GRINSPAN’S SYNDROME
(Rashmi Ganesh Phadnis, Kale Lata, Kadam Vishwas, Ambhore Pallavi)
Pembimbing:
Astrid Widhowaty Santoso, drg.
Disusun Oleh:
Amani Zaskia Puteri 160112200081
Kartikaning Harnung 160112200082
Kartika Yusriya Dinanti 160112200083
Tania Kusuma Wijaya 160112200084
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
BAB I
TERJEMAHAN JURNAL
Laporan Kasus
Sindrom Grinspan
Abstrak
Sindrom Grinspan, entitas klinis langka yang dilaporkan oleh Grinspan pada
hipertensi, dan oral lichen planus yang umum pada orang tua. Diagnosis pasti dari
kasus varian klinis sindrom Grinspan dari pasien wanita berusia 48 tahun dengan
Kata kunci : diabetes mellitus, sindrom grispan, hipertensi, oral lichen planus
1.1 Pendahuluan
imunologis. Ini pertama kali dijelaskan oleh Dokter Inggris Wilson Erasmus pada
Lichen merupakan tumbuhan primitif yang terdiri dari alga simbiosis dan jamur
dan kata planus dalam bahasa latin berarti datar. Lichen planus memiliki
manifestasi klinis yang bervariasi yang mempengaruhi kulit, mukosa mulut, kuku,
mukosa genital, dan kulit kepala. Lesi ini memiliki gambaran klinis dan gambaran
1
2
histologis yang membantu dalam diagnosis. Kondisi ini mungkin terkait dengan
patofisiologi, ini adalah penyakit autoimun yang dimediasi sel T di mana sel T
CD8+ memicu apoptosis sel epitel oral di lapisan basal. Namun, penyebab pasti
Oral lichen planus (OLP) dapat dikaitkan dengan beberapa penyakit sistemik
lainnya. Pada tahun 1963, Grinspan et al. menemukan hubungan yang menarik
dari OLP dengan diabetes mellitus (DM) dan hipertensi vaskular (tekanan darah)
Reaksi lichenoid oral (OLR) dianggap sebagai varian OLP. OLP dan reaksi obat
lichenoid oral memiliki temuan klinis dan histologis yang serupa. Ini terkait
dengan pemberian obat, kontak dengan logam, bahan makanan, atau penyakit
berbagai kategori obat baru yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk
bertanggung jawab untuk reaksi lichenoid. Terapi obat untuk DM dan hipertensi
tepatnya tidak jelas. Di sini, kami menyajikan kasus OLP yang jarang terjadi pada
Mulut dan Radiologi dengan keluhan utama berupa adanya sensasi rasa terbakar
di dalam mulut sejak 1 bulan yang lalu, yang menjadi semakin parah apabila
bahwa pasien mendapat asupan nutrisi yang baik tanpa memiliki kebiasaan yang
buruk/merusak.
gingiva margin dan cekat (marginal and attached gingiva), yang menunjukkan
tidak terasa nyeri ketika ditekan, terdapat perdarahan saat probing (bleeding on
probing), dan memperlihatkan pola garis putih pada sekitar apikal [Gambar 1 dan
sudut mulut hingga retromolar pad. Ketika dipalpasi, garis-garis tersebut tidak
glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan atau postprandial. Selain itu,
5
dilakukan biopsi eksisi pada lesi mukosa bukal yang didahului dengan pemberian
subepitel jaringan ikat, dan adanya jaringan fibrosa serta lemak/adiposa pada area
yang lebih dalam. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa lesi tersebut adalah
lichen planus.
Apabila dilihat korelasi antara latar belakang kondisi sistemik pasien yang
histopatologi terkait temuan lichen planus, maka diagnosis klinis yang ditetapkan
vitamin diresepkan untuk meringankan gejala oral lichen planus (OLP). Pasien
mengubah resep obat rutin pasien. Pasien terus dirawat secara berkala dan diamati
lesi oral terlihat membaik pada kunjungan 1 bulan setelahnya [Gambar 6].
7
1.3 Diskusi
Lichen planus sering terjadi pada wanita dengan rasio perbandingan wanita: pria
1,4: 1 dan pada kelompok usia dekade ketiga hingga ketujuh dalam hidup. Secara
umum, penyakit ini muncul sebagai enam tipe retikuler klinis (striae putih halus
saling bersilangan pada lesi), atrofi (area lesi eritematosa yang dikelilingi oleh
komponen retikuler), tipe papular, bulosa, plak, erosif atau ulseratif. Kasus ini
menunjukkan tipe retikuler dengan mukosa bukal dan tipe erosif dengan gingiva
lesi. Asosiasi OLP erosif dengan DM dan hipertensi arteri pertama kali dilaporkan
simptomatik ini tidak jelas. Juga disarankan untuk menjadi OLR sebagai efek
Dalam kasus ini, pasien sedang menjalani perawatan medis dengan metoprolol
mampu memproduksi OLR. Ada laporan tentang hubungan antara LP dan DM.
Prevalensi DM pada pasien dengan OLP telah dilaporkan berkisar dari 10%
sampai 85%. Telah diusulkan bahwa disfungsi endokrin pada DM mungkin terkait
8
penyakit OLP.
Prevalensi OLP secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan DM tipe 1 dan
sedikit lebih tinggi pada pasien dengan DM tipe 2 dibandingkan dengan kontrol.
menyebabkan lesi lichen planus. Lebih lanjut, adanya lesi oral pada pasien
diabetes dan hipertensi dapat dikaitkan dengan fakta bahwa pasien ini juga
menderita stres mental yang parah yang dianggap sebagai salah satu faktor
penyebab OLP.
Penatalaksanaan OLP / OLR terutama terdiri dari pengurangan gejala dan periode
maligna. Kortikosteroid topikal telah terbukti menjadi obat yang paling dapat
diprediksi dan efektif untuk mengendalikan tanda dan gejala OLP. Kadang-
parah atau untuk pengobatan lesi bandel yang gagal merespons terapi topikal
dalam waktu singkat. Prednison 0,50-0,75 mg / kg / hari selama <10 hari tanpa
Asam retinoat all-trans yang diberikan secara sistemik dan topikal, Vitamin A,
menunjukkan beberapa ukuran efisiensi dalam studi terbuka atau laporan kasus
anekdot. Retinoid topikal biasanya lebih disukai daripada retinoid sistemik karena
9
dapat dikaitkan dengan efek samping yang merugikan seperti disfungsi hati dan
topikal (0,1%) bersama dengan suplemen Vitamin A dan profilaksis oral lengkap.
Pasien dirawat dalam periode tindak lanjut yang rutin setiap 1 bulan.
Setiap pasien yang dicurigai menderita OLP atau OLR harus ditanyai secara detail
mengenai riwayat medis dan pengobatan sistemik. Penting bagi dokter gigi untuk
dokter medis pasien. Diagnosis dini, penghentian dan / atau penggantian obat
penyebab, dan strategi manajemen yang tepat sangat penting untuk meningkatkan
Potensi keganasan yang dimiliki lichen planus masih menjadi banyak kontroversi.
keganasan OLP saat ini, fakta bahwa transformasi semacam itu dapat terjadi
tampaknya semakin diyakini. Oleh karena itu, pasien dengan oral linchen planus
1.4 Kesimpulan
Sindrom Grinspan adalah asosiasi langka dari triad of symptoms: OLP erosif,
DM, dan hipertensi. Penting bagi dokter gigi untuk mengenal tatalaksana medis
pasien DM dan hipertensi. Dengan berperan aktif dalam diagnosis dan pengobatan
10
kondisi rongga mulut yang terkait dengan kedua penyakit ini, dokter gigi juga
gambar dan informasi klinis lainnya untuk dilaporkan dalam jurnal. Pasien
memahami bahwa nama dan inisial mereka tidak akan dipublikasikan dan akan
dapat dijamin.
Nol.
Tidak ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom Grinspan adalah hubungan yang ada antara lichen planus erosif,
diabetes mellitus, dan hipertensi arterial. Hal ini dilaporkan oleh Grinspan dan
dinamai oleh Grupper dan Avil sebagai "Sindrom Grinspan." (Goyal et al. 2018)
Ini mewakili gangguan yang diinduksi obat, dan lesi lichenoid oral, yang
menghasilkan reaksi mukosa mulut yang secara klinis dan mikroskopis mirip
dengan lichen planus. Lesi lichenoid ini dapat dianggap sebagai penyakit itu
sendiri atau sebagai eksaserbasi OLP yang ada karena obat-obatan tertentu. Lesi
ini biasanya unilateral dan dari jenis eritematosa dan ulseratif. Jika dibandingkan
dengan lichen planus, lesi ini biasanya terlihat pada aspek ventral lidah dan
2020)
mendasari pasien, pengobatan lain, faktor genetik dan gaya hidup. Reaksi obat
idiosinkratik dapat terjadi selama konversi metabolik obat menjadi produk reaktif
kimiawi. Akumulasi dari metabolit reaktif ini, atau detoksifikasi yang terganggu,
10
11
Sejumlah obat yang diduga dapat menimbulkan lesi mulut dengan gambaran
2017). Mekanisme yang tepat dari patogenesis OLP yang diinduksi obat masih
belum jelas. Salah satu teori menunjukkan kerusakan keratinosit pada lapisan
2018)
signifikan lebih tinggi pada penderita diabetes tipe 1 dan sedikit lebih tinggi pada
Hubungan ini dapat disebabkan oleh disfungsi endokrin pada DM yang mungkin
Kondisi imun tubuh yang abnormal juga diasosiasikan dengan DM, yakni diabetes
lebih lama daripada kondisi normal secara umum, baik pada pasien diabetes tipe 1
OLP. (Părlătescu, 2020) Selain itu, obat antidiabetik tertentu pada penderita DM
12
(Mozaffari, 2016)
mekanisme timbulnya reaksi ini masih belum jelas, namun diduga obat
memicu respons imun terhadap antigen epidermal yang menyebabkan reaksi obat
Kondisi patologi yang paling umum terjadi pada sistem endokrin pankreas
organ, terutama ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah. (Kumar, 2013)
13
respon yang abnormal dari sel target, atau keduanya. Hal tersebut dapat terjadi
dipengaruhi oleh gaya hidup yang tidak sehat, hingga timbul obesitas. Apabila
(Silverthorn, 2013)
(Silverthorn, 2013)
1) Diabetes Tipe 1
sekresi insulin sebagai akibat dari kerusakan sel beta pankreas. Tipe ini
sel beta sebagai sel tubuh, lalu sel tersebut dihancurkan oleh antibodi dan sel
darah putih. Diabetes tipe 1 terjadi pada 10% penderita dari seluruh kasus
diabetes mellitus.
2) Diabetes Tipe 2
perifer terhadap insulin serta respon kompensasi sekresi insulin yang tidak
adekuat (defisiensi insulin relatif). Diabetes tipe 2 juga dikenal dengan sebutan
14
kekurangan insulin. Diabetes tipe 2 dialami oleh 80-90% penderita dari seluruh
Hal yang penting untuk diingat yaitu meskipun kedua tipe diabetes
pada ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah dapat terjadi pada keduanya dan
diabetes dapat ditegakkan bila pasien mengalami salah satu dari kriteria berikut:
(Kumar, 2013)
1) Kadar random blood glucose (Gula Darah Sewaktu) 200 mg/dL atau lebih
2) Kadar fasting glucose concentration (Gula Darah Puasa) 126 mg/dL atau lebih
3) Kadar gula darah 2 jam setelah oral glucose tolerance test 200 mg/dL atau
lebih tinggi
pemeriksaan gula darah 2 jam setelah oral glucose tolerance test, pasien
glukosa yang dilarutkan air, lalu kadar glukosa darah diukur setiap 30 menit
darah sesaat setelah meminum air glukosa, tetapi segera kembali normal. Namun,
pemeriksaan gula darah hanya menunjukkan respon tubuh yang tidak normal
terhadap glukosa. Pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi masalah terkait sintesis
insulin, pelepasan insulin, atau tingkat responsif sel target terhadap insulin.
(Silverthorn, 2013)
pulau langerhans akibat sel imun efektor yang bereaksi melawan antigen sel beta
mulai menunjukkan manifestasi saat masa pubertas, dan terus berkembang seiring
16
autoimun kronis pada sel beta biasanya telah dimulai bertahun-tahun sebelum
dan ketosis mulai terlihat setelah lebih dari 90% sel beta dihancurkan. Kelainan
imun yang terjadi pada penderita diabetes tipe 1 adalah kegagalan toleransi diri
pada sel T. Kegagalan toleransi ini mungkin hasil dari beberapa kombinasi defek
delesi klonal pada sel T self-reactive di timus, serta cacat fungsi pada sel T
regulator atau resistensi supresi dari sel T efektor terhadap sel regulator.
autoantibodi melawan berbagai antigen sel beta, termasuk insulin, yang terdeteksi
dalam darah pada 70% hingga 80% penderita diabetes. (Kumar, 2013)
Melalui studi asosiasi genom, telah diidentifikasi lebih dari 20 lokus yang
utama untuk diabetes tipe 1 adalah gen HLA-D, CTLA4 dan PTPN22. Selain itu,
faktor lingkungan seperti adanya infeksi virus (khususnya virus gondong, rubella,
dan coxsackie B) dapat menjadi pemicu awal. Hal tersebut terjadi karena beberapa
antigen virus mirip dengan antigen sel beta (molekuler mimikri). Namun, teori ini
lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan sangatlah berperan, serta berkaitan
dibuktikan dengan tingkat kesesuaian penyakit 35% hingga 60% pada kembar
tipe 1, tipe 2 ini tidak terkait dengan gen yang terlibat dalam toleransi dan regulasi
kekebalan tubuh, sehingga bukti yang menunjukkan tipe ini terkait dengan kondisi
autoimun terbilang kurang. Kelainan metabolik yang menjadi ciri diabetes tipe 2
(resistensi insulin) dan (2) disfungsi sel beta yang manifestasinya berupa sekresi
2005)
perifer dengan risiko ulkus, amputasi, dan sendi Charcot pada kaki; dan neuropati
protein sebagai sumber energi. Tubuh memecah lemak menjadi asam lemak yang
selanjutnya dikandung dalam darah. Selain itu, kadar kolesterol plasma meningkat
sehingga LDL-C yang berlebih di dalam darah akan dicerna oleh makrofag.
pada kaki. Selain itu, aterosklerosis pembuluh darah besar dapat menyebabkan
Bagan 1 Manifestasi oral diabetes serta mekanisme dan keterkaitan satu dengan lainnya
(Gandara, 2011)
periodontal, mukosa mulut (oral mukosa), fungsi kelenjar saliva, dan fungsi saraf
di mulut (oral neural), serta meningkatkan risiko karies. Dari sekian banyak
periodontitis meningkat dan dapat menjadi lebih parah pada penderita diabetes.
Selain periodontitis, lesi oral non-periodontal serta kondisi penurunan fungsi juga
ditemukan pada pasien dengan diabetes. Kelainan yang timbul antara lain berupa
mulut kering akibat disfungsi kelenjar saliva, sensasi mulut terbakar atau
neuropati lain, lesi oral mukosa seperti reaksi lichenoid/lichen planus, dan infeksi
jamur seperti kandidiasis. Penting bagi klinisi untuk mengenali dan memahami
lesi oral yang mungkin terjadi pada pasien yang mengalami diabetes guna
20
Mukosa mulut dalam kondisi normal dilindungi oleh saliva dengan jumlah
pembersihan, buffer pH, dan protein antimikroba (sekretori IgA). Selain itu,
lapisan epitel dan kelenjar saliva minor pada mukosa mulut berkontribusi dalam
menyediakan imunitas bawaan berupa peptida dan protein antimikroba (α- dan β-
jaringan lunak mulut dalam bertahan terhadap aktivitas mikroba yang merugikan;
paparan berlebihan terhadap trauma mekanis (contoh: defek restorasi gigi yang
tajam, gigi tiruan yang tidak pas); atau trauma kimiawi (contoh: merokok,
konsumsi alkohol yang berlebihan). Oleh karena itu apabila komponen di mukosa
mulut berada dalam kondisi normal, maka kesehatan dari rongga mulut dapat
Kondisi yang sama tidak terdapat pada penderita diabetes karena penderita
mengalami gangguan respon imun tubuh dan penurunan fungsi kelenjar saliva.
Hal tersebut menyebabkan penderita diabetes berisiko tinggi mengalam lesi oral
mukosa serta kelainan lainnya pada rongga mulut. Kelainan pada jaringan lunak
mulut 10 kali lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes dibandingkan pada
pasien non-diabetes. Gangguan respon imun tubuh penderita diabetes dipicu oleh
pada membran basalis yang menyebabkan gangguan transport nutrisi serta migrasi
21
dan aktivitas sel imun ke jaringan tubuh, termasuk jaringan pada rongga mulut.
Selain itu, penurunan fungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes dipengaruhi oleh
kelenjar saliva untuk memberi respon terhadap stimulasi hormonal atau neural.
Penurunan fungsi kelenjar saliva juga dapat disebabkan oleh efek samping dari
sehingga butuh diberi terapi berupa injeksi insulin. Perawatan bagi penderita
diabetes tipe 1 yang sering kali mengalami ketoasidosis adalah injeksi insulin,
ilmu di bidang rekayasa genetika, sebagian besar sumber bahan untuk injeksi
insulin berasal dari pankreas babi, sapi, dan domba. Namun, selanjutnya
perusahaan bioteknologi mulai melakukan kloning gen insulin dari manusia untuk
dalam tubuh, dengan harapan individu penderita diabetes tipe 1 tidak perlu lagi
insulin mereka. Selain itu, pasien juga dapat diberi perawatan berupa terapi obat.
Obat yang digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2 bekerja dengan (1)
atau penyerapan karbohidrat di usus, (3) menghambat keluaran glukosa hati, atau
(4) membuat sel target lebih responsif terhadap insulin. Banyak obat anti-diabetes
jenis baru yang mekanisme kerjanya meniru kerja hormon endogen. Misalnya,
pramlintide yang merupakan analog dari amylin yaitu hormon peptida yang
menekan nafsu makan secara sentral, serta menurunkan sekresi glukagon. Terapi
obat berbasis hormon lainnya adalah analog dari inkretin yaitu exendin-4
(Byetta®). Inkretin tersebut diambil dari senyawa yang ditemukan pada saliva
reptil monster gila yang beracun. Exendin-4 memiliki empat efek utama yakni
fisiologi tubuh yang normal, kerja dari hormon amylin dan inkretin menciptakan
sesudah makan. Sesudah individu makan, glukosa yang ada di usus akan memicu
pelepasan inkretin (GIP dan GLP-1). Kedua inkretin berjalan melalui sirkulasi
menuju pankreas, lalu memicu sekresi insulin dan amylin. Kemudian, amylin
23
memasuki usus, sementara insulin bekerja pada sel target guna menjalankan
2.3 Hipertensi
Hipertensi yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal
yaitu 120/80 mmHg. (Wijayanto, 2013) Penyakit ini merupakan salah satu
dan negara maju. Hipertensi bermanifestasi secara akut dan agresif yang dikenal
Vaskulitis ginjal
Arteri stenosis ginjal
Polikistik
Tumor ginjal (menghasilkan renin)
Endokrin
Hiperfungsi adrenokortikal
Hormon eksogen
Akromegali
Hipo/Hipertiroidisme
Kehamilan (pre-eklampsia)
Kardiovaskuler
Peningkatan volume intravaskuler
Peningkatan cardiac output
Peningkatan rigiditas aorta
Poliartritis nodosa
Saraf
Psikogenik
Peningkatan tekanan intrakranial
Stres akut
Sleep apnea
(ISH), serta The Seventh Joint National Committee (JNC-7) pada Prevention,
tingkat tekanan darah berdasarkan angka tekanan darah sistolik dan diastolik dari
tekanan darah, yaitu sebagai berikut: (Kaplan, Victor, and Flynn 2010;
Kuswardhani 2006)
25
Tabel 2. Klasifikasi tingkat tekanan darah WHO (Kaplan et al. 2010; Kuswardhani 2006)
Tabel 3. Klasifikasi tingkat tekanan darah JNC-7 (Kaplan et al. 2010; Kuswardhani 2006)
seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90%
penderita hipertensi.
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Umumnya hipertensi sekunder
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
tekanan darah akibat hipertensi secara umum dapat dilakukan dengan dua cara
sebagai berikut:
1. Non Farmakologis
berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan
2. Farmakologis
Obat yang digunakan untuk hipertensi sangat banyak dan mencakup berbagai
kategori dalam hal fungsi dan tindakannya. Karakteristik dari obat hipertensi
Gingival
enlargement Mereduksi kandungan kalsium
Calcium
Dry mouth intraseluler, menstimulasi vasodilatasi
Channel
Altered taste pembuluh darah, menurunkan detak
Blockers
jantung
Erythema
multiform
Secara klinis, tidak ada manifestasi pada rongga mulut yang diakibatkan
bersifat autoimun yang melibatkan mukosa rongga mulut berupa inflamasi kronis
yang mengenai epitel berlapis squamosa. Penyebab lichen planus tidak diketahui
pasti, diduga adanya infiltrasi limfosit T (CD4 dan CD8) ke basal membran
deposit fibrinogen yang banyak pada membran basal, sehingga terjadi kerusakan
higiene mulut yang buruk diduga menjadi pemicu terjadinya OLP. Penyakit ini
umum terjadi, yaitu mengenai sekitar 1-2% populasi dan lebih sering mengenai
wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1. OLP umumnya terjadi pada
a. Genetik
Genetik dari kondisi penyakit ini memegang peranan penting. Frekuensi HLA-
2015)
b. Faktor psikologi
30
penelitian, eksaserbasi OLP telah dikaitkan dengan periode stres psikologis dan
c. Pengobatan sistemik
Obat sistemik seperti beta blocker, obat antiinflamasi nonsteroid, anti malaria,
memulai atau memperburuk lichen planus oral dan reaksi lichenoid oral.
Hubungan antara penyakit hati kronis pertama kali dikemukakan oleh Mokni et
Hubungan virus hepatitis C dan lichen planus oral ini paling umum di daerah
Mediterania dan Jepang. Terapi interferon dan terapi ribavirin yang digunakan
antara tiga kondisi mungkin merupakan temuan kebetulan atau mungkin OLR
31
untuk obat yang digunakan untuk mengelola hipertensi atau diabetes daripada
f. Disfungsi Tiroid
Hubungan antara OLP dan disfungsi tiroid baru-baru ini diteliti dalam
g. Dental material
Dental material seperti amalgam gigi, bahan resin gigi, restorasi komposit
dilaporkan menyebabkan insiden tinggi reaksi lichenoid oral dan lichen planus
al. 2015)
h. Mengunyah tembakau
Zain dkk. mengusulkan istilah "betel quid linchenoid lesion" untuk lesi yang
mulut. Ini digambarkan sebagai lichen planus oral seperti lesi. Secara klinis lesi
berwarna putih, guratan tak berevolusi yang tidak dapat dikerok. Itu memiliki
limfosit T (CD4 dan CD8) ke basal membran sehingga terjadi peradangan kronis,
32
membran basal, sehingga terjadi kerusakan lapisan sel basal epitel. Mekanisme
akumulasi sel T, kerusakan membran oleh protease sel mast dan apoptosis
basal karena adanya sekresi kolagen 4 dan laminin 5 ke membran basal epitel.
Keratinosit melindungi membran basal dengan menerima sinyal sel sebagai onset
basal. Kemokin berperan dalam menarik limfosit dan sel mast yang akan merilis
kimase dan TNF-α. Peningkatan IFN-γ oleh CD4 menurunkan efek supresi
dan CD8. TGF-β1 berfungsi sebagai kontrol imun dan respon inflamasi.
pada basal membran dan hiperkeratinisasi menghasilkan lesi klinis yang khas.
Oral lichen planus memiliki enam gambaran klinis klasik yaitu tipe retikuler
(Wickham’s striae), tipe erosif, tipe atrofi,tipe plak, tipe papula, dan tipe bulosa.
Lokasi pada rongga mulut simetris dan bilateral atau multipel, pada mukosa bukal
(80%), lidah (65%), bibir (25%),serta gingiva, dasar mulut, palatum (10%). Tipe
retikular merupakan bentuk umum dari OLP. Biasanya muncul dengan gambaran
P, 2016)
Gambaran klinis dari lichen planus pada kulit dengan karakteristik papula
berwarna ungu, gatal, poligonal,plak sering terjadi pada permukaan fleksor lengan
34
dan kaki. Diagnosis klinis OLP ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang
khas (Wickam’s striae) pada mukosa mulut dan lesi pada kutan, serta gambaran
squamous cell carcinoma, biasanya dari lesi OLP tipe erosif dan atrofi. (Sugerman
P, 2016)
Bentuk tipe plak dari OLP mulai dari bentuk rata, halus hingga irregular.
Biasanya ditemui pada lidah dan mukosa bukal. Tipe retikular dan plak biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit. Bentuk erosif merupakan bentuk umum yang kedua
dari OLP, berupa gambaran area eritema dan ulserasi. Apabila terdapat pada
gingiva, maka disebut deskuamatif gingivitis. Tipe ini biasanya menimbulkan rasa
sakit dan ketidaknyamanan pada pasien. Bentuk atropik dari OLP biasanya difus,
eritematus yang dikelilingi striae putih. Sedangkan bentuk bula dari OLP biasanya
muncul pada mukosa bukal dan daerah lateral dari lidah. Bentuk bulla ini biasanya
munculnya bentuk retikular yang klasik. (Ravina, 2009) Bentuk retikular dari
OLP merupakan bentuk yang paling sering muncul, yaitu berupa lesi berwarna
putih yang berbentuk seperti jalajala penghubung dan garis yang saling
gambaran yang khas pada OLP tidak ada, terutama pada tipe erosif dan digunakan
menjadi karsinoma sel skuamosa adalah sebanyak 10 kali lebih tinggi dari
Sebenarnya tidak perlu perawatan pada OLP terutama tipe retikular dan
plak. Perawatan hanya diberikan untuk mengurangi panjang dan keparahan dari
gejala simtomatis, terutama pada lesi atropik dan ulseratif. Menurut beberapa
Pengobatan pada pasien ini berbeda dengan pengobatan pada pasien OLP
umum lainnya. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan yaitu kondisi rongga
25 mg, vit B6 10 mg, vit B12 5mcg, nikotinamida 100 mg, ca pantotenat 18,4
mg), vit C 500 mg berfungsi sebagai terapi suportif. Vit B kompleks dalam bentuk
koenzim berperan sebagai katalis dan regulator pada reaksi biokimia dalam tubuh
prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin pada
berbumbu yang dapat merangsang nyeri pada lesi dan perlu kerjasama yang baik
antara pasien dan dokter agar perawatan dapat dilakukan dengan tuntas sehingga
dalam untuk memonitor kadar glukosa darah pasien dan dokter spesialis jiwa
37
untuk perawatan stresnya serta kontrol berkala ke Poli Penyakit Mulut untuk
maligna. Kortikosteroid topikal telah terbukti menjadi obat yang paling dapat
diprediksi dan efektif untuk mengendalikan tanda dan gejala OLP. Kadang-
parah atau untuk pengobatan lesi bandel yang gagal merespons terapi topikal
dalam waktu singkat. Prednison 0,50-0,75 mg / kg / hari selama <10 hari tanpa
Asam retinoat all-trans yang diberikan secara sistemik dan topikal, Vitamin
menunjukkan beberapa ukuran efisiensi dalam studi terbuka atau laporan kasus
anekdot. Retinoid topikal biasanya lebih disukai daripada retinoid sistemik karena
dapat dikaitkan dengan efek samping yang merugikan seperti disfungsi hati dan
topikal (0,1%) bersama dengan suplemen Vitamin A dan profilaksis oral lengkap.
Pasien dirawat dalam periode tindak lanjut yang rutin setiap 1 bulan.
Setiap pasien yang dicurigai menderita OLP atau OLR harus ditanyai secara
detail mengenai riwayat medis dan pengobatan sistemik. Penting bagi dokter gigi
dokter medis pasien. Diagnosis dini, penghentian dan / atau penggantian obat
penyebab, dan strategi manajemen yang tepat sangat penting untuk meningkatkan
transformasi keganasan OLP saat ini, fakta bahwa transformasi semacam itu dapat
terjadi tampaknya semakin diyakini. Oleh karena itu, pasien dengan oral linchen
planus baik asimptomatik maupun hampir tidak bergejala sangat dianjurkan untuk
PEMBAHASAN
hipertensi. Adanya keterkaitan dan asosiasi di antara ketiga penyakit tersebut pada
Menurut laporan kasus, diketahui bahwa pasien sudah mengidap diabetes tipe 2
selama 15 tahun serta hipertensi selama 12 tahun terakhir sehingga pasien diberi
terapi berupa injeksi insulin dengan huminsulin, serta konsumsi obat amlodipine
Penyakit hipertensi yang dialami oleh pasien selama 12 tahun terakhir dapat
dikaitkan dengan penyakit DM yang telah diidap pasien selama 15 tahun (sejak 3
2014)
Pada pasien dengan sindrom grinspan, OLP dapat terjadi karena adanya
pasien diduga dapat memicu timbulnya reaksi lichenoid oral, yang merupakan
salah satu varian dari OLP. Walaupun mekanisme timbulnya lesi ini masih belum
38
40
Terlepas dari temuan bahwa OLP dapat terjadi karena reaksi obat, insidensi
OLP tercatat lebih sering ditemukan pada pasien DM dengan persentase 14-85%
menurut berbagai studi. (Părlătescu, 2020) Penyakit diabetes tipe 2 yang diderita
pasien diduga berhubungan dengan lesi oral berupa OLP dengan tipe retikuler dan
yang dilakukan oleh Părlătescu serta Bagan et al. menunjukkan bahwa bentuk
OLP ulseratif dan atrofik lebih sering ditemukan pada pasien DM jika
OLP ulseratif pada pasien DM tersebut adalah karena periode penyembuhan pada
tubuh pasien DM lebih lama daripada kondisi normal secara umum. (Părlătescu,
2020) Selain itu, hubungan ini dapat disebabkan oleh disfungsi endokrin pada DM
lichenoid oral meliputi interaksi yang terjadi dengan melibatkan terapi obat-
obatan lainnya, serta faktor genetik dan faktor gaya hidup. (Manuel, 2020) Faktor
risiko kemunculan OLP juga termasuk stress dan gelisah. (Părlătescu, 2020) Oleh
karena itu, stress mental yang dialami oleh pasien pada kasus dianggap sebagai
SIMPULAN
Sindrom Grinspan adalah asosiasi langka dari triad of symptoms, yaitu OLP
erosif, DM, dan hipertensi. Penting bagi dokter gigi untuk mengenal tata laksana
medis bagi pasien yang mengalami DM dan hipertensi dengan berperan aktif
berupa OLP pada rongga mulut yang terkait dengan kedua penyakit tersebut. Pada
laporan kasus ini, pasien didiagnosis mengalami sindrom Grinspan dan diberi
dirawat dalam periode tindak lanjut yang rutin setiap 1 bulan. Dokter gigi dapat
40
DAFTAR PUSTAKA
Ade Puspa Sari, dkk: Tatalaksanaoral lichen planus akibat stres pada diabetes
melitus. Makassar Dent J 2017; 6(3): 96-105
Fitri, Dina Rianti. 2007. “Diagnose Enforcement and Treatment of High Blood
Pressure.” 4:47–51.
Goyal, Lata, Narinder Dev Gupta, Namita Gupta, and Ziauddin Ahmad. 2018.
“Grinspan Syndrome with Periodontitis : Coincidence or Correlation ?” Journal of
Indian Society of Periodontology 22 (3): 263–65. https://doi.org/10.4103/jisp.jisp.
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia:
41
43
Elsevier; 2013.
Naomi, Ravina, and Tarigan Titiek. 2009. “Tantangan Dalam Perawatan Oral
Lichen Planus Pada Pasien Diabetes Melitus.” Indonesian Journal of Dentistry 16
(4): 8–17.
44
Sari, Ade Puspa, Dwi Setianingtyas, Iwan Hernawan, and Bagus Soebadi. 2017.
“Tatalaksana Oral Lichen Planus Akibat Stres Pada Diabetes Melitus
Management of Oral Lichen Planus due to Stress in Diabetes Mellitus.” Makassar
Dent Journal, 96–106.
Sari, Liza Meutia, and Harum Sasanti. 2017. “Perawatan Topikal Intensif
Gingivitis Deskuamasi - Oral Lichen Planus Pada Pasien Hipertensi (Laporan
Kasus).” Indonesian Journal of Dentistry, 157–63.
Silverthorn DU, Johnson BR, Ober WC, Garrison CW, Silverthorn AC. Human
Physiology An Integrated Approach. 6th ed. Boston: Pearson; 2013.
Southerand, Janet H., Danielle G. Gill, Cesar Y. Cardona, and Charles P. Mouton.
2016. “Dental Management in Patients with Hypertension : Challenges and
Solutions.” 111–20.
Yuan, Anna and Sook-bin Woo. 2015. “Adverse Drug Events in the Oral Cavity.”
Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology 119(1):35–47.