Anda di halaman 1dari 20

PERBANDINGAN PER UU DISTRIBUSI OBAT

DAN OBAT TRADISIONAL

Anggota Kelompok

PROGRAM STUDI FARMASI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSITUT SAINS DAN TEKHNOLOGI
2021
NO ASPEK OBAT OBAT TRADISIONAL
1. PER UU YANG  UU 36 tahun 2009  UU 36 tahun 2009
DIPAKAI Tentang kesehatan Tentang kesehatan
 PMK 1148/2011  Permenkes No 26
tentang pedagang Tahun 2018
besar farmasi  PMK 007 tahun 2012
tentang Registrasi Obat
 Pkabpom no.hk
Tradisional
03.1.34.11.12.7542/20  PMK 006 tahun 2012
12 tentang pedoman tentang Industri Dan
Usaha Obat Tradisional
tekhnis cara  Perka BPOM
distribusi obat. HK.03.1.23.06.11.5629/2
011
 PP 51 tahun 2009
tentang pekerjaan
kefarmasian
2. DEFINISI KATA  Obat adalah Obat Obat tradisional adalah bahan
KUNCI adalah bahan atau atau ramuan bahan yang berupa
paduan bahan, bahan tumbuhan, bahan hewan,
termasuk produk bahan mineral, sediaan sarian
biologi yang (galenik), atau campuran dari
digunakan untuk bahan tersebut yang secara turun
mempengaruhi atau temurun telah digunakan untuk
menyelidiki sistem pengobatan, dan dapat
fisiologi atau keadaan diterapkan sesuai dengan norma
patologi dalam rangka yang berlaku di masyarakat.
penetapan diagnosis,
pencegahan,
penyembuhan,
pemulihan,
peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi, untuk
manusia.
 PBF adalah perusahaan
berbentuk badan
hukum yang memiliki
iz untuk pengadaan,
penyimpanan,
penyaluran obat dan/
atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai
ketentuan perundang-
undangan.
3. DISTRIBUSI PMK 1148/2011 TENTANG Permenkes No 26 Tahun 2018
PEDAGANG BESAR PASAL 7
FARMASI 1. Sertifikat Distribusi Farmasi
PASAL 13 diajukan oleh PBF
1. PBF dan PBF Cabang 2. PBF sebagaimana dimaksud
hanya dapat mengadakan, pada ayat (1) diselenggarakan
menyimpan dan oleh Pelaku Usaha
menyalurkan obat nonperseorangan berupa
dan/atau bahan obat yang perseroan terbatas atau
memenuhi persyaratan koperasi
mutu yang ditetapkan oleh 3. Persyaratan untuk
Menteri. memperoleh Sertifikat
2. PBF hanya dapat Distribusi Farmasi
melaksanakan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam
obat dari industri farmasi Pasal 3 ayat (1) huruf c yaitu
dan/atau sesama PBF. memiliki secara tetap
3. PBF hanya dapat apoteker kewaganegaraan
melaksanakan pengadaan Indonesia sebagai
bahan obat dari industri penanggung jawab
farmasi, sesama PBF
dan/atau melalui
importasi.
4. Pengadaan bahan obat
melalui importasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
5. PBF Cabang hanya dapat
melaksanakan pengadaan
obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat.

PASAL 15
1. PBF dan PBF Cabang
harus melaksanakan
pengadaan,
penyimpanan dan
penyaluran obat
dan/atau bahan obat
sesuai dengan CDOB
yang ditetapkan oleh
Menteri.
2. Penerapan CDOB
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
sesuai pedoman teknis
CDOB yang ditetapkan
oleh Kepala Badan.
3. PBF dan PBF Cabang
yang telah menerapkan
CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh
Kepala Badan.

PASAL 18
1. PBF dan PBF Cabang
hanya dapat
menyalurkan obat
kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan
fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan
kefarmasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek; b. instalasi
farmasi rumah sakit; c.
puskesmas; d. klinik;
atau e. toko obat.
3. Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
PBF dan PBF Cabang
tidak dapat
menyalurkan obat
keras kepada toko
obat.
4. Untuk memenuhi
kebutuhan pemerintah,
PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan
obat dan bahan obat
kepada instansi
pemerintah yang
dilakukan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
PKaBPOM No.HK PMK 007 tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional
03.1.34.11.12.7542/2012
TENTANG PEDOMAN
Pasal 6
DAN TEKHNIS CARA
1. Obat tradisional yang dapat
DISTRIBUSI OBAT
diberikan izin edar harus
PASAL 2 memenuhi kriteria sebagai
PBF, PBF Cabang, dan berikut:
Instalasi Sediaan Farmasi a. menggunakan bahan yang
dalam menyelenggarakan memenuhi persyaratan
pengadaan, penyimpanan, dan keamanan dan mutu
penyaluran Obat dan/atau b. dibuat dengan menerapkan
Bahan Obat wajib menerapkan CPOTB
pedoman teknis CDOB. c. memenuhi persyaratan
Farmakope Herbal Indonesia
PASAL 3 atau persyaratan lain yang diakui
1. Pedoman teknis CDOB d. berkhasiat yang dibuktikan
meliputi: secara empiris, turun temurun,
a. manajemen mutu dan/atau secara ilmiah
b. organisasi, e. penandaan berisi informasi
manajemen, dan yang objektif, lengkap, dan tidak
personalia menyesatkan.
c. bangunan dan (2) Ketentuan lebih lanjut
peralatan mengenai kriteria sebagaimana
d. operasional dimaksud pada ayat (1)
e. inspeksi diri ditetapkan dengan Peraturan
f. keluhan Obat, Kepala Badan.
dan/atau Bahan Obat
kembalian, diduga
palsu dan penarikan
Kembali
g. transportasi
h. fasilitas distribusi
berdasarkan kontrak; i.
dokumentasi
j. ketentuan khusus
Bahan Obat
k. ketentuan khusus
produk rantai dingin;
dan
l. ketentuan khusus
narkotika,
psikotropika, dan
prekursor farmasi.
2. Pedoman teknis
CDOB sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam
Lampiran yang
merupakan bagian
tidak terpisahkan dari
Peraturan Badan ini.
Pasal 3
1. Industri dalam
melaksanakan
kegiatan distribusi
Bahan Obat
dan/atau Obat
wajib menerapkan
pedoman teknis
CDOB.
2. Pedoman teknis
CDOB
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 2 secara
mutatis mutandis
berlaku juga bagi
Industri Farmasi
dalam
melaksanakan
kegiatan distribusi.
4. SDM YANG PP 51 TAHUN 2009 PMK 006 tahun 2012 tentang
Industri Dan Usaha Obat
DIPERLUKAN Tentang Pekerjaan
Tradisional
Kefarmasian
Bagian Keempat Pasal 7
Pekerjaan Izin industri dan usaha obat
Kefarmasian Dalam tradisional berlaku seterusnya
Distribusi atau selama industri dan usaha obat
Penyaluran Sediaan tradisional yang bersangkutan
Farmasi masih berproduksi dan
Pasal 14 memenuhi ketentuan peraturan
(1) perundang-undangan.
Setiap Fasilitas Pasal 8 Menteri dalam
Distribusi atau pemberian izin sebagaimana
Penyaluran Sediaan dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
Farmasi berupa obat mendelegasikan kewenangan
harus memiliki seorang pemberian izin untuk :
Apoteker sebagai a. IOT dan IEBA kepada
penanggung jawab. Direktur Jenderal
(2) b. UKOT kepada Kepala Dinas
Apoteker sebagai Kesehatan Provinsi
penanggung jawab c. UMOT kepada Kepala Dinas
sebagaimana dimaksud Kesehatan Kabupaten/Kota.
pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau
Tenaga Teknis
Kefarmasian.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
PMK 007 tahun 2012 tentang
mengenai pelaksanaan
Registrasi Obat Tradisional
Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas PASAL 12 ayat (2)
Distribusi atau Importir sebagaimana dimaksud
Penyaluran Sediaan pada ayat (1) harus memenuhi
Farmasi sebagaimana persyaratan:
dimaksud pada ayat (1) a. memiliki fasilitas distribusi
dan ayat (2) diatur obat tradisional sesuai ketentuan
dengan Peraturan yang berlaku; dan b. memiliki
Menteri. penanggung jawab Apoteker
Pasal 15
Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas
Distribusi atau
Penyaluran Sediaan
Farmasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
14 harus memenuhi
ketentuan Cara
Distribusi yang Baik
yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 16
(1)
Dalam melakukan
Pekerjaan
Kefarmasian, Apoteker
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 harus
menetapkan Standar
Prosedur Operasional.
(2)
Standar Prosedur
Operasional harus
dibuat secara tertulis
dan diperbaharui
secara terus menerus
sesuai dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi di bidang
farmasi dan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.

Pasal 17
Pekerjaan Kefarmasian
yang berkaitan dengan
proses distribusi atau
penyaluran Sediaan
Farmasi pada Fasilitas
Distribusi atau
Penyaluran Sediaan
Farmasi wajib dicatat
oleh Tenaga
Kefarmasian sesuai
dengan tugas dan
fungsinya.

Pasal 18
Tenaga Kefarmasian
dalam melakukan
Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas
Distribusi atau
Penyaluran Sediaan
Farmasi harus
mengikuti
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi di bidang
distribusi atau
penyaluran.
5. ASPEK YANG SAMA UU 36 Tahun 2009 Tentang UU 36 tahun 2009
Kesehatan Tentang kesehatan
PP 51 tahun 2009 tentang PMK 007 tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional
Pekerjaan Kefarmasian

6. ASPEK YANG  Obat adalah Obat Obat tradisional adalah bahan


BERBEDA adalah bahan atau atau ramuan bahan yang berupa
paduan bahan, bahan tumbuhan, bahan hewan,
termasuk produk bahan mineral, sediaan sarian
biologi yang (galenik), atau campuran dari
digunakan untuk bahan tersebut yang secara turun
mempengaruhi atau temurun telah digunakan untuk
menyelidiki sistem pengobatan, dan dapat
fisiologi atau keadaan diterapkan sesuai dengan norma
patologi dalam rangka yang berlaku di masyarakat.
penetapan diagnosis,
pencegahan,
penyembuhan,
pemulihan,
peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi, untuk
manusia.

DISTRIBUSI DISTRIBUSI
PMK 1148/2011 TENTANG Permenkes No 26 Tahun 2018
PEDAGANG BESAR PASAL 7
FARMASI 1. Sertifikat Distribusi
PASAL 13 Farmasi diajukan
6. PBF dan PBF Cabang oleh PBF
hanya dapat mengadakan, 2. PBF sebagaimana dimaksud
menyimpan dan pada ayat (1) diselenggarakan
menyalurkan obat oleh Pelaku Usaha
dan/atau bahan obat yang nonperseorangan berupa
memenuhi persyaratan perseroan terbatas atau
mutu yang ditetapkan oleh koperasi
Menteri. 3. Persyaratan untuk
7. PBF hanya dapat memperoleh Sertifikat
melaksanakan pengadaan Distribusi Farmasi
obat dari industri farmasi sebagaimana dimaksud dalam
dan/atau sesama PBF. Pasal 3 ayat (1) huruf c yaitu
8. PBF hanya dapat memiliki secara tetap
melaksanakan pengadaan apoteker kewaganegaraan
bahan obat dari industri Indonesia sebagai
farmasi, sesama PBF penanggung jawab
dan/atau melalui
importasi.
9. Pengadaan bahan obat
melalui importasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
10. PBF Cabang hanya dapat
melaksanakan pengadaan
obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat.

PASAL 15
4. PBF dan PBF Cabang
harus melaksanakan
pengadaan,
penyimpanan dan
penyaluran obat
dan/atau bahan obat
sesuai dengan CDOB
yang ditetapkan oleh
Menteri.
5. Penerapan CDOB
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
sesuai pedoman teknis
CDOB yang ditetapkan
oleh Kepala Badan.
6. PBF dan PBF Cabang
yang telah menerapkan
CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh
Kepala Badan.

PASAL 18
5. PBF dan PBF Cabang
hanya dapat
menyalurkan obat
kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan
fasilitas pelayanan
kefarmasian sesuai
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Fasilitas pelayanan
kefarmasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek; b. instalasi
farmasi rumah sakit; c.
puskesmas; d. klinik;
atau e. toko obat.
7. Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
PBF dan PBF Cabang
tidak dapat
menyalurkan obat
keras kepada toko
obat.
Untuk memenuhi kebutuhan
pemerintah, PBF dan PBF
Cabang dapat menyalurkan
obat dan bahan obat kepada
instansi pemerintah yang
dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
SDM YANG DIPERLUKAN SDM YANG DIPERLUKAN
PP 51 TAHUN 2009 PMK 006 tahun 2012 tentang
Industri Dan Usaha Obat
Tentang Pekerjaan
Tradisional
Kefarmasian
Bagian Keempat Pasal 7
Pekerjaan Izin industri dan usaha obat
Kefarmasian Dalam tradisional berlaku seterusnya
Distribusi atau selama industri dan usaha obat
Penyaluran Sediaan tradisional yang bersangkutan
Farmasi masih berproduksi dan
Pasal 14 memenuhi ketentuan peraturan
(1) perundang-undangan.
Setiap Fasilitas Pasal 8 Menteri dalam
Distribusi atau pemberian izin sebagaimana
Penyaluran Sediaan dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
Farmasi berupa obat mendelegasikan kewenangan
harus memiliki seorang pemberian izin untuk :
Apoteker sebagai a. IOT dan IEBA kepada
penanggung jawab. Direktur Jenderal
(2) b. UKOT kepada Kepala Dinas
Apoteker sebagai Kesehatan Provinsi
penanggung jawab c. UMOT kepada Kepala Dinas
sebagaimana dimaksud Kesehatan Kabupaten/Kota.
pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau
Tenaga Teknis
Kefarmasian.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
PMK 007 tahun 2012 tentang
mengenai pelaksanaan
Registrasi Obat Tradisional
Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas PASAL 12 ayat (2)
Distribusi atau Importir sebagaimana dimaksud
Penyaluran Sediaan pada ayat (1) harus memenuhi
Farmasi sebagaimana persyaratan:
dimaksud pada ayat (1) a. memiliki fasilitas distribusi
dan ayat (2) diatur obat tradisional sesuai ketentuan
dengan Peraturan yang berlaku; dan b. memiliki
Menteri. penanggung jawab Apoteker
Pasal 15
Pekerjaan Kefarmasian
dalam Fasilitas
Distribusi atau
Penyaluran Sediaan
Farmasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
14 harus memenuhi
ketentuan Cara
Distribusi yang Baik
yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 16
(1)
Dalam melakukan
Pekerjaan
Kefarmasian, Apoteker
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 harus
menetapkan Standar
Prosedur Operasional.
(2)
Standar Prosedur
Operasional harus
dibuat secara tertulis
dan diperbaharui
secara terus menerus
sesuai dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi di bidang
farmasi dan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.

Pasal 17
Pekerjaan Kefarmasian
yang berkaitan dengan
proses distribusi atau
penyaluran Sediaan
Farmasi pada Fasilitas
Distribusi atau
Penyaluran Sediaan
Farmasi wajib dicatat
oleh Tenaga
Kefarmasian sesuai
dengan tugas dan
fungsinya.

Pasal 18
Tenaga Kefarmasian dalam
melakukan Pekerjaan
Kefarmasian dalam Fasilitas
Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi harus
mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di
bidang distribusi atau
penyaluran
7. SARANA/PRASARANA PerKa BPOM RI NOMOR PerKa BPOM RI NOMOR
YANG DIPELUKAN HK.03.1.23.10.11.08481 Th HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun
2011 2012

 Bangunan dan fasilitas  Bangunan dan fasilitas


 Peralatan  Peralatan
 Sanitasi dan Higine  Sanitasi dan Higine
 Bahan  Bahan
 Wadah  Wadah
 Label  Label
 Prosedur dan instruksi Prosedur dan instruksi

8. PENCATATAN YANG Nomor 3 Th 2015 tentang Perka BPOM


HARUS ADA Peredaran, Penyimpanan, HK.03.1.23.06.11.5629/2011
Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika,  Penanganan bahan dan
produk jadi, seperti
Dan Prekursor Farmasi.
penerimaan dan
(1) Industri Farmasi, PBF, karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan,
Instalasi Farmasi Pemerintah,
penandaan,
Apotek, Puskesmas, Instalasi penimbangan,
Farmasi Rumah Sakit, pengolahan, pengemasan
Instalasi Farmasi Klinik, dan distribusi hendaklah
Lembaga Ilmu Pengetahuan, dilakukan sesuai dengan
atau dokter praktik perorangan prosedur atau instruksi
yang melakukan produksi, tertulis dan bila perlu
dicatat.
Penyaluran, atau Penyerahan
 Kerusakan wadah dan
Narkotika, Psikotropika, dan masalah lain yang dapat
Prekursor Farmasi wajib berdampak merugikan
membuat pencatatan mengenai terhadap mutu bahan
pemasukan dan/atau hendaklah diselidiki,
pengeluaran Narkotika, dicatat dan dilaporkan
Psikotropika, dan Prekursor kepada bagian
pengawasan mutu.
Farmasi.
 Semua penerimaan,
pengeluaran dan jumlah
(2) Toko Obat yang bahan tersisa hendaklah
melakukan penyerahan dicatat. Catatan
Prekursor Farmasi dalam hendaklah berisi
keterangan mengenai
bentuk obat jadi wajib
pasokan, nomor
membuat pencatatan mengenai bets/lot/QC, tanggal
pemasukan dan/atau penerimaan atau
pengeluaran Prekursor penyerahan, tanggal
Farmasi dalam bentuk obat pelulusan dan tanggal
jadi. kadaluwarsa bila ada.
 Pada tiap penerimaan
(3) Pencatatan sebagaimana hendaklah dilakukan
dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan visual
ayat (2) paling sedikit terdiri tentang kondisi umum,
keutuhan wadah dan
atas:
segelnya, ceceran dan
a. nama, bentuk sediaan, kemungkinan ada
kerusakan bahan, dan
dan kekuatan Narkotika,
tentang kesesuaian
Psikotropika, dan catatan pengiriman
dengan label dari
Prekursor Farmasi;
pemasok. Sampel diambil
b. jumlah persediaan; oleh personil dan dengan
metode yang telah
c. tanggal, nomor disetujui oleh kepala
dokumen, dan sumber bagian Pengawasan
Mutu.
penerimaan
 Penyerahan bahan awal
d. jumlah yang diterima; untuk produksi
hendaklah dilakukan
e. tanggal, nomor hanya oleh personil yang
dokumen, dan tujuan berwenang sesuai dengan
prosedur yang telah
penyaluran/penyerahan;
disetujui. Catatan
f. jumlah yang persediaan bahan
hendaklah disimpan
disalurkan/diserahkan;
dengan baik agar
g. nomor batch dan rekonsiliasi persediaan
dapat dilakukan.
kadaluarsa setiap
 Alokasi nomor bets/lot
penerimaan atau hendaklah segera dicatat
dalam suatu buku log.
penyaluran/penyerahan;
Catatan tersebut
dan hendaklah mencakup
tanggal pemberian
h. paraf atau identitas
nomor, identitas produk
petugas yang ditunjuk. dan ukuran bets/lot yang
bersangkutan.
 Cara penanganan,
penimbangan,
(4) Pencatatan yang dilakukan penghitungan dan
sebagaimana dimaksud pada penyerahan bahan awal,
ayat (1) dan ayat (2) harus bahan pengemas, produk
antara dan produk ruahan
dibuat sesuai dengan dokumen
hendaklah tercakup
penerimaan dan dokumen dalam prosedur tertulis.
penyaluran termasuk dokumen  Untuk tiap penimbangan
impor, dokumen ekspor atau pengukuran
dan/atau dokumen hendaklah dilakukan
penyerahan. pembuktian kebenaran
identitas dan jumlah
Pasal 44 bahan yang ditimbang
atau diukur oleh dua
Seluruh dokumen pencatatan, orang personil yang
dokumen penerimaan, independen, dan
dokumen penyaluran, dan/atau pembuktian tersebut
dokumen penyerahan dicatat.
termasuk surat pesanan  Semua kegiatan
pengolahan hendaklah
Narkotika, Psikotropika, dan
dilaksanakan mengikuti
Prekursor Farmasi wajib prosedur yang tertulis.
disimpan secara terpisah Tiap penyimpangan
paling singkat 3 (tiga) tahun. hendaklah dijustifikasi
Bagian Kedua Pelaporan dan dilaporkan.
 Semua pengawasan
Pasal 45 selama-proses yang
dipersyaratkan hendaklah
(1) Industri Farmasi yang dicatat dengan akurat
memproduksi Narkotika, pada saat
Psikotropika, dan Prekursor pelaksanaannya.
Farmasi wajib membuat, Hasil nyata tiap tahap
menyimpan, dan pengolahan bets hendaklah
menyampaikan laporan dicatat dan diperiksa serta
produksi dan penyaluran dibandingkan dengan hasil
produk jadi Narkotika, teoritis.
Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi setiap bulan kepada
Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Badan.

(2) PBF yang melakukan


penyaluran Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat
jadi wajib membuat,
menyimpan, dan
menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran
Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi setiap bulan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan
tembusan Kepala
Badan/Kepala Balai.

(3) Instalasi Farmasi


Pemerintah Pusat wajib
membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran
Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi kepada
Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Badan.

(4) Instalasi Farmasi


Pemerintah Daerah wajib
membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran
Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi kepada
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi atau Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan
kepada Kepala Balai setempat.

Anda mungkin juga menyukai