Anda di halaman 1dari 13

DISKUSI REFLEKSI KASUS

a. Rencana kegiatan

● Pembukaan : 2 menit
● Penyajian : 20 menit
● Tanya jawab : 5 menit
● Resume evaluasi : 5 menit
● Penutup : 3 menit

b. Waktu pelaksanaan

Hari : Rabu, 30 Juni 2021


Waktu : 15.30 – 16.00
Tempat : Nurse station poliklinik bedah RSUP dr Sardjito

c. Peran masing-masing personal

● Penyaji : Fatahilah Liestanto, S.Kep


● Moderator : Ussi Khairani F., S.Kep
● Notulensi : Antonia Chrismonica., S.Kep
● Peserta :

1. Farida, S,Kep. Ns
2. Murwantini, S.Kep. Ns
3. Eka Yuwana, AMK
4. Wigati, S.Kep. Ns
5. Martha Christina, AMK
6. Siti Fazanah, AMK
7. Nofiatun Khasanah, Amd.Kep

e. Materi

Keselamatan pasien merupakan bagian mendasar dalam sebuah pelayanan kesehatan.


Dalam strategi regional tahun 2016-2025, WHO South East Asie Region (SEARO)
menyebutkan bahwa terkait keselamatan pasien, itu meliputi 5 objektif strategi dimana salah
satunya adalah pencegahan dan pengendalian infeksi akibat layanan kesehatan. Sejalan dengan
hal ini, kebijakan mengenai keselamatan pasien di Indonesia juga diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan tahun 2011, Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011, didukung dengan
penguatannya sebagai bagian dari akreditasi rumah sakit, dengan salah satu dari sasaran yang
dituju adalah pengurangan risiko infeksi satunya adalah pencegahan dan pengendalian infeksi
akibat pelayanan kesehatan.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,


dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care
Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana
ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah
sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata
rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam
komponen rantai penularan infeksi, yaitu :

a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada manusia,
agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen
penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah
(dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau
laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangannya
bisa dilaksanakan.

b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-
biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir
terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air,
lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat,
permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan
reservoir.

c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.

d) Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari


wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1) kontak:
langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum (makanan,
air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).

e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan
dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit
yang tidak utuh.
f) Susceptible host (pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma,
pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.

Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, pola
hidup, pekerjaan dan herediter.

Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit
mencakup:
1) Ventilator associated pneumonia (VAP)
2) Infeksi Aliran Darah (IAD)
3) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
4) Infeksi Daerah Operasi (IDO)

Faktor Risiko HAIs meliputi:

1) Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.

2) Status imun yang rendah/terganggu (immunocompromised): penderita dengan penyakit


kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.

3) Gangguan/Interupsi barier anatomis:

● Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).


● Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) atau “surgical site
infection” (SSI).
● Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator Associated
Pneumonia” (VAP).
● Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD
● Luka bakar dan trauma.

4) Implantasi benda asing :

● Pemakaian mesh pada operasi hernia.


● Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung.
● Cerebrospinal fluid shunts
● Valvular / vascular prostheses

5) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat menyebabkan
pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba

Universal Precaution

Kewaspadaan Standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung dari jenis
infeksi. Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular
pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui
Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Kewaspadaan standar terdiri dari:

A. Kebersihan tangan/Handhygiene.
B. Alat Pelindung Diri (APD): sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield (pelindung wajah), gaun.
C. Peralatan perawatan pasien.
D. Pengendalian lingkungan.
E. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.
F. Kesehatan karyawan atau perlindungan petugas kesehatan.
G. Penempatan pasien.
H. Hygiene respirasi/Etika batuk.
I. Praktek menyuntik yang aman.
J. Praktek untuk lumbal punksi.

Kewaspadaan universal (universal precaution) adalah suatu tindakan pengendalian


infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran
infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Universal
precaution berlaku untuk darah, sekresi dan ekskresi(kecuali keringat), luka pada kulit dan
selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi resiko penularan
mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya
pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan
kesehatan. Dalam tindakan kewaspadaan universal diperlukan kemampuan perawat sebagai
pelaksana, ditunjang oleh sarana dan prasarana, serta SOP yang mengatur langkah langkah
tindakan kewaspadaan universal.

Komponen utama dalam universal precaution dan penggunaannya, yaitu:

a. Cuci tangan

Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan
pada saat:

1. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verban, walaupun telah memakai sarung
tangan.
2. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.

Indikasi kebersihan tangan:

● Sebelum kontak pasien;


● Sebelum tindakan aseptik;
● Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
● Setelah kontak pasien;
● Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

b. Sarung tangan

1. Digunakan bila terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh dan bahan terkontaminasi
lainnya.
2. Digunakan bila terjadi kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3. Sarung tangan rumah tangga daur ulang, bisa dikenakan saat menangani sampah atau
melakukan pembersihan.
4. Gunakan prosedur ini mengingat resiko terbesar adalah paparan terhadap cairan darah,
tidak memperdulikan apa yang diketahui tentang pasien.
5. Jangan didaur ulang. Sarung tangan steril harus selalu digunakan untuk prosedur
antiseptik misalkan pembedahan.
6. Jangan mengurangi kebutuhan cuci tangan meskipun telah memakai sarung tangan.

c. Masker, masker muka

Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan darah
dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang kotor dan melindungi
pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker yang
digunakan harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit Test (penekanan di bagian
hidung).

d. Kacamata

1. Gunakan bila terdapat kemungkinan terpapar cairan tubuh.


2. Kacamata memberi sedikit perlindungan, tetapi tidak memberikan perlindungan
menyeluruh.

e. Baju pelindung

1. Lindungi kulit dari darah dan cairan tubuh.


2. Cegah pakaian tercemar selama prosedur klinis yang dapat berkontak langsung dengan
darah dan cairan tubuh.

Perawatan Luka

Pencegahan dan pengendalian infeksi pada saat melakukan perawatan luka juga harus
menjadi perhatian khusus. Selain terkait penggunaan alat pelindung diri dan melakukan cuci
tangan sebelum serta setelah melakukan perawatan luka, tenaga medis terutama perawat juga
harus memperhatikan terkait aspek penggunaan peralatan perawatan.

Pada dasarnya proses penyembuhan luka dari tahap ke tahap akan terlihat melalui
teknik perawatan, dimana ada luka yang sembuh dengan cepat dan ada yang membutuhkan
waktu lama. Hal ini salah satunya dapat disebabkan karena penggunaan alat medikasi untuk
sejumlah pasien yang menyebabkan proses buka tutup alat secara terus menerus, sehingga
meningkatkan kejadian infeksi atau karena adanya faktor ekstrinsik, intrinsik dan faktor lain
juga dapat mengakibatkan infeksi terjadinya. Oleh karena itu pencegahan pengendalian infeksi
perlu dilakukan untuk keselamatan pasien. Menurut Potter & Perry, 2005, infeksi bisa
disebabkan oleh kontaminasi udara karena buka tutup alat steril yang dilakukan berulang-ulang
akan memperbesar resiko masuknya mikroorganisme, ditunjang dengan prosedur perawatan
luka yang kurang steril, sumber daya manusia yang kurang memadai dan berbagai faktor seperti
alat ganti verban yang digunakan dalam peralatan luka dapat menjadi perantara masuknya
mikroorganisme. Apabila peralatan yang dipergunakan tidak dalam keadaan mencukupi dan
steril, maka sangat berisiko membawa kontaminasi kuman pada saat perawatan (Potter &
Perry, 2005).

Bakteri yang menyebabkan infeksi luka juga dapat berasal dari organ atau lingkungan
sekitar yang terstimulus. Kondisi luka juga akan berpengaruh terhadap risiko infeksi, keadaan
luka yang lembab/moist akan lebih mempertahankan flora normal dibanding luka yang kering,
oleh karena itu keadaan moist/lembab akan lebih meminimalkan resiko infeksi dan mampu
mengoptimalkan penyembuhan luka.

Modern Dressing
Keadaan luka dan proses penyembuhan luka juga bergantung pada manajemen
perawatan luka yang dilakukan. Saat ini perawatan luka sudah mengalami berbagai
perkembangan. Salahsatu manajemen perawatan luka yang bisa dilakukan dan menjadi pilihan
adalah perawatan luka modern yaitu menggunakan prinsip moisture balance. Lingkungan luka
yang kelembabannya seimbang akan memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen
dalam matriks nonseluler yang sehat. Kelembaban luka juga harus dijaga karena luka yang
terlalu lembab dapat menyebabkan maserasi tepi luka, sedangkan kondisi yang kurang lembab
akan menyebabkan kematian sel, serta tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan matriks.

Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan beberapa tahapan, yaitu :

1. Mencuci Luka

Tujuannya untuk mengurangi jumlah bakteri dan membersihkan sisa balutan lama

2. Membuang Jaringan Mati

Debridement jaringan nekrotik atau membuang jaringan dan sel mati dilakukan dari
permukaan luka

3. Memilih Balutan

Penggunaan jenis modern dressing disesuaikan dengan jenis luka. Misalnya untuk luka
yang banyak eksudatnya maka akan dipilih balutan yang menyerap cairan seperti foam.
Perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga kelembaban luka contohnya dengan
menggunakan bahan seperti hydrogel. Hydrogel berfungsi untuk menciptakan lingkungan
tetap lembab, melunakkan serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan
sehat dengan adanya proses debridement autolitik alamai (terserap ke dalam struktur gel dan
terbuang bersama pembalut). Jenis modern dressing lain antara lain, adalah :

- Ca Alginate : sebagai dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder. Fungsinya
untuk menyerap cairan luka yang berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah.

- Hidrokoloid : berfungsi untuk mempertahankan balutan luka dalam suasana lembab,


melindungi luka dan risiko infeksi, bisa menyerap eksudat tetapi minimal, bisa digunakan
sebagai dressing primer atau sekunder.

- Film Dressing : sering digunakan untuk secondary dressing untuk luka-luka superfisial dan
non-eksudatif atau untuk luka post operasi.

- Foam/Absorbant dressing :balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya
sangat banyak, bisa digunakan sebagai dressing primer atau sekunder.

- Medical Collagen Sponge : digunakan untuk menstimulasi percepatan pertumbuhan jaringan


luka dengan eksudat minimal dan masih memerlukan balutan sekunder.

Metode TIME
Pada teknik perawatan luka modern atau moist wound healing, perawatan luka lembab
sehingga area luka tidak kering sehingga mengakibatkan kassa tidak mengalami lengket pada
luka. Dengan adanya kelembaban tersebut dapat memicu petumbuhan jaringan lebih cepat dan
tingkat risiko terjadinya infeksi menjadi rendah. Perawatan RSUP Dr. Sardjito menggunakan
metode untuk mempertahankan kelembaban lingkungan luka, dimulai dengan wound bed
preparation menggunakan metode TIME untuk mendapatkan jaringan luka yang sehat
berwarna merah/red. TIME merupakan singkatan dari :

(T)Tissue adalah tissue management dengan debridement jaringan nekrotik untuk menjadikan
dasar luka menjadi sehat berwarna merah (Red Yellow Black),

(I)Infection/Inflamasi adalah pengendalian infeksi dengan PHMB antiseptik pencuci luka dan
antimicrobial dressing untuk mengontrol infeksinya,

(M)Moisture adalah moisture balance dengan absorb dressing untuk menyerap eksudat, atau
melakukan hidrasi untuk luka yang kering sehingga didapatkan keseimbangan kelembaban,

(E)Edge of wound dengan mengevaluasi epitelisasi pada tepi luka. Tepi luka yang keras dan
kering akan menghambat proses epitelisasi dalam penyembuhan luka. Sehingga tepi luka harus
disiapkan sejak dini. Luka yang sehat ditandai dengan adanya epitelisasi pada tepi luka, bila
dalam 2-4 minggu tidak ada kemajuan tepi luka dilakukan reassessment untuk TIM.

Penggunaan Metcovazin sebagai Primary Dressing

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Pipit (2021) yang berjudul “Tantangan 2 Minggu
Persiapan Dasar Luka : Studi Kasus Metcovazin Ⓡ Reguler sebagai Primary Dressing”. Dalam
penelitian tersebut perawatan luka dilakukan pada seorang pasien wanita usia 65 tahun yang
dirawat di Wocare Center dan mengalami perubahan progresif luka dimana luka muncul 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. presentasi luka unstaged, nekrotik 30%, mengelupas 70 %,
memiliki banyak eksudat, eritema, edema dari dorsal pedis sampai sekitar lutut. Pasien tidak
memiliki riwayat diabetes atau luka kronis lainnya. Jumlah leukosit lebih dari 17.000x10^9/L.

Metode yang dilakukan selama perawatan memperhatikan prinsip TIME (tissue


management/manajemen jaringan, Infection control/kontrol infeksi, Moisture
Balance/Keseimbangan Kelembaban dan Ephitelial Advancement/Kemajuan Epitel). Dressing
diganti setiap 3 hari, setelah 3 kali ganti persentasi luka menunjukkan perbaikan, granulasi
jaringan meningkat menjadi 50%, pengelupasan berkurang 50%, edema dan eritema berkurang
dan ada peningkatan rasa sakit yang dirasakan pasien. namun eksudat mash tinggi dan
menyebabkan maserasi.
Setelah 6 kali ganti balutan atau 2 minggu setelah pengobatan awal, presentasi luka meningkat
secara signifikan dibuktikan adanya granulasi 100% pada dasar luka, edema tidak ada, eritema
menurun dibandingkan pengobatan sebelumnya dan tepi luka menunjukkan perbaikan ketika
jaringan epitel mulai tumbuh.

Metkovazin Reguler merupakan salahsatu dressing luka. Metkovazin Reguler memiliki


dampak signifikan dalam mengobati luka kronis yang terinfeksi untuk mencapai persiapan
dasar luka. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Pipit (2021) didapatkan hasil bahwa
dalam waktu dua minggu pengobatan Metkovazin Reguler sebagai pembalut utama/primary
dressing mampu mempercepat persiapan dasar luka dalam perawatan dua minggu di luka
kronis.

Metkovazin regular adalah cream dressing yang mengandung zinc dan molekul chitosan.
Dalam penyembuhan luka, zinc diketahui memainkan fungsi penting dalam mengatur proses
penyembuhan, perbaikan membran, koagulasi, peradangan dan respon imun, re-epitelisasi
jaringan serta angiogenesis. Chitosan diakui memiliki efek meningkatkan polimorfonuklear
neutrofil, makrofag dan fibroblas berperan dalam penyembuhan luka. Oleh karena itu, mampu
membantu pembentukan jaringan granulasi dan organisasi jaringan. Selain itu, juga memiliki
efek antimikroba endogen dan sifat yang bertindak sebagai kendaraan pengiriman untuk obat
antimikroba seperti: antibiotik sistemik untuk mencapai area jaringan.
SPO MERAWAT LUKA AKUT (POST OPERASI)

YA TDK
Prosedur Tahap Pre Interaksi :
1.Perawat melakukan Verifikasi order atau tindakan dalam catatan medis dan
keperawatan.
2. Perawat melakukan persiapan Alat:
2.1 Set ganti balut steril
2.2 Sarung tangan
2.3 Bengkok
2.3 Perlak
2.4 Betadine 10%/ KP
2.5 NaCl 0,9%
2.6 Tulgrass
2.7 Plester
2.8 Kassa steril
2.9 Masker
Tahap Orientasi :
1. Perawat memeberikan salam, identifikasi pasien (menanyakan nama
dan tanggal lahir kemudian dicocokkan dengan gelang pasien).
2.Perawat memperkenalkan diri (pada pertemuan pertama).
3.Perawat menjelaskan prosedur, tujuan, lama tindakan pada pasien atau
keluarga, dan perasaan yang akan dirasakan selama tindakan.
Tahap Kerja:
1. Perawat mencuci tangan
2. Memasang pengalas dan bengkok didekat pasien
3. Mendekatkan alat disamping pasien
4. Membuka balutan dengan pinset, sarung tangan/kapas yang diberi
alkohol 70 %
5. Memasukkan balutan kotor pada bengkok
6. Melakukan pengkajian luka: jumlah jahitan, tanda-tanda infeksi&
aproximasi jahitan
7. Membersihkan daerah sekitar luka dengan NaCl 0,9 %
8. Membersihkan daerah luka dengan bethadin 10 %, kemudian
dikeringkan dengan kassa steril
9. Memberikan tull grass pada luka
10. Menutup luka dengan kassa, plester dengan rapat
11. Merapikan pasien dan membereskan alat-alat
12. Perawat cuci tangan
13. Mendokumentasikan dalam catatan perawatan
Tahap Terminasi :
1. Perawat mengkaji respon pasien
2. Perawat memberikan reinforcement positif.
3. Perawat membuat kontrak waktu untuk tindakan berikutnya. Akhiri
tindakan dengan cara yang baik (menyampaikan salam).
4. Perawat merapikan alat dan cuci tangan sesuai prosedur tetap.
5. Perawat medokumentasikan waktu, jenis tindakan, respon pasien, hasil
tindakan, perawat dan paraf
Hal – hal yang harus diperhatikan :
1. Perhatikan tehnik aseptik
2. Perhatikan privacy pasien
JUMLAH
Nilai kompetensi : jumlah ya
------------ x 100 =
25
f. Referensi

Alifia, L. (2019). Usaha Tenaga Kesehatan dalam Mencegah Penularan Penyakit melalui
Penyempurnaan Sterilisasi Alat Bedah. DOI 10.31227/osf.io/euq7x

Casey, G. 2000. Modern Wound Dressing. Nurs Stand. 15(5): Hal 47-51.

Gultom, A., Umboh, J. M. L., & Polii, B. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) oleh Perawat di Ruang Rawat
Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP. Prof Dr. RD Kandou Manado. Paradigma Sehat,
4(3).

KEMENKES, R. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 tahun


2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. MENKES RI: Jakarta.

Lestari, Pipit. 2021. Two weeks challenge of wound bed preparation: A Metcovazin®
Reguler case study as primary dressing. Metcovazin.co.id

Potter, P.A. & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi 4. Volume 2 Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.

Potter, P.A. & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi 4 Volume 1 Alih Bahasa : Yasmin
Asih, dkk.

Purwaningsih, L.,A. (2018). Perawatan Luka Modern di RSUP Dr. Sardjito. Diakses melalui
https://sardjito.co.id/2018/05/22/perawatan-luka-modern-di-rsup-dr-sardjito-yogyakarta/

Sibbald, R. G., Keast D.H. 2007. Best Practice Recommendations For Preparing The Wound
Bed : Update 2006. Advancesin Skin & Wound Care. Canada. 4(1).

Anda mungkin juga menyukai