Anda di halaman 1dari 12

1.

PENGERTIAN MUAMALAH

Pengertian muamalah menurut istilah syariat Islam ialah suatu kegiatan yang mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi
keperluan hidup sehari-hari.

• Pengertian muamalah menurut bahasa berasal dari kata ‫ – يؼاهل – ػاهل هؼاهلة‬secara
arti kata mengandung arti "saling berbuat" atau berbuat secara timbal balik. Lebih
sederhana lagi berarti "hubungan antar orang dan orang".

• Mu'amalah secara etimologi sama dan semakna dengan "al-mufa'alah" ‫ الوفاػلة‬yaitu


saling berbuat, yang berarti hubungan kepentingan antara seseorang dengan orang lain
perlakuan atau tindakan terhadap orang lain.

• Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian
muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit.

• Muamalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hukum-hukum) Allah untuk mengatur
manusia dalam kaitannya dengan urusan duiawi dalam pergaulan sosial.

• Muamalah dalam arti sempit (khas) yaitu semua akad yang memperbolehkan manusia
saling menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan
Allah dan manusia wajib mentaati-Nya.

2. KEDUDUKAN MUAMALAH

Kedudukan muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam praktiknya


tidak dapat dipisahkan dengan urusan akhirat sehingga dalam ketentuannya mengandung
aspek halal, haram, sah, rusak, dan batal.

1. Islam menekankan pentingnya pernikahan dan keluarga, serta menjadikannya


sebagai amal ibadah dan sunnah para Nabi.

Nabi Muhammad r bersabda, “Tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat, aku juga
tidur dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang tidak suka akan sunnahku, maka dia
bukan golonganku.” (Al-Bukhari, no. 4776, dan Muslim, no. 1401)
2. Islam memberikan kehormatan yang penuh kepada setiap anggota keluarga; baik
perempuan ataupun laki-laki.

Karena itu Islam memberikan tanggung jawab besar kepada ayah dan ibu untuk
mendidik anak-anaknya. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma;
bahwa dia mendengar Rasulullah r bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dia pimpin. Seorang imam (pemimpin) adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya. Seorang laki-laki
adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap
keluarganya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Dan seorang pembantu adalah pemelihara
harta majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusannya.” (HR. Al-
Bukhari, no. 853, dan Muslim, no. 1829)

3. URGENSI MUAMALAH

Berdasarkan keterangan disamping maka kiranya dapat


dipahami bahwa hukum mempelajari fiqih mu’malah adalah
suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena setiap
aktifitas manusia tidaka lepas dari aspek ini oleh karena itu
wajib hukum nya mempelajari fiqih mu’malah sebagaimana
ungkapan.

• Islam menyuruh kepada umat Islam untuk totalitas dalam mengamalkan aturan
Allah.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah 208:

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al-Baqarah 208).
• Pengetahuan tentang fiqh mu’amalah

Saidina Umar bin Khattab berkata “Tidak Boleh jual beli pasar kita kecuali orang
yang benar-benar telah mengerti fiqih (Mu’malah) dalam agama.”

Dari ungkapan umar diatas dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa tidak boleh berbisnis,
tidak boleh terlibat perbankan, tidak boleh beraktifitas asuransi dan yang lainnya jika tidak
mengerti fiqih mu’malah.

Ijma Ulama-ulama bersepakat bahwa muamalah adalah sesuatu masalah kemanusiaan


yang maha penting.

• Husein Shahattah dalam kitab Iltizam bi dhawabith As-Syar’iyyah Fil Mu’amalt


Maliyah 

“Fiqh muamalah ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam.
Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum
mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.

Berdasarkan uraian-uraian diatas bahwa mumalah adalah sesuatu hal yang penting
maka dengan mempelajari fiqih mu’amalah diharapkan setiap muslim dalam beraktifitas
khususnya dalam bidang perekonomiam mampu menerapkan atarun-aturan allah dalam
rangka  memperoleh, mengembangkan dan memanfaatkan harta, sehingga kebahagiaan dunia
dan akhirat akan tercapai sebagaimana tujuan muslim pada umumnya yang senantiasa
memohon doa tersebut kepada Allah

4. TUJUAN MUAMALAH

Tujuan muamalah adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama


manusia, sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan tentram. Adapun hubungan ini berupa
jalinan pergaulan, saling menolong dalam kebaikan dalam upaya menjalankan ketaatannya
kepada Allah SWT.
5. RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup Muamalah dilihat Dari Segi Aspeknya
Dilihat dari segi aspeknya muamalah terbagi menjadi dua jenis yakni Muamalah
adabiyah dan madiyah.
 Muamalah Adabiyah (berkaitan dengan materi atau yang porosnya berada diatas
sesuatu yang bersifat materiil)
 Bersikap adil dan baik.
 Bersikap jujur dalam segala hal.
 Bersikap amanah
 Menepati janji dan tidak berkhianat
 Bermurah hati (bersikapa toleran)
 Muamalah Madiyah (suatu pergaulan antar manusia yang penekanannya kepada
perilaku, sikap dan tindakan yang bersumber dari lisan dan anggota badan ).
Adapun ruang lingkup dari muamalah madiyah diantaranya adalah:
 Jual-beli ( bai’ )
 Gadai ( rahn )
 Jaminan dan tanggungan ( Kafalah dan Dhaman )
 Pemindahan hutang ( hiwalah )
 Mudharabah
 Mukhabarah
 Syirkah
 Masalah seperti bunga bank, kredit, asuransi dan lain sebagainya.

2. Ruang Lingkup Muamalah dilihat Dari Segi Tujuannya


Adapun ruang lingkup muamalah dilihat dari tujuannya
 Hukum Keluarga (Ahkam Al Ahwal Al-Syakhiyyah)
 Hukum Perdata (Al Ahkam Al Maliyah)
 Hukum Pidana (Al-Ahkam Al-Jinaiyyah)
 Hukum Acara (Al-Ahkam Al-Murafa’at)
 Hukum Perundang-Undangan (Al-Ahkam Al-Dusturiyyah)
 Hukum Kenegaraan (Al-Ahkam Al-Duwaliyyah)
 Hukum Keuangan dan Ekonomi (Al-Ahkam Al-Iqtishadiyyah Wa Al-
Maliyyah)
6. PELAKSANAAN DAN HIKMAH JUAL BELI
1. Pengertian Jual Beli

Menurut etimologi, jual beli berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Menurut pengertian syari’at, yang dimaksud dengan jual beli adalah pertukaran harta atas
dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu
berupa alat tukar yang sah)
Menurut mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali jual beli adalah saling tukar menukar harta
dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.
Sedangkan dalam KUHP pasal 1457 jual beli adalah suatu perjanjian antara pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan

2. Dasar Hukum Jual Beli


 Al-Qur’an

Al-Baqarah ayat 275 : Pada Qur’an Al-Baqarah ayat 275 menjelaskan bahwa

Allah swt. menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba7, karena apabila riba

dilakukan dalam transaksi bermuamalah akan dapat merugikan salah satu pihak.

An-Nisa ayat 29: Pada Qur’an An-Nisa ayat 29 menjelaskan bahwa Allah

swt. memerintahkan janganlah kita termasuk orang-orang yang tamak yang

memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak benar, kecuali dengan jalan jual

beli yang disyariatkan, saling meridhoi antara penjual dengan pembeli dan yang

berlaku atas dasar suka sama suka, dan menjadikan hal itu sebagai sebab untuk

memperoleh harta benda yang sesuai dengan syari’at islam

 Hadist

Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: Pekerjaan

apakah yang paling baik?. Beliau bersabda: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya

dan setiap jual-beli yang bersih”. (HR Al-Bazzar.)


3. Rukun Jual Beli
 Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
 Sighat (lafal ijab qabul)
 Barang yang dibeli (ma’qud alaih)
 Nilai tukar pengganti barang.

4. Syarat Jual Beli


 Syarat-syarat orang yang berakad
1) Berakal sehat
2) Atas dasar suka sama suka
3) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda

 Syarat yang terkait dalam ijab qabul


1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai maka jual
beli tidak sah.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.

 Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan


1) Suci
2) Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau diberi kuasa orang
lain yang memilikinya.
3) Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya
4) Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai
5) Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya, jenisnya, sifat, dan
harganya.
6) Boleh diserahkan saat akad berlangsung.

 Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)


1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya
2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang maka
barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan
5. Macam-macam Jual Beli

Dari aspek objeknya, jual beli dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
 Bai’ Al-muqayadhah atau barter
 Bai’ al-muthlaq
 Bai’ Al-sharf atau Bai’ al-dain bil dain
 Bai’ Al-salam

Dari aspek harga, jual beli dibedakan menjadi empat macam


 Bai’ al-murabahah
 Bai’ al-tauliyah
 Bai’ al-wadhi’ah
 Bai’ al-musawamah
6. Jual Beli yang Dilarang

Sebab-sebab dilarang jual beli bisa kembali kepada akad jual beli dan bisa kepada hal

lain larangan yang kembali kepada akad dasarnya adalah tidak terpenuhinya persyaratan

sahnya jual beli.

 Yang berkaitan dengan objeknya


1) Tidak terpenuhinya syarat adanya perjanjian
2) Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi yang disyariatkan dari objek yang
diperjualbelikan
3) Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual

 Yang berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual belinya


1) Karena jual beli yang mengandung riba.

2) Karena jual beli yang mengandung kecurangan

7. Manfaat dan Hikmah Jual Beli

Menurut Ghazzaly ( 2010: 87) manfaat dan hikmah jual beli diantaranya sebagai berikut.
1. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak
milik orang lain
2. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya
3. Masing-masing pihak merasa puas
4. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara
bathil
5. Penjual dan pembeli mendapatkan rahmat Allah swt
6. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
7. PERNIKAHAN DALAM ISLAM
- Secara bahasa, nikah berarti mengumpulkan (Ad-Dhamm) dan menggauli (al-wath’).
- Secara istilah, menurut Syafi’iyah nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum
dibolehkannya wath’ (senggama) dengan lafaz nikah atau tajwiz atau yang semakna
dengan keduanya.
- Menurut Abu Zahrah, nikah adalah akad yang mengakibatkan halalnya pergaulan antara
laki-laki dan perempuan serta pembatasan milik, hak, dan kewajiban mereka.
- Dalam UU No 1 tahun 1974, nikah adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdsasarkan ketuhanan yang Yang Maha Esa.

A. HUKUM NIKAH
- Menurut Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, dan Malik bin Annas, asal hukum nikah itu
adalah dianjurkan (Sunnah).
- Namun bagi orang-orang tertentu nikah bisa menjadi wajib. Berdasarkan Al-Qur’an dan
al-Hadist, islam sangat menganjurkan agar kaum muslimin yang mampu untuk segera
melaksanakan pernikahan.
- Hukum menikah itu bisa berbeda-beda antara satu orang dengan yang lainnya sesuai
dengan kondisinya. Sehingga nikah bisa menjadi:
 Wajib
 Sunnah
 Haram
 Makruh
 Mubah
B. PRINSIP NIKAH
1. Atas dasar cinta dan rela, bukan paksaan
2. Nikah merupakan fitrah manusia
3. Permudah pernikahan dan Persulit perceraian
4. Nikah untuk selamanya
5. Nikah adalah ibadah
6. Monogami (Boleh poligami dalam kondisi tertentu)
7. Nikah adalah sunnah Rasulullah SAW
8. Nikah adalah amanah Allah SWT
C. PRA NIKAH (MEMINANG)
- Meminang (al-khitbah) adalah permintaan seorang laki-laki kepada perempuan untuk
menikahinya, baik dilakukan oleh laki-laki langsung maupun oleh pihak yang
dipercayainya sesuai aturan agama.
- Tujuannya agar kedua belah pihak saling mengenal sehingga dapat diambil keputusan
yang tepat

D. WANITA YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;


saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-
saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-
laki; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS. An-Nisa’: 23)
Wanita yang haram dinikahi, berdasarkan QS An-Nisa’ ayat 23:
1. Seketurunan
2. Sesusuan
3. Semertuaan (mertua & anak tiri)
4. Ibu
5. Anak (wanita)
6. Saudara
7. Saudara perempuan dari ayah
8. Saudara perempuan dari ibu
9. Anak saudara laki-laki
10. Anak saudara perempuan
11. Wanita yang menyusi kita (Ibu susuan)
12. Anak ibu susu
13. Ibu istri (mertua, meski istri sudah bercerai)
14. Anak tiri
15. Bekas istri anak (bekas menantu)
16. Saudara istri (kecuali jika istri sdh meninggal)
17. Istri orang lain
18. Bekas ibu tiri.

Wanita yang haram dinikahi

- Berbeda agama
- Masih dalam iddah orang lain
- Sedang berhaji (ihram)
- Bersuami/beristri 4
- Telah ditalaq 3 kali, namun boleh dinikahi jika sudah menikah dengan orang lain
kemudian cerai
-
E. RUKUN NIKAH (PELAKSANAAN)
1. Dua mempelai (pria dan wanita)
2. Dua orang saksi; laki-laki dewasa, sehat akal.
3. Wali (dari pihak wanita)
4. Aqad nikah (Ijab Qabul)
5. Mahar/ Maskawin
F. HIKMAH MENIKAH
1. Menjalankan perintah Allah SWT dan sunnah Rasulullah SWT.
2. Menyempurnakan ibadah
3. Menyalurkan fitrah berhubungan suami istri
4. Jalan mendapatkan keturunan yang sah
5. Penyaluran naluri kebapakan dan keibuan.
6. Dorongan untuk bekerja keras
7. Pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga

Daftar Pustaka:

Anwarudin, Abu Tholhah, & Muhamad Syukur. 2008. Modul Mata Kuliah Pendidikan
Agama Program Diploma 1 Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Jakarta:Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik

8. KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri
secara langsung merugikan Negara atau perekonomian Negara.

 Menurut Syed Hussen Alatas, korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur
yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain.

 Jadi, korupsi adalah tindakan yang bathil, dan tidak dibenarkan secara Syariah apapun
alasan dan tujuannya.

 Hal tersebut tertuang dalam Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-
Baqarah:188)

DOSA DAN DAMPAK KORUPSI

1. Tidak diterima doa dan ibadahnya

2. Hati menjadi mati/hitam

3. Hilang keberkahan

4. Neraka wail

Daftar Pustaka:

Amrani, H, Elvina, AI, Yasinta, IA. 2017. Esensi Keberadaan Pasal 4 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Implementasinya Dalam Praktek Penegakan
Hukum. Yogyakarta: Fakultas Hukum UII Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai