Anda di halaman 1dari 9

Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No.

1 Februari 2020

PREFERENSI KONSUMEN PADA MAKNA PESAN


SIMBOLIK KAIN TENUN TOLAKI DI KOTA
KENDARI

CONSUMER PREFERENCE ON THE MEANING OF


SYMBOLIC MESSAGE OF WOVEN CLOTH TOLAKI IN
KENDARI

Feriasmita1, Najib Husain2, Sulsaman Moita3


1) Alumni Program Studi Administrasi Publik Pascasarjana UHO; e-mail:
feriasmita.wilove@gmail.com
2) Dosen Program Studi Administrasi Publik Pascasarjana UHO; e-mail:
najib_75husain@yahoo.co.id
3) Dosen Program Studi Administrasi Pascasarjana UHO; e-mail:
moitasulsalman@yahoo.co.id
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis makna simbolik kain tenun tolaki yang
menjadi preferensi konsumen pada maknapesan simbolik kain tenun tolaki di Kota
Kendari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling,
Dimana pemilihan informan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan. Data dikumpulkan menggunakan teknik
wawancara langsung terhadap narasumber yang berada di lokasi penjualan kain tenun
tolaki.. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan kain tenun Tolaki sangat
signikan dalam menentukan preferensi konsumen. Hal tersebut dilatarbelakangi atas
tuntutan pekerjaan sehingga mewajibkan meraka untuk menggunakannya sebagai pakaian
forma. Namun demikian adapula yang menggunakannya sebagai pakaian non formal
Kata kunci: Kain Tenun Tolaki, Preferensi Konsumen, Kesadaran, Pengetahuan, Membeli

ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the symbolic significance of the Tolaki woven fabric
which become consumer preference on the symbolic maknapesan of tolaki woven cloth in the city
of Kendari. The method used in this study is purposive sampling, where the selection of the
informant is done intentionally based on predefined criteria and set by purpose. Data collected
using direct interview techniques to the speakers who are in the location of the sale of Tolaki
woven fabrics.. The results showed that the use of Tolaki woven cloth was very signed in
determining consumer preference. It is motivated by the demands of the work so as to oblige to use
it as a forma outfit. Nevertheless unisex using it as a non-formal attire
Keywords: Tolaki Woven Fabric, Consumer Preferences, Awareness, Knowledge, Buying

103
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

PENDAHULUAN
Fenomena pakaian adat dewasa ini, telah terinovasi dalam suatu trand
pakaian yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Bahkan setiap pertemuan
acara resmi pemerintah, lembaga adat, atau kegiatan adat lainnya para
pemakainya dengan bangga dan diwajibkan menggunakan pakaian adat. Guna
memperkenalkan pakaian adat Tolaki. Hal tersebut kemudian menjadi salah satu
faktor dalam memperngaruhi preferesni konsumen sebagai faktor yang
menentukan minat belanja masyarakat akan pakaian
Menurut Assael (1998), preferensi konsumen dapat berarti kesukaan,
pilihan atau sesuatu hal yang lebih disukai konsumen. Preferensi ini terbentuk dari
persepsi konsumen terhadap produk. Assael membatasi kata persepsi sebagai
perhatian kepada pesan, yang mengarah ke pemahaman dan ingatan. Persepsi
yang sudah mengendap dan melekat dalam pikiran akan menjadi preferensi.
Sementara itu menurut Foster (2004), setiap orang bertingkah laku sesuai
dengan preferensi mereka. Maka dari itu, banyak tindakan konsumen yang dapat
diramalkan terlebih dahulu. Preferensi konsumen terhadap suatu barang dapat
diketahui dengan menentukan atribut-atribut atau faktor-faktor yang melekat pada
produk. Atribut-atribut itulah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi seseorang
sebagai pertimbangan untuk memilih suatu barang. Termasuk dalam memilih kain
tenun khususnya kain Tenun Tolaki.
Tenun merupakan hasil karya turun temurun yang dibuat dengan menenun
benang lungsi dan benang pakan pada alat tenun. Benang lungsi adalah benang
yang terletak memanjang (vertical) pada alat tenun, sedangkan benang pakan
adalah benang yang masuk keluar pada lungsi saat menenun
Pada zaman dahulu seorang Raja (istilah lokal Mokole/Sangia,Bokeo) atau
Bangsawan (Anakia) di daerah sebagai pemimpin sebuah komunitas dengan
wilayah tertentu, daerah Konawe dan Kolaka khususnya memiliki bentuk wujud
bangunan yang berbeda dengan rumah rakyat biasa, (Melamba, 2008). begitu pula
dengan busana pakaian bagi golongan (bangsawan) harus berwarna tajam,
misalnya warna hitam, merah tua, kuning keemasan, cokelat, biru, dan ungu,
sedangkan rakyat biasa harus yang berwarna kurang tajam misalnya kuning muda
atau putih.
Pakaian adat sebagai hasil karya seni manusia tentunya memiliki nilai
estetika, karena manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan menghias terhadap
segala sesuatu yang dipakainya dan di tempat dimana ia tinggal, hasrat kreatif ini
muncul dalam setiap periode dan peradaban. Pada manusia terdapat sifat yang
dinamakan “horror vacut”, yaitu perasaan yang tidak dapat membiarkan tempat
atau bidang kosong. Perasaan ini sangat kuat pada suku primitif. Ragam hias
tradisional yang dikenal oleh suku Tolaki, di antaranya: (desain segi tiga), (desain
daun pakis), (desain garis vertical-horizontal atau vertical horizontal-silang),
(desain segi empat), (desain lingkaran), (desain sudut), dan (desain ikat). Dewasa
ini berkembang atau muncul macam-macam pakaian adat seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga model pakaian adat tolaki
sudah tidak tampak lagi baik itu yang menggambarkan status sosial pemakainya
maupun motif motifnya dan apakah pakaian adat yang ada sekarang sesuai dengan
kenyataan atau fakta masa lalu.

104
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

Tahap awal motif Tolaki di asosialisasikan melalui pakaian batik sekolah


dengan menggunakan motif Tolaki seperti baju pelajar di Kabupaten Konawe.
Kemudian melalui Dewan kerajinan kabupaten maupun dewan kerajinan provinsi
mengembangkan dan melaksanakan pembuatan pakaian khas Tolaki dengan
desain dan inovasi baru. Untuk terus mempertahankan eksistensi kain tenun tolaki
di Sulawesi Tenggara khususnya di Ibukota provinsi, pemerintah saat ini telah
menerapkan aturan pakaian bagi aparatur sipil negara (ASN) menggunakan
pakaian kain tenun pada hari Kamis
Selain itu, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi
Sulawesi Tenggara terus mempromosikan kain tenun tolaki bukan hanya di daerah
kini telah masuk dalam pasar demostik, bahkan internasional. Keberhasilan
berbagai produk kerajinan tenun khas Sultra itu, berkat dari kerja keras dan peran
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang sering menggelar berbagai
promosi dan event dan ini harus terus dipertahankan. Tantangan Dekranasda
kedepan adalah semakin terbukanya pasar produk, karena keinginan masyarakat
terhadap motif tenun yang beragam sehingga produk harus disesuaikan dengan
keinginan pasar.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik meneliti tentang preferensi
konsumen pada makna pesan simbolik kain tenun tolaki di Kota Kendari.

TINJAUAN PUSTAKA
Preferensi seorang komsumen akan berbeda dengan preferensi konsumen
lainya. Dengan kata lain preferensi konsumen berarti subjektif. Preferensi
konsumen menurut Kotler dalam Simamora (2003) adalah konsep abstrak yang
menggambarkan peta peningkatan kepuasan yang diperoleh dari kombinasi
barang dan jasa sebagai cerminan dari selera pribadinya. Dengan kata lain
preferensi konsumen adalah merupakan gambaran tentang kombinasi barang dan
jasa yang lebih disukai konsumen apabila ia memiliki kesempatan untuk
memperolehnya. Hal ini berarti preferensi merupakan syarat keharusan agar suatu
jenis barang dan jasa yang dikonsumsi konsumen.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), keputusan pembelian adalah tahap
dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar
membeli Kotler mengatakan, pemasar harus mencoba memahami sepenuhnya
proses pengambilan keputusan pelanggan mulai dari pengalaman pelanggan
dalam belajar, memilih, menggunakan, dan mendisposisikan produk.
Simbol mengandaikan bahwa ekspresi yang terpilih adalah formulasi yang
paling baik akan sesuatu yang relatif tidak terkenal, namun hal itu diketahui
sebagai hal yang ada atau diharapkan ada. Selama suatu simbol hidup, simbol itu
adalah ekspresi suatu hal yang tidak dapat ditandai dengan tanda yang lebih tepat.
Pada motif dan warna kain tenun tolaki tersbut memiliki isi atau makna simbolik
yang merupakan unsur keindahan yang tidak terlepas dari karya seni. Isi atau
makna simbolik mempunyai arti tertentu, makna yang lebih luas daripada apa
yang ditampilkan secara nyata, yang dilihat atau didengar. Misalnya, burung dara
sebagai simbol perdamaian, padi dan kapas simbol kemakmuran. Simbol
mewujudkan komunikasi seacara langsung, tetapi bagi mereka yang sudah
mengetahui artinya (Djelantik, 2004).

105
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

Pada manusia terdapat sifat yang dinamakan “horror vacut”, yaitu


perasaan yang tidak dapat membiarkan tempat atau bidang kosong. Perasaan ini
sangat kuat pada suku primitif. Orang Tolaki mengenal pakaian tenun berkat
adanya hubungan orang-orang Tolaki dengan Bugis pada masa raja atau Maago
sekitar tahun 1700-an yang di tandai dengan perjalanan La Rebi atau Tebawo
gelar Sangia Inato ke daerah Luwu pada zaman kekuasasan Raja Mokole . Ragam
hias tradisional yang dikenal oleh suku Tolaki, di antaranya: (desain segi tiga),
(desain daun pakis), (desain garis vertical-horizontal atau vertical horizontal-
silang), (desain segi empat), (desain lingkaran), (desain sudut), dan (desain ikat)
(Melamba, 2008)
Dalam studi ini preferensi konsumen terhadap kain tenun Tolaki
merupakan kecenderungan untuk memilih kombinasi produk yang lebih
disukainya dan sesuai dengan keinginan, kepentingan dan seleranya. Dalam hal
ini, seorangkonsumen diasumsikan mampu membedakan setiap produk yang akan
dihadapinya, serta mampu membuat daftar preferensinya (rank preference) atas
seluruh produk tersebut. Preferensi konsumen bersifat subyektif, dimana
preferensi antara konsumen satu dengan konsumen lainya akan berbeda.
Perbedaan ini disebabkan karena oleh perbedaan kepentingan dikarenakan banyak
faktor.
Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kemampuan finansial seseorang atau
semakin banyak uang dimiliki oleh seseorang, maka cenderung semakin besar
keinginan seseorangtersebut memutuskan untuk membeli barang atau jasa. Hal ini
diperkuat dengan pendapat Salvatore (1997) dimana perilaku permintaan
konsumen terhadap suatu barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya pendapatan, selera konsumen, dan harga barang disaat kondisi lain
tidak berubah (cateris paribus).

METODE
Penelitian ini berlokasi di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif sedangkan pendekatan penelitian adalah kualitatif.
Penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan
sesuai dengan konteks melalui pengumpulan data dari konteks natural dengan
memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument pokok. Data yang diperoleh dari
konteks alamiah tersebut berupa data kualitatif yang digunakan untuk
mendeskripsikan tentang proses dan iklim komunikasi komunikasi organisasional.
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah informan dan situasi social
dikonteks penelitian diatas. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara yang
dilengkapi dengan observasi.
Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling, dimana pemilihan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun kriteria
dan informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini adalah informan
menggunakan dan mengetahui tentang kain tenun tolaki. Prosedur analisis data
yang diterapkan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model interaktif dari
Miles dan Huberman (dalam Sutopo,2006) yang terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

106
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

HASIL DANPEMBAHASAN
Berbagai bentuk dan warna serta letak pemakaian pakaian, perhiasan serta
kelengkapan itu mempunyai makna simbolik menurut pandangan masyarakat
suku Tolaki. Dari bentuk dan jenis pakaian dapat memberikan pertanda terhadap
ciri dan identitas suku bangsa. Pakaian adat suku Tolaki agak lebih condong
menyerupai bentuk-bentuk pakaian orang Melayu. Hanya nampak
kesederhanaannya, terutama pemakaian sarung berlapis-lapis pada kaum wanita
tidak terdapat pada mereka. Menilik warna pakaian dizaman lampau, ternyata
bahwa pakaian berwarna putih adalah untuk orang kebanyakan. Sehingga pada
motif serta warna kaiin tersebut mempunyai makna simbolik yang kemudian
menjadi preferensi masyarakat dalam menggunakan kain tenun tolaki.

1. Kain Tenun Tolaki Sebagai Seragam Formal


Pakaian adat tradisional daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan
yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan suatu suku bangsa.
Pakaian adat tradisional ini dalam kehidupan yang nyata mempunyai
berbagaifungsiyangsesuaidenganpesan-pesan nilai budaya yang terkandung di
dalamnya, yang berkaitan pula dengan aspek-aspek lain dari kebudayaan seperti
ekonomi, sosial, politik dan keagamaan.
Salah satu upaya pemerintah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Pemerintah Kota Kendari dalam melestarikan kain tenun khas kolaki adalah
dengan mengeluarkan aturan penggunaan tenun tolaki untuk para pegawainya
setiap hari Kamis sebagai bentuk kesadaran akan khazanah budaya lokal.
Sehubungan dengan kebijakan tersebut sehingga melahirkan kesadaran bagi
konsumen untuk mengunakan kain tenun tolaki. Hal ini senada dengan pernyataan
informan A. Maryam sebagai berikut:

“Awal saya membeli untuk kain tenun ketika waktu itu ada
pemberlakukan bagi pegawai negeri sipil untuk memakai kain tenun setiap
hari Kamis ketika kami saat berkantor di Dinas Pariwisata Kota Kendari.
Ya kami harus mengikuti aturan itu, untuk mencari kain tenun atau saya
bertanya kepada teman saya supaya kami pergi beli bersama,”
(wawancara, 2 September 2019).

Berdasarkan kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwa adanya regulasi


pemerintah tentang aturan harus menggunakan kain tenun adat Sulawesi tenggara,
kemudian menjadi salah satu perferensi masyarkat dalam memakai tenun adat
tolaki. Bagi A.Maryam yang merupakan etnis tolaki, dengan menggunakan tenun
adat tolaki menjadi simbol identitas dirinya dalam menunjukan eksistensi prodak
budaya suku Tolaki. Menurut Kotler dan Armstrong (2008), keputusan pembelian
adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen
benar-benar membeli Kotler mengatakan, pemasar harus mencoba memahami
sepenuhnya proses pengambilan keputusan pelanggan mulai dari pengalaman
pelanggan dalam belajar, memilih, menggunakan, dan mendisposisikan produk.

107
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

Pendapat lain diungkapkan oleh informan A. Maryam yang merupakan


pensiunan PNS di Dinas Pariwisata Kota Kendari mengatakan bahwa ia suka kain
tenun dengan berbagai motif kemudian dipadukan dengan yang trend saat ini.
Biasanya ciri dasar yang disukai seperti berbahan benang warna emas yang
dibentuk dengan motif garis halus dan kesan bunga kecil. Terkait dengan hal
tersebut sesuai dengan pernyataannya berikut ini :

“Kalau pake tenun tolaki itu biasanya saya sesuaikan dengan keperluan ku.
Kadang saya gunakan kain yang harga agak mahal kalau itu akan
digunakan untuk berdinas dan ke pesta pernikahan. Tapi kalau untuk
kegiatan-kegiatan seperti arisan atau ada acara-acara keluarga saya pake
kain yang fleksibel biasa yang berbahan benang warna emas yang
dibentuk dengan motif garis halus dan kesan bunga kecil” (wawancara, 2
September 2019).

Berdasarkan kutipan wawancara diatas dapat diinterpertasikan bahwa,


inovasi dalam mengkombinasikan pakaian dengan berbahan kain tenun tolaki,
Masyarakat memanfaatkannya sebagai bahan pakaian untuk digunakan sehari-
hari. Mayoritas mereka lebih memilih mengenakan pakaian dari bahan tenunan
tradisional ketika menghadiri kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Kain tenun pun
telah digunakan lintas generasi, A.Maryam yang merupan pensiunan pegawai
negeri sipil walaupun diusianya yang sudah tidak muda lagi tetapi ia selalu
berinovasi dalam menentukan pilihan terhapad pakaian yang ia gunakan.
Di antara karya seni kerajinan yang mengedepankan bentuk atau wujud
yang berupa motif, desain dan warna adalah seni kerajinan tenun. Motif kain
tenun berupa beberapa jenis fauna dan flora tertentu, gunung, sungai, matahari,
bintang, dan manusia. Desain pada kain tenun sangat berpengaruh pada makna
dan falsafah kain tenun yang dihasilkan. Dan pewarnaan kain tenun pada awalnya
menggunakan warna alami seperti warna merah, kuning, hijau, dan coklat. Namun
kini sudah berkembang dan memiliki beragam warna dengan menggunakan warna
sintetis
Pada motif dan warna kain tenun tolaki tersbut memiliki isi atau makna
simbolik yang merupakan unsur keindahan yang tidak terlepas dari karya seni. Isi
atau makna simbolik mempunyai arti tertentu, makna yang lebih luas daripada apa
yang ditampilkan secara nyata, yang dilihat atau didengar. Misalnya, burung dara
sebagai simbol perdamaian, padi dan kapas simbol kemakmuran. Simbol
mewujudkan komunikasi seacara langsung, tetapi bagi mereka yang sudah
mengetahui artinya (Djelantik, 2004).
Darminra Dahlan menyebut keinginan konsumen biasanya yang diterima
jika melalui pesanan khususnya dari konsumen. Produksi yang dilakukan melalui
permintaan motif dan desain ini, sifatnya terbatas dan tidak dijual untuk umum.
Kain tenun Tolaki yang kini beredar di sejumlah pasar dan pusat ole-ole khas
Sulawesi Tenggara merupakan sebagian besar hasil desainnya. Namun motif kain
tenun Tolaki telah direkontruksi ulang menyesuaikan desain saat ini.
Pernyataan diatas senada dengan pernyataan Damintara Dahlan sebagai
berikut :

108
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

“Mereka inginnya motif kain tenun Tolaki yang baik, namun banyak ibu-
ibu yang inginnya diinovasi dengan berbagai kombinasi, sementara stok
tersebut saya tidak jual.Kecuali kalau macam itu melalui pesanan khusus,
itu pun kalau jumlahnya banyak kami bisa akomodir, tapi kalau sendiri
saya tidak terima,” (wawancara 6 Agustus 2019).

Berdasarkan kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwa adanya


keinginan konsemen untuk memeliki kain tenun sesui dengan model dan motif
yang mereka inginkan. Bagi distributor kain tenun hal itu merupakan suatu bentuk
permintaan yang agak sulit untuk diakomodir. Akan tetapi apabila konsumen
ingin membeli kain tenun dalam jumlah yang banyak, distributor akan menerima
pesanan konsumen tersebut.
Bagi distributor kain tenun, konsumen merupakan orang yang sangat
penting karena merekalah yang mampu mengembangkan sebuah bisnis. Seperti
apapun perilaku yang dimiliki oleh seorang konsumen, seorang pengusaha
biasanya akan mengalah dan melayani konsumen tersebut agar terjadi sebuah
proses pembelian yang memuaskan. Perilaku setiap konsumen bisa berbeda-beda
karena adanya berbagai hal yang mempengaruhi. Baik pengaruh dari dalam
konsumen itu sendiri maupun pengaruh dari luar.
Kain tenun tolaki memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Kota
Kendari yang pada dasarnya tenun tolaki sendiri telah menjadi sebagai pakain
formal dalam bekerja bagi masyarakat Kota Kendari, karena kain tenun yang
mereka pakai merupakan hasil buatan pabrik rumahan yang ditenun dan diberi
warna sendiri sebagaimana yang diungkapkan oleh Darminra Dahlan sebagai
berikut :

“Kain tenun tolaki ini saya produksi sendiri, kalau selalu update sesuai
dengan kebutuhan konsumen. Kalau dulu itukan ada aturan-aturan dalam
menggunakan kain adat, sekarang ini pengetahuan konsumen sudah tidak
ada lagi tentang itu, jadi mereka pakai saja sesuai selera” (Wawancara 6
Agustus 2019)

Berdasarkan kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwa produksi


kain tenun tolaki yang ada di Kota Kendari adalah merupakan produk rumahan,
kain tersebut kemudian dibuat berdasarkan permintaan pasar. Pada umumnyaSuku
Tolaki mengenal dua jenis pakaian. Jenis pakaian itu ialah pakaian sehari-hari dan
pakaian upacara. (Chalik, et. al., 1992/1993) pakaian sehari-hari terdiri atas: (1)
pakaian dirumah, (2) pakaian kerja, dan (3) pakaian bepergian. Pakaian upacara
terdiri atas: (1) pakaian upacara daur hidup, (2) pakaian upacara
keagamaan,(3)pakaian upacaraadat. Pakaian adat dilengkapi dengan perhiasan dan
kelengkapan tradisional lainnya, kesatuan utuh antara busana dan perhiasan serta
kelengkapannya menunjukan lengkapnya pakaianadat.

2. Kain Tenun Tolaki Sebagai Seragam Non Formal

109
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

Dewasa ini keberadaan kain tenun tolaki, telah menjadi suatu fashion
dalam masyarakat yang tidak hanya digunakan sebagai pakaian formal, tetapi
dipakai juga sebagai pakain non formal. Hal ini dilandasi dengan preferensi
masyarakat terhadap kain tenun tolaki.Pada mulanya kain tenun yang dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan pakaian sehari-hari masyarakat dalam skala kecil.
Namun dalam perkembangannya justru kerajinan tenun sudah lebih bersifat
ekonomi dan komersial. Hal ini senada dengan pernyataan informan Taswin
Tahang sebagai berikut :
“Dulu waktu saya membeli kain tenun saya ingin untuk memakai kain
tenun di pesta perkawinan teman karna kalau pake batik kan sekarang
sudah umum mi. Kalua masih kuliah di kampus biasa saya juga memakai
kain tenun pada forum-forum tertentu” (wawancara, 8 September 2019).

Berdasarkan kutipan wawancara diatas dapat diinterpertasikan bahwa


eksistensi kain tenun tolaki saat ini telah menjadi pakaian yang digunakan pada
acara-acara sosial seperti pernikahan maupun pada forum-forum akademik di
universitas. Bukan hanya batik yang menjadi pakaian ciri khas kedaerahan tetapi
tenun juga kini telah menjadi pakain yang dipakai dalam berbagai pertemuan
formal maupun non formal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari
dalam diri individu (informan) yang mempengaruhi preferensi konsumen pada
makna pesan simbolik kain Tenun Tolaki, yang dalam penelitian ini terdiri dari
faktor pribadi meliputi demografi informan seperti usia, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, serta faktor psikologis meliputi hobi, selera, rasa suka, dan simpati.
Faktor ekonomi secara sederhana dapat dikatakan terkait dengan kondisi
kemampuan finansial seseorang dalam memilih dan memutuskan untuk membeli
sebuah barang atau menggunakan jasa. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
kemampuan finansial seseorang atau semakin banyak uang dimiliki oleh
seseorang, maka cenderung semakin besar keinginan seseorangtersebut
memutuskan untuk membeli barang atau jasa. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Salvatore (1997) dimana perilaku permintaan konsumen terhadap suatu barang
dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pendapatan, selera
konsumen, dan harga barang disaat kondisi lain tidak berubah (cateris paribus).
Kotler dan Keller, (2006) bahwa kesukaan pada suatu produk dipandang
memberikan nilai tambah bagi produk tersebut, sehingga menyebabkan konsumen
mempunyai perasaan positif berupa keinginan bahkan sampai pada keputusan
untuk membeli produknya.

SIMPULAN
Preferensi konsumen pada makna simbolik kain tenun Tolaki di Kota
Kendari mencakup banyak dipengaruhi oleh pekerjaan dan pendapat untuk faktor
intenal, sedangkan usia tidak begitu mempengaruhi pada pemilihan kain tenun
tolaki. Gaya hidup dan harga juga mempunyai pengaruh penting dalam pemilihan
kain tenun tolaki. Kelemahan dalam pemasaran kain tenun tolaki di Kota Kendari
kebanyakan masyarakat di Kota Kendari hanya membeli dan menggunakan tanpa
mengetahui makna simbolik dari kain Tenun Tolaki. Hal ini tidak menutup
kemungkinan akan hilangnya nilai adat istiadat dan budaya yang dipertahankan

110
Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 11 No. 1 Februari 2020

dari sebuah kain adat. Pandangan sebagian orang tertuju pada motif kain adat,
sebagian lagi memberi perhatian pada fungsi dan makna serta sebagian lagi
menggunakan kain adat sebagai alat kepuasan. Kronologis penggunaan kain adat
dengan tujuan berbeda dapat berdampak pada kekhasan kain adat tersebut yang
lambat laun akan hilang.

REFERENSI

Assael, Henry. 1998. Consumer Behaviour and Marketing Action, 6/e. New York:
International Thompson Publishing Company
Basrin, Melamba. 2008. Sejarah dan Ragam Hias Pakaian Adat Tolaki di
Sulawesi Tenggara. Mozaik Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 12, No.2, pp 2-
15.
Djelantik. 2004. Estetika Sebuah Pengantar.Jakarta:MSPI
Dominick, Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional, alih bahasa oleh Haris
Munandar edisi 5 cetak 1. Jakarta : Penerbit Erlangga
Husein A. Chalik. et. al. 1984/1985. Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias
Pengantin dalam Mananamkan nilai-nilai Budaya Provinsi Sulawesi
Tenggara. Kendari: Bagian Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-
Nilai Budaya Sulawesi Tenggara.
Howard A,John and Sheth N, Jagdish. 1998. Consumer Behavior and Marketing
Strategy. Irwin Mc Graw Hill.
Kotler, Philip. 1999. The Consumer Behavior in Marketing Management.
Published by Simon & Schuster Pte.Ltd.
Kotler, Phillip, dan Gary Armstrong.2008. Prinsip-prinsip Pemasaran (Edisi 12
Jilid 1). Jakarta: Penerbit Erlangga.
.2001. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Kontrol. Jakarta: PT. Prehallindo.
Sutopo. 2006.Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta:UNS.
Tarimana, Abdurrauf. 1989. Kebudayaan Tolaki. Seri Etnografi Indonesia No:3,
Jakarta : Balai Pustaka

111

Anda mungkin juga menyukai