Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Kewarganegaraan

Vol. 4 No. 2 Desember 2020


P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

TEMBANG MOCOPAT DALAM SERAT WULANG-REH DAPAT MEMBENTUK


MANUSIA BERKARAKTER

Sukadari
Universitas PGRI Yogyakarta
sukadariupy@gmail.com

Abstrak
Makna dalam Tembang Mocopat yang ada dalam serat wulang-reh bertujuan untuk mendidik manusia
yang berbudi luhur, berjiwa kesatria, santun dan beradab sehingga di era globalisasi ini dapat
berperilaku sesuai dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila termasuk pengamalannya. Setiap tembang
mempunyai makna tentang penjalanan hidup manusia dari lahir sampai akhir hayatnya. Berperilaku
tidak sombong menjauhkan rasa ego atau aku menajamkan mata batin, menyadarkan manusia yang
penuh keterbatasan sebagai makhluk Tuhan, ini semua tersirat dan tersurat dalam ajaran serat
wulangreh melalui tembang mocopat. Dengan mempelajari serta mengamalkan ajaran ini dapat
membentuk manusia berkarakter sehingga serat pula mewujudkan manusia yang beradab dan
berkarakter.
Kata kunci : Mocopat, wulang-reh, karakter

Abstract
The essence of Mocopat song as depicted in wulang-reh composition purports to educate human with
good character, brave, genteel and civilized, who is able to face the globalization challenge with
consistent adherence to Pancasila values and experiences. Each part of the song possesses a meaningful
story about human journey since birth to death. Avoiding arrogance attitude and liberating the self from
ego can help to sharpen intuition while maintain human personal awareness as God’s creatures riddled
with limitations, and all these both literally and figuratively can be found in the teaching of wulangreh
and through mocopat song. By learning to practice this lesson human can furnish his character with
nobility, and the composition helps him to be even more civilized.
Keywords : Mocopat, wulang-reh, character

PENDAHULUAN yang hidup di tengah-tengah masyarakat


Dunia saat ini sudah mengglobal pada umumnya. Hal ini ditandaskan dalam
dimana persaingan dan tantangan semakin sekeras kegiatan kehidupan sosial dan
tidak terbendung. Pendidikan karakter penanda itu menyempurnakan keakuan,
adalah mejadi tumpuan utama dalam selama hidup manusia merupakan
meningkatkan sumber daya manusia agar makhluk berlakuyang tidak henti
tidak kehilangan arah dalam menghadapi berproses agar ke-aku-annya diakui aku
masa depan sebagai bangsa yang yang lain (Endang, 2006: 3).
berbudaya luhur berdasarkan Pancasila. Keberadaan sesama manusia menjadi
Serat wulang-reh ajaran 1 SKS Paku refleksi filsafat sosial, komunikasi dengan
Buwono IV yang didalamnya adalah sesama manusia tidak dapat dilepaskan
tembang tembang jawa (Mocopat) dimana hubungannya dengan Tuhan sebagai acuan
bermakna sebagai tuntunan atau arahan yang berdampak pada hubungan sesama
bagaimana manusia harus bersikap dan manusia. Ajaran serat wulang-reh memberi
berperilaku untuk menjadi orang yang tata laku susila manusia yang dapat
beradab, santun, bertata krama, berjiwa menemukan intisari berupa rasa jati. Tata
kesatria karena secara esensial menusia laku susila ini digambarkan bahwa orang
adalah makhluk pribadi yang bertanggung tidak boleh mengindahkan kemampuan
jawab kepada Tuhan juga mahkluk sosial pribadi, dan haruslah menghindari sifat-

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 147


Jurnal Kewarganegaraan
Vol. 4 No. 2 Desember 2020
P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

sifat; Adigang, Adigung dan Adiguna, hal ini Mijil. Kesatria itu haruslah bijaksana
akan diuraikan melalui tembang-tembang berwatak sabar terampil dalam segala
macapat. pekerjaan, berani bertanggung jawab dan
Tata laku susila (Anonim; 1962) juga keberanian itu sebaiknya jangan dipamer-
menggambarkan bahwa manusia harus kan (cukup dalam hati saja). Janganlah
memperhatikan kebutuhan jasmaninya, merasa tak puas pada nasib diri pribadi
yaitu menghindari memanjakan jasmani- Pasrah dan “pasrah” itu berwarna dua
nya dengan mengurangi makan dan tidur (bermakna dua), yaitu yang berarti “buruk”
(cegah dahar lan guling) juga mengendali- dan yang berarti “baik” Misalnya: Orang
kan hawa nafsu. Ajaran wulang-reh ini bodoh; pasarah pada kebodohan-nya, dia
bukan merupakan penalaran teoritis tak berkeinginan bertanya dan meniru, itu
belaka, tetapi persiapan dalam usaha berarti “pasrah” yang salah; dan Orang
manusia mencapai kesempurnaan dan menghamba, calon pegawai, lama
pengetahuan tertinggi dengan Manungga- kelamaan akan terlaksana cita-citanya,
ling kawula-Gusti melalui penghayatan isi menjadi mantri atau bupati, dalam hati
Al-Qur’an sehingga dapat hidup secara pasrah pada belas kasihan Tuhan, dan hal
benar dan adil. Intisari ajaran hidup dari itu dinikmati juga oleh anak isteri. Itulah
serat wulang-reh yang ada dalam yang dinamakan “pasrah” yang baik.
tembang-tembang mocopat adalah mengu- Seringlah bertanya, janganlah malu-malu
tamakan budi pekerti, memahami rahasia menunjukkan kebodohanmu, sebab dari
hidup, mempertajam mata batin, bodohlah sumbernya kepandai-an itu,
menghindari sikap sombong, kewajiban hanya nabilah yang pandai tanpa berguru.
orang hidup dan berbakti orang tua. Ajaran Oleh karena itu anak muda itu harus rajin
ini sangat relevan dengan sila-sila yang ada mencari ngelmu agar supaya dapat
dalam Pancasila beserta pengamalannya. dijadikan pegangan hidup. Orang yang
mempunyai ngelmu lah yang sudah pasti,
METODE PENELITIAN walaupun hal itu terlupa maka akan segera
Artikel ini menggunakan metode teringat, dan kesabaran yang dimilikinya
kualitatif dengan pendekatan deskriptif- berbeda dengan orang yang tanpa ngelmu.
analitis yang bersumber pada literatur Terlebih dahulu belajarlah syari’at, sebab
ilmiah. Melalui studi dekriptif inilah maka hal ini dipergunakan setiap hari dan
artikel yang dipaparkan menjadi mudah sebagai alat yang penting, yaitu sebagai
dipahami. wadah ngelmu.
Maskumambang. Orang yang tidak
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mematuhi nasehat orang tua yang baik, itu
Hasil Penelitian akan celaka, baik di dunia maupun di
Dalam ajaran serat wulang-reh yang akherat, dia bakal sengsara dan lagi hal itu
terkandung pada tembang- tembang dapat diwaris oleh anak keturunannya.
mocopat antara lain; Mijil, Maskumambang, Oleh karena itu waspadalah. Janganlah
Kinanti, Sinom, Asmaradana, Dhandhang- berani pada ayah dan ibu. Ada istilah
gula, Gambuh, Durma, Pangkur, Megatruh, “sembah lelima” (lima hal yang patut
Pucung, Wirangrong, Giriso. dihormati), yaitu; Menghormati ayah dan
ibu; sebab ayah dan ibu itu merupakan
Pembahasan sarana kita lahir ke dunia; adanya badan
Adapun uraian dari isi atau makna kita, kita dapat melihat dunia, kita dapat
dari tembang mocopat tersebut adalah hidup, kita terampil mengerjakan segala
sebagai berikut: macam pekerjaan, walaupun dalam hati

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 148


Jurnal Kewarganegaraan
Vol. 4 No. 2 Desember 2020
P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

kita mengatakan bahwa sebenarnya kita itulah jalan yang harus ditempuh diri ini,
berasal dari Tuhan. Menghormati mertua apabila ingin mengetahui wujud bersatu-
laki-laki dan perempuan, sebab kedua nya kawula dengan Gustinya, lahir dan
orang ini telah memberi kegembiraan dan batin harus bersih, janganlah ada nafsu
kenikmatan yang sejati. Menghormati yang menempel, luamah dan amanah harus
saudara laki-laki yang tertua, sebab dia menyingkir, dengan demikian kawula akan
kelak akan menjadi pengganti ayah, dapat bersatu dengan Gustinya. Apabila
Menghormati guru, sebab guru memberi tidak demikian jalannya, maka hal itu
petunjuk tentang hidup yang sempurna takkan terjadi, sebab ngelmu yang sejati itu
hingga akhir hayat, yang memberi petunjuk harus dihadapi dengan serius. Hal itu dapat
tentang kebaikan dan dia pun dapat dikatakan “mudah atau sulit” apabila belum
memberi nasehat apabila hati kita sedang waktunya hati terbuka untuk menerima-
susah. Menghormati Tuhan, sebab hidup nya. Segala pekerjaan yang sekiranya baik
dan mati itu di tangan Tuhan, sebab Tuhan itu patut kita tekuni dengan hati mantap,
lah yang memberi sandang-pangan janganlah gambang bosan, lama kelamaan
(rejeki). tentu akan kita temukan, sebab hal itu
Sinom. Watak orang yang luhur sudah pola dari para leluhur kita pada
budinya, tidak akan begitu saja mengambil waktu memohon pada Tuhan yaitu
kepandaian orang lain lalu menggunakan- memohon menerima wahyu untuk
nya untuk mencari untung. Dia tidak memerintah negara dan keberhasilannya
menonjolkan kepandaiannya, sebaliknya itu karena ketekunannya.
malah kebodohannya yang diperlihatkan, Kinanti. Latihlah hatimu agar dapat
dan karenanya dia rela dihina dan dianggap rajam menangkap isyarat-isyarat gaib.
bodoh oleh orang lain. Patuhilah nasehat Janganlah kau terlalu banyak makan dan
yang telah ditulis di atas, gunakanlah terlalu banyak tidur. Kurangilah hal itu,
nasehat yang baik dari orang tua, sebagai cita-citakanlah kaprawiran (keluhuran
berkah. Janganlah mencela perilaku para hati) dan mesu-raga (prihatin, mengekang
leluhur, karena mereka banyak tirakat diri). Perihal mengurangi makan dan tidur
(prihatin) tak banyak makan dan tak itu jadikanlah perilaku sehari-hari.
banyak tidur, mereka ingin menggapai cita- Janganlah terlalu banyak berfoya-foya.
cita yang tinggi. Adapun orang memohon Pakailah ukuran kalau berfoya-foya, sebab,
pada Tuhan itu apabila bersungguh- sifat orang yang suka berfoya-foya itu akan
sungguh, lambat atau cepat, pasti akan membawa orang pada ketidaksadaran diri.
terlaksana, asalkan mematuhi kata “dalil”, Apabila telah ditakdirkan menjadi orang
Tuhan itu Maha Murah, mengabulkan terhormat, janganlah gila hormati, dan
permohonan ummatnya, siapapun yang janganlah bergaul dengan orang jahat,
bersungguh-sungguh memohon pasti akan sebab orang jahat itu akan mempengaruhi-
dikabulkan- Nya. Oleh karena itu, sekarang mu. Walaupun keturunan orang yang hina,
ini kita wajib meniru perilaku leluhur kita di tapi apapila dia bertabiat baik, atau banyak
jaman dahulu, yaitu tirakat, dengan mempunyai cerita yang patut kamu contoh
semampu kita, ibarat hanya sepertiga atau orang yang demikian itu patut kamu dekati,
seperempatnya, belajarlah, menderita sebab hal itu akan menambah kebaikan
dalam saat bahagia, gembira dalam saat tingkah lakumu. Watak anak muda itu
prihatin, prihatin dalam saat gembira, dan bergantung pada siapa yang menghadapi-
mati dalam saat hidup, waspadalah; wujud nya. Apabila yang menghadapi anak muda
bersatunya kawula-Gusti, bulat bagaikan itu seorang bangsat, tentulah ia akan
butiran darah. Hal itu sebagai lambang, dan menjadi orang jahat. Sedangkan apabila

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 149


Jurnal Kewarganegaraan
Vol. 4 No. 2 Desember 2020
P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

yang menghadapi anak muda itu seorang Dangdanggula. Orang hidup haruslah
penjahat pula tentulah ia akan mencuri, mengetahui makna hidupnya dan
walaupun ia tidak ikut mencuri, sebab usahakanlah pula agar hidup itu tanpa
segala perbuatan jahat itu, apabila sudah cacat dan cela, apabila kamu ingin
diketahuinya maka ia tentu dapat mengetahui hidup yang tanpa cacat dan
melaksanakannya. cela, sebaiknya kamu harus bergurau pada
Asmarandana. Waspadalah, janganlah orang yang bermanfaat baik, orang yang
mencintai hidup berlebihan, janganlah mengerti hukum (syari’at agama Islam),
tergiur dengan keindahan dunia, siang dan yang taat beribadah dan prihatin. Akan
malam haruslah ingat bahwa orang hidup lebih baik pula apabila kamu menemukan
di dunia itu pada akhirnya akan mati. Dan seorang pertapa yang sejati, yaitu seorang
janganlah angkuh, bengis, lengus (kurang pertapa yang sudah tidak berminat pada
akrab) lanas, langur, lancang, calak, ladak, soal kebendaan. Sekarang orang sulit
sumlonong, ngepak, siya-siya (tak memiliki mencari guru yang sejati (yang pantas kita
rasa belas kasihan), jail (suka mengganggu serap pengetahuan keagamaannya).
orang lain), para- padu, parawadulan (suka Banyak orang yang membelajarkan
melaporkan segala sesuatu demi mencari ngelmu (ilmu kesempurnaan hidup, ilmu
muka). Dalam mengerjakan segala macam ke-Tuhan-an), tapi ngelmunya itu banyak
pekerjaan hendaknya harus ingat, pakailah yang tidak mengikuti peraturan
tenggang rasa. Bila memberi perintah (kebiasaan). Bila ada orang yang
(pada bawahan) haraplah perintah yang mempunyai ngelmu dan setia pada sarak
betul (yang dapat dikerjakan sesuai dengan (hukum/peraturan agama) dikatakan salah.
orang yang diberi perintah). Janganlah Tapi hal itu adalah kehendak orang
menunjukkan bahwa dirinya mentang- masing- masing dan kehendak orang itu
mentang memegang kekuasaan. Dalam bermacam-macam serta berbeda- beda.
memimpin anak buah, usahakan agar anak Sekarang pandangan orang umumnya
buah itu segan dan hormat pada yang terbalik, yaitu guru mencari-cari murid,
memimpin. Pemimpin harus mengetahui sedangkan yang sudah berlaku pada jaman
bermacam-macam tugas pekerjaan. Dia dahulu yaitu murid yang mencari guru.
harus dapat mengetahui mana yang betul Gambuh. Ketidakjujuran yang terus
dan mana yang salah. Anak buah yang menerus dikerjakan akan mengakibatkan
berbuat kesalahan hendaknya dihukum kerugian dan ketidakbaikan. Oleh karena
sesuai dengan dosa-dosanya (kesalahan- itu harus mencari orang yang dapat
nya), agar supaya mereka tidak sembrana memberi nasehat itu datangnya dari orang
lagi dalam menjalankan tugas. Hadiah yang hina, sebab apabila baik caranya
untuk anak buah sebaiknya diberikan terus memberi nasehat, hal itu patut menjadi
menerus tanpa henti dan harus merata. pegangan, sebaiknya janganlah memiliki
Sekarang ini anak muda tidak mau ketiga sifat tersebut, sebab mengandalkan
mendengarkan nasehat (orang tua). bahwa dirinya putra raja (anak pejabat)
Mereka berbuat sembrana (tak berhati- dan mengatakan “Siapakah yang berani
hati). Tak mau meniru (perbuatan yang pada saya?,” hal yang demikian akan
baik). Akhirnya orang tua malas membawa dirinya menjadi tak terhormat
menasehati mereka sebab mereka telah (karena adanya sifat adigang). Mengandal-
merasa pandai. Sebaiknya anak muda kan kepandaiannya dan mengatakan
jangan begitu, kalau ada orang bercerita, “Kepandaian siapakah yang dapat
apa yang diceritakan sebaiknya menyamai saya?,” tapi sebenarnya dia tidak
didengarkan. mempunyai kepandaian apapun juga

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 150


Jurnal Kewarganegaraan
Vol. 4 No. 2 Desember 2020
P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

(inilah sifat adigung). Mengandalkan meyakinkan). Watak manusia yang pandai,


keberaniannya, akan tetapi setelah dia yang bodoh, yang terhormat, yang hina,
dihadapi dengan sungguh-sungguh, yang miskin, yang kaya, yang menjadi
ternyata dia tidiak mempu berbuat apapun ulama, yang melakukan perbuatan maksiat,
juga, dan malah menjadi bahan tertawaan yang pemberani, yang penakut, yang suka
(dan inilah adiguna). Oleh karena itulah main judi, yang taat menjalankan rukun
maka orang hidup di dunia itu haruslah Islam, apalagi orang yang dengan sungguh-
memiliki tiga macam watak yang baik, sungguh mengetahui, baik laki- laki
yaitu rereh (sabah, mengekang diri), ririh maupun perempuan, adalah sama saja. Hal
(tidak tergesa-gesa, perlahan-lahan) dan itu dapat diketahui dari “apa-apa yang
ruruh (berhati-hati). dilakukan”-nya, “kedudukan”-nya, “tingkah
Durma. Tirakatlah, janganlah terlalu laku”-nya dan cara “bicara”-nya. Sedangkan
banyak makan dan terlalu banyak tidur banyak orang yang berwatak drengki (iri
agar nafsu yang menyala- nyala dapat hati karena melihat keberuntungan orang
berkurang, dan hati dapat tenang tenteram. lain), srei (drengki, di sini dapat juga
Akhirnya segala sesuatu yang diharapkan berarti; sangat berkeinginan menang
tentu akan terlaksana kita takkan ragu- terhadap orang lain), dora (pembohong),
ragu lagi pada pengetahuan lahir, apabila iren, meren, dahwen, panasten, open,
kita sudah mengetahui bahwa diri kita di kumingsun, berbohong, jail (suka
alam kabir (dunia) ada yang menguasai- mengganggu orang), muthakil, besiwit,
nya, maka segala pekerjaan pasti kejelekan orang diungkit-ungkit sedangkan
terlaksana. Kebenaran, kesalahan, kebaikannya didiamkan saja, bahkan
keburukan, kebaikan, keuntungan atau; kebaikan dirinya sendirinyalah yang
kecelakaan itu tak lain dan tak bukan dipamerkan, disebarluaskan; dia tidak
adalah berasal dari diri sendiri. Oleh merasabahwa kejelekannya sendiri
karena itu kita harus berhati-hati dan menggunung. Orang yang demikian itu
waspada, menjahui segala perbuatan yang adalah durjana murka (artinya orang jahat
berbahaya. Ada tiga hal yang perlu yang mengobarkan hawa nafsunya), yang
disingkiri; yaitu Janganlah memuji-muji diri tidak mempunyai rasa puas, tidak
sendiri, Janganlah keterlaluan menjelek- mengekang luamah (keinginan hati) dan
jelekkan dan memuji-muji orang lain, dan amarah (nafsu angkara murka) dalam
Janganlah mengkritik segala pekerjaan segala tindakan tak mau kalah, tak mau
orang dan janganlah suka membicarakan disamai, rasanya tak ada orang
keburukan orang. menyamainya, orang demikian itu
Pangkur. Orang hidup di dunia itu janganlah kamu dekati. Oleh karena itu
haruslah dapat membedakan dan jagalah jangan sampai kamu terpengaruh
mengetahui antara yang “buruk” dan yang oleh watak yang demikian itu, selalulah cari
“baik” serta harus mematuhi “tatakrama”. orang yang patut kami tiru, orang yang
Dalam hal ini beberapa hal yang tidak patut dicontoh segala tingkah lakunya.
boleh ditinggalkan adalah deduga Janganlah kau meniru enam watak di
(mempertimbangkan segala sesuatu bawah ini; lunyu: tidak berketetapan hati,
sebelum bertindak); prayoga (mempertim- lemer: serba ingin, genjang: tak dapat
bangkan hal- hal yang baik terhadap segala dipercaya, angrong prasanakan:
sesuatu yang akan dikerjakan); watara mengganggu isteri orang, nyumur
(mengira-ira memikir- mikir apa yang akan gumuling: tak dapat menyimpan rahasia
dikerjakan) dan reringa (berhati-hati sebab mbuntut arit: baik di muka, buruk di
menghadapi segala sesuatu yang belum belakang.

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 151


Jurnal Kewarganegaraan
Vol. 4 No. 2 Desember 2020
P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

Megatruh (Dudukwuluh). Orang yang asal mengeluarkan kata-kata, sebab kata-


mengabdi pada raja (pimpinan) itu kata itu ada yang dapat diterima baik oleh
sangatlah susah, tidak boleh ragu-ragu, orang, tapi ada juga kata-kata yang tidak
harus pasrah dan setia, mengerjakan dapat diterima oleh masyarakat. Oleh
segala sabdanya (perintahnya). Untung dan karena itu dalam berbicara kamu harus
rugi, terhormat dan terhina, itu sudah mengekang diri, janganlah keterlaluan,
ditentukan (ditakdirkan) oleh Tuhan. sebab apabila sudah terlanjur terucapkan,
Kepastiannya dapat dipastikan tidak boleh maka kata-kata tersebut tak dapat ditarik
berubah sedikitpun. Hal itu sudah tertulis kembali (dicabut kembali). Janganlah kamu
dalam lochil-machfoel (buku yang memuat banyak bersumpah, sebab hal itu akan
takdir manusia). mengotori tubuhmu. Sayangilah mulutmu,
Pucung. Hidup bersaudara haruslah janganlah mulut itu dibiarkan banyak
rukun, dan janganlah bertikai sesamanya. mengeluarkan caci maki. Dan kalau
Janganlah seperti buah kluwak (nama memarahi pembantu sebaiknya kamu
tumbuh- tumbuhan). Buah ini pada masa menerangkan duduk perkara kesalahan-
muda, berkumpul, disebut “pucung”, rukun nya. Ada cacat-cela besar yang buruk
berkumpul, akan tetapi setelah mereka tua, sekali, empat macam yaitu orang yang;
mereka berpisah tersebar ke mana-mana Suka meminum candu (ganja, heroin), Suka
dan akhirnya dijadikan bumbu masak bermain judi, Suka mencuri, Komersial.
(rawon). Tanggapan kita haruslah luas dan Girisa. Patuhlah lahir batin dan
dalam, bagaikan samodra. Mereka harus perhatikanlah nasehat serta pelajaran
dapat menerima adanya buruk dan baik. orang tua. Jangan selalu bersikap tak puas
Sebagai kakak tertua kita harus memberi pada nasib diri yang sudah ditentukan,
nasehat pada yang muda, dan kita haruslah tinggi dan rendah, sehat dan sakit, bahagia
berpandangan jernih bagaikan air dalam dan celaka, mati dan hidup, umur pendek
kolam. Selain hal tersebut di atas ada dan umur panjang, itu sudah digariskan
sebuah nasehat lagi, yaitu apabila membaca oleh Tuhan. Bertanyalah pada para sarjana
buku cerita. Janganlah hanya tertarik pada (yang betul-betul sarjana) atau para orang
keindahan bahasanya saja, tapi tentang tua ahli sastra tentang: tata krama unggah-
keburukan dan kebaikan yang terkandung ungguh basa (tingkat-tingkat bahasa)
dalam cerita haruslah kita ketahui, lalu kejelasan tentang perbuatan yang hina,
setelah itu, yang baik patut ditiru, madya, utama, hal itu agar dapat
sedangkan yang buruk patut dikaji menerangi hati serta dapat dijadikan
mengapa buruk. Dengan demikian kita pegangan hidup. Rajin-rajinlah membaca
dapat menilai dan mengetahui tentang cerita-cerita kuna (klasik) agar supaya
“buruk” dan “baik”, dan akhirnya hal itu tahu, sejarah para leluhur, riwayat para
akan membawa kebaikan pada kita. pemberani, para wali, yaitu bagaimana
Wirangrong. Pandai-pandailah kamu cara mereka mendapat anugerah dari
menjaga diri, janganlah asal mengucapkan Tuhan, laku perbuatan dan darma bakti
kata-kata, walaupun hanya sepatah kata, pada ksatria. Tanyalah pada para orang tua
apalagi kata yang diucapkan itu tak patut bagaimana cara membeda-bedakan
(kotor), tak mengingat waktu dan tempat, perbuatan yang hina dan utama (terpuji)
maka hal itu akan membahayakan diri kita. rendah dan mulia, baik dan buruk, agar
Janganlah kamu tergesa-gesa berbicara. supaya kepandaian dapat bertambah.
Sebaiknya sebelum kamu berbicara pikirlah
terlebih dahulu pada “siapa” kamu KESIMPULAN
berbicara. Dalam berbicara janganah kamu Dalam mempelajari serat wulang-reh

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 152


Jurnal Kewarganegaraan
Vol. 4 No. 2 Desember 2020
P-ISSN: 1978-0184 E-ISSN: 2723-2328

melalui tembang- tembang mocopat dapat dan benar berdasarkan tuntunan dan
mempengaruhi sikap atau perilaku pedoman yang ada, karena dalam ajaran ini
manusia, sehingga hidupnya menjadi tidak menyimpang dari kitab suci yang
terarah dan bermakna sehingga dapat diyakini kebenarannya secara hakiki. Oleh
dikatakan menjadi manusia yang karena itu dalam ajaran yang terkandung
berkarakter, berbudi luhur dan beradab. didalamnya relevan sekali dengan sila-sila
Mewujudkan hal tersebut dibutuhkan yang ada dalam Pancasila termasuk juga
kesungguhan hati untuk berperilaku baik bentuk pengamalannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ciptoprawiro, 2020. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka
Andi Harsono, 2005. Tafsir Ajaran Serat Wulangreh. Yogyakarta: Pura Pustaka
Bram setiadi, 2000. Raja di Alam Republik. Surakarta: Bin Arena Pariwara
Dana Suprapto, 1982. Serat Wulangreh. Surabaya: Citra
Jaya Endang Nurhayati, et. all., 2006. Filsafat dan Ajaran Hidup. Yogyakarta: Yayasan
Kebudayaan Islam
Muslich KS. 2010. Moral Islam dalam Serat Piwulang Paku Buwono IV . Yogyakarta: Global
Pustaka Utama
Purwadi, 2006. Filsafat Jawa, Yogyakarta: Panji Pustaka
Purwadi , 2013. Prabu Brawijaya. Yogyakarta: Oryza.
Suwardi Endraswara, 2005. Budaya Jawa. Yogyakarta: Gelombang Pasang.

Sukadari – Universitas PGRI Yogyakarta 153

Anda mungkin juga menyukai