatnya kedua belah
pihak memilih tempat tinggal hkum (domisili) pada Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Mataram”
Domisili dalam ketentuan ini merujuk pada tempat menyelesaikan sengketa
yang timbuldalam pelaksanaan kontrak. Tempat penyelesaian sengketa itu adalah
Pengadilan Dompu dan Mataram.
a. Tanda Tangan
Istilah tanda tangan berasal dari bahasa Inggris, yaitu attestation. Tanda tangan
merupakan nama yang dituliskan secara khas dan dengan tangan para pihak. Dalam
kontrak yang dibuat dalam bentuk di bawah tangan, maka tanda tangan yang dimuat
dalam kontrak meliputi tanda tangan para pihak dan saksi-saksi. Adapun kontrak yang
dibuat dalam bentuk akta autentik, maka tanda tangan itu terdiri para pihak, saksi-saksi,
dan notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Berikut ini disajikan contoh tanda
tangan, baik dalam kontrak di bawah tanan maupun akta autentik.
1. Tanda tangan pada perjanjian kredit
Penerima Kredit BANK
Ttd. Cap dan ttd.
Mr. Z Drs. WZ
Pemimpin
(.............................) (..............................)
Pejabat Pembuat Akta Tanah
(...............................)
Struktur konntrak yang disajikan di atas merupakan struktur kontrak ang berdimensi
nasional. Artinya, bahwa kontrak tersebut dibuat oleh orang atau badan hukum
Indonesia dengan orang atau badan hukum Indonesia lainnya.